Anda di halaman 1dari 203

Biofarmasi

Oleh:
Prof. Dr. Karsono, Apt.
Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU Medan

Kuliah ke : I
Topik

NASIB OBAT DALAM TUBUH

NASIB OBAT DIDALAM TUBUH


Secara garis besar proses yang dialami obat
didalam tubuh dapat dibagi menjadi 3 fase,
yaitu:
Fase biofarmasi merupakan aspek yang
mencakup nasib obat didalam tubuh yang
terdiri dari liberasi, disolusi dan absorbsi (LDA)
Farmakokinetik
Farmakokinetik merupakan aspek farmakologi
yang mencakup nasib obat dalam tubuh yang
terdiri dari absorpsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi (ADME)
Farmakodinamika
Farmakodinamika mempelajari efek obat
terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ
tubuh serta mekanisme kerjanya

Skema perjalanan obat


Bentuk obat (mis, tablet)Tablet pecah (liberasi) menjadi
farmasi
granul, zat aktif terlepas dan larut
Dengan zat aktif
Fase biofarmasetik
diabsorpsi

Efek

Ketersediaan
Obat utk

Zat aktif mengalami


Terjadi interaksi obat
Ketersediaan hayati
Absorpsi, distribusi,
Dengan reseptor di
Tempat kerja.
Obat untuk memberi efek Metabolisme dan
ekresi

Fase farmakodinamik

Fase farmakokinetik

Fase biofarmasi
Gambar 13 menunjukan proses
disolusi tablet sebelum
absorbsi. Suatu obat tidak bisa
diserap menembus dinding
usus sebagai bahan padat,
tetapi harus dalam keadaan
larut di dalam cairan
pencernakan. Tablet secara
hati-hati dirancang dan
difomulasikan agar stabil
selama pengangkutan tetapi
akan cepat terdisolusi dalam
lingkungan yang mengandung
air. Ini bisa merupakan
pekerjaan yang sulit atau
gampang tergantung pada
obat dan dosis yang
diperlukan.Test disolusi
diperlukan untuk menetapkan
mutu sediaan tablet dan juga
diperlukan percobaan terhadap
sukarelawan manusia untuk
memastikan pelepasan obat.

Fase Farmakokinetik
Mekanisme pengangkutan obat untuk
melintasi membran sel ada dua cara:
Aktif (menggunakan energi)
melibatkan suatu carier.
Pasif
Filtrasi (mis, air dan zat hidrofil)
Difusi (mis, ion anorganik)

Absorpsi
Absorpsi sgt penting dan menentukan
efek obat
Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan
didistribusikan ke seluruh tubuh melalui
sirkulasi darah.
Metabolisme
Proses perubahan struktur kimia obat yg
terjadi didalam tubuh dan dikatalisis
oleh enzim.
Ekskresi
Pengeluaran zat dari dalam tubuh.

Fase Farmakodinamika
Mekanisme kerja obat
efek obat timbul karena interaksi obat
dengan reseptor pada suatu sel organisme.
Reseptor obat
Sifat kimia dan struktur kimia dari suatu
reseptor obat mempengaruhi
kemampuannya atau aktifitasnya.
Transmisi sinyal biologis
penghantaran sinyal biologis merupakan
suatu proses yg menyebabkan suatu
substansi ekstra seluler menumbulkan
suatu respon seluler fisiologis yang spesifik.

Interaksi obat dengan reseptor


ikatan obat dengan reseptor misalnya
ikatan substrat dengan enzim, biasanya
merupakan ikatan lemah dan jarang
berupa ikatan kovalen.
Antagonisme farmakodinamik
Ada dua antagonisme farmakodinamik
yaitu antagonisme fisiologik dan
antagonisme pada reseptor.
Kerja obat yang tidak diperantarai reseptor
Dalam menimbulkan efek, obat tertentu
tidak berikatan dengan reseptor. Obatobat ini mungkin mengubah sifat cairan
tubuh, berinteraksi dengan ion atau
molekul kecil tau masuk ke komponen sel.

BENTUK SEDIAAN FARMASI


Pendahuluan
Sejak dahulu kala bahan berkhasiat obat telah
diformulasikan dalam berbagai bentuk sediaan.
Pil telah dikenalkan Ebers Papyrus 1500 SM
Pil bersalut telah dikenalkan oleh Rhases pada
900 M
Tablet dikenalkan oleh Al-zahrawi pada 10 abat
yang lalu
Kapsul dikenalkan oleh Mothes di Perancis
pada 1833

Bahan obat jarang diberikan sendiri-sendiri


tetapi lebih sering merupakan suatu formula
yang dikombinasi dengan satu atau lebih zat
bukan obat yang bermanfaat untuk
kegunaan farmasi yang bermacam-macam
dan khusus.
Melalui penggunaan yang selektif dari zat
obat ini sebagai bahan farmasi akan di
hasilkan sediaan farmasi atau bentuk
sediaan dengan tipe yang bermacam-macam
Dalam praktek, untuk satu jenis obat
mungkin tersedia berbagai bentuk sediaan.
Bentuk-bentuk sediaan ini dikembangkan
dengan kemajuan teknologi farmasetika
untuk tujuan-tujuan tertentu

PRINSIP PEMBUATAN BENTUK SEDIAAN FARMASI

BAHAN AKTIF OBAT

BENTUK SEDIAAN OBAT

BAHAN TAMBAHAN

Berbagai macam Bentuk Sediaan farmasi

Keuntungan Bentuk sediaan Farmasi


1. Tepat dosis
2. Meningkatkan absorpsi dan ketersediaan
hayati,
3. Meningkatkan stabilitas obat
- Obat terlindungi dari pengaruh yang
merusak :
kelembaban udara (tablet salut)
Asam lambung (tablet salut enterik)
- Menutupi bau, rasa yang tidak enak (kapsul,
sirup,tablet salut)
- Menyediakan bentuk sediaan cair :
Obat yang tidak larut (suspensi)
Dari obat yang larut (larutan)

4. Mengendalikan absorpsi dan profil kadar obat


dalam darah,
misalnya sediaan lepas lambat (slow-release),
5. Melengkapi kerja obat yang optimum dari
tempat pemberian secara topikal (salep,
tempelan transdermal, krim)
6. Memberikan penempatan obat kedalam
salah satu lubang dari badan (supositoria)
7, Memberikan penempatan obat secara
langsung kedalam aliran darah atau jaringan
dari tubuh (injeksi)
8. Memberikan kerja obat yang optimum
melalui pengobatan inhalasi ( aerosol
inhalasi)

BENTUK SEDIAAN PERORAL

Bentuk sediaan cair :

Bentuk Sediaan padat :

Bentuk drop (Air/alkohol)

Tablet/Kapsul, Control
release

Bentuk larutan/campuran

BENTUK SEDIAAN PELEPASAN TERKONTROL


Istilah-istilah
Tablet repeat action,
Tablet Extended
Release .
Tablet prolonged
action
Produk obat
sustained release
Tablet extended
release

SISTEM PELEPASAN DAN ABSORBSI OBAT


PERORAL

Bentuk sediaan
akan memberikan
sistem pelepasan
dan absorbsi yang
berbeda

BENTUK SEDIAAN PARENTERAL

Intravaskular
adalah obat yang
diberikan langsung
masuk ke dalam
pembuluh darah
(vaskular).

Rute ekstravaskular

Intradermal (I.D.)

Subkutan (S.C.)

intramuskular

transdermal

PENGGUNAAN INHALASI

BENTUK SEDIAAN REKTAL DAN VAGINAL

Bentuk Sediaan untuk kulit

DISTRIBUSI OBAT DIDALAM DARAH DARI


BERBAGAI BENTUK SEDIAAN

TERIMA KASIH

DISOLUSI

Proses pelepasan zat aktif dari


sediaannya dan proses pelarutannya
sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia
dan fisika zat tersebut serta formulasi
sediaannya.

Obat
(Sediaan padat oral)

Tahap pelepasan:
disintegrasi,
deagregasi dan
disolusi

Pengertian
Disolusi atau pelarutan

didefinisikan sebagai proses


melarutnya suatu obat dari sediaan
padat dalam medium tertentu.
kecepatan pelarutan atau laju
pelarutan
adalah kecepatan melarutnya zat kimia
atau senyawa obat ke dalam medium
tertentu dari suatu padatan.

For what ?
untuk memilih medium pelarut yang
paling baik untuk obat atau
kombinasi obat,
sebagai standar atau uji kemurnian
serta quality control.

Sediaan
padat

Natural sink

ZA harus
terlarut

Membran
(saluran cerna)

Saluran cerna
Sirkulasi darah

obat diserap dengan segera pada saat melarut

Kondisi sink (secara in vivo) merupakan kondisi dimana obat pada kedua
sisi lapisan epitel dari dinding usus mencapai kesetimbangan dalam waktu singkat.

Dengan maksud untuk meniru kondisi


sink in vivo maka dilakukan pengujian
disolusi in vitro
pengujian disolusi in vitro biasanya
dilakukan dengan menggunakan
media disolusi yang besar
media disolusi diberikan kembali secara
konstan dengan pelarut baru pada
kecepatan tertentu sehingga konsentrasi
dari larutan tidak pernah mencapai lebih
dari 10-15 % dari kelarutan maksimalnya.

Laju disolusi obat dipengaruhi


beberapa faktor, antara lain:
1. Sifat fisika kimia obat
Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih
mudah larut dari pada obat berbentuk asam
maupun basa bebas.
Obat bentuk kristal secara umum lebih keras,
kaku dan secara termodinamik lebih stabil
daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan
obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi
daripada bentuk kristal.
suhu, viskositas, pH, pengadukan, ukuran
partikel.

Laju disolusi obat dipengaruhi


beberapa faktor, antara lain:
2. Faktor formulasi
Penggunaan bahan tambahan yang bersifat
hidrofob seperti magnesium stearat,
memperlambat laju disolusi.
bahan tambahan lain dapat membentuk
kompleks dengan bahan obat, misalnya kalsium
karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk
kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini
menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi
lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap
jumlah obat yang diabsorpsi.

Laju disolusi obat dipengaruhi


beberapa faktor, antara lain:
3. Faktor alat dan kondisi lingkungan
adanya perbedaan alat yang digunakan
dalam uji disolusi akan menyebabkan
perbedaan kecepatan pelarutan obat.
Kecepatan pengadukan akan
mempengaruhi kecepatan pelarutan obat,
semakin cepat pengadukan maka gerakan
medium akan semakin cepat sehingga
dapat menaikkan kecepatan pelarutan.

Alat Uji Disolusi


1. Alat tipe 1 (Keranjang)
Metode keranjang terdiri atas keranjang
silindrik yang ditahan oleh tangkai motor.
Keranjang menahan cuplikan dan berputar
dalam suatu labu bulat yang berisi media
pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam
suatu bak yang bersuhu konstan 37oC.
2. Alat tipe 2 (Dayung berputar)
Metode dayung terdiri atas suatu dayung
yang dilapisi khusus. Dayung diikat secara
vertikal ke suatu motor yang berputar
dengan suatu kecepatan yang terkendali.

Alat Uji Disolusi


3. Alat tipe 3 (reciprocating cylinder)
4. Alat tipe 4 (Flow-trough cell)

Apparatus Type 1, Keranjang berputar


The basket method
(USP apparatus 1) is
routinely used for solid
oral dosage form such
as capsules or tablets
at an agitation speed
of 50 to 100 rpm,
although speeds up to
150 rpm have been
used.

Apparatus Type 2, Dayung berputar

The paddle method


(USP apparatus 2) also
is used frequently for
solid oral dosage form
such as tablets and
capsules, but at 50 or
75 rpm, although
speeds up to 100 rpm
have been used.
Both paddle and basket
methods can
accommodate media
volumes ranging from
500 to 1000 ml with
the standard vessel
and 2000 to 4000 ml
with larger vessel.

The reciprocating
cylinder (USP apparatus
3) and the flowthrough
cell (USP apparatus 4)
also may over
advantages for some
low-solubility dosage
form. Apparatus 3 can be
used to estimate the
drug release profile in
the GI tract by using a
series of different media.

By design, both the


reciprocating cylinder and the
flow-trough cell allow for a
controlled pH and volume
change of the dissolution
medium troughout the test.
USP apparatus 3 and 4 or
other modified configurations
are most often limited to use
in product development and
characterization.

Medium disolusi
Menurut USP :
- Air
- HCL
- Dapar pH 4-8

Contoh
Tablet sulfadiazin
Medium disolusi
: Cairan
lambung
buatan pH 1,2
Volume
: 900 ml
Temperatur
: 37 0,5 oC
Putaran
: 100 rpm
Metode
: Dayung

Pembuatan Kurva Kalibrasi


Sulfadiazin
Sulfadiazin
Ditimbang 250 mg
Dimasukkan ke dalam labu tentukur 1000
ml
Ditambah NaOH 1 N sampai larut
Di adkan dengan cairan lambung sampai garis
tanda
Larutan
Sulfadiazin
Dipipet sebanyak 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 dan
1,6 ml
Diencerkan sampai 50 ml dengan cairan lambung
buatan
Diukur dengan alat spektrofotometer uv
pada panjang gelombang 242 nm
Hasil

Kurva kalibrasi

Uji disolusi
900 ml medium lambung
buatan
Dipanaskan sampai suhu 37 o + 0,5oC
Dimasukkan ke dalam tabung dissolution tester
Dimasukkan sediaan
Dihidupkan dengan kecepatan putaran 100 rpm
bersamaan dengan stop watch
Dipipet 5 ml pada interval waktu 5, 10, 15, 20,
25, 30, 45, 60 menit

Dimasukkan kedalam labu tentukur 25ml lalu


diadkan dengan cairan lambung buatan
Diukur dengan spektrofotometer uv pada
panjang gelombang 242 nm
Setiap pengambilan ditambahkan media
disolusi dengan jumlah yang sama
Hasil

Data % Kumulasi Obat yang terlarut pada uji


Disolusi
NO

Waktu
(mnt)

A
(nm)

C
(mcg/ml)

Fp

C x Fp
(mcg/ml)

C x Fp
Dlm 5 ml
(mcg/
ml)

C x Fp
Dlm
900 ml
(mcg/ml)

Faktor
penambaha
n

Sulfadiazi
n yang
dilepas

%
kumulatif

0,0353

0,5967

2,9835

14,9175

2685,15

2685,15

2,685

10

0,0492

0,8345

4,1725

20,8625

3755,25

14,917

3770,16

3,77

15

0,0610

1,0368

5,184

25,92

4665,6

35,78

4701,38

4,701

20

0,0720

1,2245

6,1225

30,6125

5510,25

61,7

5571,95

5,571

25

0,0901

1,5332

7,666

38,33

6899,4

92,312

6991,71

6,991

30

0,0980

1,6688

8,344

41,72

7509,6

130,64

7640,24

7,64

45

0,1578

2,6909

13,454

67,2725

12109,05

172,36

12281,4

12,281

60

0,1632

2,7826

13,913

69,565

12521,70

239,63

12761,3

12,761

90

0,2524

4,3074

21,537

107,685

19383,3

309,20

19692,5

19,692

10

120

0,2643

4,5097

22,548

112,742

20293,65

416,88

20710,5

20,71

Perhitungan % Kumulatif Obat yang terlarut


pada uji Disolusi
Pada sediaan tablet
1. Konsentrasi (C)
Persamaan regresi sulfadiazin pada medium lambung
buatan adalah:
Y = 0,58524 X + 0,000358
misal pada t = 5 menit, A = 0,0353
Y = 0,58524 X + 0,000358
0,0353 = 0,58524 X + 0,000358
X = 0,5967 mcg/ml
2. Faktor pengenceran
Fp = (pengenceran dalam labu 25 ml)/ (jumlah pemipetan
alikuot)
= 25/5
= 5 kali

3. Konsentrasi dalam 1 ml
misal pada t = 5 menit, C x FP = 0,5967 x 5
= 2,9835 mcg/ml
4. Konsentrasi dalam 5 ml
misal pada t = 5 menit,
C dalam 1 ml x 5 = 2,9835 mcg/ml x 5
= 14,9175
mcg/ml
5. Konsentrasi dalam 900 ml
misal pada t= 5 menit,
C dalam 1 ml x 900 = 2,9835 x 900
= 2.685,15 mcg/ml

6. Faktor penambah
Misal pada t = 15 menit,
= C dalam 5 ml (pada t = 5 menit) + C
dalam 5 ml (pada t = 10 menit)
= 14,9175 mcg/ml + 20,8625 mcg/ml
= 35,78 mcg/ml
7. Sulfadiazin yang terlepas
= C dalam 900 ml + faktor penambah
misal pada t = 15 menit,
= 4.665,6 mcg/ml + 35,78 mcg/ml
= 4.701,38 mcg/ml

8. Kumulatif
sulfadiazin yang terlepas mcg/1000 mg x 100 %
dosis (mg)

misal pada t = 15 menit,


4.701,38 / 1000
x 100 %

100
= 4,701 %

Biofarmasi

Oleh:
Dr. karsono, Apt.
Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU Medan

Kuliah ke : II & III


Topik

BIOAVAILABITAS dan FAKTORFAKTOR YANG MEMPENGARUHI

DEFINISI
1. Bioavailabilitas (ketersediaan hayati)
Persentase dan kecepatan zat aktif dalam
suatu produk obat yang mencapai/tersedia
dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk
utuh/aktif setelah pemberian produk obat
tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah
terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam
urin.
Bioavailabilitas absolut : bila dibandingkan
dengan sediaan intravena yang
bioavailabilitasnya 100%.
Bioavailabilitas relatif : bila dibandingkan
dengan sediaan bukan intravena.

2. Ekivalensi Farmaseutik

Dua produk obat mempunyai ekivalensi


farmaseutik jika keduanya
mengandung zat aktif yang sama
dalam jumlah yang sama dan bentuk
sediaan yang sama.

3. Alternatif farmaseutik
Dua produk obat merupakan
alternatif farmaseutik jika keduanya
mengandung zat aktif yang sama
tetapi berbeda dalam bentuk kimia
(garam, ester, dsb.) atau bentuk
sediaan atau kekuatan.

Beberapa catatan penting masalah-masalah


bioavailabilitas sehingga lahir dan berkembang ilmu
biofarmasi
1. Prednison
Disolusi yang terlalu lambat dapat mengakibatkan
tablet Prednison kehilangan daya terapinya
sama sekali.
USP XVIII, tablet : Disolution rate, T 60%
tidak boleh melewati 20 menit.

2.Tolbutamid
Perbedaan kadar veegum dalam tablet Tolbutamid terbukti
berpengaruh terhadap efek klinisnya pada hal veegum hanya
berfungsi sebagai bahan pembantu dan selama ini dianggap
sebagai bahan inert .
Tablet Tolbutamid mengandung masing masing 500 mg, dengan
berbeda jumlah veegumnya sebagai disintegratornya
ternyata menghasilkan kadar dalam darahnya berbeda sekali,
walaupun sama sama memenuhi USP.

3.Diphenylhidantoin
Sewaktu bahan pembantu dalam tablet
Diphenylhidantoin dirubah, dimana
Calcium sulfat diganti dengan laktosa,
terdapat gejala toksikasi pada banyak pasien ,
karena ternyata bahwa absorbsi menjadi
lebih besar.

4. Chloramphenicol
Suatu laporan menunjukkan bahwa beberapa merk
kapsul Chloramphenicol ternyata memberikan
Blood level yang sangat bervariasi ,
yaitu diantara 2 ug / ml sampai 10 mg / ml .
Pada thn 1968 FDA memerintahkan penarikan jutaan kapsul
Chloramphenicol yang dihasilkan oleh beberapa produsen dan
telah beredar di pasaran. Alasannya blood level maupun
urine level dari pada sediaan tsb dianggap tidak
memenuhi syarat.Chloramphenicol palmitat menunjukkan
3 bentuk kristal dan satu bentuk amorf.
Bentuk alfa secara biologis aktif, yang lain tidak aktif.
Chloramphenicol stearat ada juga yang bentuk kristal dan
bentuk amorf . Bentuk kristal tidak aktif.

5. Tetracyclin HCl
Pernah diperiksa 3 macam merk kapsul Tetracyclin HCl
dan diantaranya menghasilkan urine level yang berbeda
jauh dari yang ketiga.
Berapa laporan lain juga menunjukkan adanya perbedaan
blood level yang cukup besar diantara beberapa
merk Tetracylin.
6. Oxytetracyclin
Bulan Desember 1969, FDA memerintahkan recall
terhadap 40 juta kapsul Oxytetracyclin yang beredar di
Amerika Serikat yang dihasilkan oleh 8 pabrik,
karena ternyata memberikan blood level
yang terlalu rendah.

7. Ampicillin
Ampicillin anhydrat secara biologis lebih aktif dari bentuk trihydrat jika
diberikan dalam bentuk oral.[ ada juga publikasi yang menolak]

8. Nitrofurantoin
Side efek yang terdapat pada pemakaian obat ini,berupa gangguan
lambung dapat dikurangi dengan memberikannya dalam bentuk kapsul yang
dengan partikel yang lebih kasar, sehingga absorbsinya diperlambat

9. Griseofulvin
Perbedaan ukuran partikel yang digunakan akan dapat menyebabkan
perbedaan besar terhadap absorbsi

10. Chlorpromazin
Penambahan Tween 80 diatas titik CMC nya, pada sediaan larutannya
menyebebkan berkurangnya absorbsi dari Chlorpromazin. Ini terjadi karena
Chlorpromazin terikat dalam Misel.

diisi

Bahan bahan pembantu yang dapat


mempengaruhi terhadap efek terapi obat ;
1. Veegum pada tablet Tolbutamid
2. CMC Na, bisa membentuk komplek dengan Ampicillin
3. PEG 4000, bisa membentuk komplek dengan Phenobarbital
4. Amylum, dapat mempercepat disololusi tablet.

Masalah-masalah bioavailbilitas

Perbandingan dari
ketiga produk oral
(chlorpropamid) :
Cp A = Cp B
Cp A Cp C
Cp B Cp C
AUC A = AUC B
AUC A AUC C
AUC B AUC C
Tp A = Tp B = Tp C

Masalah-masalah bioavailbilitas

Perbandinga BA sediaan IV
dan Im :
Cp IV > Cp IM
AUC IV = AUC IM

Gambar 2, Plot Cp vs Waktu pada


pemberian IV dab IM;

Masalah-masalah bioavailbilitas

Secara umum semakin kecil

ukuran partikel lebih cepat


diabsorbsi. Dengan semakin
luas permukaan partikel
kemungkinan akan menambah
kecepatan disolusi.
Oleh karena itu

bahan
pembasah (surfaktan) seperti
Tween 80 akan memberikan
efek yang menguntungan pada
keseluruhan absorbsi.
Gambar : Cp Vs waktu sediaan suspensi
Phenasetin dengan ukuran partikel yang
berbeda

Masalah-masalah
bioavailbilitas

Digoxin
Doktor-Doktor di Israel mencatat 15 kasus
dari keracunan digoxin antara Oktober
hingga Desember 1975 hampir tanpa
laporan untuk periode waktu yang sama
sepanjang tahun tersebut.
Selanjutnya ditemukan bahwa sebuah
perusahaan telah mengganti formula dari
obat untuk meningkatkan disolusi.
Pemeriksaan urin menunjukkan kenaikan
dua kali lipat bioavailabilitas dari formula
baru tersebut.

Kecepatan absorbsi obat dapat dipengaruhi oleh


bentuk sediaan dengan urutan sbb ;
Injeksi. Larutan. Emulsi .Soft elastic capsul .
Suspensi ..Serbuk Hard capsul.Tablet..
.Coated tablet.
Setelah melakukan uji Disolution , harus diteruskan dengan
Uji absorbsi. Obat mungkin saja baik disolusinya ada juga
kemungkinan tidak diserap dengan baik.
Kalau ingin lebih sempurna dilakukan Clinical trial.[ uji klinis ].

Polimorfisme
Senyawa organik maupun senyawa anorganik dikatakan
sebagai polimorf apabila didalam bentuk padatnya memiliki
minimal dua bentuk kristal yang berbeda.
Bentuk polimorf ini pada umumnya dibagi atas dua golongan
besar yakni ;

1.Bentuk stabil
2.Bentuk metastabil

Bentuk stabil lebih dikenal sebagai kristal sedangkan


bentuk metastabil lebih popular dengan sebutan amorf .
Bentuk amorf ini biasanya tidak stabil oleh karena didalam
proses pembuatan ataupun proses penyimpanannya bentuk amorf
dapat berubah menjadi bentuk kristal yang lebih stabil.
Perubahan bentuk amorf menjadi kristal bisa disebabkan
oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan dalam waktu cepat atau
lambat..
Dalam pemilihan zat berkhasiat yang berupa kristal
diperhatikan juga apakah kristal tersebut bentuk amorf ataukah
bentuk kristalnya, sebab kekeliruan didalam pemilihan ini dapat
menyebabkan tidak stabilnya bentu sediaan farmasi.

Walaupun bentuk amorf umumnya lebih mudah larut


sehingga efek bioavailabilitasnya lebih besar dibandingkan
dengan bentuk kristal , tetapi karena sifatnya yang bisa
mengalami perubahan bentuk menjadi stabil maka disarankan
untuk tidak menggunakan bentuk kristal amorf didalam sediaan
farmasi.
Perbedaan yang nyata dari bentuk kristal dan amorf ini
adalah perbedaan didalam hal kelarutan , titik leleh dan pola
difraksi sinar X nya.
Beberapa senyawa yang memiliki bentuk polimorf ini
adalah Kortison asetat dengan 4 bentuk polimorf , dimana satu
bentuk diantaranya stabil dalam media cair.
Penentuan bentuk polimorf dari zat berkhasiat / bahan pembantu
dapat menggunakan alat antara lain :
Difraksi sinar X, analisa infra merah dll.

Apa itu bioavailabilitas ?


Bioavailbilitas adalah suatu
studi pengukuran seberapa
cepat dan seberapa banyak
suatu obat diabsorbsi dalam
darah setelah sejumlah
dosis obat diberikan.
Grafik ini menunjukan
hubungan antara
konsentrasi obat dan efek
obat.
Jika konsentrasi efektif obat
mencapai tempat reseptor
yang masih peka, maka ini
menggambarkan
konsentrasi obat yang
diperlukan.

Gambar Cp Vs Waktu

Apa itu bioekuivalen ?


Bioekuivalen adalah
adalah perbandingan
bioavailabilitas dari dua
atau lebih produk obat.

Sediaan A menunjukan
efek Toksis

Gambar : Cp VS Waktu dari 3 sediaan yang


Berbeda formulasinya

Sediaan B menunjukan
efek terapi

Sediaan

C menunjukan
efek sub terapi

Bioavailabilitas

Bioavailabilitas relatif

Bioavailabilitas merupakan
istilah farmakokinetika yang
menggambarkan tentang
kecepatan dan jumlah
absorpsi suatu bahan obat dari
suatu produk untuk menjadi
tersedia di tapak kerjanya.
Oleh karena respon
farmakologi secara umum
berkaitan dengan konsentrasi
obat di tapak reseptor, maka
ketersediaan obat dari suatu
bentuk sediaan obat
merupakan elemen yang
penting bagi efikasi klinik
suatu produk obat

Bioavailabilitas absolut

Plasma concentration

Bioavailability

i.v. route

oral route

Time (hours)

= (AUC)o
(AUC)iv

Area under the plasma concentration time curve (AUC)


Calculation of AUC using the Trapezoidal Rule

Equation 2.10.1. Total AUC calculated from Very Narrow Segment

Equation 2.10.2. Cp versus Time after an IV Bolus dose

Equation 2.10.3. AUC calculated as the integral of Cp versus time

Equation 2.10.4. AUC Calculated from Concentration and kel

V = Dose/(AUC * kel)

Figure 2.10.4. Linear plot of Cp versus


time showing areas from data 1 to data n

Contoh :perhitungan
bioavailabilitas relatif dan
absolut F
Produ Dosis AUC
F
k obat (mg)
Tablet 200
oral

(ug/ml.ja
m
89,5

SD

relat absolu
if
t

19,7
1,04 0,59

Laruta 200
n oral

86.1

18,1

Injeksi 50
IV
bolus

37,8

5,7

Data bioavailabilitas absolut dan relatif

Produk obat
A. Inj.Intra Vena (IV)
B. Bentuk sediaan oral,
nama dagang atau
standart acuan
C. Bentuk sediaan oral
generik

AUC
(mcg/ml)xjam
100
50

40

F untuk produk B dan Produk C adalah 50% (F = 0.5) dan 40% (F = 0.4), secara
berturut-turut. Bagaimanapun, jika 2 produk oral dibandingkan maka bioavailabilitas
relatif Produk C setelah dibandingkan dengan produk B adalah 80%.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


BIOAVAILABILITAS
Sebelum efek terapi obat yang diberikan
secara oral terwujud, maka obat harus
mengalami absorpsi terlebih dahulu. Absorpsi
sistemik obat oral dalam bentuk sediaan padat
harus melalui tiga tahap berikut ini, yaitu :
1. desintegrasi produk obat
2. disolusi obat di dalam cairan pada
tapak absorpsi
3. perpindahan molekul obat melintasi
membran gastrointestinal menuju
sirkulasi sistemik

TABLE 2 Faktor Bioavailabilitas yang berkaitan


dengan bentuk sediaan

Sifat fisika kimia obat Variabel formulasi


dan manufaktur
Ukuran partikel
Jumlah desintegran
Struktur kristal
Jumlah lubrikan
Tingkat hidrasi kristal Penyalutan khusus
Bentuk garam atau
Sifat diluen
ester
Tekanan
pengkempaan

Secara

umum semakin kecil


ukuran partikel lebih cepat
diabsorbsi. Dengan semakin
luas permukaan partikel
kemungkinan akan menambah
kecepatan disolusi.
Oleh

karena itu bahan


pembasah (surfaktan) seperti
Tween 80 akan memberikan
efek yang menguntungan pada
keseluruhan absorbsi.
Gambar : Cp Vs waktu sediaan suspensi
Phenasetin dengan ukuran partikel yang
berbeda

Gambar tersebut
menunjukan bahwa
kelarutan K
penicilin V > Ca
Penicilin V >
Penicilin V > Na
Penicilin G.
Gambar : Cp Vs Waktu dari beberapa garam
Penicillin yang berbeda kelarutannya

TABLE 8-3 Faktor Bioavailabiltias yang


berkaitan dengan Pasien
Faktor Fisiologi

Interaksi dengan
zat lain

Variasi kekuatan absorpsi


selama di saluran cerna
Variasi pH cairan saluran
cerna
Kecepatan pengosongan
lambung
Motilitas usus
Perfusi saluran cerna
Metabolisme presistemik dan
lintas pertama
Usia, jenis kelamin dan berat
badan

Makanan
Volume cairan
Obat-obat lain

Gambar tersebut
menunjukan
perbedaan
konsentrasi plasma
tolbutamid dan Na
tolbutamid.

TABLE : Bioavailabilitas dan


Bentuk sediaan oral
Ketersediaan
tercepat

Paling lambat

Larutan
Suspensi
Kapsul
Tablet
Tablet salut
Formulasi pelepasan
terkendali

TABLE : Faktor yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung


FAKTOR

PENGARUH PADA KECEPATAN PENGOSONGAN


LAMBUNG

Peningkatan viskositas isi lambung

menurun

Posisi tubuh
Berbaring pada sisi kiri

menurun

Keadaan emosi
Stres
Depresi
Cemas

Meningkat atau menurun


Menurun
Meningkat

Aktivitas, olah raga

Menurun

Jenis makanan
Asam lemak, lemak, Karbohidrat
Asam amino

Menurun
Menurun

pH isi lambung
Meningkat
Menurun

Meningkat
Menurun

Keadaan penyakit
Ulser gastrik, Crohn's disease
Hipotiroidismus
Hiopertiroidismus

Menurun
Menurun
Meningkat

Obat : Atropin, Propantheline, Analgetika


narkotika
Amitriptyline
Metoclopramide

Menurun
Menurun
Meningkat

TABLE : Efek Makanan terhadap absorpsi Obat

Absorpsi

Absorpsi

Absorpsi

menurun

tertunda

meningkat

Ampisilin
Aspirin
Atenolol
Kaptopril
Eritromisin
Etanol
Hidroklortiazida
Penisilin

Asetaminofen
Aspirin
Sefalosporin
Diklofenak
Digoksin
Furosemid
Nitrofurantoin
Sulfadiazin
sulfiksazol

Klortiazida
Diazepam
Griseofulvin
Hidralazin
Labetalol
Metoprolol
Nitrofurantoin
Propranolol
Riboflavin

Tetrasiklin
(kebanyakan)

TABLE : Interaksi Obat yang mempengaruhi


absorpsi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Meningkatnya pH lambung atau usus


Perubahan motilitas usus
perubahan perfusi saluran cerna
interferensi dengan fungsi mukosa
(sindrom malsbsorpsi yang diinduksi obat)
pembentukan khelat
pertukaran ikatan resin
adsorpsi
pelarutan dalam cairan yang diabsorpsi
dengan jelek

TERIMA KASIH

Biofarmasi

Oleh:
Dr. karsono, Apt.
Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU Medan

Kuliah ke : IV & V
Topik
PEDOMAN UJI BIOEKIVALENSI

PEDOMAN UJI BIOEKIVALENSI

1. PENDAHULUAN
2. TUJUAN
2.1. Umum
2.2. Khusus

3. DEFINISI
3.1. Bioavailabilitas (ketersediaan
hayati)
3.2. Ekivalensi farmaseutik
3.3. Alternatif farmaseutik
3.4. Bioekivalensi
3.5. Ekivalensi terapeutik
3.6. Produk obat pembanding
(reference product)
3.7. Produk obat copy

4. KRITERIA UNTUK UJI


EKIVALENSI
4.1. Produk obat yang memerlukan
uji ekivalensi in vivo
4.2. Produk obat yang cukup
dilakukan uji ekivalensi in vitro (uji
disolasi terbanding)
4.3. Produk obat yang tidak
memerlukan uji ekivalensi

5. DESAIN DAN PELAKSANAAN


STUDI BIOEKIVALENSI

5.1. Kaji Etik


5.2. Desain
5.3. Subyek
5.4. Produk obat uji (Test product)
5.5. Dosis obat uji
5.6. Uji disolusi in vitro
5.7. Pengambilan sampel darah
5.8. Pengambilan sampel urin (untuk kasus-kasus tertentu)
5.9. Kadar yang diukur
5.10. Metode bioanalitik
5.11. Parameter bioavalabilitas
5.12. Analisis data
5.13. Variasi
5.14. Suprabioavailabilitas

6. PRODUK YANG MENGANDUNG


ZAT KIMIA BARU
6.1. Bioavailabilitas
6.2. Bioekivalensi
7. LAPORAN HASIL STUDI

1. PENDAHULUAN

Badan Pengawas Obat dan Makanan berkewajiban untuk


menilai semua produk obat sebelum dipasarkan,
memberikan izin pemasaran, dan selanjutnya melakukan
pengawasan terhadap produk obat tersebut setelah
dipasarkan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat
bahwa produk obat tersebut memenuhi standar efikasi,
keamanan dan mutu yang dibutuhkan.

Untuk produk obat yang mengandung zat aktif berupa zat


kimia baru (new chemical entity = NCE) dibutuhkan
penilaian mengenai efikasi, keamanan dan mutu secara
lengkap. NCE ini yang dipatenkan oleh pabrik penemunya
disebut juga obat inovator.

Sedangkan untuk produk obat yang merupakan produk


copy hanya dibutuhkan standar mutu yang antara lain
berupa bioekivalensi dengan produk obat inovator sebagai
produk pembanding (reference product) yang merupakan
baku mutu.

2. TUJUAN
2.1. Umum
Untuk menjamin efikasi, keamanan dan
mutu produk obat yang beredar.
2.2. Khusus
1. Untuk menjamin produk obat copy
yang akan mendapat izin edar bioekivalen
dengan produk obat inovatornya.
2. Untuk menentukan bioavailabilitas
absolut dan relatif suatu zat kimia baru,
serta bioekivalensi zat tersebut dalam
formulasi untuk uji klinik dan dalam
produk yang akan dipasarkan.

3. DEFINISI
3.1. Bioavailabilitas (ketersediaan
hayati)
Persentase dan kecepatan zat aktif dalam
suatu produk obat yang mencapai/tersedia
dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk
utuh/aktif setelah pemberian produk obat
tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah
terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam
urin.
Bioavailabilitas absolut : bila dibandingkan
dengan sediaan intravena yang
bioavailabilitasnya 100%.
Bioavailabilitas relatif : bila dibandingkan
dengan sediaan bukan intravena.

3.2. Ekivalensi farmaseutik


Dua produk obat mempunyai
ekivalensi farmaseutik jika keduanya
mengandung zat aktif yang sama
dalam jumlah yang sama dan bentuk
sediaan yang sama.

3.3. Alternatif farmaseutik


Dua produk obat merupakan
alternatif farmaseutik jika keduanya
mengandung zat aktif yang sama
tetapi berbeda dalam bentuk kimia
(garam, ester, dsb.) atau bentuk
sediaan atau kekuatan.

3.4. Bioekivalensi
Dua produk obat disebut bioekivalen jika
keduanya mempunyai ekivalensi
farmaseutik atau merupakan alternatif
farmaseutik dan pada pemberian dengan
dosis molar yang sama akan menghasilkan
bioavailabilitas yang sebanding sehingga
efeknya akan sama, dalam hal efikasi
maupun keamanan.
Jika bioavailabilitasnya tidak memenuhi
kriteria bioekivalen (lihat butir 5.12.2 hal.
18) maka kedua produk obat tersebut
disebut bioinekivalen.

3.5. Ekivalensi terapeutik

Dua produk obat mempunyai ekivalensi terapeutik jika keduanya


mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan alternatif
farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama
akan menghasilkan efikasi klinik dan keamanan yang sebanding.
Dengan demikian, ekivalensi/inekivalensi terapeutik seharusnya
ditunjukkan dengan uji klinik.
Akan tetapi, untuk produk obat yang bekerja sistemik,uji klinik
mempunyai kendala berikut :
- pada penyakit ringan tidak terlihat, pada penyakit berat tidak etis
- endpoint yang diukur seringkali kurang akurat sehingga
variabilitasnya besar sekali, dengan akibat dibutuhkan sampel
yang besar
- sebagai uji klinik untuk menunjukkan ekivalensi dibutuhkan
sampel yang besar sekali
Oleh karena itu, sebagai alternatif dilakukan uji bioekivalensi yang
endpointnya sangat akurat (yakni kadar obat dalam plasma)
sehingga variabilitasnya rendah, dan dengan demikian sampel
yang dibutuhkan jauh lebih kecil.
Jika terdapat perbedaan yang bermakna secara klinik dalam
bioavailabilitasnya, maka kedua produk obat tersebut dinyatakan
inekivalen secara terapeutik (inekivalensi terapeutik).

3.6. Produk obat pembanding (reference


product)
Produk obat inovator yang telah diberi izin
pemasaran di Indonesia berdasarkan penilaian
dossier lengkap yang membuktikan efikasi,
keamanan dan mutu.
Hanya jika produk obat inovator tidak dipasarkan
di Indonesia atau tidak lagi dikenali yang mana
karena sudah terlalu lama beredar di pasar, maka
dapat digunakan produk obat inovator dari
primary market (negara di mana produsennya
menganggap bahwa efikasi, keamanan dan
kualitas produkny terdokumentasi paling baik)
atau produk yang merupakan market leader yang
telah diberi izin pemasaran di Indonesia dan telah
lolos penilaian efikasi, keamanan dan mutu.
Produk obat pembanding yang akan digunakan
harus disetujui oleh Badan POM.

3.7. Produk obat copy


Produk obat yang mempunyai
ekivalensi farmaseutik atau
merupakan alternatif farmaseutik
dengan produk obat
inovator/pembandingnya, dapat
dipasarkan dengan nama generik
atau dengan nama dagang.

4. KRITERIA UNTUK UJI EKIVALENSI


4.1. Produk obat yang memerlukan uji
ekivalensi in vivo
4.1.1. Produk obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik,
jika memenuhi satu atau lebih kriteria berikut ini :
a. batas keamanan/indeks terapi yang sempit, misalnya
digoksin, anti-aritmia, antikoagulan, obat-obat sitostatik,
fenitoin, litium, hipoglikemik oral, siklosporin,teofilin.
b. diindikasikan untuk kondisi yang serius yang memerlukan
respons terapi yang pasti, misalnya antituberkulosis,
antibakteri, antiaritmia, obat gagal jantung,antiangina,
antiepilepsi, antiasma, antimalaria, antiretroviral,
antihipertensi.
c. absorpsi bervariasi atau tidak lengkap, mis. tetrasiklin
d. farmakokinetik nonlinear, mis. difenilhidantoin.
e. eliminasi presistemik yang tinggi (> 70%), mis. nitrat
organik, felodipin, verapamil.

4.1.1. Produk obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik, jika memenuhi satu
atau lebih kriteria berikut ini

f. sifat-sifat fisikokimia yang tidak menguntungkan,


misalnya :
- kelarutan rendah, mis. glukokortikoid, hormon
seks steroid
- tidak stabil, mis. nifedipin
g. terbukti ada masalah bioavailabilitas dengan :
- obat yang bersangkutan, mis. digoksin,
eritromisin
- obat-obat dengan struktur kimia yang sama,
mis. steroid
- obat-obat dengan formulasi yang sama
h. ada kecurigaan pada bahan baku yang tidak
dapat ditemukan dengan uji disolusi in vitro
i. kadar dalam sediaan kecil dibandingkan
eksipiennya, mis. hormon (kontrasepsioral)

4.1.2. Produk obat non-oral dan non-parenteral


yang didesain untuk bekerja sistemik, misal :
- sediaan transdermal (nitrat organik, hormon)
- supositoria (teofilin)
4.1.3. Produk obat lepas lambat atau
termodifikasi yang bekerja sistemik, misal :
diklofenakSR, nifedipin oros, felodipin ER.
4.1.4. Produk kombinasi tetap yang bekerja
sistemik, khususnya:
kombinasi rifampisin +isoniazid, pirazinamid,
dll (yang diukur rifampisin), levodopa +
karbidopa, etinilestradiol + levonorgestrel,
etinilestradiol + noretisteron.

4.1.5. Produk obat bukan larutan untuk


penggunaan non-sistemik (oral, nasal, okular,
dermal, rektal, vaginal, dsb.) dan
dimaksudkan untuk bekerja lokal (tidak untuk
diabsorpsi sistemik). Untuk produk demikian
tidak dapat dilakukan uji bioekivalensi,
maka ekivalensi harus ditunjukkan dengan
studi klinik atau farmakodinamik
komparatif. Pengukuran kadar obat dalam
darah tetap diperlukan untuk melihat
adanya absorpsi yang tidak diinginkan.

4.2. Produk obat yang cukup dilakukan uji ekivalensi


in vitro (uji disolusi terbanding)
4.2.1. Produk obat yang tidak termasuk butir 4.1.
4.2.2. Produk obat copy yang hanya berbeda kekuatan,
yang diproduksi oleh pabrik obat yang sama di tempat
produksi yang sama, jika :
a. komposisi kualitatifnya sama.
b. rasio antara zat aktif dan zat-zat tambahannya sama,
atau untuk kadar zat aktif yang rendah (< 5%), rasio antara
zat-zat tambahannya sama.
c. uji bioekivalensi telah dilakukan sedikitnya pada salah
satu kekuatan (biasanya kekuatan yang tertinggi, kecuali
untuk alasan keamanan dipilih kekuatan yang lebih rendah).
d. farmakokinetiknya linear pada kisaran dosis terapi.
4.2.3. Produk obat dengan perubahan kecil (minor) dalam
formulasi atau pembuat-annya yang dilakukan setelah
diberi izin pemasaran.

4.3. Produk obat yang tidak memerlukan uji


ekivalensi

4.3.1. Produk obat copy untuk penggunaan


parenteral (mis. intravena, intramuskular,
subkutan, intratekal) sebagai larutan dalam air
dan mengandung zat aktif yang sama dalam
kadar yang sama dan zat-zat tambahan yang
sama dalam kadar yang sebanding.
4.3.2. Produk obat copy berupa larutan untuk
penggunaan oral, yang mengandung zat aktif
dalam kadar yang sama, dan tidak
mengandung zat tambahan yang diketahui
atau diperkirakan akan mempengaruhi transit
dalam saluran cerna atau absorpsi zat aktif.

4.3.3. Produk obat copy berupa gas.


4.3.4. Produk obat copy berupa bubuk untuk
dilarutkan dan sebagai larutan memenuhi kriteria
4.3.1 atau 4.3.2 tersebut di atas.
4.3.5. Produk obat copy berupa sediaan obat
mata atau telinga sebagai larutan dalam air dan
mengandung zat(-zat) aktif yang sama dalam
kadar yang sama dan zat-zat tambahan yang
praktis sama dalam kadar yang sebanding.
4.3.6. Produk obat copy berupa sediaan obat
topikal sebagai larutan dalam air dan
mengandung zat(-zat) aktif yang sama dalam
kadar yang sama dan zat-zat tambahan yang
praktis sama dalam kadar yang sebanding.

4.3.7. Produk obat copy berupa sediaan


obat inhalasi atau semprot hidung, yang
digunakan dengan atau tanpa alat yang
praktis sama, sebagai larutan dalam air dan
mengandung zat(-zat) aktif yang sama
dalam kadar yang sama dan zat-zat
tambahan yang praktis sama dalam kadar
yang sebanding.
Uji in vitro khusus diperlukan untuk
membuktikan bahwa alat yang digunakan
untuk produk obat inhalasi mempunyai daya
guna yang sebanding dengan produk obat
inovator/ pembandingnya.

Untuk ketentuan 4.3.5, 4.3.6 atau


4.3.7 tersebut diatas, pemohon harus
menunjukkan bahwa zat-zat tambahan
dalam produk copy nya praktis sama
dan dalam kadar yang sebanding
dengan produk pembandingnya.
Jika informasi mengenai produk
pembanding ini tidak dapat diberikan
oleh pemohon dan Badan Pengawas
Obat tidak memiliki data ini, studi
bioekivalensi harus dilakukan.

5. DESAIN DAN PELAKSANAAN STUDI


BIOEKIVALENSI

Studi bioekivalensi (BE) adalah studi


bioavailabilitas (BA) komparatif yang
dirancang untuk menunjukkan bioekivalensi
antara produk uji (suatu produk obatcopy)
dengan produk obat inovator /
pembandingnya.
Caranya dengan membandingkan profil kadar
obat dalam darah atau urin antara produkproduk obat yang dibandingkan pada subyek
manusia.
Karena itu desain dan pelaksanaan studi BE
harus mengikuti Pedoman Cara Uji Klinik yang
Baik (CUKB), termasuk harus lolos Kaji Etik.

5.1. Kaji Etik


Oleh karena studi BA / BE dilakukan
pada subyek manusia (suatu uji
klinik) maka protokol studi harus
lolos Kaji Etik terlebih dahulu
sebelum studi dapat dimulai.

5.2. Desain
Studi biasanya dilakukan pada subyek yang
sama (dengan desain menyilang) untuk
menghilangkan variasi biologik antar subyek
(karena setiap subyek menjadi kontrolnya
sendiri), hal ini sangat memperkecil jumlah
subyek yang dibutuhkan.
Jadi untuk membandingkan 2 produk obat,
dilakukan studi menyilang 2-way (2 periode
untuk pemberian 2 produk obat pada setiap
subyek).

5.2. Desain

Pemberian produk obat yang pertama harus


dilakukan secara acak agar efek urutan (order
effect) maupun efek waktu (period effect), bila
ada, dibuat seimbang.
Kedua perlakuan dipisahkan oleh periode washout
yang cukup untuk eliminasi produk obat yang
pertama diberikan (biasanya lebih dari 5 x waktu
paruh eliminasi
yang dominan dan/atau waktu paruh terminal dari
obat, atau lebih lama jika mempunyai metabolit
aktif dengan waktu paruh yang lebih panjang.
Karena itu, untuk obat dengan waktu paruh yang
panjang, dapat dipertimbangkan penggunaan
desain 2 kelompok paralel.

5.2. Desain
Pada umumnya, studi dosis tunggal sudah cukup,
tetapi studi dalam keadaan tunak (steady-state)
mungkin diperlukan untuk :
- obat dengan kinetik yang non-linear (eliminasinya
bergantung pada dosis atau mengalami kejenuhan
pada dosis terapi), mis. difenilhidantoin, fluoksetin,
paroksetin.
- obat dengan kinetik yang bergantung pada waktu
pemberian obat (kronofarmakologi), mis.
kortikosteroid, siklosporin, teofilin
- beberapa bentuk sediaan lepas lambat / terkendali
(studi dosis tunggal lebih sensitif untuk menjawab
pertanyaan utama BE, yakni penglepasan zat aktif
dari produk obat ke dalam sirkulasi sistemik, karena
itu studi keadaan tunak umumnya tidak dianjurkan
oleh FDA, bahkan jika kinetiknya nonlinear sekalipun).

5.2. Desain

dapat dipertimbangkan untuk :


- obat dengan kadar plasma atau kecepatan eliminasi intrasubyek yang sangat bervariasi sehingga tidak
memungkinkan untuk menunjukkan bioekivalensi dengan
studi dosis tunggal, sekalipun pada jumlah subyek yang
cukup banyak, dan variasi ini berkurang pada keadaan tunak.
- obat yang metode penetapan kadarnya dalam plasma tidak
cukup sensitif untuk mengukur kadarnya dalam plasma pada
pemberian dosis tunggal (sebagai alternatif dari penggunaan
metode penetapan kadar yang lebih sensitif), mis. loratadin.

Pada studi keadaan tunak, jadwal pemberian obat harus


mengikuti aturan dosis lazim yang dianjurkan. Pada studi ini,
menurunnya kadar obat yang pertama terjadi bersamaan
dengan meningkatnya kadar obat yang kedua, sehingga
periode washout dapat diperpendek menjadi sedikitnya 3 x
waktu paruh eliminasi obat.

5.3. Subyek
5.3.1. Kriteria seleksi
Kriteria inklusi dan eksklusi harus dinyatakan
dengan jelas dalam protokol :
- Sukarelawan sehat (untuk mengurangi
variasi antar subyek)
- Sedapat mungkin pria dan wanita (jika
wanita, pertimbangkan risiko pada wanita usia
subur)
- Umur antara 18 55 tahun BB (kg)
- Berat badan dalam kisaran normal
(IMT = = 18 - 25)
TB2 (m)

5.3.1. Kriteria seleksi


- Kriteria sehat berdasarkan uji laboratorium klinis yang baku
(hematologi rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah, dan
urinalisis), riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik.
- Pemeriksaan khusus mungkin harus dilakukan sebelum,
selama dan setelah studi selesai, bergantung pada kelas
terapi dan profil keamanan obat yang diteliti. Misalnya, untuk
obat dari kelas fluorokuinolon yang diketahui dapat
memperpanjang interval QT, harus dilakukan pemeriksaan
EKG.
- Sebaiknya bukan perokok. Jika perokok sedang (kurang dari
10 batang sehari) diikutsertakan, harus disebutkan dan
efeknya pada hasil studi harus didiskusikan.
- Tidak mempunyai riwayat ketergantungan pada alkohol atau
penyalah gunaan obat.
- Tidak kontraindikasi atau hipersensitif terhadap obat yang
diuji.
- Untuk obat yang terlalu toksik untuk diberikan kepada
sukarelawan sehat (mis. sitostatik, antiaritmia), maka
digunakan penderita dengan indikasi yang sesuai.
- Uji serologis terhadap Hepatitis B (HBsAg), Hepatitis C (antiHCV) dan HIV (anti-HIV) optional.

5.3.2. Jumlah subyek


Jumlah subyek yang dibutuhkan dihitung
berdasarkan parameter bio-availabilitas yang
utama, yakni AUC atau luas area di bawah kurva
kadar obat dalam darah terhadap waktu, yang
menunjukkan jumlah obat yang masuk peredaran
darah sistemik.
Untuk desain menyilang 2-way, jumlah subyek
yang dibutuhkan ditentukan oleh :
a) perbedaan nilai rata-rata AUC antara produk uji
(test = T) dan produk pembanding (reference =
R) yang sesuai dengan kriteria bioekivalen, yakni
rasio nilai rata-rata geometrik (AUC)T / (AUC)R =
1.00 dengan 90% CI = 0.80 1.25 (lihat butir
5.12.2 hal. 18).

5.3.2. Jumlah subyek

b) batas kemaknaan , diambil 5% (2arah).


c) power, yakni probabilitas untuk
menerima bioekivalensi dengan benar,
diambil 90% (1 arah).
d) koefisien variasi (coefficient of
variation = CV) intrasubyek dari AUC
obat yang diteliti.
Dengan ketentuan a), b) dan c) tersebut
diatas, maka jumlah subyek tergantung
dari CV intrasubyek sbb. (umumnya, CV
intrasubyek < 20) :

5.3.2. Jumlah subyek

CV intrasubyek (%)* Jumlah subyek


15.0
17.5

12
16

20.0
20
22.5
24
25.0
28
27.5
34
30.0
40
* CV2 = varians residual pada ANOVA untuk
desain menyilang 2-way (lihat butir 5.12.1 hal. 17)
Jumlah subyek minimal adalah 12 orang, kecuali
dalam kondisi khusus yang perlu penjelasan. Pada
umumnya dibutuhkan 18 24 subyek.

Kemungkinan dropouts dan withdrawals


harus diperhitungkan.
Ada 2 cara (sebutkan cara yang dipilih
dalam protokol) :
1. tambahkan sejumlah tertentu subyek
(satu atau dua untuk setiap urutan) kepada
jumlah subyek yang telah dihitung
2. tambahkan sejumlah tertentu subyek ke
dalam studi.
Hanya jika ada subyek yang dropout maka
sampel darah subyek tambahan tersebut
diukur kadar obatnya. Withdrawal yang
terjadi setelah kadar obatnya diukur, maka
hasilnya harus dilaporkan.

5.3.3. Standardisasi kondisi studi


Kondisi studi harus dibakukan (untuk
mengurangi variabilitas berbagai faktor yang
terlibat kecuali produk yang diuji) :
- Lama puasa pada malam sebelum
pemberian produk, biasanya 12 jam. Untuk
studi keadaan tunak, puasa hanya diperlukan
pada malam terakhir sebelum pengambilan
darah keesokan harinya.
- Jika produk pembanding diberikan bersama
makanan, maka makanan standar, harus
diberikan pada jarak waktu yang ditentukan
sebelum pemberian produk.
- Volume air yang diminum bersama produk
harus konstan (antara 150 - 200 ml) karena
dapat mempengaruhi pengosongan lambung.

- Semua makanan dan minuman yang dikonsumsi setelah


pemberian produk harus dibakukan komposisi dan waktu
pemberiannya selama periode pengambilan sampel darah.
Air boleh diminum kapan saja kecuali 1 jam sebelum
dan sesudah
pemberian produk
Makanan standar diberikan tidak kurang dari 4 jam
setelah
pemberian produk
- Subyek tidak boleh makan obat lain apapun selama
beberapa waktu sebelum penelitian (minimal 1 minggu)
dan selama penelitian
- Subyek tidak boleh mengkonsumsi makanan dan
minuman yang dapat berinteraksi dengan fungsi sirkulasi,
saluran cerna, hati atau ginjal (mis. merokok, minum
alkohol, kopi, teh, kola, coklat atau jus buah) selama 24 jam
sebelum penelitian dan selama periode pengambilan
sampel darah.
- Posisi tubuh dan aktivitas fisik juga harus distandardisir
sepanjang hari penelitian karena akan mempengaruhi
waktu transit dalam saluran cerna dan aliran darah usus.

5.3.4. Genetic phenotyping


Phenotyping subyek harus dilakukan
untuk obat-obat yang diketahui
dipengaruhi oleh polimorfisme
genetik. Dosis harus disesuaikan
pada subyek yang bersangkutan:
- untuk alasan keamanan pada studi
menyilang maupun studi paralel
- untuk menghindari terjadinya
bias/variasi pada studi paralel

5.4. Produk obat uji (Test product)


Produk obat uji yang digunakan dalam
studi BE harus dibuat sesuai dengan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), dan
catatan batchnya harus dilaporkan.
Produk uji yang digunakan dalam studi BE
untuk tujuan registrasi harus identik
dengan produk obat yang akan dipasarkan.
Karena itu, tidak hanya komposisi dan
sifat-sifatnya (termasuk stabilitas), tetapi
juga cara produksinya harus sama dengan
cara produksi rutin yang akan datang.

5.4. Produk obat uji (Test product)

Idealnya, produk uji harus diambil dari batch


skala industri. Jika ini tidak mungkin, batch
produksi berskala kecil atau pilot batch
dapat digunakan asalkan tidak lebih kecil
dari 10 % batch skala industri atau 100.000
unit (pilih yang besar), kecuali jika ada
alasan khusus.
Sponsor harus menyimpan sampel dari
semua produk yang diteliti dalam studi
(dalam jumlah yang cukup) selama 2 tahun
setelah selesainya studi atau 1 tahun lebih
lama dari masa pakai (shelf-life) produk atau
sampai keluarnya izin edar (mana yang lebih
lama) agar dapat dilakukan pemeriksaan
ulang jika diminta oleh Badan POM.

5.5. Dosis obat uji


Dosis obat uji dapat berupa :
- satu unit bentuk sediaan dengan
kekuatan yang tertinggi
- jika perlu untuk alasan analitik,
dapat digunakan beberapa unit
dengan kekuatan tertinggi, asalkan
total dosis tunggal ini masih dalam
kisaran dosis yang dianjurkan.

5.6. Uji disolusi in vitro


Sebelum dilakukan studi BE, uji disolusi in vitro
dengan batch produk obat uji dan pembanding yang
akan digunakan pada studi BE harus dilakukan.
Hasilnya harus dilaporkan sebagai profil persen obat
yang terlarut terhadap waktu. Nomor batch kedua
produk harus dicantumkan, demikian juga tanggal
kadaluarsa produk pembanding.
Kandungan zat aktif antara kedua produk tidak
boleh berbeda lebih dari 5 %.
Jika potensi produk pembanding menyimpang > 5 %
dari kandungan 100% yang tercantum dalam label,
perbedaan ini dapat digunakan kemudian untuk
koreksi dosis pada perhitungan parameter
bioavailabilitas pada studi BE.

5.7. Pengambilan sampel


darah
- Dalam keadaan normal harus digunakan
sampel darah, meskipun sampel urin juga
dapat digunakan.
- Biasanya kadar obat atau metabolit diukur
dalam serum atau plasma. Dalam keadaan
tertentu, kadar obat diukur dalam darah (mis.
sulfa).
- Sampel darah harus diambil pada waktu-waktu
tertentu sehingga dapat menggambarkan fasefase absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat.

- Untuk kebanyakan obat diperlukan 12 18


sampel darah, yakni :
1 sampel sebelum obat : pada waktu nol ( t0
)
2-3 sampel sebelum kadar maksimal (Cmax)
4-6 sampel sekitar Cmax
5-8 sampel setelah Cmax, sampai sedikitnya
3 atau lebih waktu paruh eliminasi obat dalam
plasma (> 3 x t)
Dengan demikian akan diperoleh AUC (luas
area di bawah kurva kadar obat terhadap
waktu) sedikitnya 80 % dari AUC yang
diekstrapolasi ke tidak terhingga ()

- Estimasi waktu paruh eliminasi harus diperoleh


dari sedikitnya 3 4 sampel selama fase log
linear terminal
- Untuk obat atau metabolit aktifnya yang
mempunyai waktu paruh eliminasi (t) sangat
panjang, sampel darah harus diambil sampai
sedikitnya 72 jam jika variabilitas intra-subyek
kecil, atau lebih lama jika variabilitas intra-subyek
besar.
- Pada studi keadaan tunak, untuk obat dengan
kronofarmakologi, jika ritme sirkadian diketahui
mempengaruhi bioavailabilitas, maka sampel
darah harus diambil selama 1 siklus 24 jam
penuh.

5.8. Pengambilan sampel urin


(untuk kasus-kasus tertentu)
- Sampel urin hanya digunakan jika kadar obat
dalam darah terlalu kecil untuk dapat dideteksi
dan eliminasi obat dalam bentuk utuh melalui
ginjal cukup besar (> 40%).
- Urin dikumpulkan di tempat studi secara periodik
sampai sedikitnya 3 x waktu paruh eliminasi
obat (3 x t).
Untuk studi selama 24 jam, waktu sampling
biasanya 0-2, 2-4, 4-8, 8-12 dan 12-24 jam.
Volume urin setiap interval waktu tersebut harus
diukur dan dilaporkan.
- Dibuat kurva jumlah obat kumulatif yang
diekskresi dalam urin terhadap waktu.

5.9. Kadar yang diukur


- Kadar yang diukur dalam plasma/serum biasanya
senyawa induk.
Jika hal ini tidak mungkin (karena kadarnya
terlalu rendah, atau tidak stabil dalam matriks
biologik, atau waktu paruhnya terlalu pendek),
maka dalam hal ini diukur metabolit utamanya.
- Pengukuran kadar hasil biotransformasi harus
dilakukan jika senyawa induknya berupa prodrug.
- Jika dihasilkan metabolit aktif yang memberikan
kontribusi yang bermakna terhadap aktivitas obat
secara keseluruhan dan farmakokinetiknya tidak
linear, maka kadar keduanya harus diukur, baik
senyawa induk maupun metabolit aktifnya, dan
dievaluasi secara terpisah.

5.9. Kadar yang diukur


- Untuk produk obat berupa zat chiral, pengukuran
kadar harus dilakukan dengan metode bioanalitik
yang selektif untuk enansiomer, kecuali jika
(1) kedua produk mengandung satu enansiomer
stabil yang sama; (2) kedua produk mengandung
rasemat dan kedua enansiomer mempunyai
farmakokinetik yang linear.
- Untuk produk obat yang mengandung banyak zat
berefikasi, kuantifikasi semua zat berefikasi tidak
diperlukan, cukup beberapa zat yang dapat
menunjukkan jumlah dan kecepatan absorpsi.
Pemilihan marker ini perlu ditentukan untuk setiap
kasus.
Jika pendekatan farmakokinetik in vivo tidak dapat
dilakukan, lakukan cara in vitro, jika inipun tidak
dapat, terpaksa dilakukan cara farmakodinamik atau
klinik.

5.10. Metode bioanalitik


Bagian bioanalitik dari studi BE harus dilaksanakan
dengan mengikuti prinsip-prinsip Good Laboratory
Practice (GLP).
Metode bioanalitik yang digunakan untuk menetapkan
kadar obat dan metabolitnya dalam plasma / serum,
darah atau urin harus memenuhi persyaratan
(1) stabilitas dalam sampel biologik pada kondisi
analisis dan selama waktu penyimpanan,
(2) spesifisitas untuk obat yang diteliti, sehingga
hasilnya valid (sahih) dan dapat dipercaya,
(3) akurasi (ketepatan),
(4) limit of quantification (LOQ),
(5) presisi (ketelitian), dan
(6) fungsi respons.

Metode yang digunakan umumnya


cara kimiawi, kecuali untuk antibakteri
dapat digunakan cara mikrobiologis.
Kurva kalibrasi harus dibuat untuk
setiap zat yang harus diukur setiap
kali dilakukan pengukuran kadar
dalam sampel.
Validasi metode proses dan
penanganan sampel biologik juga
diperlukan

Metode yang digunakan harus dijelaskan, divalidasi dan


didokumentasi.
Hasil validasi harus dilaporkan, antara lain :
- validasi sebelum dan selama studi
- kisaran kalibrasi harus sesuai dengan kadar dalam sampel
- jika ada modifikasi metode sebelum dan selama analisis
sampel, makadiperlukan revalidasi dan harus dilaporkan
- jika penetapan kadar akan digunakan di tempat lain, harus
divalidasi di setiap tempat dan dilakukan perbandingan
antar tempat.
- penetapan kadar yang tidak digunakan secara teratur
perlu revalidasi yang cukup untuk menunjukkan bahwa
hasilnya sesuai dengan validasi pada awalnya.
Studi revalidasi harus didokumentasi sebagai lampiran.

- dalam 1 studi, penggunaan 2 atau lebih


metode untuk mengukur sampel dalam
matriks biologik yang sama dan dalam kisaran
kalibrasi yang sama, sangat tidak dianjurkan.
- jika studi yang berbeda akan dibandingkan
sedangkan sampel dari studi yang berbeda
tersebut diukur dengan metode yang berbeda,
dan metode yang berbeda tersebut mencakup
kisaran dosis yang sama dan matriks biologik
yang sama, maka metode yang berbeda
tersebut harus divalidasi silang.
Validasi metode bioanalitik harus dilakukan
sesuai dengan pedoman validasi metode
bioanalitik dari US FDA untuk industri.

5.11. Parameter bioavailabilitas


Pada studi bioavailablitas (BA),
bentuk dan luas area di bawah kurva
kadar plasma terhadap waktu, serta
profil ekskresi ginjal kumulatif dan
kecepatan ekskresi digunakan untuk
menilai jumlah dan kecepatan
absorpsi.

5.11.1. Parameter bioavailabilitas dari


sampel darah
a. Untuk studi dosis tunggal
- AUCt = Area di bawah kurva kadar obat (atau
metabolit) dalam plasma (atau serum atau darah)
terhadap waktu dari waktu 0 sampai waktu terakhir
kadar obat diukur - dihitung secara trapezoidal.
- AUC = AUC dari waktu 0 sampai waktu tidak
terhingga = AUCt + Ct / ke ~ menggambarkan
jumlah obat yang bioavailabel
- Cmax = kadar puncak (maksimal) obat (atau
metabolit) dalam plasma (atau serum atau darah)
yang teramati.
- tmax = waktu sejak pemberian obat sampai
dicapai Cmax

- t = waktu paruh obat (atau


metabolit) dalam plasma (atau serum
atau darah)
AUC dan Cmax merupakan
parameter yang paling relevan untuk
penilaian BE.
AUCt paling dapat dipercaya untuk
menggambarkan besarnya absorpsi
(jumlah obat yang bioavailabel).

b. Untuk studi kadar tunak


- AUC = AUC selama satu interval dosis ()
pada keadaan tunak
- Cmin = kadar minimal obat (atau metabolit)
dalam plasma (atau serum atau darah),
yakni kadar pada akhir interval dosis
- Cmax = kadar maksimal obat dalam plasma
yang teramati
- Cav = kadar rata-rata selama satu interval
dosis
- Fluktuasi = (Cmax Cmin) / Cav
- Swing = (Cmax Cmin) / Cmin

5.11.2. Parameter bioavailabilitas dari sampel urin


a. Untuk studi dosis tunggal
- Aet = jumlah kumulatif obat utuh (atau metabolit) yang
dikeluarkan atau ditemukan dalam urin dari waktu 0 sampai
waktu terakhir kadar diukur
- Ae = Ae dari waktu 0 sampai waktu tidak terhingga,
diperoleh dengan cara ekstrapolasi = jumlah obat maksimal
yang diekskresi dalam urin ~ sebanding dengan jumlah
obat yang bioavailabel
- dAe/dt = kecepatan ekskresi obat dalam urin
- (dAe/dt)max = kecepatan maksimal ekskresi obat dalam
urin ~ terjadi pada waktu tmax (plasma) dan besarnya
sebanding dengan Cmax (plasma), sehingga besarnya
bergantung pada jumlah dan kecepatan absorpsi.

Ae dan (dAe/dt)max merupakan parameter yang paling


relevan untuk penilaian BE.
Aet paling dapat dipercaya untuk menggambarkan
besarnya absorpsi (jumlah obat yang bioavailabel).

b. Untuk studi kadar tunak


- Ae = Ae selama satu interval dosis
() pada keadaan tunak.

5.12. Analisis data


Tujuan utama penilaian bioekivalensi adalah untuk
menghitung perbedaan bioavailabilitas antara produk uji dan
produk pembanding, dan untuk menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna secara klinik.
Jika pada t0 ditemukan obat dengan kadar < 5 % Cmax maka
data dari subyek ini dapat dimasukkan dalam analisis tanpa
penyesuaian.
Tetapi jika C0 ini > 5 % Cmax, maka subyek ini harus
dikeluarkan dari analisis.
Jika subyek muntah pada atau sebelum 2 x median tmax pada
studi BE untuk produk lepas cepat, maka data subyek ini harus
dikeluarkan dari analisis.
Pada studi BE untuk produk lepas lambat, data subyek yang
muntah kapan saja harus dikeluarkan.
Observasi yang merupakan outliers tidak boleh dibuang jika
tidak ada alasan yang kuat bahwa telah terjadi kesalahan
teknis.
Analisis data harus dilakukan dengan dan tanpa nilai-nilai
tersebut dan harus dikaji dampaknya terhadap kesimpulan
studi.
Harus dicari penjelasan medis atau farmakokinetik untuk
observasi demikian.

5.12.1. Analisis statistik


a. Dari data darah
- Parameter bioavailabilitas yang dibandingkan untuk penilaian
bioekivalensi adalah AUC, Cmax dan tmax
- Cara menghitung AUC0t ; AUC0 ; ke , t
- Data yang bergantung pada kadar, yakni AUC dan Cmax , harus
ditransformasi logaritmik (ln) terlebih dulu sebelum dilakukan
analisis statistik, karena kinetik obat mengikuti kinetik first order
sehingga dalam skala logaritmik akan diperoleh distribusi yang
normal dan varians yang homogen.
Selanjutnya nilai-nilai ln AUC ke-2 produk dibandingkan
menggunakan analisis varians (ANOVA) untuk desain menyilang 2way yang memperhitungkan sumber-sumber variasi berikut :
- produk obat yang dibandingkan (Test dan Reference),
- periode pemberian obat (I dan II),
- subyek, dan
- urutan (TR dan RT).
Demikian juga nilai-nilai ln Cmax ke-2 produk dibandingkan
dengan cara yang sama.

Tabel ANOVA berikut harus dipresentasikan :


- ANOVA : Data dalam ln
- Sumber variasi Degrees of Sum of Mean F
- Freedom squares square (df) (SS)
- (MS) = SS/df
Inter-Subyek n - 1
Urutan (Sequence) (2-1) = 1 SSSeq MSSeq MSSeq/MSResid
(suby)
Residual (Suby) n 2 SSResid (suby) MSResid (suby)
MSResid (suby)/MSResid
Intra-Subyek
- Produk obat (2-1) = 1 SSProd MSProd MSProd/MSResid
- Periode (2-1) = 1 SSPeriod MSPeriod MSPeriod/MSResid
- Residual n 2 SSResid MSResid
T O T A L 2n 1 SSTotal

- Untuk tmax biasanya hanya dilakukan statistik


deskriptif.
Jika perlu dibandingkan, digunakan statistik nonparametrik pada data yang asli (tidak ditransformasi),
dengan = 5 %
- Untuk ke-3 parameter tersebut di atas, selain dihitung
90 confidence intervals (90 % CI) untuk perbandingan
ke-2 produk, juga dihitung statistik ringkasan seperti
nilai rata-rata (arithmetic & geometrik, untuk AUC dan
Cmax) atau median (untuk tmax), serta nilai-nilai
minimum dan maksimum.
- Untuk parameter-parameter lainnya seperti
Cmin,Fluktuasi, t, berlaku pertimbanganpertimbangan yang sama untukmenggunakan data
yang ditransformasi logaritmik (ln) atau yang tidak
ditransformasi.

b. Dari data urin


Parameter yang dibandingkan adalah
Ae dan (dAe/dt)max

5.12.2. Kriteria bioekivalen


Produk uji (test = T) dan produk pembanding (reference = R)
dikatakan bioekivalen jika :
a. Rasio nilai rata-rata geometrik (AUC)T / (AUC)R = 1.00
dengan 90% CI = 80 -125%. Untuk obat-obat dengan indeks
terapi yang sempit, interval ini mungkin perlu dipersempit (90
111%). Interval yang lebih lebar mungkin dapat diterima
jika didasari pertimbangan klinik yang jelas.
b. Rasio nilai rata-rata geometrik (Cmax)T / (Cmax)R juga =
1.00 dengan 90% CI = 80 125%. Oleh karena Cmax lebih
bervariasi dibanding AUC, maka interval yang lebih lebar
mungkin cocok. Interval ini harus ditetapkan sebelumnya,
mis. 75 133% atau 70 143%, dan harus diberikan alasan
dengan mempertimbangkan efikasi dan keamanannya,
terutama bagi penderita yang berganti-ganti produk.
c. Perbandingan tmax dilakukan hanya jika ada claim yang
relevan secara klinik mengenai pelepasan atau kerja yang
cepat atau adanya tanda-tanda yang berhubungan dengan
efek samping obat.
90 % CI dari perbedaan tmax harus terletak dalam interval
yang relevan secara klinik.

Catatan :
Nilai confidence interval (CI) tidak
boleh dibulatkan; jadi untuk CI 80125, nilainya harus minimal 80.00
dan tidak lebih dari 125.00.

5.12.3. Catatan untuk bioekivalensi


individual dan populasi.

Sampai sekarang, kebanyakan studi


bioekivalensi didesain untuk menilai
bioekivalensi rata-rata. Oleh karena
pengalaman yang terbatas dengan
bioekivalensi populasi dan
bioekivalensi individual, maka untuk
itu tidak diberikan rekomendasi
khusus.

5.13. Variasi
Jika suatu produk obat direformulasi
dari formulasi lama yang telah
disetujui atau cara pembuatannya
dimodifikasi oleh produsennya
dengan cara yang diperkirakan dapat
mempengaruhi bioavailabilitas
produk obat tersebut, maka studi BE
diperlukan, kecuali jika ada alasan
untuk tidak melakukannya.

Jika bioavailabilitas produk obat yang


mengalami perubahan tersebut di atas telah
diteliti dan korelasi antara bioavailabilitas in
vivo dan disolusi in vitro dapat diterima,
maka studi BE in vivo tidak usah dilakukan
asal laju disolusi in vitro produk baru
tersebut mirip dengan laju disolusi produk
yang telah disetujui. Kondisi uji yang sama
digunakan untuk menunjukkan korelasi
tersebut. Untuk semua kasus lain, studi BE
harus dilakukan

Jika produk inovator mengalami perubahan,


maka yang digunakan sebagai pembanding
pada studi BE dan uji disolusi biasanya adalah
produk dengan formula,cara pembuatan,
kemasan dsb. yang baru ini, dan produk lain
yang dibuat sesuai dengan perubahan
tersebut harus diuji terhadap produk ini.
Jika produk copy mengalami perubahan,
maka produk pembanding untuk studi BE
harus produk inovator.

5.14. Suprabioavailabilitas
Jika bioavailabilitas produk uji lebih
besar dibandingkan produk
pembandingnya
(suprabioavailabilitas), maka harus
dilakukan reformulasi.
Studi bioekivalensi harus dilakukan
lagi dengan produk reformulasi
tersebut.

6. PRODUK YANG MENGANDUNG ZAT


KIMIA BARU
6.1. Bioavailabilitas
Suatu zat kimia baru yang ditujukan untuk
bekerja sistemik, availabilitas
sistemiknyaharus ditentukan dengan
membandingkannya terhadap sediaan
intravena (bioavailabilitas absolut).
Jika tidak memungkinkan (karena alasan
teknis atau keamanan), maka
bioavailabilitas relatif terhadap larutan atau
suspensi oral harus ditentukan.
Dalam hal prodrug, larutan intravena
pembanding harus terbuat dari zataktifnya.

6.2. Bioekivalensi
Selama perkembangannya, studi
bioekivalensi diperlukan sebagai
studi yang menjembatani antara
formulasi untuk uji klinik dan produk
obat yang akan dipasarkan.

7. LAPORAN HASIL STUDI


Laporan studi BE harus mencantumkan:
- nama dan afiliasi serta tandatangan para peneliti,
tempat studi, dan waktu pelaksanaan studi
- dokumentasi bahwa pelaksanaan studi sesuai
dengan prinsip Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB),
termasuk surat persetujuan Komisi Etik setempat,
dan informed consent yang ditandatangani oleh
setiap subyek penelitian
- nama, nomor batch dan komposisi produk obat
uji; spesifikasi obat jadi dalam bentuk sertifikat
analisis dan hasil uji disolusi terbanding;
pernyataan sponsor bahwa produk obat uji identik
dengan produk yang didaftarkan untuk izin
pemasaran

7. Laporan Hasil studi


- nama, nomor batch dan tanggal kadaluarsa
produk pembanding
- validasi metode pengukuran kadar obat dalam
plasma/urin, mencakup seluruh kisaran kadar
yang diukur dalam spesimen; contoh
kromatogram atau data kasar lainnya.
- data kadar obat dalam plasma/urin vs waktu dari
masing-masing subyek disertai statistik
deskriptifnya (rata-rata, median, SD, minimum
dan maksimum)
- kurva kadar obat dalam plasma/urin vs waktu dari
masing-masing subyek, dalam skala biasa
(arithmetic) maupun skala logaritmik (ln).
- cara menghitung AUC0t ; AUC0 ; ke , t

7. Laporan Hasil studi

- nilai parameter bioavailabilitas dari


masing-masing subyek disertai
statistik deskriptifnya
- data yang dibuang disertai alasannya
- data dari subyek yang dropout dan
mengundurkan diri
- analisis statistik (yang cukup rinci agar
dapat diulang jika perlu) dan cara
perhitungannya, termasuk 90 % CI
- kesimpulan studi

8. DAFTAR RUJUKAN (BIBLIOGRAFI)


1. Marketing authorization of pharmaceutical products with
special reference to multisource (generic) products : a
manual for a drug regulatory authority. Regulatory Support
Series, No. 5. Geneva : WHO; 1999, p. 109-46.
2. Committee for Proprietary Medicinal Products (CPMP). Note
for guidance on the investigation of bioavailability and
bioequivalence. London : EMEA; 2001.
3. Biopharmaceutics Coordinating Committee. Guidance for
Industry : Bioavailability and bioequivalence studies for
orally administered drug products general considerations.
Bethesda : Center for Drug Evaluation and Research
(CDER), US FDA; 2000.
4. Health Canada. Guidance for Industry : Conduct and
analysis of bioavailability and bioequivalence studies Part
A : Oral dosage formulations used for systemic effects.
Ottawa, Ontario : Health Products and Food Branch, Ministry
of Health, Canada; 1992.

5. Guidance on the selection of comparator pharmaceutical


products for equivalence assessment of interchangeable
multisource (generic) products. WHO Technical ReportSeries,
No. 902, 2002.
6. Biopharmaceutics Coordinating Committee. Guidance for
Industry : Bioanalytical method validation. Rockville : Center
for Drug Evaluation and Research (CDER), US FDA; 2001.
7. Diletti E, Hauschke D, Steinijans VW. Sample size
determination for bioequivalence assessment by means of
confidence intervals. Int J Clin Pharmacol Ther Toxicol 1991;
29(1) : 1-8.
8. Diletti E, Hauschke D, Steinijans VW. Sample size
determination : extended tables for the multiplicative model
and bioequivalence ranges of 0.9 to 1.11 and 0.7 to 1.43.
Int J Clin Pharmacol Ther Toxicol 1992; 30(8) : 287-290.
9. Sauter R, Steinijans VW, Diletti E, Bhm A, Schulz H-U.
Presentation of results from bioequivalence studies. Int J Clin
Pharmacol Ther Toxicol 1992; 30 (Suppl 1) : S7-30.

Persamaan-persamaan Bioavaibilitas

Studi ini berhubunngan dengan


pharmakokinetik caffeine. Caffein
dengan dosis 2.5 mg/kg yang
diberikan melalui intra vena dan oral
pada kuda dengan berat rata-rata
sekitar 500 kg. Kesimpulan dari
beberapa data ditetapkan dari
percobaan adalah seperti berikut
dibawah ini. Silahkan isi sel yang
kosong.

Biofarmasi

Oleh:
Dr. karsono, Apt.
Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU Medan

Kuliah ke : VI
Topik
MODEL-MODEL UJI BIOEKIVALENSI

Contoh: Uji Bioekuivalensi


AMINOFILIN
Pendahuluan
Aminofilin adalah suatu bronkhodilator, digunakan
untuk terapi asma dan peyakit paru obstruktif.
Aminofilin merupakan senyawa kompleks teofilin
dengan etilendiamin, dengan kandungan teofilin
anhidrat bervariasi antara 79-86 %.
Sebagai pedoman, 1,27 g aminofilin setara
dengan 1 g teofilin.
Dalam tubuh aminofilin terurai menjadi teofilin.
Dosis teofilin bervariasi tergantung kondisi dan
respon pasien, umumnya berkisar antara 10-13
mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian.

..pendahuluan

Teofilin termasuk obat-obat yang mempunyai


lingkup terapi (therapeutic range) sempit. Artinya,
jarak antar dosis terapatik dan dosis toksis kecil,
sehingga efek toksik akan mudah timbul apabila
dosis atau kadarnya melewati ambang toksik.
Telah diketahui bahwa pencegahan efek toksik
temyata dapat diupayakan dengancara
mempertahankan kadamya pada lingkup terapeutik
optimal antar 7,5-15 ug/ml.
Kadar diatas 15 ug/ml dapat menimbulkan gejala
toksik, beruapa palpitasi, gangguan konsentrasi,
aritmia, takhikardi dan agitasi.
Efek samping teofilin yang sering dijumpai adalah
sakit kepala, insomnia dan iritasi gastrointestinal.

SIFAT FARMAKOKINETIK
Kelarutan aminofilin lebih besar daripada teofilin, tetapi
temyata derajad absorpsinya tidak banyak berbeda.
Setelah pemberian per-oral, obat ini diabsorpsi dengan
cepat, sehingga kadang-kadang terjadilonjakan kadar
dalam darah yang menimbulkan gejala efek samping.
Pemberian teofilin/aminofilin bersama dengan
katekolamin dan simpatomimetik golongan amina
harus hati-hati karena dapat memperkuat aksi
takhiaritmia.
Teofilin mengalami metabolisme terutama di hepar dan
8 % fraksi obat diekskresikan melalui urin dalam
bentuk tetap.

UJI KETERSEDIAAN HAYATI

Sukarelawan : penelitian melibatkan 12 sukarelawan lakilaki sehat, berumur 20-31 tahun, dengan berat badan 49-68
kg. Sukarelawan tidakmempunyai riwayat gangguan
gastrointestinal, penyakit jantung, hepar maupun ginjal.

Pemeriksaan laboratorik terhadap fungsi ginjal, fungsi


hepar, hematologi dan kimia darah menunjukkan hasil yang
normal.

Obat uji dan cara pemberian : penelitian ini


membandingkan 2 bahan uji, yakni tablet AMINOF1LIN 200
mg (Generik) vs. sirop AMINOFILIN 200 mg/20 ml (____).

Obat uji diberikan sebagai dosis tunggal 200 mg setelah


puasa semalam. Obat diminum dengan 200 ml air putih.

Analisa kinetik : sampel darah diambil


pada jam-jam ke 0, 0.25, 0.5, 1, 1.5, 2, 4,
8, dan 24 jam setelah minum obat uji,
untuk kemudian dipisahkan plasmanya.
Analisis kadar teofilin dalam plasma
dilakukan dengan High Performance Liquid
Chromatography, kemudian parameter
ketersediaan hayati (Tmax, Cmax, AUCo" )
dihitung dengan asumsi model satu
kompartemen terbuka.
Analisis Statistik : Uji- t-pasangan
digunakan untuk membandingkan nilai
Tmax, Cmax dan AUCo yang diperoleh
setelah pemberian kedua obat uji.

HASIL PENGUJIAN
Nilai ketiga parameter ketersediaan hayati yang diperoleh
setelah pemberian tablet AMINOFILIN (Generik) maupun
strop AMINOFILIN (_____) temyata praktis sama.
'Nilai Tmax tablet AMINOFILIN dijumpai sedikit lebih besar,
yakni 1,70,1 jam vs 1,60,1 jam, namun hal ini bisa
dimengerti karena pembandingnya berupa sediaan cair.
Telah diketahui, bahwa disolusi obat dalam sediaan cair lebih
cepat bila dibandingkan sediaan padat. Namun demikian,
perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik.
Nilai Cmax maupun AUCo, yang menunjukkan derajad
ketersediaan hayati juga praktis sama antara kedua sediaan,
yaitu berturut-turut 2,80,0 vs 2,80,0 ug/ml dan 33,41,4
vs 34,91,4 ug/ml.jam.
Waktu paruh eliminasi (Tl/2) kedua sediaan praktis sama,
yakni 5,80,2 jam dan 5,80,1 jam.

Tabel.
Nilai parameter ketersediaan hayati teofilin setelah pemberiaan
dosis
tunggal 200mg AMINOFILIN tablet (Genetik) dan
AMINOFILIN sirop
(_____) pada 12 sukarelawan laki-laki sehat
(maanSEM).

Obat Uji

Tmax
(jam)

AMINOFILIN
(Generik)

1,70,1

AMINOFILIN

Uji t-pasangan, p>0,05

1,60,1

Cmax
(ug/ml)

2,8 0,0
2,8 0,0

AUC
(ug/ml.jam)

33,4 1,4
34,9 1,4

Dari kurva kadar teofilin vs waktu berikut ini,


dapat dilihat bahwa pada fase absorpsi, profil
kedua obat uji praktis sama.
Kemudian penurunan kadar pada fase eleminasi
juga nampak identik. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan kecepatan eleminasi antara
kedua obat yang dibandingkan.
Dengan melihat bahwa sediaan tablet Aminofilin
Generik mempunyai kecepatan dan ketersediaan
hayati yang sama dengan sediaan
pembandingnya, maka dapat dikatakan bahwa
sediaan Aminofilin generik ini mempunyai
ketersediaan hayati yang sangat baik.

Kurva kadar teofilin plasma Vs waktu.


Tablet AMINOFILIN
(Generik.)
Sirup Aminofilin

KESIMPULAN
Dari hasil uji ketersediaan hayati ini
dapat disimpulkan, bahwa tablet
AMINOFILIN (Generik) dan strop
AMINOFILIN (___) adalah
bioekuivalen.

Metode lain untuk perhitungan


bioekivalen produk obat.

Cara perhitungan bioekuivalen


dengan menggunakan persamaanpersamaan parameter
farmakokinetik sbb.:

Persamaan-persamaan Bioavaibilitas

Studi ini berhubunngan dengan


pharmako- kinetik caffeine.
Caffein dengan dosis 2.5 mg/kg yang
diberikan melalui intra vena dan oral pada
kuda dengan berat rata-rata sekitar 500
kg.
Kesimpulan dari beberapa data ditetapkan
dari percobaan adalah seperti berikut
dibawah ini. Silahkan isi sel yang kosong.

Cefetamet pivoxil merupakan prodrug dari


cefetamet.
Studi perbandinngan bioavailibilitas
cefetamet pivoxil bentuk tablet dengan
bentuk syrup. Kesimpulan dari beberapa
data ditetapkan dari percobaan adalah
seperti berikut dibawah ini. Selanjutnya
isilah sel dengan data yang tepat.

Cefixime merupakan obat golongan


cephalosporin berspektrum luas dimana
aktif terhadap bakteri gram positif dan
gram negatif. Pada studi ini, 16 subjek
masing-masing diberikan 200 mg dosis
secara intravena dan kemudian 200 mg
kapsul dengan Perbedaan waktu pemberian
masing-masing dosis. Kesimpulan dari
beberapa data yang ditetapkan dari
percobaan ini seperti berikut dibawah ini.
Dari data sebelumnya, silahkan hitung
tabel berikut :

Ceftibuten merupakan senyawa baru dari


cephalosporin oral dengan aktivitas yang
potent terhadap enterobacteriaceae dan
organisme gram positif tertentu. Dalam
studi ini dua grup diberikan berlainan , 400
mg bentuk dosis oral ceftibuten atau 200
mg iv bentuk bolus ceftibuten. Kesimpulan
dari beberapa data yang ditetapkan dari
percobaan ini seperti berikut dibawah ini.
Dari data sebelumnya, silahkan hitung
tabel berikut

Cimetidin merupakan antagonis reseptor


histamin dimana dengan treatment pada
penyakit gastric dan duodenal ulser.Pada
studi ini, pasien diberikan 300 mg
cimetidin dalam bentuk iv bolus pada hari
pertama dan data yang ada dikumpulkan.
Pada hari kedua, pasien diberikan 300 mg
cimetidine oral dan data dikumpulkan.
Kesimpulan dari beberapa data yang
ditetapkan dari percobaan ini seperti
berikut dibawah ini.

Anda mungkin juga menyukai