Anda di halaman 1dari 21

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN

PROSES PENEMBUSAN MEMBRAN BIOLOGIS DAN


INTERAKSI OBAT BIOPOLIMER

DISUSUN OLEH :
1. SYAFIRA NUR KHAFIFA G 701 17 150
2. SINDI TAURINSIA G 701 17 140
Hubungan Struktur, Sifat Kimia
Fisika dengan Proses Absorpsi Obat
1. Proses absorpsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas
farmakologis obat.

1. Absorpsi Obat melalui Saluran Cerna


Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan
didistribusikan ke seluruh tubuh, terlebih dulu harus mengalami proses
absorpsi pada saluran cerna.

Suatu obat yang bersifat basa lemah , seperti amin aromatic


(Ar-NH2), aminopirin , asetanilid, kafein dan kuinin, bila
diberikan melalui oral dalam lambung yang bersifat asam
(pH 1-3,5) , sebagian besar akan menjadi bentuk ion (Ar-
NH3+), yang mempunyai kelarutan dalam lemak sangat kecil
sehingga sukar menembus membrane lambung . bentuk ion
tersebut kemudian masuk ke usus halus yang bersifat agak basa
(pH 5-8) dan berubah menjadi bentuk tidak terionisasi (Ar-
NH2), bentuk ini mempunyai kelarutan dalam lemak besar
sehingga mudah terdifusi menembus membrane usus.
Sifat kimia fisika obat
Bentuk asam, basa, ester, garam, kompleks atau hidrat dari bahan
obat dapat mempengaruhi kelarutan dan proses absorbsi obat.
Selain itu bentuk kristal atau polimorf, kelarutan dalam lemak/ air
dan derajat ionisasi juga mempengaruhi proses absorbsi obat.
2. Absorpsi Obat melalui Kulit

Absorpsi obat melalui kulit sangat tergantung pada kelarutan obat dalam
lemak karena epidermis kulit berfungsi sebagai membran lemak biologis.

3. Absorpsi Obat melalui Mata

Kecepatan penetrasi tergantung pada derajat ionisasi dan koefisien partisi


obat. Bentuk yang tidak terionisasi dan mudah larut dalam lemak cepat
diabsorpsi oleh membran mata. Penetrasi obat yang bersifat asam lemah lebih
cepat dalam suasana asam karena dalam suasana tersebut bentuk tidak
terionisasinya besar sehingga mudah menembus membran mata. Untuk
obat yang bersifat basa lemah penetrasi lebih cepat dalam suasana basa.

4. Obat melalui Paru

Absorpsi obat melalui paru tergantung pada:


- Kadar obat dalam alveoli
- Koefisien partisi gas/darah
- Kecepatan aliran darah paru
- Ukuran partikel obat
2. Pada umumnya distribusi obat terjadi dengan cara menembus membran biologis
melalui proses difusi. Mekanisme difusi dipengaruhi oleh struktur kimia, sifat kimia
fisika obat dan sifat membran biologis.

Setelah masuk ke peredaran sisemik, molekul obat secara


serentak didistribusikan ke seluruh jaringan dan organ
tubuh. Melalui proses distribusi ini molekul obat aktif
mencapai jaringan sasaran atau reseptor obat.
Kecepatan dan besarnya distribusi obat dalam tubuh bervariasi dan tergantung
pada faktor-faktor sebagai berikut:

Kecepatan distribusi aliran darah


pada jaringan dan organ tubuh

Sifat membran biologis

Sifat kimia fisika obat, terutama


kelarutan dalam lemak

Ikatan obat dengan sisi kehilangan

Masa atau volume jaringan

Adanya pengangkutan aktif dari


beberapa obat
Hubungan struktur
dan
proses Metabolisme Obat
Proses metabolisme dapat mempengaruhi
aktovitas biologis, masa kerja dan toksisitas
obat sehingga pengetahuan tentang
metabolisme obat dan senyawa organik asing
lain (xenobiotika) sangat penting dalam
bidang kimia medisinal. Suatu obat dapat
menimbulkan respons biologis dengan
melalui dua jalur, yaitu:

a. Obat aktif setelah masuk ke peredaran darah,


langsung berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons
biologis.
a. Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami proses
metabolisme menjadi obat aktif, berinteraksi dengan reseptor
dan menimbulkan respons biologis (bioaktivasi).

Metabolisme obat adalah mengubah senyawa yang


relatif non polar, menjadi senyawa yang lebih polar
sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh.
Hubungan Struktur, Kimia
Fisika dengan Proses Ekskresi
Obat
1. Ekskresi obat melalui Paru
Obat yang diekskresikan melalui paru terutama obat yang digunakan
secara inhalasi. Sifat fisik yang menentukan kecepatan ekskresi obat
melalui paru adalah koefisien partisi darah/udara.

2. Ekskresi obat melalui Ginjal


Ekskresi obat melalui Ginjal melibatkan tiga proses:
- Penyaringan Glomerulus
- Absorpsi Kembali secara Pasif pada Tubulus Ginjal
- Sekresi Pengangkutan Aktif pada Tubulus Ginjal
3. Ekskresi Obat melalui Empedu
Obat dengan berat molekul lebih dari 150 dan obat yang telah dimetabolisis
menjadi senyawa yang lebih polar, dapat diekskresikan dari hati, melewati
empedu menuju ke usus dengan mekanisme pegangkutan aktif. Di usus
bentuk terkonjugat tersebut secara langsung diekskresikan melaui tinja, atau
dapat mengalami proses hidrolisis oleh enzim atau bakteri usus menjadi
senyawa yang bersifat non polar, sehingga diabsorpsi kembali ke plasma
darah, kembali ke hati, dimetabolisis, dikeluarkan lagi melaui empedu
menuju ke usus,demikian seterusnya sehingga merupakan suatu siklus yang
dinamakan siklus enterohepatik. Siklus ini menyebabkan masa kerja obat
menjadi lebih panjang.
Ionisasi dan Aktivitas
Biologis
Ionisasi sangat penting dalam hubungannya dengan proses penembusan
obat ke dalam membran biologis dan interaksi obat-reseptor. Untuk
dapat menimbulkan aktifitas biologis, pada umumnya obat dalam
bentuk tidak terionisasi, tetapi ada pula yang aktif adalah bentuk ionnya.
Obat yang Aktif dalam Bentuk Tidak Terionisasi
Sebagian besar obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah, bentuk tidak
terionisasinya dapat memberika efek biologis. Hal ini dimungkinkan bila kerja
obat terjadi di membran sel atau di dalam sel.

Perubahan pH dapat berpengaruh terhadap sifat kelarutan


dan koefisien partisi obat. Garam dari asam atau basa lemah,
bentuk tidak terionisasinya mudah diabsorbsi oleh saluran
cerna, dan aktifitas biologis sesuai dengan kadar obat bebas
yang terdapat dalam cairan tubuh.
Pada obat yang bersifat asam lemah, dengan meningkatnya
pH, sifat ionisasi bertambah besar, bentuk tak terionisasi
bertambah kecil, sehingga jumlah obat yang menembus
membran biologis semakin kecil. Akibatnya kemungkinan
obat untuk berinteraksi dengan reseptor semakin rendah dan
aktifitas biologisnya semakin menurun.

Pada obat yang bersifat basa lemah, dengan meningkatnya


pH, sifat ionisasi bertambah kecil, bentuk tak terionisasinya
semakin besar, sehingga jumlah obat yang menembus
membran biologis bertambah besar pula. Akibatnya
kemungkinan obat untuk bereaksi dengan reseptor
bertambah besar dan aktifitas biologisnya semakin
meningkat.
Obat yang aktif dalam bentuk ion
Beberapa senyawa obat menunjukkan aktifitas biologis yang makin
meningkat bila derajat ionisasinya meningkat. Seperti diketahui dalam bentuk
ion senyawa obat umumnya sulit menembus membrane biologis, sehingga
diduga senyawa obat dengan tipe ini memberikan efek biologisnya diluar sel.
Interaksi Obat Dgn
Biopolimer
Berdasrkan sifatnya Interaksi Obat – Biopolimer
dikelompokkan menjadi dua :

a. Interaksi Tidak Khas


1. Obat – Protein
2. Obat – Asam Nukleat
3. Obat – Jaringan
4. Obat – Mukopolisakarida
5. Obat – Jaringan Lemak

b. Interaksi Khas
1. Obat – enzim biotransformasi
2. Obat – reseptor
-Semua mol masuk ke tubuh kemudian berikatan dengan konstanta
jaringan atau biopolimer : protein, lemak, asam nukleat,
mukopolisakarida, ensim biotransformasi & reseptor

-Ikatan Obat-Biopolimer dipengaruhi bentuk konformasi molekul Obat &


pengaturan ruang dari gugus fungsional

-Besar & tipe interaksi Obat – Biopolimer tentang pada Sifat kimia fisika
obat & karakteristik Biopolimer

-Molekul Obat berinteraksi dengan lebih dari satu biopolimer yang berada
dalam cairan luar sel, membran sel & cairan dalam sel.

- Interaksi Obat – Biopolimer mempengaruhi asal kerja, masa kerja obat


dan efek biologis yang ditimbulkannya
GRACIAS......

Anda mungkin juga menyukai