Anda di halaman 1dari 3

Asam formiat merupakan suatu jenis asam alkil karboksilat dengan rumus molekul HCOOH.

Asam formiat dihasilkan secara alami oleh sejumlah serangga seperti semut dan lebah sebagai salah satu bentuk pertahanan diri. Asam formiat murni pertama diperoleh melalui suatu proses distilasi terhadap semut yang diperkenalkan oleh John Ray pada tahun 1671. Metode ini digunakan selama satu abad lebih hingga ditemukannya metode secara laboratorium dengan cara sintesis asam hidrosianik oleh Gay-Lussac. Pada tahun 1855, Marcellin Berthelot memperkenalkan metode baru untuk mendapatkan asam formiat melalui sintesis dari CO yang metodenya mirip dengan metode yang digunakan sekarang ini. [Kirk Othmer, 1997] Asam formiat digunakan dalam banyak industri sebagai berikut : [Kirk Othmer, 1997] 1. industri tekstil, untuk mengatur pH pada proses pemutihan serta proses pencelupan atau pewarnaan; 2. industri penyamakan kulit, untuk menetralkan dan membersihkan kapur serta mengatur pH pada proses pencelupan; 3. 4. industri karet, sebagai koagulan yang menggumpalkan lateks (getah karet); serta industri peternakan, sebagai pembunuh bakteri yang terdapat pada makanan ternak sehingga tidak cepat membusuk dan gizinya juga dapat bertahan lebih lama. Selain digunakan dalam berbagai industri, asam formiat juga banyak digunakan sebagai reagen pada reaksi kimia, bahan desinfektan, bahan baku industri farmasi dan juga bahan aditif pada pengeboran minyak.

Proses pembuatan asam formiat di PT. Sintas Kurama Perdana terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu : 1. Unit Sintesa Metil Format 2. Unit Hidrolisa Metil Format 2.3.1 Sintesa Metil Format Bahan baku gas CO (Karbon monoksida) yang berasal dari unit COSORB mengalir dengan tekanan 25,5 kg/cm2. Aliran ini masuk dari bagian bawah reaktor metil format (AP-240) dengan melalui sebuah pipa distributor yang berlubang banyak pada posisi yang terendam di bawah level cairan. Dengan terendamnya pipa distributor ini maka luas bidang kontak antara gas dan cairan (metanol dan katalis) menjadi lebih besar sehinggga timbulnya pressure drop dan kecenderungan kebuntuan oleh garam katalis dapat dikurangi. Di dalam reaktor, gas CO akan terlarut dalam cairan dan bereaksi dengan metanol (CH3OH) sesuai reaksi (1). Kondisi reaksi pada suhu 85C - 90C dan tekanan 23 kg/cm2. Temperatur didalam reaktor (AP-240) ini dapat diatur melalui laju alir cooling water yang menuju ke pendingin (AC-246). Sedangkan tekanannya diatur dari aliran off gas yang keluar. Posisi level larutan dalam reaktor dapat diatur dari laju alir metanol kering yang masuk kedalam reaktor. Sebagian besar metanol yang digunakan untuk reaksi berasal dari daur ulang dasar kolom recycle (AT-460) yang ditampung dalam tangki bahan baku metanol (FA150). Meskipun demikian, kedalam tangki FA-110 tetap ditambahkan metanol sebagai make up untuk mengganti metanol yang hilang dalam proses. Dengan menggunakan pompa kolom metil format (GA-363) untuk selanjutnya dipompa menuju bagian puncak reaktor (AP-240). Sebagai katalisator reaksi antara gas CO dan metanol digunakan potassium metoksida (KOCH3). Larutan tersebut berasal dari drum diisikan ke dalam tangki penampung katalis (FA-120) dengan menggunakan pompa GA-111. Melalui pompa piston yang dilengkapi alat ukur GA-113, kemudian dialirkan kebagian pompa GA-363 untuk dimasukkan kedalam reaktor (AP-240). Untuk menyempurnakan reaksi antara gas dan cairan pada bagian atas reaktor dipasang 3 buah ejektor. Gas CO diinjeksikan ke reaktor pada bagian bawah, maka

akan terjadi gelembung-gelembung gas CO didalam cairan yang naik ke atas. Gelembung gas ini secara efisien akan kontak dengan cairan yang disemburkan secara deras dari atas ke bawah oleh 3 buah ejektor tersebut. Terendamnya ejektor oleh larutan dapat menghasilkan pencampuran yang lebih baik karena adanya pengaruh daya sembur dan bidang kontak yang luas.

Anda mungkin juga menyukai