Anda di halaman 1dari 21

BAB II Landasan Teori

II.1 II.1.1 Tinjauan Pustaka Asam Urat

II.1.1.1 Pengertian Asam Urat Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Dalam keadaan normalnya, 90 % dari hasil metabolit nukleotida adenine, guanine, dan hipoxantin akan digunakan kembali sehingga akan terbentuk kembali masing-masing menjadi adenosine monophosphate (AMP), inosine monophosphate (IMP), dan guanosine monophosphate (GMP) oleh adenine phosphoribosyl transferase (APRT) dan hipoksantin guanine phosphoribosyl transferase (HGPRT). Hanya sisanya yang akan diubah menjadi xantin dan selanjutnya akan diubah menjadi asam urat oleh enzim xantin oksidase (Silbernagl,2006). Asam urat termasuk asam lemah dan merupakan kristal putih yang tidak berbau dan tidak berasa, serta sangat sukar larut dalam air (Harjanti,2006). Asam urat adalah senyawa organik semisolid yang terdiri dari carbon, nitrogen, oxygen dan hydrogen dengan formula C5H4N4O3 (Lelyana,2008).

Gambar 1. Asam Urat (Lelyana Rosa,2008)

Menurut Wisesa dan Suastik (2006), asam urat diketahui mempunyai fungsi sebagai antioksidan dan mungkin merupakan antioksidan yang paling penting dalam plasma dengan kontribusi sampai 60% dari seluruh aktivitas pembersihan radikal bebas dalam serum manusia. Superoksida, radikal hidroksil, oksigen tunggal dapat ditangkap oleh asam urat yang larut dalam darah dan asam urat tersebut juga mempunyai kemampuan untuk chelasi logam-logam transisi. Asam urat di dalam darah difiltrasi secara bebas oleh glomerulus dan hampir seluruhnya diresorpsi di dalam tubulus proksimal ginjal. Lalu sebagian kecil asam urat yang diresorpsi tersebut kemudian akan disekresikan di nefron distal dan kemudian diekskresikan melalui urin (Kumar,2007). Sekitar 10% dari jumlah asam urat yang difiltrasi akan diekskresikan melalui ginjal, sehingga konsentrasi asam urat di urin akhir yaitu sekitar 10-20 kali lebih tinggi daripada yang terdapat di plasma (Kumar,2007). II.1.1.2 Metabolisme Nukleotida Purin Asam nukleat yang dilepas dari pencernaan asam nukleat dan nukleoprotein di dalam traktus intestinalis akan diurai menjadi mononukleotida oleh enzim ribonuklease, deoksiribonuklease, dan polinukleotidase (Rodwell,2003). Enzim nukleotidase dan fosfatase menghidrolisis mononukleotida menjadi nukleosida yang kemudian bisa diserap atau diurai lebih lanjut oleh enzim fosforilase intestinal menjadi basa purin serta pirimidin. Basa purin akan teroksidasi menjadi asam urat yang dapat diserap dan selanjutnya diekskresikan ke dalam urin (Rodwell,2003)

Asam nukleat (dimakan dalam bentuk nukleoprotein dan dari penghancuran sel-sel tubuh) Enzim proteolitik ------------------di usus Asam nukleat Nuklease (DNAase & RNAase) ------ di getah pankreas Nukleotida Polinukleotidase = fosfoesterase---di usus Mononukleotida Nukleotidase & fosfatase Nukleosida Fosforilase ----------- usus Basa purin dan Pirimidin

Guanosin

Adenosin

Guanin

Xantin

Hipoxantin

Inosin

Asam urat Gambar 2. Metabolisme Nukleotida Purin (Widodo,2008)

1.

Katabolisme Purin Proses pembentukan asam urat sebagian besar diperoleh dari

metabolisme nukleotida purin endogen, guanosine monophosphate (GMP), inosine monophosphate (IMP), dan adenosine monophosphate (AMP). Enzim xanthine oxidase mengkatalisis hypoxanthin dan guanine dengan produk akhir asam urat (Mustafiza,2010).

Proses katabolisme purin menjadi asam urat, yaitu adenosin pertamatama akan mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim adenosin deaminase. Fosforolisis ikatan N-glikosidat inosin dan guanosin, yang dikatalisis oleh enzim nukleosida purin fosforilase, akan melepas senyawa ribose-1 fosfat dan basa purin. Hipoxantin dan guanine selanjutnya membentuk xantin dalam reaksi yang dikatalisis masing-masing oleh enzim xantin oksidase dan guanase. Kemudian xantin teroksidasi menjadi asam urat dalam reaksi kedua yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase

(Rodwell,2003). Pada mamalia selain primata derajat tinggi, asam urat akan dipecah oleh enzim urikase dan akan membentuk produk akhir yaitu alantoin yang mempunyai sifat sangat larut di dalam air. Oleh karena manusia tidak memiliki enzim urikase, hal ini tidak terjadi pada manusia, itulah yang menyebabkan produk akhir dari katabolisme purin berupa asam urat (Rodwell,2003). Menurut Siswoyo (2005), walaupun proses sintesis dan degradasi nukleotida purin terjadi pada semua jaringan, namun proses pembentukan asam urat terjadi di jaringan yang memiliki banyak enzim xantin oksidase, yaitu terutama terjadi di hati dan usus halus.

Gambar 3. Pembentukan Asam urat dari Nukleotida Purin melalui Basa Purin Hipoxantin, Xantin dan Guanin (Rodwell, 2003) II.1.1.3 Ekskresi Asam Urat Proses berlangsungnya pembuangan atau ekskresi asam urat berhubungan dengan ekskresi urin. Proses ini berlangsung melalui tiga tahapan (Mulyo,2007), yaitu 1. Terjadi perpindahan plasma darah dari glomerulus menuju ruang kapsula bowman dengan menembus membrane filtrasi. Hal ini dinamakan ultrafiltrasi. Adanya tekanan filtrasi dari selisih tekanan darah kapiler glomerulus dengan tekanan osmotik koloid darah dan tekanan hidrostatik cairan dalam kapsula bowman itulah yang dapat menyebabkan ultrafiltrasi.

2.

Terjadinya reabsorpsi tubular, yaitu perpindahan cairan dari tubulus renalis menuju darah dalam kapiler peritubular yang berlangsung dengan menggunakan energi untuk mentransport zatzat cairan tubular melintasi sel, masuk ke dalam darah peritubular dan mengembalikannya ke sirkulasi darah umum.

3.

Terjadi sekresi tubular, yaitu dilakukan oleh tubulus ginjal dalam tubulus distal untuk memungkinkan ginjal meningkatkan

konsentrasi zat-zat yang diekskresikan Ekskresi asam urat dipengaruhi oleh kemampuan dari ultrafiltasi glomerulus dan sekresi renin oleh tubulus ginjal. (Mulyo,2007). II.1.2 Hiperurisemia

II.1.2.1 Pengertian Hiperurisemia Hiperurisemia merupakan keadaan terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Hal-hal yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat serum tersebut yaitu pembentukan asam urat yang berlebihan, penurunan ekskresi asam urat, atau dapat juga gabungan keduanya (Syukri,2007; Putra,2009; Mustafiza,2010; Edwards,2009). Menurut Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik (2006), kadar asam urat tersebut atau konsentrasi asam urat dalam serum ini adalah batas kelarutan monosodium urat dalam plasma. Jika konsentrasi asam urat sekitar 8 mg/dl atau lebih, monosodium urat cenderung mengendap di jaringan dan pada pH 7 atau lebih asam urat ada dalam bentuk monosodium urat. Banyak batasan yang digunakan untuk menyatakan bahwa seseorang mengalami hiperurisemia, yaitu secara umum kadar asam urat di atas 2 standar deviasi hasil laboratorium pada populasi normal. Dari data didapatkan bahwa hanya 5-10% pria normal yang mempunyai kadar asam urat di atas 7 mg% dan sedikit dari penderita gout yang mempunyai kadar asam urat di bawah kadar tersebut (Putra,2009).
6

Oleh karena itu, batasan seseorang dapat dikatakan mengalami hiperurisemia adalah kadar asam urat di atas 7 mg% pada pria dan 6 mg% pada perempuan (Putra,2009). Pada kondisi seseorang mengalami hiperurisemia, kadar asam urat serum akan melebihi batas kelarutannya. Tofus akan terbentuk di dalam jaringan lunak dan persendian, berupa endapan yang terjadi akibat kristalisasi natrium urat. Proses inilah yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi peradangan akut, yaitu arthritis gout akut, yang bisa berlanjut menjadi artritis gout kronis (Hidayat,2009). II.1.2.2 Epidemiologi Pada berbagai populasi ditemukan prevalensi hiperurisemia sekitar 2,647,2% yang bervariasi pada berbagai populasi. Sedangkan gout antara 1-15,3%. Pada suatu studi didapatkan insidensi terjadinya gout sekitar 4,9% pada kadar asam urat darah >9 mg/dL, 0,5% pada kadar 7-8,9%, dan 0,1% pada kadar <7 mg/dL (Hidayat,2009). II.1.2.3 Penyebab Hiperurisemia Etiologi hiperurisemia sebagai suatu proses metabolik yang dapat menimbulkan manifestasi gout, dibedakan menjadi 3, yaitu penyebab primer pada sebagian besar kasus, penyebab sekunder dan idiopatik (Putra,2009; Hidayat,2009). Hiperurisemia primer berarti tidak ditemukan penyakit atau sebab lain, seperti kelainan genetik, fisiologi ataupun anatomi. Berbeda dengan kelompok sekunder yang ditemukan terdapat penyebab yang lain, baik genetik maupun metabolik. Sedangkan hiperurisemia sekunder, dapat diakibatkan oleh mekanisme overproduction (peningkatan produksi), seperti adanya ganguan metabolisme purin pada defisiensi enzim gucose-6-phosphatase atau fructose-1-phospate aldolase. Sedangkan mekanisme undersecretion (penurunan sekresi) juga bisa ditemukan salah satunya pada keadaan penyakit ginjal kronik (Hidayat,2009).

Hiperurisemia idiopatik adalah hiperurisemia yang tidak diketahui penyebab primer, kelainan genetik, dan tidak ada kelainan fisiologi atau anatomi yang jelas (Putra,2009). 1. Hiperurisemia Primer Penyebab terjadinya hiperurisemia primer kelainan molekular yang belum jelas terbanyak didapatkan yaitu mencapai 99%, yaitu terdiri dari hiperurisemia karena underexcretion (80-90%) dan karena overproduction (10-20%). Hiperurisemia primer yang disebabkan oleh kelainan enzim spesifik diperkirakan hanya 1%, yaitu karena terjadi peningkatan aktivitas enzim phoribosylpyrophosphatase (PRPP) synthetase dan kekurangan enzim hypoxanthine

phosphoribosyltransferase (HPRT) (Putra,2009). 1.1 Hiperurisemia primer akibat underexcretion Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan mengakibatkan terjadinya gangguan pengeluaran asam urat sehingga menyebabkan hiperurisemia (Putra,2009). Kelainan patologi pada ginjal yang mempunyai hubungan dengan underexcretion tidak menunjukkan gambaran spesifik

(Putra,2009). 1.2 Familial Juvenile Hyperuricaemic Nephropathy (FJHN) Hiperurisemia yang terjadi akibat adanya penurunan

pengeluaran asam urat pada ginjal dalam suatu keluarga yang diturunkan secara genetik. FJHN sering terjadi pada usia muda, dapat mengenai pria dan wanita, dan sering menyebabkan penurunan fungsi ginjal secara cepat (Putra,2009).

Kelainan molekular pada FJHN belum diketahui, diduga terjadi karena kelainan pada gen yang menyebabkan penurunan fungsi pengeluaran asam urat di ginjal (Putra,2009). 1.3 Peningkatan aktivitas enzim PRPP Akibat peningkatan enzim PRPP, terjadi peningkatan

pembentukan nukleotida purin sehingga terjadi peningkatan produksi asam urat (Putra,2009). 1.4 Sindrom Kelley-Seegmiller Hal ini disebabkan oleh kekurangan sebagian dari enzim HPRT. Enzim HPRT adalah enzim yang mengubah purine bases menjadi purine nucleotide dengan bantuan PRPP dalam proses pemakaian ulang dari metabolisme purin. Kekurangan enzim HPRT menyebabkan peningkatan produksi asam urat (Putra,2009). 2. Hiperurisemia Sekunder

2.1 Sindrom Lesch-Nyhan Sindrom Lesch-Nyhan merupakan suatu hiperurisemia

overproduksi yang sering disertai dengan litiasis asam urat serta sindrom mutilasi-diri (self-mutilation) yang aneh. Hal ini terjadi karena tidak berfungsinya enzim HPRT yang merupakan enzim pada penyelamatan purin (Rodwell,2003). Peningkatan konsentrasi PRPP intrasel yang menyertai, yang terhindar dari reaksi penyelamatan purin, akan menimbulkan overproduksi purin (Rodwell,2003). Terjadi banyak mutasi yang akan mengurangi atau

menghilangkan aktivitas HPRT. Mutasi yang telah terdeteksi mencakup delesi besar dan kecil, mutasi frameshift, substitusi basa9

tunggal, dan perubahan yang akan mengakibatkan penyimpangan pemotongan RNA (Rodwell,2003; Putra,2009). 2.2 Penyakit Von Gierke Peningkatan pembentukan prekursor PRPP, ribose 5-fosfat akan mengakibatkan overproduksi purin dan hiperurisemia pada penyakit Von Gierke (defisiensi glukosa-6-fosfatase) terjadi sekunder (Rodwell,2003). Tanda klinis yang terlihat pada sindrom ini adalah terjadi pada usia anak-anak dengan tanda yang khas berupa bentuk tubuh pendek, dengan hepatomegali dan gejala hipoglikemia yang berulang (Putra,2009). 2.3 Hiperurisemia Miogenik Hiperurisemia miogenik merupakan hiperurisemia yang

disebabkan oleh penyakit glikogen storage disease tipe III, V dan VI (Putra,2009). Dalam keadaan normal atau keadaan anaerob, aktivitas akan menyebabkan peningkatan hasil pemecahan adenosin trifosfat (ATP) berupa inosine, hypoxanthine, dan di dalam hati akan dipecah menjadi xanthine dan asam urat. Pada penyakit glycogen storage disease tipe III, V, dan VI, akan terjadi hiperurisemia walaupun hanya melakukan aktivitas fisik ringan, karena terjadi pemecahan ATP yang tinggi akibat tidak cukup bahan karbohidrat pembentuk ATP. Pemecahan ATP akan membentuk AMP dan berlanjut membentuk IMP atau nukleotida purin dalam metabolisme purin (Putra,2009). 2.4 Keganasan Pada keganasan terjadi pemecahan inti sel yang akan meningkatkan produksi nukleotida purin dan berlanjut menyebabkan
10

peningkatan produksi asam urat. Keadaan yang sering menyebabkan pemecahan inti sel contohnya pada penyakit leukemia (Rodwell,2003). Penyebab terjadinya hiperurisemia tidak terlepas dari organ ginjal. Ginjal adalah suatu organ yang mempunyai bentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal orang dewasa mempunyai panjang kira-kira 12-13 cm, lebar 6 cm dan berat sekitar 120-150 gram. Permukaan anterior dan posterior kutup atas dan bawah serta pinggir lateral ginjal berbentuk konveks sedangkan pinggir medialnya berbentuk konkaf karena terdapat hilus (Prasasti,2009; Wilson,2006). Ada beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus, yaitu arteria dan vena renalis, saraf dan pembuluh getah bening. Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam (Prasasti,2009; Wilson,2006). Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang lebih satu juta nefron dimana nefron tersebut memiliki struktur dan fungsi yang sama. Dengan terdapatnya nefron, maka kerja ginjal dianggap sebagai jumlah total dari fungsi semua nefron tersebut. Setiap nefron terdiri atas kapsula Bowman yang mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul (Prasasti,2009; Wilson,2006). Ginjal adalah organ utama yang berguna untuk membuang produk sisa metabolisme yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi urea yang berasal dari metabolisme asam amino, kreatinin dari kreatinin otot, asam urat yang berasal dari asam nukleat, produk akhir pemecahan hemoglobin seperti bilirubin dan metabolit dari berbagai hormon. Setelah mengalami degradasi oleh bakteri kolon, 75 % dari asam urat akan diekskresikan melalui urin dan sisanya diekskresikan melalui saluran cerna. Sama halnya dengan elektrolit maka produkproduk ini harus dibersihkan dari tubuh secepat produksinya (Prasasti,2009; Guyton,2007).

11

Fungsi lain dari ginjal adalah membuang banyak toksin dan zat asing lainnya yang diproduksi oleh tubuh atau pencernaan, seperti pestisida dan obat-obatan (Guyton,2007). II.1.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Kadar Asam Urat 1. Usia Hiperurisemia lebih sering dialami oleh pria yang berusia diatas 40 tahun, hal ini disebabkan karena kadar asam urat pada pria cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, Sedangkan pada wanita baru meningkat setelah menopause pada rentang usia 60-80 tahun (Miller et. al., 2010; Edwards and Luk.A.J.,2005). Pada saat memasuki masa menopause, akan terjadi perubahan pada organ-organ kewanitaan. Salah satu organ yang mengalami perubahan yaitu, ovarium. Ovarium akan mengecil dan mengalami penurunan fungsi, yaitu untuk menghasilkan estrogen dan Schlesinger,2009;

progesterone, sehingga terjadi keluhan-keluhan yang timbul akibat kekurangan hormon-hormon tersebut (Fitrah,2010). Terjadi peningkatan kadar asam urat dikarenakan pada usia 40 tahun akan dimulai proses penuaan. Proses penuaan itu sendiri bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang berusia lanjut, melainkan merupakan suatu proses normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian (Setiati et. al., 2009). Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat kecenderungan terjadi penurunan kapasitas fungsional baik pada tingkat selular maupun pada tingkat organ sejalan dengan proses menua. Hal-hal yang dapat terjadi akibat penurunan kapasitas fungsional tersebut, yaitu orang berusia lanjut umumnya tidak berespons terhadap berbagai rangsangan, internal maupun eksternal, seefektif yang dapat dilakukan oleh orang yang lebih muda (Setiati et. al., 2009).
12

Akibat yang terjadi berkaitan dengan menurunnya kapasitas untuk berespons terhadap lingkungan internal yang berubah yaitu cenderung membuat orang berusia lanjut mengalami kesulitan untuk memelihara kestabilan status fisikawi dan kimiawi di dalam tubuh, atau memelihara homeostatis tubuh. Gangguan terhadap homeostatis tubuh tersebut dapat menyebabkan disfungsi berbagai sistem organ (Setiati et. al., 2009). Tanda-tanda telah terjadi proses penuaan yaitu hilangnya jaringan aktif tubuh secara bertahap dan terjadi penurunan

metabolisme basal sebesar 2% setiap tahunnya yang disertai dengan perubahan semua sistem dalam tubuh. Salah satunya terjadi perubahan pada ginjal, seperti penurunan kecepatan penyaringan (filtrasi), pengeluaran (ekskresi), dan penyerapan kembali (reabsorpsi) oleh ginjal, akibatnya pembuangan atau ekskresi sisa-sisa metabolisme protein dan elektrolit yang harus dilakukan ginjal menjadi beban tersendiri (Setiati et. al.,2009; M Atun,2010). 2. Jenis Kelamin Menurut Mulyo (2007), batas normal kadar asam urat dalam darah manusia secara umum untuk laki-laki dewasa berkisar antara 3.5-7.2 mg/dl dan untuk perempuan 2.6-6.0 mg/dl, sedangkan menurut Purwaningsih (2009), kadar asam urat normal pada pria sekitar 2.1-8.5 mg/dl dan wanita sekitar 2.0-6.6 mg/dl. Hiperurisemia lebih banyak dialami oleh pria dibandingkan dengan wanita. Hal ini disebabkan karena pria memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi daripada wanita. Hal ini berkaitan dengan hormon estrogen. Peran hormon estrogen ini membantu mengeluarkan asam urat melalui urin. Pria tidak memiliki hormon estrogen yang tinggi, sehingga akibatnya asam urat sulit diekskresikan melalui urin

13

dan hal inilah yang dapat menyebabkan risiko peningkatan kadar asam urat pada pria lebih tinggi (Putra,2009). Tabel 1. Ratio Kadar asam urat Pria dan Wanita (Mahajan,2007) Secara Normal ratio Male : Female adalah 7:1 sampai 9:1 Wanita sebelum menopause F < M Usia < 65 tahun ratio M : F adalah 4:1 Usia > 65 tahun ratio M : F adalah 3:1 Usia > 80 tahun, F > M Menurut Mulyo (2007), hormon tersebut berperan dalam merangsang perkembangan folikel yang mampu meningkatkan kecepatan proliferasi sel dan menghambat keaktifan sistem pembawa pesan kedua siklus adenosin monofosfat (cAMP). cAMP sendiri diduga dapat mengaktifkan enzim protein kinase yang mempunyai fungsi mempercepat aktivitas metabolik, di antaranya metabolisme purin. 3. Konsumsi Purin Bahan makanan yang mempunyai kandungan purin yang tinggi dapat meningkatkan kadar asam urat dalam urin sekitar 0,5-0,75 gr/ml. Contoh makanan yang mengandung purin tinggi, yaitu ikan sardine, hati, ginjal, dan otak. Sedangkan makanan yang mempunyai kandungan purin rendah, yaitu kacang-kacangan, gandum, buncis, dan lain-lain (Fauzia,2010). Makanan-makanan tersebut akan dibagi menjadi 3 grup, yaitu grup A, grup B, dan grup C. Yang termasuk di dalam grup A yaitu grup makanan yang mempunyai kandungan purin dalam konsentrasi tinggi, sekitar 150-100 mg per 100 gram, sedangkan grup B yaitu makanan yang mempunyai kandungan purin sedang, sekitar 50-150 mg

14

per 100 gram, dan grup C yaitu makanan yang mempunyai kandungan purin rendah , sekitar 0-50 mg per 100 gram (Fauzia,2010). Tabel 2. Kandungan Purin dalam Makanan Grup A Makanan laut/ikan : sardine Organ dalam : ginjal, kuah daging Otak, limpa, usus, dll Grup B Daging : sapi, kambing, ayam, bebek, kalkun Makanan laut : kerang, kepiting Sayuran : kembang kol, bayam, dll Grup C Roti, sereal, kopi,susu,telur

Sedangkan menurut American Medical Association, makanan yang memiliki kandungan purin yaitu minuman beralkohol, telur ikan, kacang polong, hati, ginjal, roti manis, jamur, bayam, dan asparagus (Eustice,2006). 4. Gagal Ginjal Jika seseorang mengalami gagal ginjal, maka tubuh akan gagal mengeluarkan timbunan asam urat melalui urin. Timbunan asam urat inilah yang dapat memicu terjadinya peningkatan kadar asam urat (Purwaningsih,2009). 5. Obat-obatan Beberapa obat-obatan berperan dalam memicu terjadinya peningkatan kadar asam urat, contohnya yaitu obat-obatan diuretika (furosemid dan hidroklorotiazida) karena dapat menurunkan ekskresi asam urat urin (Purwaningsih, 2009; Lelyana,2008). 6. Dalam Keadaan Kelaparan Keadaan ini berperan dalam memicu terjadinya peningkatan kadar asam urat, karena dalam kondisi kelaparan akan menyebabkan
15

tubuh kekurangan kalori, dan ini akan dipenuhi dengan membakar lemak tubuh. Pembakaran lemak akan menghasilkan zat keton yang dapat menghambat keluarnya asam urat melalui ginjal

(Purwaningsih,2009; Lelyana,2008). II.1.2.5 Gambaran Klinik 1. Hiperurisemia asimptomatik Hiperurisemia asimptomatik yaitu keadaan hiperurisemia (kadar asam urat serum meningkat) tanpa adanya manifestasi klinik gout. Fase ini dikatakan berakhir jika muncul serangan akut arthritis gout, atau urolitiasis, dan hal ini biasanya terjadi setelah hiperurisemia asimptomatik Hidayat,2009). 2. 2.1 Arthritis gout, meliputi 3 stadium: Artritis gout akut Pertama kali mengalami serangan biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun pada laki-laki, dan setelah 60 tahun pada perempuan. Jika terjadi sebelum 25 tahun berarti bisa dikaitkan berupa manifestasi adanya gangguan enzimatik spesifik, penyakit ginjal atau penggunaan siklosporin (Hidayat,2009). Radang sendi yang sangat akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat berupa 2 gejala khas yang sering muncul. Pasien tidur tanpa merasakan gejala apapun, tetapi pada saat bangun tidur terasa sakit yang hebat dan bahkan pasien tidak dapat berjalan berlangsung selama 20 tahun (Syukri,2007;

(Hidayat,2009).

16

2.2

Stadium interkritikal Stadium interkritikal merupakan lanjutan dari stadium gout akut, yaitu secara klinik tidak ditemukan tanda-tanda radang akut, walaupun jika kita lakukan aspirasi cairan sendi masih akan ditemukan kristal urat, hal ini menunjukkan proses kerusakan sendi yang terus berlangsung progresif (Syukri,2007; Hidayat,2009).

2.3

Stadium Artritis gout kronik = kronik tofaseus gout Ditemukannya tofi dan terdapat di poliartikuler, dengan predileksi cuping telinga, olekranon, tendon Achilles dan jari tangan merupakan tanda yang terdapat pada arthritis gout kronik. Tofi itu sendiri tidak menimbulkan nyeri, tetapi mudah terjadi inflamasi atau peradangan di sekitarnya, dan bisa menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta menimbulkan deformitas. Selain itu tofi juga sering pecah dan sulit sembuh, serta terjadi infeksi sekunder. Berat dan lamanya hiperurisemia merupakan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kecepatan pembentukan deposit tofus, dan hal ini akan diperberat jika pasien mengalami gangguan fungsi ginjal dan menggunakan obat-obat diuretik (Syukri,2007; Hidayat,2009). Pada analisa cairan sendi atau isi tofi akan didapatkan Kristal Monosodium Urat (MSU), sebagai kriteria diagnostik pasti dari arthritis gout kronik dan pada gambaran radiologis didapatkan erosi pada tulang dan sendi dengan batas sklerotik (Hidayat,2009). II.1.2.6 Pemeriksaan Penunjang Secara umum penyebab hiperurisemia dapat ditentukan dengan melakukan anamnesis, dilanjutkan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan (Putra,2009).

17

Tujuan dilakukan anamnesis terutama untuk mendapatkan faktor keturunan, dan kelainan atau penyakit lain sebagai penyebab sekunder hiperurisemia, seperti apakah ada anggota keluarga yang menderita hiperurisemia atau gout (Putra,2009). Tujuan dilakukan pemeriksaan fisik yaitu untuk mencari apakah ada kelainan atau penyakit sekunder, terutama menyangkut tanda-tanda anemia, pembesaran organ limfoid, keadaan kardiovaskular dan tekanan darah, keadaan dan tanda kelainan ginjal serta kelainan pada sendi (Putra,2009). Sedangkan pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mengarahkan dan memastikan penyebab hiperurisemia. Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin untuk asam urat darah dan kreatinin darah, pemeriksaan urin rutin untuk asam urat urin 24 jam dan kreatinin urin 24 jam (Putra,2009). II.2 Penelitian Terkait yang Pernah Dilakukan Nama Tempat & Tahun Peneliti Penelitian Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan, Tahun 2010 Rancangan Penelitian Variable Penelitian Hasil Penelitian

Judul N Penelitian o

Faktor-Faktor 2 Gina yang Fauzia . Berhubungan dengan Kadar Asam Urat pada Wanita Anggota Majelis Taklim Al Amin Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan Tahun 2010

Design penelitian observasion al analitik dengan pendekatan Cross Sectional

Kadar Asam Urat, Usia, Pendidikan , Pekerjaan, Status Perkawinan , Status Menopause , Indeks Massa Tubuh, Konsumsi Purin, Konsumsi Kopi, Konsumsi Air Putih, Konsumsi Buah,

Hasil uji statistic menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara usia dan kadar asam urat (p-value = 0,049)

18

II.3 II.3.1

Kerangka berpikir Kerangka teori Kerangka teoritis dalam penelitian ini sebagai berikut : Usia

Jenis Kelamin

Konsumsi Purin Hiperurisemia Gagal ginjal

Obat-obatan

Kelaparan

Gambar 4. Kerangka Teori II.3.2 Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut : Variabel Independen Usia Jenis kelamin Variabel Dependen Kadar asam urat ( hiperurisemia )

Gambar 5. Kerangka Konsep


19

II.4

Hipotesis 1. Ada hubungan yang bermakna antara usia dengan peningkatan kadar asam urat 2. Ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan peningkatan kadar asam urat.

20

21

Anda mungkin juga menyukai