=
=
n
1 i
V
n
V
i
Kecepatan angin paduan arah barat timur :
Kecepatan angin paduan arah selatan utara :
Kecepatan angin paduan :
Catatan :
: jumlah kecepatan angin
utara, timur, selatan, dst
( ) ( )
n
NE SE 707 , 0 NW SW 707 , 0 E W
V
x
+ + +
=
( ) ( )
n
NW NE 707 , 0 SE SW 707 , 0 N S
V
y
+ + +
=
2
y
2
x
V V V + =
... , W , S , E , N
v j v i V
y x
+ =
y
X
V
j V
y
i V
x
Persistensi Angin
adalah perbandingan kecepatan angin paduan
dengan angin rata-rata :
P = V / V
Persistensi Angin P = 1, artinya angin bertiup
dalam arah sama. P = 0, angin bertiup dengan
kemungkinan sama dari semua penjuru atau
angin bertiup separo waktu dari satu arah dan
separo waktu lagi dari arah berlawanan.
Angin Utama (Prevailing Wind)
adalah angin yang mempunyai frekuensi arah
terbanyak dalam distribusi frekuensi angin yang
digambarkan dengan mawar angin (wind rose)
Gambar 12. Mawar angin, BMG, Juni 1993, jam 9 WIB.
Geser Angin (Wind Shear)
Karena angin adalah gerak udara horisontal, maka
yang dimaksud geser angin terhadap ketinggian
atau geser angin vertikal yaitu perubahan
kecepatan angin terhadap ketinggian (dV/dz)
Kecepatan angin makin
keatas makin besar dan
mendekati angin gradien
karena menjauhi gesekan
permukaan.
Geser angin dinyatakan
dengan profil angin
vertikal, misalnya profil
angin hukum pangkat,
profil angin logaritmik,
dll.
Z
z
3
z
2
z
1
V
3
V
2
V
1
V
Profil angin bentuk pangkat, secara praktis dinyatakan :
dimana :
U
z
: kecepatan angin pada tinggi z.
U
10
: kecepatan angin pada tinggi referensi 10 m.
n : parameter, bergantung stabilitas atmosfer
n = 0,2 untuk tujuan praktis.
Profil angin logaritmik berlaku untuk kondisi atmosfer
netral
dimana :
k = 0,4 : konstanta von Karman
Z
0
: parameter kekasaran
U
*
: \ t/ : kecepatan gesekan
t : tegangan geser permukaan ~ 1 10 dyne/cm
3
.
: densitas atmosfer lingkungan
n
10 z
10
Z
U U
|
.
|
\
|
=
0
0
*
Z Z berlaku ,
Z
Z
n
k
U
U > =
Angin Gradien
- Angin gradien (geostrofik) adalah angin tanpa
gesekan, biasanya pada ketinggian 1500 m
dimana gesekan permukaan dapat diabaikan.
- Ketinggian angin gradien bergantung pada
parameter kekasaran.
Gambar 13. Profil vertikal angin di atas kota, desa dan
pantai. Sumber : Davenport (1965).
Angin sekitar Bangunan
- Angin memisahkan untuk membentuk rongga
(cavity) dibelakang gedung. Angin balik terjadi
di dalam rongga (ruang) sehingga sumber-
sumber angin dibawa keatas.
Polusi yang mencapai rongga ini cenderung akan
tetap (tidak bergerak) karena terjadi percampuran
sangat lemah antara rongga dan arus utama.
Gambar 14. Arus utama disekitar bangunan. Adanya
gertakan bangunan pada tanah terbuka
akan merubah arah angin. Sumber
Perkins, 1974.
Pengaruh Bangunan pada Polusi
a) Jika cerobong tinggi maka pada rongga (cavity) bersih
polutan tetapi kepulan masuk dalam jalur olakan (wake).
Difusi kebawah meningkat oleh percampuran yang terjadi
dalam olakan turbulen.
b) Dalam kasus ini kepulan masuk kedalam rongga dari
depan sehingga terjadi konsentrasi tinggi pada sisi
belakang gedung. Studi empirik menunjukkan bahwa
cerobong asap yang terletak pada atau dekat gedung,
maka H
s
> 2,5 H
b
dimana H
s
: tinggi cerobong (stack)
dan H
b
: tinggi bangunan (Stern, 1968).
Gambar 15. Efek pemisahan pada dispersi kepulan asap. (a) tinggi
cerobong lebih tinggi, (b) hampir sama dari pada
gedung. Sumber : Perkins, 1974
Gambar 16a. Peta mawar angin di Indonesia bulan Januari.
Gambar 16b. Peta mawar angin di Indonesia bulan Juli (The
Asean Climatic Atlas, 1982).
Gambar 18. Hubungan beda temperatur darat laut dengan
kecepatan angin laut.
Gambar 17. Angin laut di Laut Jawa (Braak, 1921).
Daftar Pustaka
Perkins H. C., 1974. Air Pollution. Mc. Graw Hill Book
Company, New York.
Plate E. J., 1982. Engineering meteorology, Elsevier Publishing
Company, Amsterdam.
Sadoki W., 1994. Studi angin sebagai sumber energi alternatif di
Indonesia. Tugas Akhir, GM ITB, Bandung.
Ponofsky, H. A., 1968. Some Applications of Statistics to
Meteorology, University Park, Pennsylvania.
Bayong Tjasyono HK., 1991. Meteorological aspect of air
pollution in the Jabotabek Area, Report of LLAJR air
pollution, ITB, Bandung.
Forsdyke, A. G., 1970. Meteorological factors in air pollution,
WMO, No. 274. Geneva.
Bayong Tjasyono HK., 2004. Klimatologi, Penerbit ITB, Bandung.
Bayong Tjasyono HK., 2006. Meteorologi Indonesia I :
Karakteristik dan Sirkulasi Atmosfer, Penerbit BMG,
Jakarta.
Bayong Tjasyono HK., dan Sri Woro H., 2006. Meteorologi
Indonesia II : Awan dan Hujan Monsoon, Penerbit
BMG, Jakarta.