Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

KIMIA MEDISINAL

NAMA : RAFIKASARI
NIM : 15020200238
KELAS : C8
DOSEN : Apt. Nurmaya Effendi, S.Si., M.Sc., Ph.D

PROGRAM STUDI SARJANA


FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
1. Jelaskan fase fase penting pada kerja obat!
Jawab:
Tiga fasa yang menentukan terjadinya aktivitas biologis obat adalah:
1) Fasa farmasetis, yang meliputi proses pabrikasi, pengaturan dosis, formulasi,
bentuk sediaan, pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif. Fasa
ini berperan dalam ketersediaan obat untuk dapat diabsorpsi ke tubuh.
2) Fasa farmakokinetik, yang meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi obat (ADME). Fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk
mencapai jaringan sasaran (target) atau reseptor sehingga dapat
menimbulkan respons biologis.
3) Fasa farmakodinamik, yaitu fasa terjadinya interaksi obat-reseptor dalam
jaringan sasaran. Fasa ini berperan dalam timbulnya respons biologis obat.

(Siswandono, 2016)
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat?
Jawab:
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses absorpsi obat pada saluran
cerna antara lain adalah bentuk sediaan, sifat kimia fisika, cara pemberian, faktor
biologis dan faktor lain-lain.
1) Bentuk Sediaan
Bentuk sediaan terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorpsi obat,
yang secara tidak langsung dapat memengaruhi intensitas respons biologis
obat. Bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, suspensi, emulsi, serbuk dan larutan,
proses absorpsi obat memerlukan waktu yang berbeda-beda dan jumlah
ketersediaan hayatı kemungkinan juga berlainan. Ukuran partikel bentuk
sediaan juga memengaruhi absorpsi obat. Makin kecil ukuran partikel, luas
permukaan yang bersinggungan dengan pelarut makin besar sehingga
kecepatan melarut obat makin besar Adanya bahan-bahan tambahan atau
bahan pembantu, seperti bahan pengisi. pelicin, penghancur, pembasah dan
emulgator, dapat memengaruhi waktu hancur dan melarut obat, yang
akhirnya berpengaruh terhadap kecepatan absorpsi obat.
2) Sifat Kimia Fisika Obat
Bentuk asam, basa, ester, garam, kompleks atau hidrat dari bahan obat
dapat memengaruhi kelarutan dan proses absorpsi obat Selain itu bentuk
kristal atau polimorf, kelarutan dalam lemak/air dan derajat ionisasi juga
memengaruhi proses absorpsi obat.
Contoh:
a. Penisilin V dalam bentuk garam K lebih mudah melarut dibanding
penisilin V bentuk basa.
b. Novobiosin bentuk amorf lebih cepat melarut dibanding bentuk kristal.
3) Faktor Biologis
Faktor-faktor biologis yang berpengaruh terhadap proses absorpsi obat
antara lain adalah variasi keasaman (pH) saluran cerna, sekresi cairan
lambung, gerakan saluran cerna, luas permukaan saluran cerna, waktu
pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya buluh
darah pada tempat absorpsi.
4) Faktor Lain-lain
Faktor lain-lain yang berpengaruh terhadap proses absorpsi obat antara
lain adalah umur, diet (makanan), adanya interaksi obat dengan senyawa
lain dan adanya penyakit tertentu.
(Siswandono, 2016)

Menurut joenoes 2002 faktor yang mempengaruhi absorbs obat antara lain:
1) Pengaruh besar kecilnya partikel obat
Kecepatan disolusi obat berbanding langsung dengan luas permukaan
yang kontak dengan cairan/pelarut. Bertambah kecil partikel, bertambah luas
permukaan total, bertambah mudah larut.
2) Pengaruh daya larut obat
a. Sifat kimia : modifikasi kimiawi obat
b. Sifat fisik : modifikasi fisik obat
c. Prosedur dan teknik pembuatan obat
d. Formulasi bentuk sediaan / galenik dan penambahan eksipien
3) Beberapa faktor lain fisiko kimia obat
a. pKa dan derajat ionisasi obat
b. koefisien partisi lemak/air

3. Hubungan struktur dengan absorbsi?


Jawab:
1) Absorbsi obat melalui saluran cerna
Absorpsi obat melalui saluran cerna terutama tergantung pada ukuran
partikel molekul obat, kelarutan obat dalam lemak/air dan derajat ionisasi.
Suatu obat yang bersifat basa lemah, seperti amin aromatik (AR-NH2),
aminopirin, asetanilid, kafein dan kuinin, bila diberikan melalui oral, dalam
lambung yang bersifat asam (pH = 1-3,5). sebagian besar akan menjadi
bentuk ion (AR-NH3), yang mempunyai kelarutan dalam lemak sangat kecil
sehingga
sukar menembus membran lambung. Bentuk ion tersebut kemudian masuk
ke usus halus yang bersifat agak basa (pH = 5-8), dan berubah menjadi
bentuk tidak terionisasi (AR-NH2). Bentuk ini mempunyai kelarutan dalam
lemak besar sehingga mudah terdifusi menembus membran usus.
2) Absorpsl Obat melalui Mata
Bila suatu obat diberikan secara setempat pada mata, sebagian diabsorpsi
melalui membran konjungtiva dan sebagian lagi melalui kornea. Kecepatan
penetrasi tergantung pada derajat ionisasi dan koefisien partisi obat. Bentuk
yang tidak terionisasi dan mudah larut dalam lemak cepat diabsorpsi oleh
membran mata. Penetrasi obat yang bersifat asam lemah lebih cepat dalam
suasana asam karena dalam suasana tersebut bentuk tidak terionisasinya
besar sehingga mudah menembus membran mata. Untuk obat yang bersifat
basa lemah penetrasi lebih cepat dalam suasana basa.
3) Absorpsi Obat melalui Paru
Obat anestesi sistemik yang diberikan secara inhalasi akan diabsorpsi
melalui epitel paru dan membran mukosa saluran napas. Karena mempunyai
luas permukaan besar maka absorpsi melalui buluh darah paru berjalan
dengan cepat.
Absorpsi obat melalui paru tergantung pada:
a. Kadar obat dalam alveoli.
b. Koefisien partisi gas/darah
c. Kecepatan aliran darah paru
d. Ukuran partikel obat Hanya obat dengan garis tengah lebih kecil dari 10
μm yang dapat masuk peredaran aliran paru.
4) Absorpsi Obat melalui Kulit
Penggunaan obat pada kulit pada umumnya ditujukan untuk memperoleh
efek setempat. Pada waktu ini sedang dikembangkan bentuk sediaan obat
yang digunakan melalui kulit dengan tujuan untuk mendapatkan efek sistemik.
Absorpsi obat melalui kulit sangat tergantung pada kelarutan obat dalam lemak
karena epidermis kulit berfungsi sebagai membran lemak biologis.
(Siswandono, 2016)
4. Perbedaan difusi pasif dan aktif?
Jawab:
Difusi pasif menyangkut senyawa yang larut dalam komponen penyusun
membran. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi atau
elektrokimia tanpa memerlukan energi, sehingga mencapai keseimbangan
pada kedua sisi membran. Waktu yang diperlukan untuk mencapai
keseimbangan tersebut mengikuti hukum difusi Fick. Sedangkan Transpor aktif
suatu molekul merupakan cara pelintasan transmembran yang sangat berbeda
dengan difusi pasif. Pada transpor aktif diperlukan adanya pembawa. Pembawa
ini dengan molekul obat dapat membentuk kompleks pada permukaan membran.
Kompleks tersebut melintasi membran dan selanjutnya molekul dibebaskan pada
permukaan lainnya, lalu pembawa kembali menuju ke permukaan asalnya.
Transpor dari satu sisi membran ke sisi membran yang lain dapat terjadi dengan
mekanisme perbedaan konsentrasi. Tranpor ini memerlukan energi yang
diperoleh dari hidrolisis adenosin trifosfat (ATP) dibawah pengaruh suatu ATP-
ase.
(Syukri, 2002)

5. Hubungan Struktur dengan ekskresi?


Jawab:
Sebagian besar obat dickskresikan ke luar tubuh melalui paru, ginjal, empedu
atau hati, dan sebagian kecil dengan kadar yang rendah diekskresikan melalui
air liur dan air susu.
1) Ekskresi Obat melalui Paru
Obat yang dickskresikan melalui paru terutama adalah obat yang
digunakan secara inhalasi, seperti siklopropan, etilen, nitrogen oksida,
halotan, eter, kloroform dan enfluran. Sifat fisik yang menentukan kecepatan
ekskresi obat melalui paru adalah koefisien partisi darah/udara. Obat yang
mempunyai koefisien partisi darah/udara kecil, seperti siklopropan dan
nitrogen oksida, dickskresikan dengan cepat, sedang obat dengan koefisien
partisi darah/udara besar, seperti eter dan halotan, diekskresikan lebih lambat
2) Ekskresi Obat melalui Ginjal
Salah satu jalan terbesar untuk ekskresi obat adalah melalui ginjal.
Ekskresi obat melalui ginjal melibatkan tiga proses, yaitu penyaringan
glomerulus, absorpsi kembali secara pasif pada tubulus ginjal dan sekresi
aktif pada tubulus ginjal.
3) Ekskresi Obat melalui Empedu
Obat dengan berat molekul lebih kecil dari 150 dan obat yang telah
dimetabolisis menjadi senyawa yang lebih polar, dapat diekskresikan dari
hati, melewati empedu, menuju ke usus dengan mekanisme pengangkutan
aktif. Obat tersebut biasanya dalam bentuk terkonjugasi dengan asam
glukuronat, asam sulfat atau glisin. Di usus bentuk konjugat tersebut secara
langsung dickskresikan melalui tinja, atau dapat mengalami proses hidrolisis
oleh enzim atau bakteri usus menjadi senyawa yang bersifat non polar,
sehingga diabsorpsi kembali ke plasma darah, kembali ke hati, dimetabolisis,
dikeluarkan lagi melalui empedu menuju ke usus, demikian seterusnya
sehingga merupakan suatu siklus, yang dinamakan siklus enterohepatik
Siklus ini menyebabkan masa kerja obat menjadi lebih panjang.
(Siswandono, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Joenoes, Z. N. 2002. Ars Prescribendi Jilid 3. Surabaya. Airlangga University Press.

Siswandono, 2016. Kimia Medisinal 1 Edisi 2. Surabaya: Airlangga University

Press. Syukri, S. 2002. KIMIA DASAR 1. Bandung. Penerbit ITB

Anda mungkin juga menyukai