Anda di halaman 1dari 7

Proses Pemurnian Minyak Nabati secara Fisika

dalam Industri

Pertama-tama bahan baku yang digunakan oleh plant fisika adalah crude palm oil
(CPO) dari tangki penyimpan CPO (storage tank). CPO dialirkan dengan rate 35-60 ton/jam.
Temperatur inisial CPO adalah 40 60
o
C. Umpan dipompa melalui sistem yang
mengembalikan panas (heat recovery system), yang plate heat exchanger bertambah menjadi
60-90
o
C.
Setelah itu, kira-kira 20 % umpan CPO menjadi slurry dan campur dengan bleaching
earth (6 12 kg/ton CPO) menjadi bentuk slurry (CPO + Bleaching earth). Pengaduk dalam
tank slurry mencampur CPO dengan bleaching earth secara sempurna. Kemudian slurry
menuju bleacher.
Pada waktu yang sama, 80 % CPO dipompa melalui plate heat exchanger (PHE) dan
pemanas steam menaikkan temperatur CPO menjadi 90 130
o
C (temperature yang
diharapkan untuk reaksi antara CPO dan asam fosfat). Kemudian, Umpan CPO dipompa ke
mixer static dan asam fosfat dengan dosis 0,35 -0,45 kg/ton. Di dalamnya, pengadukan secara
intensif dengan minyak mentah untuk mempresipitasi gum (getah). Presipitasi gum akan
meringankan proses filtrasi nantinya, mencegah pembentukan scale dalam deodorizer dan
panas permukaan. Degumming CPO kemudian menuju bleacher.
Dalam bleacher, ada 20 % slurry dan 80 % CPO yang didegumming dicampur
bersama dan proses bleaching terjadi. Proses bleaching termasuk penambahan bleaching
earth untuk menghilangkan beberapa impurities yang tidak diinginkan (semua pigment, trace
metals, produk oksidasi) dari CPO dan akan memperbaiki rasa aslinya, bau akhir, dan
kestabilan oksidasi produk. Hal ini juga membantu mengatasi masalah proses berikutnya
dengan adsorpsi trace sabun, pro-oxidant metal ion, dekomposisi peroxide, pengurangan
warna, dan adsorb impurities minor. Temperatur dalam bleacher harus sekitar 100-130
o
C
untuk mendapatkan proses bleaching optimum untuk periode bleaching 30 menit. Steam
dengan tekanan rendah dimasukkan dalam bleacher untuk menggerakkan slurry
berkonsentrasi untuk kodisi bleaching yang lebih baik.
Slurry mengandung minyak dan bleaching earth kemudian melalui filter Niagara agar
bersih, bebas dari partikel bleaching earth. Temperatur dijaga pada 80 120
o
C untuk proses
filtrasi yang baik. Pada filter Niagara, slurry melewati lembaran filter dan bleaching earth
terjebak dalam lembaran filter. Sebenarnya, bleaching earth harus bersih dari filter Niagara
setelah 45 menit operasi untuk mendapatkan filtrasi yang baik. Bleached palm oil (BPO) dari
filter Niagara dipompa menuju tank buffer yang sebagai storage sementara sebelum proses
lebih lanjut.
Pada umumnya, dicheck pada filter kedua, perangkap filter yang digunakan dengan
filter Niagara untuk menjamin bahwa tidak ada bleaching earth lolos terjadi. Adanya
bleaching earth mencemari deodorizer, mengurangi stabilitas oksidasi dari produk minyak
dan berlaku sebagai katalis untuk aktifitas dimerizaition dan polimerisasi. Karena itu,
beberapa koreksi dapat diambil secepatnya.
BPO keluar dari filter dan melalui rangkaian sistem pengembalian panas (heat
recovery system), Schmidt plate heat exchanger dan spiral (termal minyak: 250-305
o
C) heat
exchanger memanaskan BPO dari 80 120
o
C sampai 210 250
o
C. BPO panas dari spiral
heat exchanger kemudian diproses ke tahap selanjutnya dimana FFA dan warna dikurangi
dan lebih penting, menghilangkan bau menghasilkan produk yang stabil dan bau yang
berkurang.
Dalam kolom pre-stripping dan deodorizing, proses deacidification dan deorization
terjadi secara bersamaan. Deodorisasi pada temperature tinggi, vakum yang tinggi, dan proses
destilasi vakum. Operasi deodorizer dengan alat: 1. Dearasi minyak, 2. Memanaskan minyak,
3. Steam strips minyak, 4. Mendinginkan minyak sebelum meninggalkan sistem. Semua
material adalah stainless steel.
Pada kolom, minyak umumnya dipanaskan kira-kira 240 280
o
C di bawah vakum.
Vakum kurang dari 10 torr biasanya dijaga oleh ejector dan booster. Panas bleaching minyak
terjadi pada temperatur ini melalui perusakan termal pigmen karotenoid. Penggunaan steam
langsung (direct steam) menjamin pembuangan residu FFA, aldehida dan keton yang tidak
diharapkan rasa dan baunya. Berat molekul yang lebih rendah dari fatty acid yang teruapkan
naik ke kolom dan tertarik keluar oleh sistem yang vakum. Uap fatty acid meninggalkan
deodorizer didinginkan dan dikumpulkan dalam kondensor fatty acid sebagai fatty acid. Fatty
acid kemudian didinginkan dalam fatty acid cooler dan dikeluarkan menuju storage tank fatty
acid dengan temperature sekitar 60 80
o
C sebagai destilat asam lemak kelapa sawit (palm
fatty acid distillate/ PFAD), by produk dari proses refinery.
Produk bawah (bottom product) dari pre-stripper dan deodorizer adalah refined,
bleached, deodorized palm oil (RBDPO). RBDPO panas (250-280
o
C) dipompa melalui
Schimidt Heat Exchanger untuk memindahkan panasnya ke BPO yang masuk dengan
temperature rendah. Lalu, melalui perangkap filter lainnya untuk mendapat minyak akhir
(120 140
o
C) untuk mencegah earth trace dari reaching tangki produk. Setelah itu, RBDPO
melalui RBDPO cooler dan plate heat exchanger untuk memindahkan panas ke umpan CPO.
RBDPO dipompa ke storage dengan temperatur 50 80
o
C. (Galz-dari Refinery of Palm Oil)


Teknologi LLDPE (Linear Low Density Polyethylene)

Industri petrokimia merupakan salah satu industri kimia yang penting di dunia, begitu
pula di Indonesia. Perkembangan industri petrokimia terbagi dalam dua bagian besar, yaitu
industri petrokimia hulu (upstream petrochemical) dan Industri petrokimia hilir (downstream
petrochemical). Industri petrokimia hulu adalah industri yang mengolah crude oil menjadi
bahan baku untuk industri hilir. Contoh produk industri hulu adalah ethylene, propylene,
butadiena, xylene. Sedangkan industri hilir adalah industri yang menghasilkan produk-produk
jadi yang siap pakai seperti polyethylene yang bila diolah lebih lanjut dapat dibuat menjadi
berbagai produk plastik.
Polyethylene pertama kali ditemukan oleh tim peneliti dari Imperial Chemical
Industries, Ltd (ICI) Inggris pada tahun 1933 dalam sebuah percobaan tak terduga dimana
ethylene dan benzaldehyde merupakan sisa reaksi dari polimer lilin pada temperatur 170
o
C
dan tekanan 190 MPa, kemudian dipatenkan pada tahun 1936 [Ulmans encyclopedia, 1992].
Pada tahun 1940 polimer ethylene mulai diperkenalkan secara komersial. Produksi komersial
resin poliethylene dengan densitas yang rendah (0,925 dan 0,935 g/cm
3
) dimulai pada tahun
1968 di Amerika Serikat oleh Phillips Petroleum co.
Salah satu produk polietilen adalah LLDPE (Linear Low Density Polyethylene).
Teknologi yang dapat dipakai dalam pembuatan LLDPE meliputi polimerisasi fase gas (gas-
phase fluidized-bed polymerization), polimerisasi dalam larutan (polymerization in solution),
dan polimerisasi suspensi (slury polymerization). Setiap proses memiliki spesifikasi katalis
tertentu yang membantu jalannya reaksi.
1. Polimerisasi Fase Gas
Proses polimerisasi fase gas pertama kali dibangun oleh Union Carbide pada tahun 1977,
dan dipatenkan dengan nama Unipol process. Teknologi ini juga dikembangkan oleh British
Petroleum Company. Teknologi ini hemat secara ekonomi, fleksibel, dan memiliki kisaran
yang luas dalam penggunaan katalis padat [Kirk Othmer, et al. 1998].

Gambar 1. polimerisasi fasa gas ( Union Carbide)
Proses Unipol menggunakan reaktor fluidized bed dengan bagian untuk
berlangsungnya reaksi berbentuk silinder, dan bagian yang mengembang untuk menurunkan
kecepatan gas sehingga memungkinkan entrained particles polymer jatuh kembali ke dalam
unggun (bed). Tinggi reaktor dapat mencapai 25 meter, reaktor beroperasi pada tekanan 1,5-
2,5 MPa (15-25 atm) dengan temperatur 70 sampai 95
o
C.
Gas ethylene, comonomer (1-butene) dan hidrogen dimasukkan ke dalam reaktor
melalui perforated distribution plate di bagian bawah reaktor yang sebelumnya telah
melewati tahapan pemurnian. Katalis diumpankan ke dalam reaktor melalui catalyst feeder
yang terletak disamping reaktor. Katalis padat yang digunakan adalah katalis TiCl
4

digabungkan dengan Co-catalyst TEAL (Try Ethyl Alumunium) sehingga membentuk katalis
Ziegler-Natta. Partikel katalis tinggal dalam reaktor selama 2.5 sampai 4 jam.
Aliran Gas dari bawah dan katalis dari samping akan membentuk fluidisasi, sehingga
diharapkan akan terjadi reaksi polimerisasi yang akan membentuk resin polyethylene. Pada
saat start up digunakan benih resin untuk membantu mempercepat proses polimerisasi,
diharapkan dengan adanya benih resin tersebut proses fluidisasi dapat berlangsung sempurna.
Mekanisme reaksi pembentukan polyethylene dari ethylene adalah sebagai berikut :
H = Kcal/kg produk
Panas yang dihasilkan dari reaksi polimerisasi ditransfer ke dalam Cycle Gas Cooler
dengan bantuan air pendingin untuk menjaga kestabilan temperatur di reaktor. Jika
diperlukan, sebagian dari aliran Cycle Gas dibuang ke flare melalui Product Purge Bin untuk
menjaga kestabilan tekanan reaktor dapat juga ditambahkan condensing agent untuk
membantu transfer panas di Cooler. Kecepatan Superficial Cycle Gas yang masuk ke dalam
reaktor berkisar antara 0.68-0.72 m/s, kecepatan ini dianggap dapat memfluidisasi resin
dengan sempurna untuk membantu mempercepat proses polimerisasi.
Reaktor dilengkapi dengan dua sistem pengeluaran produk yang dapat bekerja secara
bergantian (Cross tie mode) dalam keadaan normal. Cara kerjanya berdasarkan perbedaan
ketinggian unggun di dalam reaktor pada Control Set Reactor. Karena setiap terbentuk resin
polyethylene baru, akan memberikan variabel naiknya ketinggian unggun hingga ketinggian
tertentu. Setelah Level Set mendeteksi ketinggian tertentu yang telah ditetapkan dan
ketinggian tersebut telah mencapai delay time yang telah ditetapkan biasanya selama 5 detik,
maka terjadi pengeluaran produk secara otomatis. Jika Level Set telah dicapai namun delay
time belum terpenuhi maka pengeluaran produk tidak akan terjadi.
Resin polyethylene yang berupa powder (= 500-900 m, tergantung tipe katalis yang
digunakan) dikeluarkan dari reaktor menuju Pruduct Chamber untuk selanjutnya ditranfer
lagi ke Product Blow Tank (PBT), dari PBT di transfer ke Pruduct Purge Bin (PPB).
Keseluruhan sistem pengeluaran sistem kemudian disebut Product Discharge System (PDS)
[Kirk Othmer, et al. 1998].
Pada proses Unipol, reaktor polimerisasi fluidized bed dioperasikan tanpa zona
pengurangan kecepatan atau cyclone untuk memisahkan partikel yang bagus dari gas,
ternyata memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan yang pertama adalah pembentukan
lembaran yang curam di dinding atau kerak pada zona transisi dapat dihilangkan. Hasilnya
akan mengurangi shutdown pada reaktor. Keuntungan yang kedua adalah kedalaman dari area
bed polimerisasi dapat divariasikan sehingga output reaktor dapat ditingkatkan dengan
kondisi operasi yang bagus pula [US. Patent 4,255,542].
Pada proses polimerisasi fase gas untuk teknologi BP (British Petroleum), katalis
Ziegler-Natta dan metallocene dimasukan dalam reaktor fluidized-bed. Pengendalian terhadap
sifat propertis produk, seperti titik lebur dan densitas dilakukan oleh komposisi gas proses
dan kondisi operasi. Reaktor didesain agar terjadi mixing yang sempurna dan temperatur yang
seragam.

Gambar 2. polimerisasi fasa gas (BP process)
Kondisi operasi pada bed adalah, tekanan 20 bar g, dan temperatur antara 75 sampai
100 C. Partikel polimer terbentuk di reaktor fluidized bed dimana campuran gas ethylene,
comonomer, hydrogen dan nitrogen terfluidiskan. Partikel polimer yang bagu akan
meninggalkan reaktor bersama gas yang tertangkap oleh cyclone, yang merupakan keunikan
dari proses BP, yang akan direcycle kembali kedalam reaktor. Cyclone berfungsi juga untuk
mencegah terkontaminasinya produk pada saat transisi. Gas yang tidak bereaksi didinginkan
dan dipisahkan dari berbagai cairan, dikompes kemudian dikembalikan kedalam reaktor.
[Petrochemical Procesess. 2005].
Produk yang dihasilkan memiliki spesifikasi yaitu densitasnya 0,919 g/cm
3
m, titik leleh
1,0 g/10 menit, dan ketebalan 0,038 mm [Elias, Hans-Georg. 1986]. Polimer berbentuk
powder yang kemudian ditambahkan zat addiktif dan kemudian disimpan dalam storage
[Petrochemical Procesess. 2005].
2. Polimerisasi Larutan
Proses larutan telah dikembangkan oleh beberapa perusahaan meliputi Du Pont, Dow, dan
Mitsui untuk membuat LLDPE. Keuntungannya adalah dapat dengan mudah menangani
banyak jenis dari comonomer dan densitas produk tergantung katalis yang dipakai.

Gambar 3. polimerisasi larutan (Du Pont)
Penjelasan flowsheet proses Du Pont yaitu Ethylene dilarutkan dalam pelarut (diluent)
seperti heksana atau sikloheksana, kemudian dipompakan ke dalam reaktor pada tekanan 10
MPa. Tahapan reaksi merupakan proses adiabatis dan temperatur reaksinya adalah sekitar
200-300
o
C.
Umpan mengandung ethylene sebesar 25 wt% dimana 95% terkonversi menjadi
polyethylene dalam reaktor. Waktu tinggal dalam reaktor selama 2 menit. Katalis yang
dipakai yaitu campuran dari VOCl
3
dan TiCl
4
diaktifasi oleh kokatalis alkylaluminum,
Larutan polyethylene yang meninggalkan reaktor diolah dengan zat deaktifasi dan kemudian
campurannya melewati alumina dimana residu dari katalis yang sudah dideaktifasikan
diadsorb. Pelarut dan comonomer yang tidak bereaksi diuapkan dalam tahap
depressurization. Setelah ekstrusi menjadi pellet, penghilangan pelarut dilakukan dengan
melewatkan aliran gas panas melewati tumpukan pellet [Ulmans encyclopedia, 1992].
Kelemahan dari proses ini yaitu terdapatnya tahapan penghilangan katalis sehingga
memperbesar biaya proses.
3. Polimerisasi suspensi (slurry Polimeryzation)
Teknologi ini merupakan teknologi yang paling tua dalam pembuatan polyethylene. Philips
Petroleum Company telah mengembangkan proses slurry yang efisien untuk memproduksi
LLDPE. Reaktor dibangun menyerupai large folder loop yang mengandung serangkaian
pipa dengan diameter 0.5 sampai 1 meter.

Gambar4. polimerisasi suspensi (Phillips Petroleum)
Reaktor berbentuk double loop diisi dengan suatu pelarut ringan (biasanya isobutene),
dan mengelilingi loop dengan kecepatan tinggi secara kontinyu [Kirk Othmer, et al. 1998] .
Reaktor double loop bekerja pada tekanan 3,5 MN/m
2
, temperatur 85 sampai 100C, dan
waktu tinggal rata-rata adalah 1,5 jam. Katalis chromium/titanium dipakai dalam teknologi
ini [Alagoke, Olabisi: 1997 ]. Katalis disuspensikan oleh pelarut dan diumpankan ke dalam
reaktor [Ulmans encyclopedia, 1992]. Aliran campuran mengandung ethylene dan
comonomer (1-butene, 1-hexene, 1-oktene, atau 4-methyl-1-pentene), dikombinasikan dengan
diluent hasil recycle dan suspensi katalis, diumpankan ke dalam reaktor. Dalam reaktor
tersebut kopolimer etilen membentuk partikel-partikel yang tumbuh berlainan disekitar
partikel katalis [Kirk Othmer, et al. 1998].
Temperatur merupakan variabel operasi yang paling kritis dan harus selalu dikontrol
untuk menghindari terjadinya swelling (pengembangan) dari polimer. Setelah melewati waktu
tinggal antara 1.5 sampai 3 jam, resin mengendap secara singkat dalam tahap pengendapan di
tepi bawah loop dan dilepaskan menuju ke flash tank. Akhirnya pelarut dan monomer yang
terpisah masuk ke dalam sistem recovery pelarut untuk pemurnian dan recycling [Kirk
Othmer, et al. 1998].

Anda mungkin juga menyukai