Anda di halaman 1dari 5

3. Sebutkan dan Jelaskan secara lengkap faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati suatu obat/produk obat.

Faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati suatu obat atau produk obat adalah faktor obat itu sendiri, faktor subjek, faktor rute pemberian dan faktor interraksi obat atau makanan. FAKTOR OBAT: Particle size Kecepatan disolusi obat berbanding lurus dengan luas permukaan yang kontak dengan cairan. Semakin kecil partikel, semakin luas permukaan obat, semakin mudah larut. Dengan memperkecil ukuran partikel, dosis obat yang diberikan dapat diperkecil pula, sehingga signifikan dari segi ekonomis. Terdapat hubungan linier antara kecepatan absorpsi obat dengan logaritma luas permukaan. Bahan-bahan obat yang memberikan perbedaan absorpsi antara bentuk halus dan tidak halus antara lain, acetosal, barbiturate, calciferol, chloramphenicol, digoxin, griseofulvin, hydroxyprogesterone acetate, nitrofurantoine, spironolactone, sulfadiazine, sulfamethoxine, sulfathiazole,sulfasoxazole, tetracycline, tolbutamide. Drug solubility Pengaruh daya larut obat bergantung pada sifat kimia (atau modifikasi kimiawi obat) dan sifat fisika (atau modifikasi fisik obat). Modifikasi Kimiawi Obat a. Pembentukan Garam Obat yang terionisasi lebih mudah dalam air daripada bentuk tidak terionisasi. Pembentukan garam ini terutama penting dalam hal zat aktif berada dalam saluran cerna, kelarutan modifikasi sewaktu transit di dalam saluran cerna, karena perbedaan pH lambung dan usus. Peningkatan kecepatan pelarutan obat dalam bentuk garam berlaku untuk obatobat berikut : penicilline, barbiturate, tolbutamide, tetracycline, acetosal, dextromethorphane, asam salisilat, phenytoine, quinidine, vitamin-vitamin larut aie, sulfa, quinine b. Pembentukan Ester Daya larut dan kecepatan melarut obat dapat dimodifikasi dengan membentuk ester. Secara umum, pembentukan ester memperlambat kelarutan obat. Beberapa keuntungan bentuk ester, antara lain :

1. Menghindarkan degradasi obat di lambung Ester dari erythromycin (misalnya erythromycine succinat) memungkinkan obat tidak rusak pada suasana asam di lambung. Ini merupakan semacam pro-drug, dalam suasana lebih basa di usus, terjadi hidrolisis erythromycine ethylsuccinat. 2. Memperlama masa kerja obat Misalnya esterifikasi dari hormon steroid. 3. Menutupi rasa obat yang tidak enak Contohnya adalah ester dari kloramfenikol. Kloramfenikol palmitat dan Kloramfenikol stearat dihidrolisis di usus halus untuk melepaskan kloramfenikol. Modifikasi Bentuk Fisik Obat a. Bentuk Kristal atau Amorf Bentuk amorf tidak mempunyai struktur tertentu, terdapat ketidakteraturan dalam tiga dimensinya. Secara umum, amorf lebih mudah larut daripada bentuk kristalnya. Misalnya Novobiocin, kelarutan bentuk amorf 10 x dari bentuk Kristal. b. Pengaruh Polimorfisme Fenomena polimorfisme terjadi jika suatu zat menghablur dalam berbagai bentuk Kristal yang berbeda, akibat suhu, teakanan, dan kondisi penyimpanan. Polimorfisme terjadi antara lain pada steroid, sulanilamida, barbiturat, kloramfenikol. Kloramfenikol palmitat terdapat dalam bentuk polimorf A, B, C, dan amorf. Tetapi hanya bentuk polimorf B dan bentuk amorf yang dapat dihidrolisis oleh usus. c. Bentuk Solven dan Hidrat Sewaktu pembentukan Kristal, cairan-pelarut dapat membentuk ikatan stabil dengan obat, disebut solvat. Jika pelarutnya dalah air, ikatan ini disebut hidrat. Bentuk hidrat memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan bentuk anhidrat, terutama kecepatan disolusi. Ampisilina anhidrat lebih mudah larut daripada Ampisilian trihidrat. Faktor fisika kimia lain a. pKa dan Derajat Ionisasi Obat berupa larutan dalam air dapat diklasifikasi menjadi 3 kategori, yaitu : Elektrolit kuat ; seluruhnya berupa ion (contoh : Na, K, Cl) Non elektrolit ; tidak terdisosiasi (contoh : gula, steroid) Elektrolit lemah ; campuran bentuk ion & molekul

Konsentrasi relatif bentuk ion/molekul bergantung pada pKa obat dan pH lingkungan. Kebanyakan obat dalam bentuk asam lemah atau basa lemah, yang terabsorpsi secara difusi aktif, sehingga hanya bentuk molekul (tidak terionisasi) yang terabsorpsi. Akibatnya perbandingan ion/molekul sangat menentukan absorpsi.

Konsentrasi ion dari obat berupa asam lemah (misal asetosal) meningkat dengan peningkatan pH media air. Sebaliknya Konsentrasi molekul dari obat berupa asam lemah (misal alkaloid)meningkat dengan peningkatan pH media air. Sehingga asam lemah lebih banyak diabsorpsi pada suasana asam (di lambung, pH 1-3), sedangkan basa lemah lebih banyak diabsorpsi di usus (pH 6-8). b. Koefisien Partisi Lemak-Air Koefisien partisi menunjukkan rasio konsentrasi obat dalam 2 cairan yang tidak bercampur. Koefisien partisi merupakan indeks dari solubilitas komparatif suatu zat dalam 2 solven. Koefisien partisi lemak-air digunakan sebgai indikator penumpukan obat di dalam lemak tubuh. Normal lemak dalam tubuh adalah 10-25%, pada keadaan obesitas dapat menjadi 50% atau lebih. Pada penderita obesitas, obat dengan daya larut lemak tinggi akan menumpuk pada lemak-tubuh dalam jumlah besardan menjadi depo di mana obat dilepaskan secara perlahan. Pada pemberian barbiturate, pelepasan obat diperlama dari depo, menyebabkan kondisi hang-over. Teknik formulasi Faktor-faktor manufaktur (pembuatan obat) dapat mengurangi bioavailabilitas obat, diantaranya : 1. Peningkatan kompresi (tekanan) pada waktu pembuatan meningkatkan kekerasan tablet. Hal ini menyebabkan waktu disolusi dan disintegrasi menjadi lebih lama. 2. Penambahan jumlah bahan pengikat pada formula tablet atau granul akan meningkatkan kekerasan tablet, mengakibatkan perpanjangan waktu disintegrasi dan disolusi 3. Peningkatan jumlah pelincir (lubricant) pada formula tablet akan mengurangi sifat hidrofilik tablet sehingga sulit terbasahi (wetted). Hal ini memperpanjang waktu disintegrasi dan disolusi 4. Granul yang keras dengan waktu kompresi yang cepat serta kekuatan yang tinggi akan menyebabkan peningkatan suhu kompresi, sehingga obat yang berbentuk kristal mikro akan membentuk agregat yang lebih besar. Excipient Obat jarang diberikan tunggal dalam bahan aktif. Biasanya dibuat dalam bentuk sediaan tertentu yang membutuhkan bahan-bahan tambahan (excipients). Obat harus dilepaskan dari bentuk bentuk sediaannya sebelum mengalami disolusi, sehingga excipients dapat mengakibatkan perubahan disolusi dan absorpsi obat.

Zat-zat aktif permukaan (seperti tween dan span) atau zat hidrofil yang mudah larut dalam air (polivinil pirolidon, carbowax), dapat meningkatkan kecepatan disolusi tablet. Sebaliknya, zat-zat hidrofob yang digunakan sebagai lubricant (misal magnesium

stearat) dapat menghambat disolusi. Kini lebih umum digunakan aerosol sebagai lubricant karena tidak menghambat disolusi Zat pengikat (pada tablet) dan zat pengental (pada suspensi), seperti gom dan gelatin umumnya juga memperlambat disolusi. Sebaliknya zat penghancur seperti amilum justru mempercepat disolusi. Pemilihan basis suppositoria juga mempengaruhi kecepatan absorpsi obat. Kini lebih umum basis sintetis dibandingkan oleum cacao. Tetapi bberapa obat sukar dilepaskan dari basis ini. Sehingga indometasin dan kloralhidrat lebih baik dibuat dalam basis carbowax, sedangkan aminofilin dalam basis oleum cacao. Bentuk sediaan Kecepatan disolusi sangat dipengaruhi oleh bentuk sediaan obat. Kecepatan disolusi dari berbagai sediaan oral menurun dengan urutan berikut : Larutan < suspensi < emulsi < serbuk < kapsul < tablet < film coated (salut film) < dragee (salut gula) < enteric coated (salut selaput) < sustained release/retard. FAKTOR RUTE PEMBERIAN: Produk-Produk Parenteral Obat-obat yang diinjeksikan secara intravena langsung masuk ke dalam darah dan dalam beberapa menit beredar ke seluruh bagian tubuh. Hanya untuk obat yang larut dalam air. Pelarut yang digunakan adalah kombinasi propilen glikol dengan pelarut lain. Obat-obat yang diinjeksikan secara intramuskular melibatkan penundaan absorpsi karena obat berjalan dari tempat injeksi ke aliran darah. Formulasi intramuskular dapat untuk melepaskan obat secara cepat atau lambat dengan mengubah pembawa sediaan injeksi. Keuntungannya adalah fleksibilitas formulasi. b. Tablet Bukal Tablet ini dirancang untuk terlarut di bawah lidah dan diabsorpsi dalam rongga mulut melalui mukosa mulut, serta mengandung bahan tambahan yang cepat melarut seperti laktosa. Contoh tablet sublingual nitrogliserin. c. Aerosol Seringkali digunakan untuk obat yang diberikan ke dalam system pernapasan. Ukuran partikel dari suspense (dalam ukuran kabut) menentukan tingkat penetrasinya. Obat dengan partikel bergerak dengan cara sedimentasi atau gerak Brown ke dalam bronkhioli. Contoh isotarina dan isoproterenol.

d. Sediaan Transdermal Pemberian sediaan transdermal memberi pelepasan obat ke sistem tubuh melalui kulit. Obat yang diberikan secara transdermal tidak dipengaruhi oleh first pass effects.

Contoh transderma-V untuk mabuk perjalanan yang melepaskan skopolamin melalui kulit telinga. e. Sediaan Oral Keuntungan utama sediaan oral adalah kemudahan-pemakaian dan menghilangkan ketidaknyamanan yang terjadi pada pemakaian injeksi. Kerugian utama adalah persoalan potensial dari penurunan bioavailabilitas dan bioavailabilitas berubah-ubah yang disebabkan absorpsi tidak sempurna atau interaksi obat. f. Sediaan Rektal Sediaan rektal disukai untuk obat-obat yang menyebabkan mual. Laju pelepasan obat sediaan ini tergantung pada sifat komposisi dasar dan kelarutan obat yang terlibat, serta terhindar dari first pass effects. FAKTOR SUBJEK: 1. Berat badan 2. Umur 3. Jenis kelamin 4. Kondisi patologik pasien 5. Genetik ( Idiosinkrasi ) FAKTOR INTERKASI OBAT DAN MAKANAN Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat (index drug) berubah akibat adanya obat lain (precipitant drug), makanan, atau minuman. Interaksi obat dapat menghasilkan efek yang memang dikehendaki (Desirable Drug Interaction), atau efek yang tidak dikehendaki (Undesirable/Adverse Drug Interactions = ADIs) yang lazimnya menyebabkan efek samping obat dan/atau toksisitas karena meningkatnya kadar obat di dalam plasma, atau sebaliknya menurunnya kadar obat dalam plasma yang menyebabkan hasil terapi menjadi tidak optimal.

Anda mungkin juga menyukai