Anda di halaman 1dari 3

Polisi Tangkap Pengusaha Farmasi Pengedar Obat Paten Palsu

A. Pendahuluan
Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa, obat
paten lebih berkhasiat dibandingkan obat generik. Hal ini karena banyak obat
generik memiliki harga yang lebih murah, sehingga dianggap hanya memberikan
khasiat yang sedikit. Akan tetapi, bukan itulah yang membedakan keduanya.
Perbedaan utama antara obat paten dan generik bukanlah bahan ataupun kualitas.
Namun, apakah obat tersebut masih dalam perlindungan paten oleh perusahaan
yang mengembangkannya atau tidak.

Secara singkatnya, obat paten merupakan obat yang diproduksi dan


dipasarkan oleh perusahaan farmasi yang memiliki hak paten. Sedangkan obat
generik merupakan obat paten yang telah habis masa patennya, sehingga bisa
diproduksi oleh semua perusahaan farmasi.

Perbedaan lain antara obat generik dan obat paten adalah warna,
kemasan, label dan bentuknya. Obat paten yang telah habis masa patennya bisa
dirubah kemasan, bentuk, warna maupun bentuknya, namun tidak akan
memengaruhi kualitas obat. Selain itu, obat generik juga bisa mengandung
bahan aktif lain seperti aspek rasa. Akan tetapi, bahan aktif tersebut harus telah
melewati pemeriksaan dari otoritas internasional. Selain perbedaan tersebut,
tidak ada perbedaan lainnya. Baik khasiat, kandungan, zat aktif dan juga
manfaatnya semuanya sama.

Lantas, mengapa obat generik lebih murah dari obat paten? Penyebab
obat generik menjadi lebih murah dari obat paten adalah biaya yang dikeluarkan
pada saat membuat obatnya. Obat paten lebih mahal karena merupakan obat
baru yang membutuhkan  biaya untuk penelitian, uji coba dalam skala besar,
biaya manufaktur dan juga biaya pemasarannya. Sedangkan obat generik tidak
perlu melakukan penelitian dan uji coba dalam skala besar karena telah
dilakukan sebelumnya. Obat generik hanya menggunakan obat paten yang telah
habis patennya, sehingga tidak membutuhkan biaya yang terlalu mahal. 
B. Kasus

Polisi Tangkap Pengusaha Farmasi Pengedar Obat Paten Palsu

Bareskrim Polri berhasil mengungkap praktik pemalsuan obat oleh PT


Jaya Karunia Investindo (JKI) di Semarang, Jawa Tengah. Polisi telah
menangkap Direktur PT JKI yaitu Alphons Frizgerald Arif Prayitno atas praktik
mengedarkan obat paten palsu.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran
mengungkapkan PT JKI yang terdaftar sebagai Pedagang Besar Farmasi (PBF)
di BPOM RI, melakukan pemalsuan obat dengan cara melakukan pengemasan
ulang (repacking) obat keras dari generik jadi obat paten non generik yang
memiliki harga lebih mahal. Kemudian, obat yang telah dikemas ulang tersebut
didistribusikan ke 197 apotik cukup terkenal yang tersebar di wilayah Semarang
dan Jakarta.
"Tersangka juga melakukan pemalsuan terhadap tanggal kadaluarsa,
kemasan obat dan kapsul obat," tuturnya, Senin (22/7). Fadil juga mengatakan
tersangka telah menjalankan praktik ini selama tiga tahun dengan nilai transaksi
sebesar Rp400 juta per bulan.
Untuk membuat obat oplosan itu, Alfons lebih dulu menyurvei obat-
obatan paten yang laku di pasaran, seperti obat antibiotik dan obat-obat untuk
penyakit dalam. Hasilnya dijadikan rujukan untuk membeli obat generik dalam
jumlah yang banyak. Arief meracik obat generik tersebut hingga mengemasnya
menyerupai obat paten. Kasus ini pun diungkap Direktorat Tindak Pidana
Tertentu Bareskrim Polri setelah mendapatkan informasi dari perusahaan
farmasi.
Dalam kasus ini, Fadil mengatakan, pihaknya menangkap Alfons Fritz
Gerald Arief Prayitno bersama dengan enam orang anak buah nya. Mereka
terlibat dalam pembuatan dan pengedaran obat-obatan tiruan dengan harga yang
fantastis sejak tiga tahun lalu. 
Dia menjelaskan tersangka mendapatkan bahan baku untuk membuat
obat palsu tersebut berasal dari obat-obat yang sudah kadaluarsa, maupun obat
generik yang dikemas ulang. Selanjutnya, dia mengatakan pelaku tinggal
membongkar seluruh bahan baku obat tersebut dan menggabungkannya serta
melakukan rekayasa tanggal kadaluarsa dan obat palsu itu diberikan stiker palsu
agar pembeli percaya obat itu asli. "Tersangka juga sudah mempersiapkan
kemasan sekunder ibat seperti alumunium foil, cetakan huruf obat, dus obat serta
brosur tata cara untuk pemakaian obat itu, ditambah tanggal kadaluarsa, hingga
hologram palsu agar terlihat asli," katanya.
Polisi mengamankan barang bukti berupa alat produksi obat seperti
mesin press kompresor, mesin vacum, mesin capsul printer, bahan pembuat obat,
bahan pendukung, dan obat siap edar dengan berbagai merek.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal 196 juncto
Pasal 98 (ayat 2 dan 3) dan/atau pasal 197 juncto pasal 106 (ayat 1) UU RI No
36/2009 tentang Kesehatan dan/atau Pasal 62 (ayat 1) juncto Pasal 8 (ayat 1)
huruf a dan/atau huruf d UU RI No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Deputi IV Bidang Penindakan Badan
Pengawas Obat dan Makanan (POM) Teguh mengatakan, pihaknya yang ikut
terlibat dalam penangkapan pemalsu obat paten tersebut, melihat obat-obatan
yang dipalsukan menjadi obat paten, sudah kadaluarsa.

"Obat-obatan tersebut sebenarnya sudah kadaluarsa namun didaur ulang dan


dikemas kembali seakan-akan menjadi baru,” ujar dia.

Menurut dia, kasus tersebut merupakan salah satu modus dalam tindak kejahatan
peredaran obat yang masih perlu terus diberantas, termasuk peredaran obat ilegal
dan obat aborsi.

Anda mungkin juga menyukai