Anda di halaman 1dari 17

Farmakokinetik merupakan ilmu yang mempelajari kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi

(yakni, ekskresi dan metabolisme) obat (Shargel & Yu, 1988 ; Ganiswara, et al, 1995 ; Bauer,
2001) pada manusia atau hewan dan menggunakan informasi ini untuk meramalkan efek
perubahan-perubahan dalam takaran, rejimen takaran, rute pemberian, dan keadaan fisiologis
pada penimbunan dan disposisi obat (Lachman, et al, 1989).
Absorpsi, distribusi, biotransformasi (metabolisme), dan eliminasi suatu obat dari tubuh
merupakan proses dinamis yang kontinu dari saat suatu obat dimakan sampai semua obat
tersebut hilang dari tubuh. Laju terjadinya proses-proses ini mempengaruhi onset, intensitas, dan
lamanya kerja obat di dalam tubuh. Gambaran skematik peristiwa absorpsi, metabolisme, dan
ekskresi dari obat-obat setelah berbagai rute pemberian dapat dilihat pada gambar dibawah ini
(Ansel, 1989)





Gambar 1. Gambaran skematik peristiwa absorpsi, metabolisme, dan ekskresi dari obat-obat
setelah berbagai rute pemberian
Jika efek obat dapat dinilai secara kuantitatif, data kinetika obat dalam tubuh sangat penting
artinya untuk menentukan hubungan antarakadar/jumlah obat dalam tubuh dengan intensitas efek
yang ditimbulkannya. Dengan demikian daerah kerja efektif obat (therapeutic window) dapat
ditentukan.(Cahyati, 1985). Biasanya kadar obat di dalam darah dinyatakan dengan
bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas sendiri menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang
mencapai sirkulasi sistemik. Oleh karena itu bioavailabilitas suatu obat mempengaruhi daya
terapetik, aktivitas klinik, dan aktivitas toksik obat. (Shargel & Yu, 1988 ). Bioavailabilitas obat
dipengaruhi oleh absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat.
ABSORPSI
Sebelum suatu obat yang diberikan dapat mencapai tempat kerjanya dalam konsentrasi yang
efektif, obat tersebut harus menembus sejumlah pembatas (barrier) yang merupakan
membran. Membran tubuh pada umumnya digolongkan menjadi tiga tipe utama, yaitu:
1. Membran yang terdiri dari beberapa lapis sel, seperti kulit
2. Membran yang terdiri dari satu lapis sel epitel usus halus
3. Membran yang tebalnya kurang dari satu lapis sel, seperti membran dari suatu sel tunggal
Zat-zat seperti obat dapat mempenetrasi membran biologis dengan dua cara, yaitu:
1. Difusi pasif
2. Melalui mekanisme transpor khusus
Difusi Pasif
Istilah difusi pasif digunakan untuk melukiskan lewatnya molekul-molekul obat melalui suatu
membran yang bersifat inert dan tidak berpartisipasi aktif dalam proses tersebut. Proses absorpsi
dikendalikan oleh perbedaan konsentrasi, dengan perjalanan obat terutama dari tempat yang
konsentrasi tinggi ke tempat konsentrasi rendah. Laju difusi atau transpor melewati membran
(dc/dt) menurut hukum Ficks pertama, yaitu:
- (dc/dt) = Ka (C
1
C
2
)
Dimana: C
1
= Konsentrasi obat pada tempat absorpsi
C
2
= Konsentrasi obat pada sisi membran yang lain
Ka = Konstanta pembanding
dc/dt = Laju difusi
Absorpsi kebanyakan obat dari larutan dalam saluran lambung usus terjadi melalui cara
ini. Besarnya Ka tergantung pada koefisien difusi dari obat tersebut, ketebalan dan luas membran
yang mengabsorbsi serta permeabilitas membran terhadap obat-obat tertentu.
Karena sifat lipoid dari membran sel, membran tersebut sangat permeabel terhadap zat-zat yang
larut dalam lemak. Laju difusi dari suatu obat melewati membran tidak hanya tergantung pada
konsentrasinya tetapi juga pada besar relatif afinitasnya untuk lemak dan menolak air (koefisien
partisi lemak yang tinggi). Makin besar afinitasnya untuk lemak dan makin hidrofobik zat
tersebut, makin cepat laju penetrasinya ke dalam membran yang kaya lemak. Karena sel-sel
biologis juga dipermeasi oleh air dan zat-zat yang tidak larut lemak, diperkirakan bahwa
membran tersebut mengandung pori-pori yang berisi air atau saluran-saluran yang dapat
menyebabkan lewatnya tipe zat-zat ini. Pori-pori yang berisi air ukurannya berbeda dari
membran yang satu ke membran yang lainnya dan dengan demikian sifat permeabilitas
individual untuk obat-obat tertentu dan zat-zat lainnya sangat khas.
Sebagian besar obat merupakan asam atau basa organik lemah. Membran sel lebih permeabel
terhadap bentuk tidak terion dari obat dibandingkan dengan bentuk terionnya, terutama
disebabkan karena kelarutan dari bentuk tak terion yang lebih besar dalam lemak dan sifat
muatan membran sel banyak yang menghasilkan pengikatan dan penolakan obat terion. Juga ion-
ion menjadi dihidrasi melalui penggabungan dengan molekul-molekul air, menghasilkan
partikel-partikel yang lebih besar daripada molekul-molekul yang tidak terdisosiasi.
Derajat ionisasi dari suatu obat ditentukan menurut persamaan Henderson-Hassebalch, yaitu:
Untuk suatu asam :
Konsentrasi garam (terion)
pH = pKa + log
Konsentrasi asam (tak terion)
Untuk suatu basa :
Konsentrasi basa (tak terion)
pH = pKa + log
Konsentrasi garam (terion)
Karena pH cairan tubuh bervariasi (lambung pH 1; lumen usus pH 6,6; plasma darah pH
7,4) absorpsi suatu obat dari berbagai cairan tubuh akan berbeda dan bisa menentukan dalam
beberapa hal tipe bentuk sediaan dan rute pemberian yang dipilih untuk suatu obat tertentu
Mekanisme Transpor Khusus
Sebaliknya dari pemindahan pasif obat dan zat-zat lain melewati suatu membran biologis, zat-zat
tertentu, termasuk beberapa obat dan metabolit biologis, dihubungkan melewati suatu membran
melalui satu atau beberapa postulat mekanisme transpor khusus. Tipe pemindahan ini tampaknya
memperhitungkan zat-zat itu, banyak yang secara alamiah terjadi seperti asam-asam amino dan
glukosa, yang sangat tidak larut dalam lemak untuk melarut dalam pembatas dan terlalu besar
untuk mengalir atau tersaring melalui pori-pori. Tipe transpor ini biasanya membentuk kompleks
antara obat dengan pembawa (carrier) yang ada dimembran misalnya enzim atau zat lain. Yang
termasuk mekanisme transpor khusus adalah:
1. Transpor aktif
2. Difusi dengan bantuan (facilitated diffusion)
Banyak nutrien tubuh, seperti gula dan asam-asam amino, diangkut melewati membran
saluran lambung-usus dengan proses carrier.Vitamin-vitamin tertentu, seperti: vitamin B
1
,
niasin, riboflavin, dan vitamin B
6
, serta zat obat seperti metildopa dan 5-fluorourasil
membutuhkan mekanisme transpor aktif untuk absorpsinya.
Bioavailabilitas suatu obat sangat dipengaruhi oleh absorpsi obat.Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi bioavailabilitas obat, yaitu:
a. Faktor-faktor fisiologik yang berkaitan dengan absorpsi obat
1) pH medium
2) Adanya pori-pori
3) Banyaknya vili dan mikrovili yang ada di daerah duodenum dan usus halus
4) Sifat kapiler membran sel.
5) Jumlah pembawa
6) Waktu transit obat dalam saluran cerna
7) Gerakan peristaltik dari duodenum
8) Aliran (perfusi) darah dari saluran cerna
9) Adanya makanan dan obat lain didalam saluran cerna
10) Adanya penyakit
b. Faktor-faktor farmasetik yang mempengaruhi bioavailabilitas obat
1) Sifat Fisikokimia Obat
Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat yang mempunyai pengaruh
besar pada kinetika pelarutan, yaitu:
a) Ukuran Partikel
b) Luas permukaan efektif obat
c) Bentuk geometrik
d) Kelarutan Obat
e) Bentuk kimia obat, yaitu garam, asam atau basa serta bentuk anhidrous atau
hidrous
f) Polimorf obat
g) Konstanta Disosiasi
h) Lipofilisitas
i) Stabilitas Obat
2) Faktor Formulasi Yang Mempengaruhi Bioavailabilitas Obat.
Untuk obat yang diberikan secara oral, bioavailabilitasnya mungkin kurang dari 100%
karena:
1. Obat diabsorpsi tidak sempurna
2. Eliminasi lintas pertama (First-Pass Elimination)
Waktu obat diabsorpsi menembus dinding usus, darah vena porta mengirimkan obat ke hati
sebelum masuk ke dalam sirkulasi sistemik.Obat dapat dimetabolis di dalam dinding usus
atau bahkan di dalam darah vena porta. Tetapi umumnya, hatilah yang memetabolisme obat
sebelum mencapai sirkulasi sistemik dan hati dapat mengekskresikan obat ke dalam empedu.
3. Laju absorpsi
DISTRIBUSI
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Dalam
peredaran, kebanyakan obat-obat didistribusikan melalui cairan tubuh dengan cara yang relatif
lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan eliminasi atau pengeluaran. Selama dalam
sirkulasi sistemik obat mungkin terikat ke protein darah dan menunda lewatnya ke jaringan
sekitarnya. Banyak zat obat sangat mudah berikatan dengan protein darah dan yang lain sedikit
terikat. Sebagai contoh spironolakton 90% terikat dalam protein plasma, penisillin G 60% terikat,
dan amoksisillin hanya 20% terikat. Kompleks obat protein ini bersifat reversibel (Ansel,
1989).
Penggunaan obat pada wanita hamil harus hati-hati karena obat-obat tertentu bisa
menembus plasenta dan masuk kejaringan dan darah fetus. Contoh gas anestetik, barbiturat
umumnya, sulfonamid, salisilat, quinin, meperidin, morfin dan obat lainnya.
METABOLISME OBAT (BIOTRANSFORMASI)
Walaupun beberapa obat diekskresikan dari tubuh dalam bentuk aslinya, kebanyakan obat-obat
mengalami biotransformasi sebelum ekskresi.Biotransformasi adalah suatu batasan yang
digunakan untuk menyatakan perubahan-perubahan kimia yang terjadi dengan obat-obat dalam
tubuh.Umumnya biotransformasi dari suatu obat mengakibatkan konversinya menjadi suatu
senyawa yang lebih mudah larut dalam air, lebih mudah terionisasi, kemampuan mengikat
protein plasma dan jaringan kurang, kemampuan disimpan dalam jaringan lemak kurang, dan
kurang mampu mempenetrasi membran sel, dengan demikian menyebabkan senyawa kurang
aktif sehingga menjadi kurang toksis dan lebih mudah diekskresikan. Oleh karena itu proses
biotransformasi juga umum dikenal sebagai proses detoksifikasi atau proses inaktivasi.
Ada empat reaksi kimia pokok yang terlibat dalam metabolisme obat: oksidasi, reduksi,
hidrolisis, dan konjugasi. Hati memainkan peranan dominan dalam metabolisme obat dan fungsi
hati yang sempurna harus dipertimbangkan bagi seorang dokter dalam menuliskan resep. Bila
fungsi hati terganggu sedangkan suatu obat dimetabolisme dihati maka akan memperpanjang
waktu obat berada di dalam darah sehingga kemungkinan terjadi toksisitas akan besar. Untuk
bayi yang baru lahir secara prematur, dianggap sistem enzim hati tidak sanggup secara
mendetoksifikasi obat-obat tertentu.
Metabolit yang dihasilkan dalam proses biotransformasi kadang-kadang secara
farmakologis sama aktifnya atau bahkan lebih aktif daripada senyawa aslinya. Senyawa awal
yang tidak aktif yang dikenal sebagai prodrug dapat diubah menjadi zat aktif secara terapi
dengan transformasi dalam tubuh. Beberapa contoh biotransformasi yang terjadi dalam tubuh:
1. Salisilamid Salisilamid glukuronida
(aktif) Konjugasi (tidak aktif)
2. Fenasetin Asetaminofen Asetaminofen glukuronida
(aktif) de-etilasi (aktif) konjugasi (tidak aktif)
3. Prontosil Sulfanilamid Asetilsulfanilamid
(tidak aktif) reduksi (aktif) asetilasi (tidak aktif)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi metabolisme obat, yaitu:
1. Perbedaan individual
2. Faktor genetik
Faktor genetik ini mempengaruhi kadar enzim yang memetabolisme obat. Asetilator lambat
terjadi sekitar 50% pada kulit hitam dan putih di Amerika Serikat, lebih banyak pada bangsa
Eropa yang hidup di daerah lintang utara yang tinggi sedangkan asetilator cepat biasanya
pada bangsa Asia dan Inuit (Eskimo)
3. Diet dan faktor lingkungan
4. Umur dan jenis kelamin
5. Adanya interaksi antarobat selama metabolisme
6. Interaksi antara obat-obat dan persenyawaan endogen
7. Penyakit yang mempengaruhi metabolisme obat
EKSKRESI (ELIMINASI) OBAT
Obat bisa dieliminasikan dengan berbagai rute, yaitu:
1. Ginjal memegang peranan penting dengan mengeliminasi obat lewat urin.
2. Ekskresi obat melalui feses juga memegang peranan penting terutama untuk obat yang
sukar diabsorpsi dan tinggal dalam saluran lambung usus setelah pemberian oral.
3. Pengeluaran melalui empedu bermakna hanya bila reabsorpsi obat dari saluran lambung-
usus minimal.
4. Paru-paru memberikan tempat keluar bagi kebanyakan obat-obat yang mudah menguap
melalui ekspirasi pernapasan.
5. Kelenjar keringat, air liur, dan susu hanya berperan kecil pada eliminasi obat. Tetapi tetap
harus hati-hati pada ibu yang menyusui bila meminum obat.
Konsentrasi obat merupakan hal penting dalam menentukan farmakokinetik suatu
obat. Konsentrasi obat diukur pada sampel biologis seperti susu, saliva, plasma, dan urin. Secara
umum serum atau plasma sering digunakan untuk mengukur obat (Shargel, et al, 2005).
Konsentrasi obat dalam tiap cuplikan plasma digambar pada koordinat kertas grafik rektangular
terhadap waktu pengambilan cuplikan plasma. (Shargel & Yu, 1988). Untuk obat yang diberikan
melalui oral maka kurva antara kadar obat dalam plasma terhadap waktu bisa dilihat pada
gambar 2.
Gambar 2.
Kurva kadar dalam plasma vs waktu untuk pemberian obat secara oral dosis
tunggal. Fase absorpsi & eliminasi ditunjukkan pada kurva
Ahli farmakokinetika dapat juga menggambarkan kurva kadar dalam plasma-waktu
dalam istilah farmakokinetika seperti kadar puncak dalam plasma, waktu mencapai kadar
puncak dalam plasma dan area di bawah kurva atau AUC (Area Under Curva). Waktu kadar
puncak dalam plasma (t
maks
) adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat
maksimum dalam plasma yang secara kasar sebanding dengan laju absorpsi rata-rata. Kadar
puncak dalam plasma atau konsentrasi maksimum (Cp
maks
)

obat biasanya dikaitkan dengan dosis
dan tetapan laju absorpsi dan eliminasi obat. Sedangkan AUC dikaitkan dengan jumlah obat
yang terabsorpsi secara sistemik (Shargel & Yu, 1988). Hal ini bisa dilihat pada gambar 2
Gambar 2. Kurva
kadar
dalam
plasma vs
waktu
untuk
obat yang
diberikan
secara
oral dosis
tunggal.
KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA
Pengetahuan farmakokinetika berguna dalam berbagai bidang farmasi dan kedokteran,
seperti untuk bidang farmakologi, farmasetika, farmasi klinik, toksikologi dan kimia medisinal.
Bidang farmakologi
Pertama kali, dengan penelitian farmakokinetika dapat dibantu diterangkan mekanisme
kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya untuk mengetahui senyawa yang mana yang sebenarnya
bekerja dalam tubuh; apakah senyawa asalnya, metabolitnya atau kedua-duanya. Jika efek obat
dapat dinilai secara kuantitatif, data kinetika obat dalam tubuh sangat penting artinya untuk
menentukan hubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh dengan intensitas efek yang
ditimbulkannya. Dengan demikian daerah kerja efektif obat (therapeutic window) dapat
ditentukan. (Cahyati, 1985)
Bidang farmasi klinik
Untuk bidang farmasi klinik, farmakokinetika memiliki beberapa kegunaan yang cukup
penting, yaitu (Cahyati, 1985):
a) Untuk memilih route pemberian obat yang paling tepat. Apakah harus secara injeksi intravena,
atau bisa dengan route lain seperti secara oral, rektal, dan lain-lain. Ini dapat dilakukan
dengan menilai ketersediaan biologis obat setelah pemberian dalam
berbagai routepemberian, dan dengan mempertimbangkan profil kinetika obat yang
dihasilkan oleh berbagai route pemberian tersebut.
b) Dengan cara identifikasi farmakokinetika dapat dihitung aturan dosis yang tepat untuk setiap
individu (dosage regimen individualization).Sampai dengan saat ini cara identifikasi
farmakokinetika merupakan cara yang paling tepat untuk pengindividualisasian dosis,
khususnya untuk obat-obat dengan daerah keija terapeutik yang sempit seperti teofilin, dan
lain-lain.
c) Data farmakokiketika suatu obat diperlukan dalam penyusunan aturan dosis yang rasional.
d) Dapat membantu menerangkan mekanisme interaksi obat, baik antara obat dengan obat
maupun antara obat dengan makanan atau minuman.
Bidang toksikologi
Dalam bidang ini farmakokinetika dapat membantu menemukan sebab-sebab terjadinya
efek toksik dari pemakaian suatu obat.
Beberapa parameter farmakokinetik pada sediaan oral, yaitu:
a. Tetapan Laju Absorpsi (Ka) dan Waktu Paruh Absorpsi (t
a
)
Tetapan laju absorpsi (Ka) adalah tetapan laju absorpsi order kesatu dengan satuan
waktu
-1
. Harga Ka diperoleh dengan membuat kurva antara waktu absorpsi dengan log
Cp
diff
kemudian diregresikan sehingga diperoleh persamaan regresi. Harga Ka dapat dihitung
dengan rumus:
Ka (waktu
-1
) = 2, 303 x (-slope) atau
Ka (waktu
-1
) = 2,303 x (-b)
Sedangkan t
a
ddihitung dengan menggunakan rumus:
t
a
=

0, 693/Ka
b. Tetapan kecepatan eliminasi (Ke) dan waktu paruh eliminasi (t
e
)
Tetapan laju eliminasi (Ke) adalah tetapan laju eliminasi order kesatu dengan satuan
waktu
-1
. Harga Ke diperoleh dengan membuat kurva antara waktu eliminasi dengan log Cp
kemudian diregresikan sehingga diperoleh persamaan regresi. Harga Ke diperoleh dengan
rumus:
Ke (waktu
-1
) = 2,303 x (-slope) atau
Ke (waktu
-1
) = 2,303 x (-b)
Sedangkan harga t
e
dihitung dengan rumus:
t
e
= 0,693/Ke
c. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar maksimum (t
maks
)
Waktu untuk mencapai kadar maksimum (t
maks
) adalah waktu konsentrasi plasma
mencapai puncak dapat disamakan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai
konsentrasi obat maksimum setelah pemberian obat.
Waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi maksimum tidak tergantung pada dosis
tetapi tergantung pada tetapan laju absorpsi (Ka) dan eliminasi (Ke). Harga t
maks
dapat
dihitung sebagai berikut:
In (Ka/Ke)
T
maks
=
Ka Ke
d. Kadar maksimum dalam darah (Cp
maks
)
Kadar maksimum dalam darah (Cp
maks
) adalah konsentrasi plasma puncak menunjukkan
konsentrasi obat maksimum dalam plasma setelah pemberian obat secara oral
Pada konsentrasi maksimum, laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi, sehingga harga
Cp
maks
dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:
Cp
maks
= Cp
o
(e
-Ke.tmaks
e
-Ka.tmaks
)
e. Volume distribusi (Vd)
Volume distribusi dipengaruhi oleh keseluruhan laju eliminasi dan oleh jumlah
perubahan klirens total obat di dalam tubuh. Harga Vd suatu obat dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Do x F x Ka
Vd =
Cp
o
(Ka Ke)
f. Area di bawah kurva (AUC)
AUC mencerminkan jumlah total obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. AUC
merupakan area di bawah kurva kadar obat dalam plasma waktu dari t = 0 sampai t = ~
(lihat gambar 2). Harga AUC dapat diperoleh dengan cara:
1) AUC dari 0 - n jam, dapat dihitung dengan rumus luas segitiga yaitu x alas x
tinggi
2) AUC dari waktu n
1
n
x
dihitung dengan rumus
C
n-1

+ C
n


(t
n
t
n-1)


2
3) AUC dari waktu n
x
- ~ dihitung dengan rumus
Cp
nx



Ke
g. Klirens total (Cl
tot
)
Klirens adalah volume plasma yang dibersihkan dari obat persatuan waktu oleh
seluruh tubuh (ml/menit). Klirens obat merupakan ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa
mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Klirens total adalah jumlah total seluruh jalur
klirens di dalam tubuh termasuk klirens melalui ginjal dan hepar. Harga klirens total dapat
dihitung menggunakan rumus:
Cl
tot
= Vd . Ke
h. Volume kompartemen sentral (Vp)
Volume kompartemen sentral berguna untuk menggambarkan perubahan konsentrasi
obat karena merupakan kompartemen yang diambil sebagai kompartemen cuplikan. Vp
berguna dalam menentukan klirens obat. Besaran Vp memberikan petunjuk adanya distribusi
obat di dalam tubuh.
Harga Vp dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Do



Vp =
Ke x [AUC]
~

i. Jumlah obat terabsorpsi, persen obat terabsorpsi dan persen obat tidak terabsorpsi
Jumlah obat terabsorpsi menurut waktu dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Ab Cp + Ke [AUC]
t

=
Ab
~
Ke [AUC]
o

Persen obat terabsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Ab
% terabsorpsi = x 100%
Ab
~

Persen obat tidak trabsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
% obat tidak terabsorpsi = 100% - % obat terabsorpsi
Soal latihan:
1. Apa yang dimaksud dengan farmakokinetika?
2. Apa saja faktor farmasetika yang mempengaruhi bioavailabilitas suatu obat? Jelaskan!
3. Jelaskan dengan singkat apa yang dimaksud dengan Cpmax dan AUC. Gambarkan dua parameter
tersebut dalam bentuk kurva antara waktu dan kadar obat dalam plasma!
4. Apa saja guna farmakokinetika dalam bidang formasi klinik? Jelaskan!
Pustaka:
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Penerjemah Farida
Ibrahim. UI Press. Jakarta
Bauer, L.A., 2001, Applied Clinical Pharmacokinetics, McGraw Hill,New York
Cahyati, Y.S., 1985. Pengantar Farmakokinetika. Cermin Dunia Kedokteran No. 37 hal. 5 (On
line)
Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor),
1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta
Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig, J.L., 1989, Teori Dan Praktek Farmasi Industri, Edisi
ketiga, Buku 1, Penerjemah: Siti Suyatmi, Universitas Indonesia, Jakarta
Shargel, L., Yu, A.B.C., 1988, Biofarmasetika Dan Farmakokinetika Terapan, Edisi Kedua,
Penerjemah: Fasich, Sjamsiah, S., Penerbit Universitas Airlangga, Surabaya
Shargel, L., Wu-Pong, S., Yu, A.B.C., 2005, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics,
fifth edition, Mc Graw Hill, Boston

Anda mungkin juga menyukai