Anda di halaman 1dari 5

1

Etika Kepedulian: Kritik Terhadap Kant1


2 OLEH: FRANZ MAGNIS-SUSENO

ETIKA KEPEDULIAN: KRITIK TERHADAP KANT1

Pengantar: Bom Carol Gilligan


Bahwa pemikiran kaum perempuan menegaskan segi-segi yang berbeda, bahkan sering bertentangan, dari pemikiran kaum laki-laki dalam lsafat moral sudah kelihatan sejak 1970-an. Sudah ada pelbagai publikasi mengenai etika feminis. Namun kiranya tidak berlebihan dikatakan bahwa buku yang paling berpengaruh adalah In a Different Voice (1983) karya Carol Gilligan. Bukan hanya bahwa Gilligan menegaskan kekhususan perempuan jika berlsafat, melainkan dalam buku ini ia juga menunjukkan letak kekhususan itu, atau bagaimana bentuk sebuah etika yang khas intuisi perempuan itu: Itu adalah etika yang sekarang kita sebut etika kepedulian (ethics of care). Apa kekhususannya? Gilligan waktu itu salah seorang rekan tim Lawrence Kohlberg yang meneliti bagaimana kesadaran moral berkembang pada orang muda. Hasil-hasil termasyhur Kohlberg (bandingkan Kohlberg 1981, 1984) adalah bahwa perkembangan itu berjalan melalui enam tahap, dari penilaian moral yang semata-mata memperhatikan untung-rugi bagi dirinya sendiri, melalui kesadaran yang melihat orang lain sebagai nilai pada dirinya sendiri, sampai ke tahap orang bertindak secara otonom menurut sebuah moralitas berprinsip. Perlu dicatat bahwa moralitas otonom itu digariskan menurut Immanuel Kant. Yang dikritik Gilligan adalah bahwa deskripsi Kohlberg tentang tahap-tahap kedewasaan moral, khususnya yang tertinggi, tahap keenam, mencerminkan prasangka-prasangka khas laki-laki. Sehingga kalau perempuan mengembangkan intuisi-intuisi dan sikap-sikap yang khas baginya, maka ia akan dianggap tetap di tahap ketiga perkembangan moral saja. D.l.k., kalau mengikuti Kohlberg, kaum perempuan harus dianggap rata-rata tidak dewasa secara moral. Lebih konkret Gilligan mengkritik bahwa tolok ukur kemajuan moral menurut Kohlberg adalah pencapaian sikap moral yang berorientasi pada prinsip-prinsip abstrak keadilan, sedangkan unsur-unsur moralyang menurut Gilligan khas perempuanyaitu kepedulian pada orang lain secara konkret yang berdasarkan empati, kebaikan hati atau belas kasihan, dianggap sebagai tahap sementara dalam arti bahwa tahap itu perlu diperlengkap dengan wawasan keadilan yang berprinsip. Gilligan menuduh Kohlberg sebagai seksis, atau berat sebelah karena prasangka gender, dan menuntut agar etika kepedulian itu dianggap sama benar dan sama bermutunya dengan etika keadilan.

Franz Magnis-Suseno2

Makalah seri ketiga Kuliah Umum Filsafat Etika dari Yunani Klasik hingga Jawa di Teater Salihara, 16 Februari 2013, 16:00 WIB. Makalah ini sudah disunting. 2 Franz Magnis-Suseno, S.J. adalah Guru Besar Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta. Bukunya, antara lain, Etika Dasar (1987), Etika Jawa (1996), dan Menalar Tuhan (2006).
1

Makalah Kuliah Umum | Februari 2013

2
Buku Gilligan betul-betul sebuah bom dalam etika, meskipun implikasi-implikasinya baru mulai disadari sekarang. Apalagi, sementara itu etika berwawasan Kant sebagaimana menjadi acuan Kohlberg, juga John Rawls, semakin dikritik dari pihak-pihak lain, terutama dari sudut komunitarisme (misalnya Alasdair MacIntyre), Neo-Aristotelianisme (misalnya Robert Spaemann) dan Neo-Hegelianisme (misalnya Charles Taylor). Etika kepedulian adalah sesuatu yang betul-betul baru, atau, lebih tepat, yang sejak lama dilupakan, justru dalam etika losos yang selalu dikuasai oleh kaum laki-laki. Sejak Gilligan etika kepedulian mulai dilawankan terhadap etika keadilan. Diperdebatkan dengan panas, apakah EP itu memang khas etika feminis atau netral gender dan hanya ditemukan oleh perempuan, itu pun karena perempuan lebih terbuka terhadap perspektif itu atau kebetulan, lalu mana yang lebih tinggi, apakah yang satu harus mengalahkan yang lain, dan juga sejauh mana jangkauan kegunaan etika feminis. Ada beberapa pertanyaan yang muncul:

1. Apakah etika kepedulian yang mementingkan hubungan personal langsung harus diarahkan kepada siapa saja? Apa alasan saya harus peduli? 2. Bukankah etika kepedulian yang mengabaikan keadilan merupakan invitation to dispense with morality and replace it with nepotism, favouritism, and injustice (Brian Barry)? 3. Apakah sebenarnya hubungan antara etika kepedulian dan etika keadilan? 4. Apakah etika kepedulian khas moralitas perempuan? Sebelum mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, saya mau menunjuk bahwa selain Gilligan (dan kiranya di luar pengetahuannya) ada pemikiran kritis terhadap etika ala Kant dengan tekanan besar pada keadilan. Yang akan saya singgung adalah Iris Murdoch, Immanuel Levinas dan Robert Spaemann.

Iris Murdoch
Iris Murdoch, dengan nama lengkap Dame Jean Iris Murdoch, lahir pada 1919 di Dublin, Irlandia, tetapi besar di London. Murdoch belajar bahasa Latin dan Yunani, Sejarah Kuno dan Filsafat di Oxford University. Selama Perang Dunia II ia menjadi anggota aktif Partai Komunis, tetapi kemudian kecewa dan keluar dari partai. Ia belajar lsafat di tingkat pascasarjana di bawah bimbingan Ludwig Wittgenstein. Sampai 1963 ia mengajar lsafat di Oxford, kemudian menghabiskan seluruh waktu untuk menulis. Ia meninggal dunia pada 1999. Murdoch berpendapat bahwa etika Kant, apalagi etika pasca-Kant, gagal menangkap apa yang terjadi dalam pengalaman moral. Sejak Kant ada semacam dogma bahwa realitas dan nilai, Is(ada) dan Ought (harus ada) harus dipisahkan. Dari bagaimana bentuk realitas tidak dapat ditarik kesimpulan tentang bagaimana kita harus bersikap terhadapnya. Tantangan sebenarnya moralitas adalah bagaimana sebuah energi yang secara alami berpusat pada dirinya sendiri dapat diarahkan kembali sedemikian rupa hingga pada saat pilihan kita pasti bertindak dengan benar (1970, 54). Jadi bagaimana kita dapat keluar dari egoisme yang semata-mata berpusat pada diri kita sendiri, yang sering melindungi diri di belakang segala macam fantasi dan pandangan miring tentang kenyataan di luar kita? Dalam situasi ini imperatif kategoris Kant, keputusan otonom Hare, loncatan eksistential Sartre atau utilitarianisme John Stuart Mill tidak membantu. Masalahnya tidak terletak dalam kehendakpadanya losof-losof itu memasang perhatiannyamelainkan bagaimana mendobrak keterpusatan pada diri sendiri. Yang bisa melawan energi amburadul ego empiris kita ini hanyalah suatu daya tarik yang lebih kuat. Daya tarik itu kita rasakan apabila kita membuka mata untuk melihat realitas di sekitar kita secara adil
Makalah Kuliah Umum | Februari 2013

3
dan positif. Dan kita mampu melihatnya demikian karena makin kita keluar dari diri kita dan bersedia memandang apa yang ada, makin kita menyadari daya tarik tuntutan untuk bersikap baik dan tidak buruk, dalam bahasa Murdoch, daya tarik Yang Baik. Seperti orang-orang Platon harus keluar dari gua untuk melihat realitas yang nyata dalam cahaya matahari, begitu kita harus keluar dari keterpusatan pada diri sendiri, membuka mata dengan simpati pada realitasterutama pada manusia-manusia laindalam cahaya tarikan idea kebaikan. Bukan keputusan moral, melainkan perhatian dan ketaatan adalah sikap moral dasar. Apabila kita melihat dengan tepat, dengan adil dan dengan hati yang baik, kita dengan sendirinya sudah tahu bagaimana kita harus bersikap. Murdoch seorang ateis yakin dan secara eksplisit menolak bahwa idea yang baik itu sama dengan Allah. Penulis ini minta izin untuk berbeda pendapat. Menurut Iris sang ateis (seorang manusia yang sangat disayangi oleh mereka yang mengenalnya) melawan teorinya sendiri menunjuk pada realitas Ilahi dalam hidup kita.

Emmanuel Lvinas
Lvinas lahir pada 1912 di Lituania sebagai anak keluarga Yahudi. Sejak 1923 ia menetap di Prancis. Ia mulai dengan studi lsafat. Suatu kunjungan studi selama dua semester ke Freiburg, Jerman, ketika ia mengikuti kuliah-kuliah Husserl dan Heidegger menjadi amat penting baginya dalam menemukan panggilannya dalam lsafat. Pada 1939, pada permulaan Perang Dunia II, ia harus masuk tentara Prancis dan setahun kemudian menjadi tahanan perang di Jerman. Sementara itu seluruh keluarganya di Lituania yang diduduki tentara Jerman dibunuh karena mereka Yahudi. Tak pernah Lvinas akan kembali ke Jerman. Pada 1961 terbitlah buku besar pertama Lvinas Totalit et inni (Totalitas dan YangTak-Terhingga). Ia mengajar sebagai guru besar di beberapa universitas di Prancis. Pada 1974 terbit karya utama kedua, Autrement qutre ou au-del de lessence (Lain daripada Ada atau di Seberang Esensi 1). Ia meninggal dunia pada 1995. Lvinas termasuk losof yang teksnya paling sulit. Di sini hanya dapat disinggung arah visinya. Lvinas memfokuskan perhatian pada apa yang terjadi kalau saya bertemu orang lain, masih sebelum saya bereaksi, berpikir, mempertimbangkan. Yang terjadi adalah bahwa saya bertanggung jawab primordial total atas orang itu yang mukanya seakan-akan berseru jangan membunuh saya. Pada saat pertemuan itu orang itu seakan-akan dititipkan seluruhnya kepada saya, saya tersandera olehnya. Dalam kemutlakan kesadaran itu Yang Mutlak di belakang segala-galanya disadari. Maka pertemuan itu sebuah epifani, saat di mana Yang Ilahi menyatakan diri. Lvinas menarik kesimpulan bahwa tanggung jawab terhadap yang lain adalah data realitas paling pertama. Berhadapan dengan yang lain, yang tidak dapat dimanipulasi itu, aku menyadari tanggung jawab, keunikan, identitas saya. Karena tanggung jawab itu tak dapat diserahkan kepada siapa pun juga. Meskipun dalam rutinitas hidup kita biasanya menyingkirkan tanggung jawab itu secara otomatis, kenyataannya bahwa dasar paling dasar dalam sikap kita terhadap orang lain adalah kebaikan: kita dipanggil menyelamatkannya.

Robert Spaemann
Spaemann (lahir di Berlin pada 1927), professor emeritus Universitas Mnchen, adalah salah satu losof paling terkenal di Jerman. Ia seorang Katolik militan. Seperti Iris Murdoch, Spaemann bertolak dari Platon. Dari Platon ia mendobrak absurditas etika Kant yang memisahkan kewajiban dari kebahagiaan. Ia bisa melakukannya dengan, mengikuti Platon, menempatkan cinta di pusat etika.
Makalah Kuliah Umum | Februari 2013

4
Kalau dua orang saling mencintai, kebahagiaan dan kewajiban, perhatian pada diri sendiri dan pada orang lain, menjadi satu pengalaman kebaikan. Bertanggung jawab atas keselamatan orang yang dicintai menjadi kewajiban bagi yang mencintai. Padahal dalam ini kewajiban kehilangan segala keasingan, ketegaran. Memenuhi kewajiban itu terhadap yang dicintai membahagiakan. Begitu pula dalam cinta keselamatan dan kebahagiaan orang yang dicintai menjadi keprihatinan dan kepentingan saya yang pertama. Aku puas kalau dia puas. Aku gembira kalau dia gembira. Maka hubungan antara manusia dan model segala kewajiban etika adalah cinta dan persahabatan. Spaemann mengangkat ucapan Augustinus: ubi amor ibu oculus: di mana ada cinta, di situ mata melihat. Seperti sudah diketahui Platon, dalam cinta kita melihat dengan paling benar. Tentu berlaku juga kebalikan. Dalam kebencian kita sendiri semakin buta. Cinta membuka mata hati. Mudah sekali melihat kesamaan persepsi dengan Iris Murdoch ini. Tentu, cinta bukan satu-satunya norma etika. Dalam lingkungan lebih luas kita memerlukan pertimbangan normatif. Tetapi segala keharusan moral harusnya diresapi oleh cinta menjadi suatu ordo amoris (tatanan cinta, istilah Augustinus).

Penutup
Sekarang kita dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditimbulkan oleh kritik Gilligan terhadap Kohlberg. Yang dimaksud dengan etika kepedulian adalah etika yang keluar dari hati yang bersimpati dan bertanggung jawab. Itu terarahkan pada orang yang nyata-nyata menantang kebaikan kita karena kita bertemu. Tetapi juga menantang kita untuk memperbaiki situasi, struktur dan lain sebagainya. Untuk itu keadilan dan norma-norma yang merincinya perlu. Karena itu etika kepedulian mendasari dan tidak menggantikan etika keadilan. Keadilan tanpa kebaikan hati tidak punya dasar sama sekali (mengapa harus adil kalau tidak peduli?) dan cenderung menjadi ideologis dan ganas. Kepedulian tanpa keadilan bisa merosot menjadi sentimentalitas. Apakah etika kepedulian lebih cocok untuk perempuan? Tentu tidak. Barangkali perempuan lebih peka, kurang kasar ketimbang laki-laki, dalam menyikapi orang lain. Tapi tak ada etika mutu kecuali berdasarkan etika kepedulian, etika yang berakar dalam kebaikan hati, bahkan dalam cinta. Memandang orang lain dengan sabar, penuh perhatian dan simpati seperti ditulis Murdoch, itulah dasar pengembangan sikap moral yang semakin luas dan mendalam.

Pertanyaan-pertanyaan Kunci
1. Apa hubungan antara etika kepedulian dan etika keadilan: harus pilih satu? Saling mendukung, dan kalau mendukung bagaimana? 2. Apa kaitan moralitas dengan keterbukaan hati positif terhadap realitas? 3. Apa kaitan antara cinta, kebahagiaan dan kewajiban (Spaemann)? 4. Apa kira-kira yang dimaksud Levinas dengan tanggung jawab primordial terhadap orang lain?

Makalah Kuliah Umum | Februari 2013

Pustaka
Franz Magnis-Suseno 2000. 12 Tokoh Abad ke-20. Yogyakarta: Kanisius. -------- Lawrence Kohlberg: Tahap-tahap Dalam Perkembangan Moral, ibid. hlm. 149170. -------- Emmanuel Levinas: Tanggung Jawab Atas Orang Lain, ibid. hlm. 87-110.

-------- 2005. Pijar-pijar Filsafat: Dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, dari Adam Mller ke Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius. -------- 1997, 13 Model Pendekatan Etika: Bunga Rampai Teks-teks Etika dari Plato Sampai dengan Nietzsche, diterjemahkan dan diantar oleh Franz Magnis-Suseno , Yogyakarta: Kanisius, hlm. 135-154. -------- Etika Kepedulian, Etika, dan Laki-laki, Magnis 2005, hlm. 236-244.

-------- Kewajiban dan Kebahagiaan: Robert Spaemann Kembali ke Dasar Etika, Magnis 2005, hlm. 245-262. -------- 2006, Etika Abad ke-20: 12 Teks Kunci, Yogyakarta: Kanisius, Iris Murdoch: Pandangan Penuh Kasih, hlm. 131-158.

Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520 Indonesia t: +62 21 7891202 f:+62 21 7818849 www.salihara.org Makalah Kuliah Umum | Februari 2013

Anda mungkin juga menyukai