Pembimbing :
Dr. Pudjo Hendriyanto, Sp.PD
Disusun oleh :
FINESUKMA ADEMUKHLIS
(03.009.089)
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan
rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai Kegawatan pada
Grave disease dengan Krisis Tiroid guna memenuhi salah satu persyaratan dalam
menempuh Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti di BLU RSUD Kota Semarang.
Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat ini, yaitu :
1. dr. Susi Herawati, M.Kes selaku direktur RSUD Kota Semarang.
2. dr. Sis Eka Tjahjana, selaku ketua diklat RSUD Kota Semarang.
3. dr. Pudjo Hendriyanto, Sp.PD selaku ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam dan
pembimbing kepaniteraan Klnik Ilmu Penyakit Dalam RSUD kota Semarang.
4. dr. Syaifun Niam, Sp.PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam RSUD kota Semarang.
5. dr. Diana Novitasari, Sp.PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD kota Semarang.
6. Residen dan Rekan rekan anggota Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Kota Semarang.
Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis agar referat ini dapat menjadi
lebih baik. Penulis juga memohon maaf yang sebesar besarnya apabila banyak terdapat
kesalahan maupun kekurangan dalam referat ini. Akhir kata, penulis berharap semoga referat
ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan kepada Pembaca pada umumnya.
Semarang, Agustus 2013
Penulis
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
: Finesukma Ademukhlis
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
: Universitas Trisakti
Tingkat
Bidang pendidikan
Judul Referat
Diajukan
: Agustus 2013
Pembimbing
Mengetahui,
Ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................4
BAB 2 ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID...........................................5
BAB 2.II GRAVE DISEASE .............................................................................................8
BAB 2. III KRISIS TIROID..............................................................................................25
BAB 3 KESIMPULAN.......................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................36
yang
2013
BAB 2 ISI
A. BAB 2.I Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar terbesar, yang normalnya memiliki
berat 15 - 20 gram. Tiroid mengsekresikan tiga macam hormon, yaitu tiroksin (T4),
triiodotironin (T3), dan kalsitonin. Secara anatomi, tiroid merupakan kelenjar endokrin (tidak
mempunyai ductus) dan bilobular (kanan dan kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan)
yang terletak di depan trachea tepat di bawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus
tambahan yang membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramida.
2.
3.
Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau A.
anonyma.
2.
3.
2013
Persarafan kelenjar tiroid:
1.
2.
3.
N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara
terganggu (serak/stridor)
1.
2.
Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid merupakan
satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status valensi yang
lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.
3.
Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil
dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase
(tipe enzim peroksidase).
4.
5.
Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat oleh
I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel.
6.
Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses ini
dibantu oleh TSH.
7.
MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana
tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam proses ini.
2013
8.
Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks
golgi.
TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65%
T3 yang ada di dalam darah.
2.
Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10%
dari T4 dan 35% dari T3.
3.
Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki
aktivitas b iologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang
disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu
yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang
mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah
bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.
Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid
1. Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan dengan
reseptornya di inti sel.
2. Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP (adenosin
trifosfat) meningkat.
3. Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.
4. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin
2013
B. BAB 2.II. Grave Disease
a.
Graves
(goiter
difusa
toksika)
merupakan
penyebab
tersering
hipertiroidisme adalah suatu penyakit autonium yang biasanya ditandai oleh produksi
autoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit
Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu
pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus / mata menonjol) dan
kadang-kadang dengan dermopati.
b.
c.
2013
Sampai saat ini dikena l ada 3 autoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu
tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu
terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid
dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan
orbita dan kelenjar tiroid penderita penyakit Graves .
Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila
terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan
molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk
mempresentasikan antigen pada limfosit T .
Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan
antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan
tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin
yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita,
sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.
Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin
didalam jaringan fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya
akumulasi glikosaminoglikans .
Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan perangsangan katekolamin,
seperti takhikardi, tremor, dan keringat banyak. Adanya hiperreaktivitas katekolamin,
terutama epinefrin diduga disebabkan karena terjadinya peningkatan reseptor katekolamin
didalam otot jantung .
2013
d.
2013
d. Proptosis (dapat dideteksi dengan Hertel exphthalmometer)
e. Keterlibatan otot-otot ekstra ocular
f. Perubahan pada kornea (keratitis)
g. Kebutaan (kerusakan nervus opticus)
Oftalmopati Graves terjadi akibat infiltrasi limfosit pada otot-otot ekstraokuler
disertai dengan reaksi inflamasi akut. Rongga mata dibatasi oleh tulang-tulang orbita
sehingga pembengkakan otot-otot ekstraokuler akan menyebabkan proptosis
(penonjolan) dari bola mata dan gangguan pergerakan otot-otot bola mata, sehingga
dapat terjadi diplopia. Pembesaran otot-otot bola mata dapat diketahui dengan
pemeriksaan CT scanning atau MRI. Bila pembengkakan otot terjadi dibagian
posterior, akan terjadi penekanan nervus opticus yang akan menimbulkan kebutaan .
pada penderita usia tua (> 60 tahun), manifestasi klinis yang lebih mencolok
terutama adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati, ditandai dengan adanya
palpitasi , dyspnea deffort, tremor, nervous dan penurunan berat badan .
Gejala dan tanda apakah seseorang menderita hipertiroid atau tidak juga dapat
dilihat atau ditentukan dengan indeks wayne atau indeks newcastle yaitu sebagai
berikut:
Tabel 1: Indeks Wayne
Indeks Wayne
No
11
Nilai
+1
Berdebar
+2
Kelelahan
+2
-5
+5
Keringat berlebihan
+3
Gugup
+2
+3
-3
10
-3
2013
11
+3
No
Tanda
Ada
Tidak Ada
Tyroid teraba
+3
-3
Bising tyroid
+2
-2
Exoptalmus
+2
+1
Hiperkinetik
+4
-2
Tremor jari
+1
Tangan panas
+2
-2
Tangan basah
+1
-1
Fibrilasi atrial
+4
-3
+3
Nadi teratur
10
Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema
dibawah ini:
12
2013
13
2013
angka mendekati 0,05 mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4
bebas (free T-4/FT-4) (Subekti, 2001; Shahab, 2002; Price dan Wilson, 1995).
2. Pemeriksaan Penunjang Lain
Diagnosis laboratorik :
a. Pemeriksaan metabolisme basal
pemeriksaan metabolisme basal bukan pemeriksaan diagnosis yang baik, harus
dilakukan oleh orang yang berpengalaman.
b. Pemeriksaan kadar serum hormon dalam darah,
untuk memastikan diagnosis dan menilai berat ringan penyakit (severity) serta
merencanakan pengobatan. Meskipun pemeriksaan tunggal FT4 atau TSH
dirasakan cukup, tetapi karena masing-masing mempunyai kelemahan maka
banyak ahli menganjurkan untuk menggunakan sedikitnya 2 macam pemeriksaan
fungsi tiroid yang tidak saling selalu tergantung satu sama lain. Untuk maksud
tersebut, penggunaan FT4 dan TSH-sensitif memadai.
c. Pemeriksaan radioaktif yodium uptake leher,
pemeriksaan 24 jam akan menunjukkan nilai lebih tinggi dari normal, lebih-lebih
di daerah dengan defisiensi yodium. Kini karena pemeriksaan T4, FT4 dan TSH-s
mudah dan dijalankan dimana-mana maka RAIU jarang digunakan. Pemeriksaan
ini dianjurkan pada : kasus dengan dugaan toksik namun tanpa gejala khas (timbul
dalam jangka pendek, gondok kecil, tanpa oftalmopati, tanpa riwayat keluarga,
dan test antibodi negatif). Dengan uji tangkap tiroid, dapat dibedakan etiologi
tirotoksikosis apakah morbus graves atau sebab lain
d. Sidik tiroid
jarang dikerjakan untuk graves, kecuali apabila gondok sulit teraba atau teraba
nodul yang memerlukan evaluasi. Gambaran sindrom marine-lenhardt ditemukan
waktu melakukan sidik tiroid, yang ditanndai dengan satu atau lebih nodul (cold
nodul) atas dasar kelenjar toksik difus. Hal ini terjadi karena graves terdapat pada
gondok non toksik. Meskipun demikian tidak boleh dilupakan untuk
menyingkirkan
kemungkinan
keganasan.
Graves
selalu
dengan
gondok
2013
pengobatan RAI. Anti TPOAb diperiksa untuk menggantikan anti-Tg-Ab, sebab
hampir semua anti Tg-Ab positif juga positif untuk anti TPO-Ab, tetapi tidak
sebaliknya.
Dengan demikian diagnosis penyakit graves dapat ditegakkan dengan cara sebagai
berikut:
1.
2.
3.
Menegakkan graves dengan menunjukkan adanya stimulator diluar TSH yaitu TSAb
(yang efeknya tidak berbeda dengan TSH, padahal TSHs dalam sirkulasi justru
rendah) atau dengan test tangkap radioaktif (RAIU) yang meningkat.
4.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang sering memberikan petunjuk kearah diagnosis
ini yaitu hiperkalsemi, kadar kolesterol rendah atau dibawah normal dan alkali
fosfatase meningkat.
Diagnosis Banding
Penyakit Graves dapat terjadi tanpa gejala dan tanda yang khas sehingga
diagnosis kadang-kadang sulit didiagnosis. Atrofi otot yang jelas dapat ditemukan
pada miopati akibat penyakit Graves, namun harus dibedakan dengan kelainan
neurologik primer .
Pada
sindrom
yang
dikenal
dengan
familial
dysalbuminemic
2013
Penderita dengan penyakit jantung tiroid terutama ditandai dengan gejala-gejala
kelainan jantung, dapat berupa:
-
sebelumnya, dan gangguan fungsi jantung ini dapat diperbaiki dengan pengobatan
terhadap tirotoksikosisnya. Pada penderita usia tua dapat ditemukan gejala-gejala
berupa penurunan berat badan, struma yang kecil, atrial fibrilaasi dan depresi yang
berat, tanpa adanya gambaran klinis dari manifestasi peningkatan aktivitas
katekolamin yang jelas. Keadaan ini dikenal dengan apathetic hyperthyroidism .
3.
Komplikasi
Krisis tiroid (Thyroid storm)
Merupakan eksaserbasi akut dari semua gejala tirotoksikosis yang berat
sehingga dapat mengancam kehidupan penderita. Faktor pencetus terjadinya krisis
tiroid pada penderita tirotoksikosis antara lain:
-
Persalinan pada penderita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak diobati secara
adekuat.
Stress yang berat akibat penyakit-penyakit seperti diabetes, trauma, infeksi akut,
alergi obat yang berat atau infark miokard.
Manifestasi klinis dari krisis tiroid dapat berupa tanda-tanda hipermetabolisme
Demam tinggi, dimana suhu meningkat dari 38C sampai mencapai 41C disertai
dengan flushing dan hiperhidrosis.
16
2013
Juga tidak ada bukti yang kuat bahwa krisis tiroid terjadi akibat peningkatan
produksi triiodothyronine yang hebat. Dari beberapa studi terbukti bahwa pada krisis
tiroid terjadi peningkatan jumlah reseptor terhadap katekolamin, sehingga jantung dan
jaringan syaraf lebih sensitif terhadap katekolamin yang ada didalam sirkulasi.
Hipertiroidisme dapat mengakibatkan komplikasi mencapai 0,2% dari seluruh
kehamilan dan jika tidak terkontrol dengan baik dapat memicu terjadinya krisis
tirotoksikosis, kelahiran prematur atau kematian intrauterin. Selain itu hipertiroidisme
dapat juga menimbulkan preeklampsi pada kehamilan, gagal tumbuh janin, kegagalan
jantung kongestif, tirotoksikosis pada neonatus dan bayi dengan berat badan lahi r
rendah serta peningkatan angka kematian perinatal .
B. Penatalaksanaan Graves Disease
Faktor utama yang berperan dalam patogenesis terjadinya sindrom penyakit Graves
adalah proses autoimun, namun penatalaksanaannya terutama ditujukan untuk mengontrol
keadaan hipertiroidisme. Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis pengobatan terhadap
hipertiroidisme akibat penyakit Graves, yaitu: Obat anti tiroid, Pembedahan dan Terapi
Yodium Radioaktif. Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat
ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan
respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya.
1. Obat obatan
a. Obat Antitiroid : Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol.
Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan
dengan nama metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru
beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan metimazol.
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme
aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid
T-3 dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium,
menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan
menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang
utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya
PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-4
ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan
penurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol adalah
17
2013
efek penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga
dapat diberikan sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan
jangka waktu pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan
menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan
sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan
sampai 15 tahun setelah pengobatan.
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat
antitiroid biasanya diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid
secara klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal
pagi hari). Dosis PTU dimulai dengan 100 200 mg/hari dan metimazol /
tiamazol dimulai dengan 20 40 mg/hari dosis terbagi untuk 3 6 minggu
pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons
klinis dan biokimia. Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan
sampai dosis terkecil PTU 50 mg/hari dan metimazol / tiamazol 5 10 mg/hari
yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid dan kadar FT4 dalam
batas normal. Bila dengan dosis awal belum memberikan efek perbaikan klinis
dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap sampai dosis maksimal, tentu
dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti ketaatan pasien
minum obat, aktivitas fisis dan psikis
Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena
dapat menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan
kadar hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves.
Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan
dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg
setiap pagi selama 1 2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 20 mg
perhari.
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek
samping,
yaitu
agranulositosis
(metimazol
mempunyai
efek
samping
agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang
dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis
merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan
Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium
18
2013
radioaktif.. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan,
dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi
dengan Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema,
Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek
samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar
termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan
pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian penggunaan
obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya
dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti radioiodine 131I atau operasi. Bila
timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti dengan
obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.
Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit
Graves adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi
remisi. Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai
perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis
dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat
mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis
terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian
evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang menetap
dapat diprediksi pada hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid
bila ditemukan keadaan-keadaan sebagai berikut:
1) Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.
2) Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti
Tiroid dosis rendah.
3) Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.
Parameter biokimia yang digunakan adalah FT4 (atau FT3 bila terdapat T3
toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis,
sementara kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai
beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis
yang dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata
19
2013
b. Obat Golongan Penyekat Beta
Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat
bermanfaat
untuk
mengendalikan
manifestasi
klinis
tirotoksikosis
2013
Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain dosis, lama pengobatan,
kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium yang tinggi
didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT.
2. Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin
Yang banyak diperdebatkan adalah pengobatan penyakit Graves dengan cara
kombinasi OAT dan tiroksin eksogen. Hashizume dkk pada tahun 1991 melaporkan
bahwa angka kekambuhan rendah yaitu hanya 1,7% pada kelompok penderita yang
mendapat terapi kombinasi methimazole dan tiroksin., dibandingkan dengan 34,7%
pada kelompok kontrol yang hanya mendapatkan terapi methimazole .
3. Pembedahan
Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma
yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan
pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu). Disamping itu, selama 2 minggu pre
operatif, diberikan larutan Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari, yang
dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi.
Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat mengenai seberapa banyak jaringan
tiroid yangn harus diangkat .
Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan
oftalmopati Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan
tiroid yang ditinggalkan, dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah
menyisakan 2 3 gram jaringan tiroid. Walaupun demikan kebanyakan penderita
masih memerlukan suplemen tiroid setelah mengalami tiroidektomi pada penyakit
Graves. Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan
komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1% kasus.
4. Terapi Yodium Radioaktif
Pengobatan dengan yodium radioaktif (131I) telah dikenal sejak lebih dari 50
tahun yang lalu. Radionuklida 131I akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek
ionisasi partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi local
pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain disekitarnya.
Respons inflamasi akan diikuti dengan nekrosis seluler, dan dalam perjalanan waktu
terjadi atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik. Respons yang terjadi
21
2013
sangat tergantung pada jumlah 131I yang ditangkap dan tingkat radiosensitivitas
kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi hipofungsi tiroid dini (dalam
waktu 2 6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun. 131I dengan cepat dan
sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk kemudian dengan cepat pula
terakumulasi di dalam kelenjar tiroid. Berdasarkan pengalaman para ahli ternyata cara
pengobatan ini aman, tidak mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat karsinogenik
ataupun teratogenik. Tidak ditemukan kelainan pada bayi-bayi yang dilahirkan dari
ibu yang pernah mendapat pengobatan yodium radioaktif .
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau
menyusui. Pada pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium radioaktif
perlu dipastikan dulu bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain kedua keadaan
diatas, tidak ada kontraindikasi absolut pengobatan dengan yodium radioaktif.
Pembatasan umur tidak lagi diberlalukan secara ketat, bahkan ada yang berpendapat
bahwa pengobatan yodium radioaktif merupakan cara terpilih untuk pasien
hipertiroidisme anak dan dewasa muda, karena pada kelompok ini seringkali kambuh
dengan OAT .
Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang kambuh.
Reaksi alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena massa yodium
dalam dosis 131I yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram. Efek pengobatan
baru terlihat setelah 8 12 minggu, dan bila perlu terapi dapat diulang. Selama
menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obat-obat penyekat beta dan atau
OAT. Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif terutama dipengaruhi oleh
besarnya dosis 131I dan beberapa faktor lain seperti faktor imun, jenis kelamin, ras
dan asupan yodium dalam makanan sehari-hari.
Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah
hipotiroidisme. Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis;
makin besar dosis yang diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian
hipotiroidisme .
Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 Ci/g berat jaringan tiroid,
didapatkan angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun pertama dan
sekitar 3% untuk tiap tahun berikutnya. Efek samping lain yang perlu diwaspadai
adalah:
22
2013
1. Memburuknya oftalmopati yang masih aktif (mungkin karena lepasnya antigen
tiroid dan peningkatan kadar antibody terhadap reseptor TSH), dapat dicegah
dengan pemberian kortikosteroid sebelum pemberian I131
2. Hipo atau hiperparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara (ketiganya sangat jarang
terjadi)
3. Gastritis radiasi (jarang terjadi)
4. Eksaserbasi tirotoksikosis akibat pelepasan hormon tiroid secara mendadak
(leakage) pasca pengobatan yodium radioaktif; untuk mencegahnya maka sebelum
minum yodium radioaktif diberikan OAT terutama pada pasien tua dengan
kemungkinan gangguan fungsi jantung.
Setelah pemberian yodium radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantau selama 3
sampai 6 bulan pertama. Setelah keadaan eutiroid tercapai fungsi tiroid cukup
dipantau setiap 6 sampai 12 bulan sekali, yaitu untuk mendeteksi adanya
hipotiroidisme .
5. Pengobatan Oftalmopati Graves
Diperlukan kerjasama yang erat antara endokrinologis dan oftalmologis dalam
menangani Oftalmopati Graves. Keluhan fotofobia, iritasi dan rasa kesat pada mata
dapat diatasi dengan larutan tetes mata atau lubricating ointments, untuk mencegah
dan mengobati keratitis. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan menghentikan
merokok, menghindari cahaya yang sangat terang dan debu, penggunaan kacamata
gelap dan tidur dengan posisi kepala ditinggikan untuk mengurangi edema periorbital.
Hipertiroidisme sendiri harus diobati dengan adekuat. Obat-obat yang mempunyai
khasiat imunosupresi dapat digunakan seperti kortikosteroid dan siklosporin,
disamping OAT sendiri dan hormon tiroid. Tindakan lainnya adalah radioterapi dan
pembedahan rehabilitatif seperti dekompresi orbita, operasi otot ekstraokuler dan
operasi kelopak mata .
Yang menjadi masalah di klinik adalah bila oftalmopati ditemukan pada pasien
yang eutiroid; pada keadaan ini pemeriksaan antibody anti-TPO atau antibody
antireseptor TSH dalam serum dapat membantu memastikan diagnosis. Pemeriksaan
CT scan atau MRI digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab kelainan
orbita lainnya .
23
2013
6. Pengobatan Krisis Tiroid
Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan terhadap hipertiroidisme
(menghambat produksi hormon, menghambat pelepasan hormon dan menghambat
konversi T4 menjadi T3, pemberian kortikosteroid, penyekat beta dan plasmafaresis),
normalisasi dekompensasi homeostatic (koreksi cairan, elektrolit dan kalori) dan
mengatasi faktor pemicu .
7. Penyakit Graves Dengan Kehamilan
Wanita pasien penyakit Graves sebaiknya tidak hamil dahulu sampai keadaan
hipertiroidismenya diobati dengan adekuat, karena angka kematian janin pada
hipertiroidisme yang tidak diobati tinggi. Bila ternyata hamil juga dengan status
eutiroidisme yang belum tercapai, perlu diberikan obat antitiroid dengan dosis
terendah yang dapat mencapai kadar FT-4 pada kisaran angka normal tinggi atau tepat
di atas normal tinggi. PTU lebih dipilih dibanding metimazol pada wanita hamil
dengan hipertiroidisme, karena alirannya ke janin melalui plasenta lebih sedikit, dan
tidak ada efek teratogenik. Kombinasi terapi dengan tiroksin tidak dianjurkan, karena
akan memerlukan dosis obat antitiroid lebih tinggi, di samping karena sebagian
tiroksin akan masuk ke janin, yang dapat menyebabkan hipotiroidisme .
Evaluasi klinis dan biokimia perlu dilakukan lebih ketat, terutama pada
trimester ketiga. Pada periode tersebut, kadang-kadang dengan mekanisme yang
belum diketahui terdapat penurunan kadar TSHR-Ab dan peningkatan kadar
thyrotropin receptor antibody, sehingga menghasilkan keadaan remisi spontan, dan
dengan demikian obat antirioid dapat dihentikan. Wanita melahirkan yang masih
memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui bayinya dengan aman .
24
2013
Defenisi
Krisis tiroid merupakan komplikasi hipertiroidisme yang jarang terjadi tetapi
berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi
klinis karena konfirmasi laboratoris seringkali tidak dapat dilakukan dalam rentang
waktu yang cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hipermetabolik
yang ditandai oleh demam tinggi, takikardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada
fase lanjut, pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatose yang disertai
dengan hipotensi.Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala
akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan
fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan
gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis tiroid merupakan keadaan dimana
terjadi dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya terjadi pada
25
2013
pasien dengan
b)
Etiologi
Krisis tiroid merupakan keadaan hipertiroidisme yang ekstrim, dan biasanya
terjadi pada individu dengan hipertiroidisme yang tidak diobati. Faktor pencetus lain
termasuk:
c)
Kehamilan
Frekuensi
Frekuensi tirotoksikosis dan krisis tiroid pada anak-anak tidak diketahui. Insiden
tirotoksikosis meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Tirotoksikosis
mempengaruhi sebanyak 2% pada wanita yang lebih tua. Pada anak-anak
frekuensinya kurang dari 5% dari semua kasus tirotoksikosis. Penyakit graves
merupakan penyebab umum terjadinya tirotoksikosis pada anak-anak. Dan
dilaporkan mempengaruhi 0,2-0,4% populasi anak dan remaja. Sekitar 1-2%
neonatus yang lahir dari ibu dengan penyakit graves menderita tirotoksikosis.
26
2013
ditegakkan atau pada pasien yang telambat terdiagnosa. Dengan kontrol
tirotoksikosis yang baik, dan pengelolaan krisis tiroid yang tepat, tingkat
mortalitas pada dewasa berkurang hingga 20%.
Jenis kelamin
Tirotoksikosis 3-5 kali lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki,
khususnya pada dewasa muda. Krisis tiroid berpengaruh terhadap sebagian kecil
persentase pasien tirotoksikosis. Insiden ini lebih tinggi pada wanita. Namun tidak
ada data spesifik mengenai insiden jenis kelamin tersebut.
Usia
Tirotoksikosis pada neonatal terjadi 1-2% dari neonatus yang lahir dari ibu yang
menderita graves disease. Bayi usia kurang dari 1 tahun hanya 1% yang menderita
tirotoksikosis. Lebih dari dua per tiga dari semua kasus tirotoksikosis terjadi pada
anak-anak berusia 10-15 tahun. Secara keseluruhan tirotoksikosis umumnya
terjadi pada decade ke tiga dan ke empat kehidupan. Karena pada kanak-kanak,
tirotoksikosis lebih mungkin terjadi pada remaja. Krisis tiroid lebih umum terjadi
pada kelompok usia ini. Meskipun krisis tiroid dapat terjadi di segala usia.
d)
Patofisiologi
Pada
orang
hormone (TRH)
yang
sehat,
hipotalamus
merangsang
menghasilkan thyrotropin-releasing
kelenjar
pituitari
anterior
untuk
tiroid
melepaskan
hormon
tiroid.
Tepatnya,
kelenjar
ini
27
2013
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak
sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis
berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring
meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau
meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon
sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan
menyebabkan kematian.
e)
2013
Kesadaran menurun
Hipertermia
Apabila terdapat triad, maka kita dapat meneruskan dengan menggunakan skor
indeks klinis krisis tiroid dari Burch-Wartosky. Skor menekankan 3 gejala pokok,
yaitu: hipertermia, takikardi, dan disfungsi susunan saraf
29
2013
99-99.0
100-100.9
10
101-101.9
15
102-102.9
20
103-103.9
25
> 104.0
30
Tidak ada
Ringan (agitasi)
10
20
30
Disfungsi gastrointestinal-hepar
Tidak ada
0
10
20
30
99-109
110-119
10
120-129
15
130-139
20
> 140
25
2013
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh
ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis. Pada pemeriksaan status tiroid, biasanya akan ditemukan konsisten
dengan keadaan hipertiroidisme dan bermanfaat hanya jika pasien belum terdiagnosis
sebelumnya. Hasil pemeriksaan mungkin tidak akan didapat dengan cepat dan
biasanya tidak membantu untuk penanganan segera.
Temuan biasanya mencakup :
f)
TSH rendah
Penatalaksanaan
Pengobatan harus segera diberikan,jangan tunda pengobatan jika dicurigai
terjadinya krisis tiroid. Kalau mungkin dirawat di Intensiv Care Unit untuk
mempermudah pemantauan tanda vital, untuk pemasangan monitoring invasive,
pemberian obat-obat inotropik jika diperlukan.
Prinsip pengobatan :
1. Mengkoreksi hipertiroidisme
2. Menormalkan mekanisme homeostasisyang terganggu (cairan, elektrolit, gagal
jantung, dsb.
31
2013
3. Mengobati faktor pencetus
Penatalaksanaan krisis tiroid :
Perawatan suportif
Atasi factor pencetus segera
Koreksi gangguan cairan dan elektrolit
Kompres atau pemberian antipiretik, asetaminofen lebih dipilih
Atasi gagal jantung dengan oksigen, diuretik, dan digitalis.
2013
3. Pemberian hidrokortison dosis stres (100 mg tiap 8 jam atau deksametason 2 mg tiap 6 jam
4.Untuk antipiretik digunakan asetaminofen jangan aspirin,( aspirin akan melepas ikatan
protein-hormon tiroid, hingga free hormone meningkat)
5. Apabila disertai fibrilasi atrium , dapat diberikan digoksin
6. Mengobati factor pencetus (misalnya infeksi) dengan pemberian antibiotic bila diperlukan..
Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain
hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada
tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atai diplopia akibat oftalmopati
berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang
tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot proksimal.
h)
Prognosis
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian
keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat
laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau
penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan
penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.
33
2013
i)
Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat
setelah diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah
dilakukan blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid setelah terapi
RAI untuk hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-tiroid (biasanya
dihentikan 5-7 hari sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga 5-7 hari setelahnya);
2) pelepasan sejumlah besar hormon tiroid dari folikel yang rusak; dan 3) efek dari
RAI itu sendiri. Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih tinggi sebelum terapi
RAI daripada setelahnya, banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa
penghentian obat anti-tiroid merupakan penyebab utama krisis tiroid. Satu pilihannya
adalah menghentikan obat anti-tiroid (termasuk metimazol) hanya 3 hari sebelum
dilakukan terapi RAI dan memulai kembali obat dalam 3 hari setelahnya. Pemberian
kembali obat anti-tiroid yang lebih dini setelah terapi RAI dapat menurunkan efikasi
terapi sehingga memerlukan dosis kedua. Perlu pula dipertimbangkan pemeriksaan
fungsi tiroid sebelum prosedur operatif dilakukan pada pasien yang berisiko
mengalami hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCune-Albright).
BAB III
KESIMPULAN
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan tirotoksikosis yang secara mendadak menjadi
hebat dan disertai antara lain adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat dan
dapat dicetuskan oleh antara lain: infeksi dan tindakan pembedahan. Diagnosis krisis tiroid
ditegakkan berdasarkan adanya triad yaitu menghebatnya tanda tirotoksikosis, kesadaran
34
2013
menurun, hipertermia. Apabila terdapat triad, maka kita dapat meneruskan dengan
menggunakan skor indeks klinis krisis tiroid dari Burch-Wartosky. Skor menekankan 3 gejala
pokok, yaitu: hipertermia, takikardi, dan disfungsi susunan saraf
Prinsip pengelolaan krisis tiroid yakni mengendalikan tirotoksikosis dan mengatasi
komplikasi yang terjadi. Untuk demam dapat diberikan asetaminofen, untuk tirotoksikosis
dapat digunakan terapi kombinasi dengan dosis tinggi misalnya propanolol 2-4mg/4jam
secara IV atau 60-80mg/4jam secara oral/NGT, diteruskan dengan pemberian PTU atau
methimazole secara IV atau rectal, pemberian laruton loguls 10 tetes/8jam secara langsung
IV, oral atau rectal, pemberian glucocorticoid 100mg/8jam. Sedangkan untuk mengatasi
komplikasinya tergantung kondisi penderita dan gejala yang ada. Tindakan harus secepatnya
karena angka kematian pada penderita ini cukup besar.
35
2013
DAFTAR PUSTAKA
1. Djokomoeljanto. R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 2006.
2. Sjamsuhidayat R, De jong W. Sistem endokrin dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II.
Jakarta EGC 2005:2:683-695.
3. Guyton.A.C, Hall.J.E. Hormon Metabolik Tiroid dalam Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9. Jakarta EGC 1997: 1187-1189
4. Schraga ED. Hyperthyroidism , thyroid storm , and Graves disease. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/324556-print. (tanggal akses 10 Agustus 2013)
5. Ferry. R. Thyroid Storm. Available at:
http://www.emedicinehealth.com/thyroid_storm/article_em.htm (tanggal akses 10
Agustus 2013)
6. Misra M, Singhal A, Campbell D. Thyroid storm. Available at:
36