Anda di halaman 1dari 39

Sistem Pengantaran Obat Oral

Rahmi Nofita
Pendahuluan
Fase-fase perjalan obat di dalam tubuh manusia
 Fase farmasetik (zat aktif + eksipien + proses)
 Fase biofarmasetik
 Fase farmakokinetik
 Fase farmakodinamik

Efek obat
I.Farmaseutika

Tujuan memformulasi obat menjadi bentuk sediaan :


Agar dapat disimpan dan diedarkan sampai ke konsumen tanpa
terjadi perubahan stabilitas fisik, kimia ataupun fisikokimia sehingga
obat dapat menghasilkan respon biologis yang optimal.

Untuk itu perlu diperhatikan :


 Sifat kimia dan fisika obat
 Sifat fisikokimia bentuk sediaan
 Parameter farmakokinetik (ADME)
 Efek biologis, farmakologis dan klinis obat
Faktor-faktor formulasi yang mempengaruhi bioavaibilitas
obat:
1. Derajat kehalusan serbuk 2. Bentuk kristal obat
Sangat halus (1,5 nm), menaikan kadar obat a. Absorpsi zat berbentuk amorf lebih
dalam darah 2-3 kali lebih tinggi sehingga besar dari bentuk kristal. Karena
dosis diturunkan 2-3 kalinya cth: grisiofulvin, amorf lebih mudah larut cth:
digoksin, spiranolakton Kloramfenicol palmitat dan novibiosin
,tidak aktif dalam bentuk kristal.
Untuk obat lokal diusus tidak memerlukan b. Stabilitas produk bentuk amorf lebih
syarat kehalusan cth: obat cacing piperazin, kecil dari pada bentuk kristal cth:
anti disentri sulfaguanidin. penisilin G. Natrium
c. Bentuk polimorfisme memiliki
kecepatan disolusi dan kelarutan
yang tinggi cth:Sulfur (dibuat
suspensi}, kortison asetat.
3.Keadaan kimia obat

a. Absorpsi zat anhidrat lebih besar daripada zat-zat hidrat cth: absorpsi ampasilin
anhidrat (amfipen) lebih besar daripada ampisilin trihidrat (penbritin)
b. Bentuk komplek dapat mempercepat absorpsi cth: menitol dan keparin dikomplek
dengan EDTA.
c. Hormon kelamin terurai oleh asam lambung, jadi untuk oral dipakai bentuk
asternya cth: Etinil estradiol dan testosteron undekanoat.
d. Absorpsi betametason lebih besar dari pada hidrokortison asetat, sebaliknya
hidrokortison asestat absorpsinya lebih besar dari betametason melalui kulit.
Betanetason yang digunakan bentuk esternya (betametason-17-valerat) untuk
efek terapi yang lebih besar.
e. Kecepatan disolusi bentuk garam suatu obat pada umumnya berbeda dengan
bentuk asam atau basanya cth: garam Na dan K dari asam lemah atau basa
lemah dapat larut lebih cepat. seperti, Na barbiturat memiliki kecepatan disolusi
800x lebih besar dan asam barbiturat. Na- tolbutamid 10.000x lebih besar dari
asam bebasnya tolbutamid.
4. Zat tambahan (eksipien)

Pada sediaan tablet eksipien seperti pengisi, pengikat, pelicin dan penghacur
mempengaruhi efek obat. Contoh :
a. Tahun 1960 tablet prednison dengan pengisi Caso4, tidak memberikan efek
tetapi dengan pengisi laktosa berefek.
b. Tahun 1970 tablet difantoin dengan pengisi laktosa mengakibatkan keracunan
( karena laktosa meningkatkan absorpsi difantoin ). Tablet difantoin dengan
pengisi caso4 tidak ada efek samping.
c. Penambahan zat-zat hidrofil ( seperti PVP ) dapat meningkatkan kelarutan zat
aktif yang sukar larut.
d. Zat pelicin hindrofob, ( mg stearat dan asam sterat, talk ) dapat menurunkan
kelarutan zat aktif, sedangkan Aerosil tidak menghambat kelarutan.
e. Bahan pengikat, gom arab , muncilago amili, bahan pengental dalam suspensi
akan menghambat kelarutan zat aktif. Penambahan bahan penghancur akan
mempercepat terlarutnya zat aktif.
5. Proses produksi dapat mempengaruhi sifat fisik tablet.

 
 Proses pengempaan dalam pencetakan tablet dan lama penyimpanan
akan mempengaruhi kecepatan disolusi Obat.

Semua hal diatas akan mempengaruhi ketersediaan obat bebas yang


siap untuk di adsorpsi dalam lambung atau usus dalam keadaan larut
atau tidak larut dalam cairan lambung atau usus tergantung dimana obat
berada.
 
II. Fase Biofarmaseutik

 Fase biofarmasetik dimulai dengan menelan obat melalui mulut hingga


pelepasan zat aktif ke dalam cairan tubuh.
 Ketersediaan farmaseutik zat aktif adalah kesiapan obat untuk di
absorpsi.
 Menyangkut ilmu teknologi pembuatan obat dalam bentuk sediaan yang
dapat digunakan dan diberikan pada pasien.
 Biofarmasetik : memformulasi obat agar didapatkan respons biologis
yang optimal
III. Fase Farmakokinetika

Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari kinetika


absorpsi, distribusi dan eliminasi (ekskresi dan metabolisme)
obat (Shargel & Yu, 1988 ; Ganiswara, et al, 1995 ; Bauer,
2001) pada manusia atau hewan dan menggunakan informasi
ini untuk meramalkan efek perubahan-perubahan dalam
takaran, dosis, rute pemberian, dan keadaan fisiologis pada
penimbunan dan disposisi obat (Lachman, et al, 1989).
Efek obat Kuantitatif

data kinetika obat

hubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh


dengan intensitas efek yang ditimbulkannya.

daerah kerja efektif obat (therapeutic window)


dapat ditentukan.
Bioavailabilitas

kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai


sirkulasi sistemik.

bioavailabilitas suatu obat mempengaruhi daya


terapetik, aktivitas klinik, dan aktivitas toksik obat.
(Shargel & Yu, 1988 ).
Absorpsi obat adalah proses perpindahan atau
pergerakan obat antar jaringan melalui membran.

Mekanisme:
1. Transpor pasif
2. Transpor aktif
3. Eksositosis
Transportasi Pasif

Obat bergerak dari kosentrasi tinggi ke rendah karena


adanya perbedaan gradien kosentrasi.

Ada tiga bentuk proses transportasi pasif yaitu:


 Proses Difusi utk non ionik obat asam lemah/basa lemah
 Proses Filtrasi melalui pori pori
 Proses Difusi fasilitiatif membutuhkan carrier utk
transportasi
Transpor Aktif

Merupakan pergerakan atau pemindahan


yang menggunakan energi untuk
mengeluarkan dan memasukkan ion –ion
dan molekul melalui membran sel yang
bersifat permeabel dengan tujuan
memelihara keseimbangan molekul kecil
di dalam sel.
Eksositosis

Eksositosis adalah mekanisme transpor molekul


besar seperti protein dan polisakarida, melintasi
membran plasma dari dalam ke luar sel (sekresi)
dengan cara menggabungkan vesikula berisi
molekul tersebut dengan membran plasma.

Eksositosis dan endositosis adalah proses


transpor aktif. Transpor aktif adalah proses yang
memerlukan energi untuk memompa molekul
dan ion melintasi membran melawan gradien
konsentrasi.
Metabolisme Obat
Organ utamanya adalah hati tempat terjadinya metabolisme lintas pertama
Di hati terjadi 2 tahap reaksi:
Reaksi fase 1 : mengubah molekul obat secara oksidasi, reduksi atau
hidrolisis mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar dengan
menambah atau melepaskan gugus fungsi -OH, -NH2 -SH agar mudah
diekskresikan
Reaksi fase 2 : terjadi bila pada fase 1 tidak dapat diekresikan dengan
cepat, maka reaksi berlanjut dengan reaksi konjugasi dengan substrat
endogen seperti asam glukoronat, asm sulfur,asam asestat, atau suatu
asamaminoakan berkombinasi dengan gugus fungsi yang baru membentuk
suatu konjugat yang sangat polar.
Ekskresi Obat

Ekskresi obat melalui ginjal merupakan proses eliminasi obat yang


tergantung pada pH tubulus, bila pH basa, urin alkali obat akan terionisasi
ini akan meningkatkan ekskresi ginjal.

Ekskresi Bilier
Terkosentrasi dalam empedu , diekresikan kedalam usus halus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas obat:

1. Faktor-faktor fisiologik yang berkaitan 2. Faktor-faktor farmasetik yang mempengaruhi


dengan absorpsi obat bioavailabilitas obat
pH medium
Adanya pori-pori Sifat Fisikokimia Obat
Banyaknya vili dan mikrovili yang ada di Ukuran Partikel
daerah duodenum dan usus halus Luas permukaan efektif obat
Bentuk geometrik
Sifat kapiler membran sel.
Kelarutan Obat
Jumlah pembawa Bentuk kimia obat, yaitu garam, asam atau basa
Waktu transit obat dalam saluran cerna serta bentuk anhidrous atau hidrous
Gerakan peristaltik dari duodenum Polimorf obat
Aliran (perfusi) darah dari saluran cerna Konstanta Disosiasi
Adanya makanan dan obat lain didalam Lipofilisitas
saluran cerna Stabilitas Obat
Adanya penyakit
Catatan:

 Distribusi obat dlm darah, kebanyakan obat didistribusikan melalui cairan tubuh
dengan cara yang relatif lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan
eliminasi.
 Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ sekresi dalam bentuk
metabolik hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya (Ganiswara, et al,
1995 ).
 Ada beberapa obat yang berikatan kuat dengan protein sehingga menunda
lewatnya ke jaringan sekitarnya.(Ansel, 1989)
 Konsentrasi obat diukur pada sampel biologis seperti susu, saliva, plasma, dan
urin. Secara umum serum atau plasma sering digunakan untuk mengukur obat
(Shargel, et al, 2005).
 Konsentrasi obat dalam tiap cuplikan plasma digambar pada koordinat kertas
grafik rektangular terhadap waktu pengambilan cuplikan plasma. (Shargel & Yu,
1988).
Kadar obat dalam plasma vs Waktu
Parameter farmakokinetik pada sediaan oral

1. Tetapan Laju Absorpsi (Ka) dan Waktu Paruh Absorpsi (t½a

 Tetapan laju absorpsi (Ka) adalah tetapan laju absorpsi order kesatu dengan
satuan waktu-1.
 Ka diperoleh dengan membuat kurva antara waktu absorpsi dengan log Cpdiff
kemudian diregresikan sehingga diperoleh persamaan regresi.
 Harga Ka dapat dihitung dengan rumus:
Ka (waktu-1) = 2,303 x (-slope) atau
Ka (waktu-1) = 2,303 x (-b)
 Sedangkan t½a ddihitung dengan menggunakan rumus:
t½a = 0, 693/Ka
2. Tetapan kecepatan eliminasi (Ke) dan waktu paruh eliminasi (t½e)

 Tetapan laju eliminasi (Ke) adalah tetapan laju eliminasi order kesatu dengan
satuan waktu-1.
 Harga Ke diperoleh dengan membuat kurva antara waktu eliminasi dengan log
Cp kemudian diregresikan sehingga diperoleh persamaan regresi.
 Harga Ke diperoleh dengan rumus:

Ke (waktu-1) = 2,303 x (-slope) atau


Ke (waktu-1) = 2,303 x (-b)
t½e = 0,693/Ke
3. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar maksimum (tmaks)

 tmaks adalah waktu konsentrasi plasma mencapai puncak dapat disamakan


dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum
setelah pemberian obat.
 Waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi maksimum tidak
tergantung pada dosis tetapi tergantung pada tetapan laju absorpsi (Ka) dan
eliminasi (Ke).
 Harga tmaks dapat dihitung sebagai berikut:

Tmaks = In (Ka/Ke)
Ka – Ke
4. Kadar maksimum dalam darah (Cpmaks)

 Cpmaks adalah konsentrasi plasma puncak menunjukkan


konsentrasi obat maksimum dalam plasma setelah pemberian
obat secara oral

 Pada konsentrasi maksimum, laju absorpsi obat sama dengan laju


eliminasi,

 Harga Cpmaks dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

Cpmaks = Cpo (e-Ke.tmaks – e-Ka.tmaks)


5. Volume distribusi (Vd)

 Volume distribusi dipengaruhi oleh keseluruhan laju


eliminasi dan jumlah perubahan klirens total obat di
dalam tubuh.

Do x F x Ka
Vd = Cpo (Ka – Ke)
6. Area di bawah kurva (AUC)

 AUC mencerminkan jumlah total obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik.
 AUC merupakan area di bawah kurva kadar obat dalam plasma vs waktu dari t = 0
sampai t = ~ (lihat gambar 2).
 Harga AUC dapat diperoleh dengan cara:

a. AUC dari 0 - n jam, dapat dihitung dengan rumus luas segitiga yaitu ½ x alas x
tinggi

b. AUC dari waktu n1 – nx dihitung dengan rumus


Cn-1 + Cn (tn – tn-1)
2

c. AUC dari waktu nx - ~ dihitung dengan rumus


Cpnx
  Ke
7. Klirens total (Cltot)

 Klirens adalah volume plasma yang dibersihkan dari obat


persatuan waktu oleh seluruh tubuh (ml/menit).
 Klirens obat merupakan ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa
mempermasalahkan mekanisme prosesnya.
 Klirens total adalah jumlah total seluruh jalur klirens di dalam
tubuh termasuk klirens melalui ginjal dan hepar.

Cltot = Vd . Ke
8. Volume kompartemen sentral (Vp)

 Volume kompartemen sentral berguna untuk menggambarkan


perubahan konsentrasi obat karena merupakan kompartemen yang
diambil sebagai kompartemen cuplikan.
 Vp berguna dalam menentukan klirens obat.
 Besaran Vp memberikan petunjuk adanya distribusi obat di dalam
tubuh.
 Harga Vp dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Do
Vp = Ke x [AUC]~
9. Jumlah obat terabsorpsi, persen obat terabsorpsi dan
persen obat tidak terabsorpsi
a. Jumlah obat terabsorpsi menurut waktu dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:

Ab Cp + Ke [AUC]t
=
Ab~ Ke [AUC]o
 
b.Persen obat terabsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Ab
% terabsorpsi = x 100%
Ab~
c.Persen obat tidak terabsorpsi :

% obat tidak terabsorpsi = 100% - % obat terabsorpsi


KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA
1. Bidang farmakologi
Farmakokinetika dapat menerangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya untuk
mengetahui senyawa yang mana yang sebenarnya bekerja dalam tubuh; apakah senyawa asalnya,
metabolitnya atau kedua-duanya. Data kinetika obat dalam tubuh sangat penting untuk menentukan
hubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh dengan intensitas efek yang ditimbulkannya. Dengan
demikian daerah kerja efektif obat (therapeutic window) dapat ditentukan. (Cahyati, 1985)

2. Bidang farmasi klinik


Untuk memilih route pemberian obat yang paling tepat. Dengan cara identifikasi farmakokinetika dapat
dihitung aturan dosis yang tepat untuk setiap individu (dosage regimen individualization). Data
farmakokiketika suatu obat diperlukan dalam penyusunan aturan dosis yang rasional. Dapat membantu
menerangkan mekanisme interaksi obat, baik antara obat dengan obat maupun antara obat dengan
makanan atau minuman.

 3. Bidang toksikologi


Farmakokinetika dapat membantu menemukan sebab-sebab terjadinya efek toksik dari
pemakaian suatu obat.
Fase farmakodinamik

 Farmakodinamik adalah cara kerja obat,


efek obat terhadap fungsi berbagai organ,
dan pengaruh obat terhadap reaksi
biokimia dan struktur organ.
Mekanisme kerja obat

 Obat dapat berefek bila sudah terjadi


interaksi dengan reseptor pada sel (bekerja
pada molekul spesifik)
 Reseptor adalah molekul protein yang
secara normal diaktivasi oleh
transmiter/hormon.
Mekanisme kerja obat

 Agonis adalah obat yang


efeknya menyerupai
senyawa endogen.
 Antagonis adalah obat
yang menhambat kerja
suatu agonis.
Reseptor obat

 Protein merupakan reseptor obat yang paling penting


 Ikatan obat-reseptor: ion, hidrogen, Van der Walls, kovalen.
 Reseptor obat merupakan makromolekul selular tempat obat
terikat agar obat menimbulkan efek.
 Reseptor fisiologis merupakan protein seluler yang secara
normal berfungsi sebagai reseptor bagi ligan endogen :
hormon , neurotransmitter, autakoid(histamin,serotonin).
Efek obat tanpa perentaraan reseptor

1. Efek non spesifik dan gangguan pada membran


-Perubahan sifat osmotik (urea, manitol, MgSO4)
-Perubahan sifat asam-basa (antasida,NH4Cl,NaHCO3)
-Kerusakan non spesifik (antiseptik, desinfektan)
-Gangguan fungsi membran (anastesi volatile)
2. Interaksi dengan molekul kecil atau ion (CaNa 2EDTA-Pb2+)
3. Masuk ke dalam komponen sel (obat kanker)
Hubungan kosentrasi obat dan respon obat
 Dosis berbanding lurus dengan respon obat.
 Respon berhenti pada kosentrasi tertentu (Emaks).
 Potensi dinyatakan dengan ED50
 Slope kurva dosis-respon (kosentrasi obat(c) -efek obat(E))
 Indek terapi= LD50/ED50 akan menentukan tingkat
keamanan obat
 Obat ideal=LD1/ED99 adalah > 1
Interaksi obat

 Menguntungkan
 Merugikan

Terbagi atas 3 katagori


1. Inkompatibilitas
2. Interaksi farmakokinetik
3. Interaksi farmakodinamik

Anda mungkin juga menyukai