PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
3
Dimana:
Q = kecepatan perpindahan panas secara konduksi(Btu/jam)
A = luas perpindahan panas (ft2)
K = konduktivitas (Btu/ft.hr.oF)
∆T = beda suhu antara permukan panas dan dingin (oF)
b. Konveksi
Merupakan perpindahan panas disebabkan adanya gerakan atom/molekul
suatu gas/cairan yang bersinggungan dengan permukaan.dengan persamaanya:
Qc = h.A.(Ts – Tv) …………………………..(2.2)
Dimana:
Qc = laju perpindahan panas konveksi (Btu/hr)
4
c. Radiasi
Merupakan gelompang perpindahan panas adanya perbedaan suhu dan
berlangsung secara gelombang elektromagnetik. Persamaanya adalah:
T1 𝐓2
Qr = C.F.A (T14 –T24) = 0,171[(100)4 – (100)4] ………….(2.3)
Dimana:
Qr = energi = perpindahan panas reaksi (Btu/jam)
C = konstanta Stefan Boltzrnan
F = faktor panas (emitifiutas bahan)
A = luas bidang (ft2)
T1 = suhu mutlak
T2 = suhu mutlak
elektromagnetik ini akan berubah menjadi panas jika terserap oleh benda yang
lain.
2.2.3 Perpindahan Panas Secara Konveksi
Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas dari suatu
zat ke zat yang lain disertai dengan gerakan partikel atau zat tersebut secara fisik.
2.2.4 Perpindahan Panas Secara Konduksi
Merupakan perpindahan panas antara molekul-molekul yang saling
berdekatan antar yang satu dengan yang lainnya dan tidak diikuti oleh
perpindahan molekul-molekul tersebut secara fisik. Molekul-molekul benda yang
panas bergetar lebih cepat dibandingkan molekul-molekul benda yang berada
dalam keadaan dingin. Getaran-getaran yang cepat ini, tenaganya dilimpahkan
kepada molekul di sekelilingnya sehingga menyebabkan getaran yang lebih cepat
maka akan memberikan panas.
Pada dasarnya prinsip kerja dari alat penukar kalor yaitu memindahkan
panas dari dua fluida padatemperatur berbeda di mana transfer panas dapat
dilakukan secara langsung ataupun tidak lansung.
1. Secara kontak langsung
Panas yang dipindahkan antara fluida panas dan dinginmelalui permukaan
kontak langsung berarti tidak ada dinding antara kedua fluida.Transfer panas yang
terjadi yaitu melalui interfase/penghubung antara kedua fluida. Contoh : aliran
steam pada kontak langsung yaitu 2 zat cair yang tidak dapat bercampur, gas-
liquid, dan partikel padat-kombinasi fluida.
2. Secara kontak tak langsung
Perpindahan panas terjadi antara fluida panas dandingin melalui dinding
pemisah dalam sistem ini, kedua fluida akan mengalir.
dengan cairan panas atau dingin cairan yang terkandung dalam ruang annular dan
cairan lainnya dalam pipa.
Alat penukar panas pipa rangkap terdiri dari dua pipa logam standart yang
dikedua ujungnya dilas menjadi satu atau dihubungkan dengan kotak penyekat.
Fluida yang satu mengalir di dalam pipa, sedangkan fluida kedua mengalir di
dalam ruang anulus antara pipa luar dengan pipa dalam. Alat penukar panas jenis
ini dapat digunakan pada laju alir fluida yang kecil dan tekanan operasi yang
tinggi. Sedangkan untuk kapasitas yang lebih besar digunaan penukar panas jenis
selonsong dan buluh (shell and tube heat exchanger).
Gambar 2.1 Penukar Panas Jenis Pipa Rangkap (Double Pipe Heat Exchanger)
2.3.2 Penukar Panas Cangkang Dan Buluh (Shell And Tube Heat
Exchanger)
Alat penukar panas cangkang dan buluh terdiri atas suatu bundel pipa yang
dihubungkan secara parallel dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel
(cangkang). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa, sedangkan fluida
yang lain mengalir di luar pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau
bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas pada penunjang pipa yang menempel
pada mantel. Untuk meningkatkan effisiensi pertukaran panas, biasanya pada alat
penukar panas cangkang dan buluh dipasang sekat buffle). Ini bertujuan untuk
membuat turbulensi aliran fluida dan menambah waktu tinggal (residence time),
namun pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop operasi dan
menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang dipertukarkan
panasnya harus diatur.
7
Gambar 2.2 Penukar Panas Jenis Cangkang Dan Buluh (Shell And Tube Heat
Exchanger)
2.3.3 Penukar Panas Plate And Frame (Plate And Frame Heat Exchanger)
Alat penukar panas pelat dan bingkai terdiri dari paket pelat - pelat tegak
lurus, bergelombang, atau profil lain. Pemisah antara pelat tegak lurus dipasang
penyekat lunak(biasanya terbuat dari karet). Pelat - pelat dan sekat disatukan oleh
suatu perangkat penekan yang pada setiap sudut pelat 10 (kebanyakan segi empat)
terdapat lubang pengalir fluida. Melalui dua dari lubang ini, fluida dialirkan
masuk dan keluar pada sisi yang lain, sedangkan fluida yang lain mengalir melalui
lubang dan ruang pada sisi sebelahnya karena ada sekat.
untuk penukar panas untuk menerima panas tambahan. Salah satu contoh di mana
ini telah diteliti untuk digunakan dalam elektronik pesawat daya tinggi.
Komponen-komponen yang terdapat pada heat exchanger adalah shell,
konstruksinya sangat ditentukan oleh keadaan tube yang akan ditempatkan
didalamnya. Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar atau pelat
logam yang dirol. Shell merupakan badan dari heat exchanger, dimana didapat
tube bundle. Untuk temperatur yang sangart tinggi kadang-kadang shell dibagi
dua disambungkan dengan sambungan ekspansi. Tube atau pipa merupakan
bidang pemisah antara kedua jenis fluida yang mengalir didalamnya dan sekaligus
sebagai bidang perpindahan panas. Ketebalan dan bahan pipa harus dipilih pada
tekanan operasi fluida kerjanya. Selain itu bahan pipa tidak mudah terkorosi oleh
fluida kerja.
Tube sheet, tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi
satu yang disebut tube bundle. HE dengan tube lurus pada umumnya
menggunakan 2 buah tube sheet. Sedangkan pada tube tipe U menggunakan satu
buah tube sheet yang berfungsi untuk menyatukan tube-tube menjadi tube bundle
dan sebagai pemisah antara tube side dengan shell side.
11
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan perpindahan panas ini
adalah sebagai berikut:
1. Air
11
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah:
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Perpindahan Panas
Bukaan Bukaan Suhu QDingin QPanas LMTD UDingin UPanas
Tube Shell (°C)
49 4,3 3,83 3,9 0,0023 1,10
75° 65° 53 6,70 5,74 29,64 0,0010 0,304
57 9,6 4,78 20,80 0,0044 0,198
49 8,14 4,31 19,1 0,012 5,04
70° 70° 53 8,62 6,28 25,13 0,0095 0,38
57 7,7 4,8 0,66 0,010 4,46
49 9,57 8,379 29,89 0,00083 0,303
65° 75° 53 8,13 4,55 27 0,0008 3,127
57 9,576 5,02 28,5 0,00052 0,194
4.2 Pembahasan
Pada praktikum mengenai perpindahan panas yang dilakukan kali ini
adalah dengan menggunakan alat Heat Exchanger jenis Shell and Tube yang 4
panas dalam Tube berbeda untuk setiap bukaan kran. Namun untuk laju alir pada
tiap aliran, pada aliran dingin dalam Shell selalu sama untuk setiap bukaan kran.
Hal ini dikarenakan pada Shell memiliki area alir yang cukup luas sehingga tidak
ada penyempitan yang mengakibatkan meningkatnya laju alir, sedangkan pada
Tube merupakan pipa yang sempit sehingga laju alir akan meningkat apabila
bukaan kran yang dibuka semakin besar. Adapun laju alir pada aliran panas dalam
Tube pada bukaan 75° adalah 14,35 liter/menit, pada bukaan 70° adalah 15,39
liter/menit, dan pada bukaan 65° adalah sebesar 17,95 liter/menit. Untuk laju alir
pada aliran dingin dalam Shell pada bukaan 65° adalah 20,6 liter/menit, pada
13
14
bukaan 70° adalah 24,458 liter/menit, dan pada bukaan 75° adalah sebesar 27,276
liter/menit.
Prinsip pada alat penukar panas adalah besarnya panas yang dilepas oleh
fluida panas sama dengan panas yang diserap oleh fluida dingin. Namun pada
percobaan ini ditemukan beberapa kekeliruan, dimana besarnya panas yang
dilepas pada fluida panas tidak sama dengan besarnya panas yang diserap fluida
dingin. Hal ini disebabkan kurangnya kalibrasi pada alat terutama pada aliran
Tube dengan menggunakan fluida dingin untuk menetralkan kembali suhunya,
sehingga permukaan pipa Tube masih menyimpan panas yang mengakibatkan
fluida dingin terlalu besar menyerap panas saat operasi kembali berlangsung.
4.2.1 Hubungan Antara Suhu Dengan UPanas
6
5,04
5
4
4,46
3,127
3 RUN I
Upanas
2 RUN II
1,1 0,198
0,194 RUN III
1
0,304
0,38 0,303
0
48 50 52 54 56 58
Suhu (˚C)
0.006 0,0044
RUN II
0.004 0,00083
0,0023
RUN III
0.002 0,0008
0,001 0,00052
0
48 50 52 54 56 58
Suhu (˚C)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat didapatkan dari percobaan ini adalah:
1. Laju alir pada aliran panas dalam Tube pada bukaan 75° adalah 14,35
liter/menit, pada bukaan 70° adalah 15,39 liter/menit, dan pada bukaan 65°
adalah sebesar 17,95 liter/menit. Laju alir pada aliran dingin dalam Shell
pada bukaan 65° adalah 20,6 liter/menit, pada bukaan 70° adalah 24,458
liter/menit, dan pada bukaan 75° adalah sebesar 27,276 liter/menit.
2. Koefisien perpindahan panas keseluruhan pada aliran panas berbanding
terbalik dengan kenaikan suhu fluida panas yang dialirkan ke dalam Tube.
3. Koefisien perpindahan panas keseluruhan pada aliran dingin berbanding
lurus dengan kenaikan suhu fluida panas yang dialirkan ke dalam Tube.
5.2 Saran
Selain Shell and tube heat exchanger dapat digunakan juga jenis heat
exchanger yang lain seperti Double pipe heat exchanger, Extended purpose heat
exchanger, dan lain-lain.
16
17
BAB I
PENDAHULUAN
17
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengeringan
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan
yang memerlukan panas untuk menguapkan air dari permukaan bahan tanpa
mengubah sifat kimia dari bahan tersebut. Dasar dari proses pengeringan adalah
terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara
udara dan bahan yang dikeringkan. Laju pemindahan kandungan air dari bahan
akan mengakibatkan berkurangnya kadar air dalam bahan tersebut.
Pengeringan adalah pemisahan sejumlah kecil air dari suatu bahan
sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat itu sampai suatu
nilai rendah yang dapat diterima, dengan menggunakan panas. Pada proses
pengeringan ini air diuapkan menggunakan udara tidak jenuh yang dihembuskan
pada bahan yang akan dikeringkan. Air (atau cairan lain) menguap pada suhu
yang lebih rendah dari titik didihnya karena adanya perbedaan kandungan uap air
pada bidang antar-muka bahan padat-gas dengan kandungan uap air pada fasa gas.
Gas panas disebut medium pengering, menyediakan panas yang diperlukan untuk
penguapan air dan sekaligus membawa air keluar. Air juga dapat dipisahkan dari
bahan padat, secara mekanik menggunakan cara pengepresan sehingga air keluar,
dengan pemisah sentrifugal, dengan penguapan termal ataupun dengan metode
lainnya. Pemisahan air secara mekanik biasanya lebih murah biayanya dan lebih
hemat energi dibandingkan dengan pengeringan.
Kandungan zat cair dalam bahan yang dikeringkan berbeda dari satu bahan
ke bahan lain. Ada bahan yang tidak mempunyai kandungan zat cair sama sekali
(bone dry). Pada umumnya zat padat selalu mengandung sedikit fraksi air sebagai
air terikat. Kandungan air dalam suatu bahan dapat dinyatakan atas dasar
basah (% berat) atau dasar kering, yaitu perbandingan jumlah air dengan jumlah
bahan kering.
Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena
perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam
18
19
hal ini, kandungan uap air udara lebih sedikit atau udara mempunyai kelembaban
nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan. Kemampuan udara membawa uap
air bertambah besar jika perbedaan antara kelembaban nisbi udara pengering
dengan udara sekitar bahan semakin besar. Salah satu faktor yang mempercepat
proses pengeringan adalah kecepatan angin atau udara yang mengalir. Udara yang
tidak mengalir menyebabkan kandungan uap air di sekitar bahan yang dikeringkan
semakin jenuh sehingga pengeringan semakin lambat.
Tujuan akhir dari sistem pengeringan bukan saja untuk mempercepat
proses pengeringan, akan tetapi juga untuk meningkatkan mutu bahan yang
dikeringkan dan sistem dapat beroperasi dengan biaya relatif rendah. Dengan kata
lain, kita ingin mengoptimumkan operasi sistem pengeringan tersebut. Sistem
pengeringan dapat direka bentuk hanya setelah kita mengetahui prinsip dasar
pengeringan suatu jenis bahan. Hal ini penting untuk menghindari proses
pengeringan lampau dan pengeringan yang terlalu lama, karena kedua proses
pengeringan ini akan meningkatkan biaya operasi.
Metodologi dan teknik pengeringan dapat dikatakan baik apabila kita
memahami konsep pengeringan itu sendiri. Dengan mengetahui konsep tersebut
maka dapat membantu kita menghasilkan satu sistem pengeringan yang handal
dan dapat beroperasi secara optimum.
Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas
perkembangan organisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan terhambat atau bakteri terhenti sama sekali. Dengan demikian bahan
yang dikeringkan mempunyai waktu simpan lebih lama. Proses pengeringan
diperoleh dengan cara penguapan air. Cara tersebut dilakukan dengan
menurunkan kelembapan nisbi udara dengan mengalirkan udara panas di
sekeliling bahan, sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air
di udara. Perbedaan tekanan itu menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan
ke udara.
Di Industri kimia proses pengeringan adalah salah satu proses yang
penting. Proses pengeringan ini dilakukan biasanya sebagai tahap akhir sebelum
dilakukan pengepakan suatu produk ataupun proses pendahuluan agar proses
20
semakin cepat. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan,
akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang disebut "Case Hardening", yaitu suatu
keadaan dimana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya
masih basah.
3. Kecepatan Aliran Udara
Makin tinggi kecepatan udara, makin banyak penghilangan uap air dari
permukaan bahan sehinngga dapat mencegah terjadinya udara jenuh di permukaan
bahan. Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat
mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan
bahan pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfir jenuh yang akan
memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat
pengeringan berjalan dengan baik, proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu
semakin mudah dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan.
4. Tekanan Udara
Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk
mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan
berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak
tetampung dan disingkirkan dari bahan pangan. Sebaliknya jika tekanan udara
semakin besar maka udara disekitar pengeringan akan lembab, sehingga
kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju
pengeringan.
5. Kelembapan Udara
Makin lembab udara maka makin lama kering, sedangkan makin kering
udara maka makin cepat pengeringan. Karena udara kering dapat mengabsobsi
dan menahan uap air. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kelembaban nisbi
masing-masing. Kelembaban pada suhu tertentu dimana bahan tidak akan
kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau tidak akan mengambil uap air dari
atmosfir (Winarno, F.G. 1993).
22
menyebabkan uap air kembali membentuk titisan air. Seandainya suhu dinaikkan,
tekanan jenuh juga akan turnt meningkat. Oleh karena itu kita dapat
mendefenisikan tekanan jenuh sebagai tekanan uap air diatas permukaan air
mendidih dalam suatu ketel tertutup tanpa udara.
Tekanan jenuh berubah menurut keadaan suhu yang menyebabkan air
tersebut mendidih. Oleh karena itu nilai tekanan jenuh senantiasa berubah.
Kelembaban adalah suatu istilah yang berkenaan dengan kandungan air di dalam
udara. Udara dikatakan mempunyai kelembaban yang tinggi apabila uap air yang
dikandungnya tinggi, begitu juga sebaliknya. Secara matematis, kelembaban
dihubungkan sebagai rasio berat uap air di dalam suatu volume udara
dibandingkan dengan berat udara kering (udara tanpa uap air) di dalam volume
yang sama. Kwantitas panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air pada suhu
dan tekanan tertentu disebut kapasitas panas. Setelah kualitas udara diketahui,
barulah kita dapat mengkaji kemampuan udara menguapkan air yang berada
dalam suatu bahan, karena bahan yang akan dikeringkan selalu berada di dalam
udara berkualitas tertentu.
Pengalaman sehari-hari kita dapati bahwa sejumlah udara hanya mampu
untuk mengeringkan suatu bahan atau menguapkan air dari suatu bahan apabila
bahan tersebut tidak seratus persen lembab. Dengan kata lain, kemampuan udara
untuk menguapkan air dalam suatu bahan pada proses pengeringan adalah
maksimum apabila udara tersebut kering dan nol apabila udara tersebut jenuh
dengan uap air (Fadilah, 2010).
25
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.2 Bahan-Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Pisang Mentah
3.2 ProsedurKerja
Adapun prosedur kerja percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Buah pisang mentah dipotong sesuai bentuk dan ukuran yang telah
ditentukan.
2. Ditimbang buah pisang mentah yang telah dibentuk dan diukur sebelum
dimasukkan oven.
3. Setelah suhu dan waktu yang telah ditentukan tercapai buah pisang mentah
ditimbang untuk melihat kadar air yang telah berkurang dari pisang
mentah tersebut dan selanjutnya dipanaskan lagi sesuai variasi suhu dan
waktu yang telah ditentukan.
4. Dibuat tabel waktu, moisture content dan % moisture content rata-rata
dalam kecepatan pengeringan.
25
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Pengeringan pada Suhu 50℃
Waktu Massa (gram) Moisture content % Moisture Content
(menit)
0 3,54 1,13 2,33 0 0 0 0 0 0
50 2,89 0,91 1,89 0,184 0,195 0,180 18,4 19,5 18,0
55 2,84 0,87 1,87 0,198 0,230 0,197 19,8 23,0 19,7
60 2,80 0,84 1,81 0,209 0,157 0,223 20,9 25,7 22,3
26
27
4.2 Pembahasan
Proses pengeringan bertujuan pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair
lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat
padat itu sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima (Mc Cabe, 2002). Bahan
yang digunakan pada percobaan praktikum ini adalah pisang elang. Kadar air
merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air yang
terkandung di dalam bahan (Refli, 2011). Moisture content menunjukkan
besarnya kadar air dalam suatu bahan, apabila suatu bahan sudah kering maka
nilai moisture content akan konstan (Geankoplis, 1987). Adapun grafik hubungan
antara waktu terhadap persen moisture content dapat dilihat pada gambar 4.1
dibawah ini.
30
25
Moisture Content (%)
20
15 Segitiga
Persegi
10
Bulat
5
0
48 50 52 54 56 58 60 62
Waktu (Menit)
Gambar 4.1 Grafik hubungan antara waktu terhadap persen moisture content
dengan suhu 50℃
Dari gambar 4.1 diatas, dapat dilihat adanya perbedaan garis perubahan
moisture content terhadap waktu dengan suhu pengeringan 50℃. Waktu yang
digunakan yaitu 50 menit, 55 menit, dan 60 menit. Pada bentuk bulat nilai
moisture content yaitu 18,4%, 19,8%, dan 20,9%. Pada bentuk segitiga sama sisi
nilai moisture content yaitu 19,5%, 23,0%, 25,7%. Pada bentuk persegi panjang
nilai moisture content yaitu 18,0%, 19,7% dan 22,3%. Pada bentuk segitiga sama
28
sisi nilai moisture content lebih tinggi yaitu 25,7%, sedangkan pada bentuk
persegi panjang nilai moisture content lebih rendah yaitu 18,0%.
Adapun grafik hubungan antara waktu terhadap persen moisture content
dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini.
35
30
Moisture Content (%)
25
20
Segitiga
15
Persegi
10 Bulat
5
0
48 50 52 54 56 58 60 62
Waktu (Menit)
Gambar 4.2 Grafik hubungan antara waktu terhadap persen moisture content
dengan suhu 60℃
Dari gambar 4.2 diatas, dapat dilihat adanya perbedaan garis perubahan
moisture content terhadap waktu dengan suhu pengeringan 60℃. Waktu yang
digunakan yaitu 50 menit, 55 menit, dan 60 menit. Bentuk yang digunakan yaitu
bulat, segitiga sama sisi dan persegi panjang. Pada bentuk bulat nilai moisture
content yaitu 25,7%, 26,1%, dan 28,7%. Pada bentuk segitiga sama sisi nilai
moisture content yaitu 27,2%, 29,8%, 33,1%. Pada bentuk persegi panjang nilai
moisture content yaitu 23,6%, 25,8% dan 29,6%. Pada bentuk segitiga sama sisi
nilai moisture content lebih tinggi yaitu 33,1%, sedangkan pada bentuk persegi
panjang nilai moisture content lebih rendah yaitu 23,6%. Ini dikarenakan bentuk
segitiga sama sisi lebih kecil yaitu dengan diameter 2 cm sedangkan bentuk
persegi panjang lebih besar yaitu dengan panjang 5x3 cm, dan bentuk yang kecil
lebih cepat konstan moisture content nya.
Adapun grafik hubungan antara waktu terhadap persen moisture content
dapat dilihat pada gambar 4.3 dibawah ini.
29
50
45
Moisture Content (%) 40
35
30
25 Persegi
20 Bulat
15
Segitiga
10
5
0
48 50 52 54 56 58 60 62
Waktu (Menit)
Gambar 4.2 Grafik hubungan antara waktu terhadap persen moisture content
dengan suhu 70℃
Dari gambar 4.3 diatas, dapat dilihat adanya perbedaan garis perubahan
moisture content terhadap waktu dengan suhu pengeringan 70oC. Pada bentuk
bulat nilai moisture content yaitu 30,3%, 33,2%, dan 35,0%. Pada bentuk segitiga
sama sisi nilai moisture content yaitu 25,2%, 26,6%, 32,4%. Pada bentuk persegi
panjang nilai moisture content yaitu 38,6%, 41,3% dan 47,3%. Pada bentuk
persegi panjang nilai moisture content lebih tinggi yaitu 47,3%, sedangkan pada
bentuk segitiga sama sisi nilai moisture content lebih rendah yaitu 25,7%. Pada
run I dan III moisture content yang tertinggi pada bentuk segitiga sama sisi tidak
seperti pada run II, ini dikarenakan pemotongan yang tidak sama besar.
Dapat dilihat pada run I, II, dan III, Semakin tinggi suhu dan lamanya
waktu pengeringan yang diberikan, memberikan pengaruh yang sangat besar
terhadap kecepatan perpindahan air karena semakin tinggi suhu pengeringan
maka semakin cepat terjadi penguapan, sehingga kandungan air di dalam
bahan semakin rendah (Winarno, 1995).
30
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Semakin besar suhu yang diberikan maka proses pengeringan akan
berlangsung cepat.
2. Kadar air bahan dalam bahan juga mempengaruhi lamanya atau waktu
yang diperlukan untuk mengeringkan bahan tersebut.
3. Semakin kecil suatu bahan maka proses pengeringan akan semakin cepat.
4. Nilai moisture content tertinggi yaitu pada bentuk persegi panjang, suhu
70℃ dan pada waktu 60 menit yaitu 47,3%.
5. Nilai moisture content terendah yaitu pada bentuk bulat, suhu 50℃ dan
pada waktu 50 menit yaitu 18,4%.
5.2 Saran
Adapun saran yang diberikan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
Sebaiknya pemotongan sampel pisang raja yang dikeringkan merata, besar
dan ketebalan setiap bagiannya sama. Pada praktikum pengeringan selanjutnya
sebaiknya menggunakan sampel yang berbeda seperti kentang dan lain-lain yang
mengandung air.
30
31
BAB I
PENDAHULUAN
31
32
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
32
33
pemisahan alkohol menjadi senyawa yang relative murni melalui alat alembik,
bahkan desain ini menjadi semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan
distilasi skala mikro, The Hickman Stillhead dapat terwujud. Tulisan oleh Jabir
Ibnu Hayyan (721-815) yang lebih dikenal dengan Ibnu Jabir menyebut tentang
uap anggur yang dapat terbakar. Ia juga telah menemukan banyak peralatan dan
proses kimia yang bahkan masih banyak dipakaisampai saat kini. Kemudian
teknik penyulingan diuraikan dengan jelas oleh Al-Kindi (801 - 873).Salah satu
penerapan terpenting dari metode distilasi adalah pemisahan minyak mentah
menjadi bagian-bagian untuk penggunaan khusus seperti untuk transportasi,
pembangkit listrik, pemanas, dan lain-lain. Udara didistilasi menjadi komponen-
komponen seperti oksigen untuk penggunaan medis dan helium pengisi balon
Distilasi telah digunakan sejak lama untuk pemekatan alkohol dengan penerapan
panas terhadap larutan hasil fermentasi untuk menhasilkan minuman suling B.
2.4 Metanol
Metanol merupakan senyawa volatil yang mempunyai titik didih 64.7 °C,
148.4 °F (337.8 K), juga dikenal sebagai metil alkohol adalah senyawa kimia
dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupakan bentuk alkohol paling
sederhana. Pada "keadaan atmosfer" metanol berbentuk cairan yang ringan,
mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang
khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan
pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif. Metanol
diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses
tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari,
uap methanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar
matahari menjadi karbon dioksida dan air. Api dari metanol biasanya tidak
berwarna. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati bila berada dekat metanol yang
terbakar untuk mencegah cedera akibat api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang
beracun, metanol sering digunakan sebagai bahan aditif bagi pembuatan alkohol
(Geankoplis, 1983).
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
38
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil dari percobaan ini adalah :
Tabel 4.1 Data Hasil Densitas dan Xe
No. % Etanol ρ Etanol (gr/ml) Xe
1 20 0,9864 0,0493
2 25 0,9884 0,0800
3 30 0,9896 0,1189
4.2 Pembahasan
Pada percobaan distilasi ini dapat diketahui bahwa distilasi adalah proses
pemisahan yang didasarkan pada perbedaan titik didih suatu bahan yang
digunakan. Sebelum dilakukan proses distilasi terlebih dahulu membuat larutan
umpan yaitu 40% Etanol dalam volume 500 ml, sehingga didapat larutan
umpannya sebesar 208,33 ml etanol. Namun sebelum melakukan proses distilasi,
terlebih dahulu membuat larutan standar untuk larutan etanol 20%, 25%, dan 30%
guna mengetahui densitas dari larutan etanol dan komposisi atau persen beratnya.
Untuk larutan etanol 20% didapat densitasnya sebesar 0,9864 gr/ml dan %
beratnya sebesar 0,0493, sedangkan untuk larutan etanol 25% densitasnya sebesar
0,9884 gr/ml dan % beratnya sebesar 0,0800, dan untuk larutan etanol 30%
41
42
densitasnya sebesar 0,9896 gr/ml dan % beratnya sebesar 0,1189. Pada percobaan
ini didapatkan konversi pada waktu 45, 60, 75 menit berturut-turut sebesar 32,65
%, 36,73 %, 43,88 %. Hasil konversi ini masih sangat sedikit karena akurasi alat
yang sudah tidak tepat, pemasangan air pendingin pada kondensor yang kurang
baik yang mengakibatkan masuknya air kedalam labu kondensat, terjadinya
kehilangan panas pada saat proses berlangsung yang menyebabkan suhu operasi
menjadi tidak stabil dan waktu tinggal yang sebentar. Waktu tinggal sangat
mempengaruhi konversi pada percobaan ini,sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa semakin lama proses distilasi berlangsung maka massa refluk yang
dihasilkan semakin sedikit dan volume kondensat akan semakin banyak (Warren,
1985).
Pada percobaan distilasi ini terdapat 2 penugasan yaitu membuat kurva
standar antara 𝜌e vs Xe dan kurva antara massa kondensat vs waktu. Dimana
densitas dari masing-masing etanol didapat sebesar 0,9864 gr/ml, 0,9884 gr/ml
dan 0,9896 gr/ml, sedangkan nilai Xe yang didapat adalah 0,0493, 0,0800 dan
0,1189. Mengenai hubungan antara densitas dan komposisi atau % berat dari
masing-masing larutan etanol yang dibuat dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik antara ρe vs Xe
0.14
Xe (Komposisi % berat)
0.12 0.1189
0.1
0.08 0.08
0.06
0.0493
0.04
0.02
0
0.986 0.9865 0.987 0.9875 0.988 0.9885 0.989 0.9895 0.99
ρe (gr/ml)
dihasilkan semakin besar pula. Hal ini disebabkan karena semakin besar % larutan
suatu komponen maka konsentrasi komponen yang terkandung dalam larutan
semakin besar. Maka dapat dikatakan pula bahwa % larutan berbanding lurus
dengan densitas dan komposisi atau % berat.
Dalam melakukan proses distilasi dengan menggunakan larutan etanol 40
% dalam volume 500 ml sehingga diperoleh umpannya sebesar 208,33 ml yang di
distilasi dengan perbandingan waktu 45 menit, 60 menit, dan 75 menit serta suhu
pada oil batch sebesar 90℃. Pada waktu proses distilasi selama 45 menit
diperoleh massa kondensat sebesar 160 gram yang memiliki densitas 0,88 gr/ml
dan massa refluk 290 gram dengan densitas 0,926 gr/ml. Pada waktu 60 menit
diperoleh massa kondensat 180 gram yang memiliki densitas 0,86 gr/ml dan
massa refluk sebesar 260 gram dengan densitas 0,940 gr/ml. Pada waktu 75 menit
diperoleh massa kondensat 215 gram yang memiliki densitas 0,84 gr/ml dan
massa refluk sebesar 245 gram dengan densitas 0,966 gr/ml. Mengenai hubungan
antara massa kondensat terhadap waktu distilasi dapat dilihat pada grafik dibawah
ini:
60 60
40 45
20
0
0 50 100 150 200 250
Massa Kondensat (Gram)
Gambar 4.2.2 Grafik Hubungan antara Massa Kondensat terhadap Waktu Distilasi
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu yang
digunakan pada proses distilasi maka akan semakin banyak pula massa kondensat
yang diperoleh, namun massa refluk yang dikembalikan semakin sedikit. Hal ini
disebabkan karena untuk senyawa etanol murni memiliki titik uap 78,37℃
sehingga untuk dapat menguapkan larutan etanol 40% dan menjadikannya sebagai
44
kondensat dengan menggunakan suhu oil batch 90℃ dibutuhkan waktu yang lebih
lama. Sesuai dengan pernyataan dalam teori mengenai distilasi refluk dimana
tujuan dengan adanya proses refluk adalah untuk meningkatkan kemurnian
produk yang akan dihasilkan. Massa refluk yang dihasilkan akan semakin sedikit
seiring bertambahnya waktu pada proses distilasi (Mc. Cabe, 1999). Maka dapat
dikatakan bahwa waktu berbanding lurus dengan massa kondensat yang
dihasilkan namun berbanding terbalik dengan massa refluk yang dihasilkan.
45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Semakin besar % larutan etanol yang dibuat maka densitasnya akan
semakin besar.
2. Semakin besar % larutan etanol yang dibuat maka % berat komponen yang
terkandung akan semakin besar.
3. Semakin lama waktu yang digunakan maka massa kondensat yang didapat
semakin banyak dan massa refluk semakin sedikit.
4. Semakin banyak massa kondensat maka densitas yang diperoleh semakin
rendah.
5. Pada komposisi etanol 20%, 25%, 30% didapat densitas dari masing-
masing komposisi adalah 0,9864 gr/ml, 0,9884 gr/ml, dan 0,9896 gr/ml.
6. Pada waktu 45 menit, 60 menit, dan 75 menit didapat massa kondensat
sebanyak 160 gr, 180 gr, dan 215 gr.
7. Pada percobaan ini didapatkan konversi pada waktu 45, 60, 75 menit
berturut-turut sebesar 32,65 %, 36,73 %, 43,88 %.
5.2 Saran
Adapun saran pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya sebelum praktikum dimulai, pastikan alat dan bahan yang
digunakan sudah tersedia semuanya.
2. Pada saat pengambilan etanol, pastikan masker dan sarung tangan dipakai,
karena etanol bersifat volatile (mudah menguap) dan berbau, setelah
pengambilan dilakukan etanol ditutup kembali.
45
46
BAB I
PENDAHULUAN
46
47
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
47
48
D yang terbentuk terdiri dari partikel lebih berat sehingga lebih cepat mengendap.
Pada zona transisi, fluida mengalir ke atas karena tekanan dari zona D. Zona C
adalah daerah dengan distribusi ukuran yang berbeda-beda dan konsentrasi tidak
seragam. Zona B adalah daerah konsentrasi seragam, dengan komsentrasi dan
distribusi sama dengan keadaan awal. Di atas zona B, adalah zona A yang
merupakan cairan bening.
Selama sedimentasi berlangsung, tinggi masing-masing zona berubah
(gambar 2 b, c, d). Zona A dan D bertambah, sedang zona B berkurang. Akhirnya
zona B, C dan transisi hilang, semua padatan berada di zona D. Saat ini disebut
critical settling point, yaitu saat terbentuknya batas tunggal antara cairan bening
dan endapan (Asdak, 1995).
2. Cara Semi-Batch
Pada sedimentasi semi-batch , hanya ada cairan keluar saja, atau cairan masuk
saja. Jadi, kemungkinan yang ada bisa berupa slurry yang masuk atau beningan
yang keluar. Mekanisme sedimentasi semi-batch bisa dilihat pada gambar 2.2
berikut.
Keterangan:
A = cairan bening
B = zona konsentrasi seragam
C = zona ukuran butir tidak seragam
D = zona partikel padat terendapkan
3. Cara Kontinyu
Pada cara ini, ada cairan slurry yang masuk dan beningan yang dikeluarkan
secara kontinyu. Saat steady state, ketinggian tiap zona akan konstan. Mekanisme
sedimentasi kontinyu bisa dilihat pada gambar 2.3 berikut.
dasar (endapan). Selama proses berlangsung sedimentasi terdapat tiga buah gaya,
yaitu:
1. Gaya gravitasi
Gaya ini terjadi apabila berat jenis larutan lebih kecil dari berat jenis partikel,
sehingga partikel lain lebih cepat mengendap. Gaya ini biasa dilihat pada saat
terjadi endapan atau mulai turunnya partikel padatan menuju ke dasar tabung
untuk membentuk endapan.
2. Gaya apung atau melayang
Gaya ini terjadi jika massa jenis partikel lebih kecil dari pada massa jenis
fluida yang sehingga padatan berapa pada permukaan cairan.
3. Gaya Dorong
Gaya dorong terjadi pada saat larutan dipompakan kedalam tabung
klarifier. Gaya dorong dapat juga dilihat pada saat mulai turunnya partikel
padatan karena adanya gaya gravitasi, maka fluida akan memberikan gaya yang
besarnya sama dengan berat padatan itu sendiri (Cheremissinoff, 2002).
1. Discrette Settling
Discrette settling adalah pengedapan yang memerlukan konsentrasi suspensi
solid yang paling rendah, sehingga analisisnya menjadi yang paling
sederhana. Partikel mengendap dengan bebas dengan kata lain tidak
mempengaruhi pengendapan partikel lain.
2. Flocculant Settling
Pada jenis ini konsentrasi partikel cukup tinggi, dan terjadi pada sat
penggumpalan meningkat. Peningkatan massa menyebabkan partikel jatuh lebih
cepat.
3. Hindered Settling
Konsentrasi partikel pada jenis ini tidak terlalu tinggi, partikel akan
bercampur dengan partikel lainnya dan akan jatuh bersama-sama.
4. Compression Settling
Berada pada konsentrasi yang paling tinggi pada suspensi solid dan terjadi
pada jangkauan yang paling rendah (Mc.Cabe, 1999).
53
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
53
54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil percobaan sedimentasi pada beaker gelas dan gelas ukur
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Sedimentasi
Waktu Beaker Glass (cm) Gelas Ukur (cm)
No (t) 90 gr/l 120 gr/l 150 gr/l 90 gr/l 120 gr/l 150 gr/l
1 0 10 10 10 10 10 10
2 4 9,2 9,4 9,5 9,3 9,6 9,7
3 8 8,4 8,7 9,2 8,6 8,7 9,4
4 12 7,2 7,9 9,0 7,4 7,9 9,1
5 16 6,6 6,6 8,7 6,5 6,8 8,8
6 20 5,5 5,2 8,5 5,7 5,5 8,6
7 24 4,8 4,4 7.6 4,6 4,6 7,8
8 28 3,5 3,2 6,2 3,1 3,4 7,4
9 32 2,3 3,0 5,8 2,7 3,2 6,5
10 36 1,3 2,9 4,3 1,4 3,0 6,0
11 40 0,5 2,7 3,8 0,7 2,9 5,7
12 44 0,5 2,4 3,5 0,7 2,5 5,2
13 48 0,5 1,9 2,8 0,7 2,2 5,0
14 52 - 1,7 2,2 - 1,9 4,1
15 56 - 1,7 2,2 - 1,9 4,1
16 60 - 1,7 2,2 - 1,9 4,1
Adapun hasil perhitungan percobaan sedimentasi pada beaker gelas
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan pada Beaker Gelas
Beaker Gelas
No. V (cm/menit) Co (gr/L)
90 gr/l 120 gr/l 150 gr/l 90 gr/l 120 gr/l 150 gr/l
1 0,2 0,15 0,2 97,82 127,65 157,89
2 0,2 0,175 0,075 107,14 137,93 163,04
3 0,3 0,2 0,05 125 151,89 166,66
4 0,15 0,325 0,075 136,36 181,81 172,41
5 0,275 0,35 0,05 163,63 230,76 176,47
6 0,175 0,2 0,225 187,5 272,72 197,36
7 0,325 0,3 0,35 257,14 375 241,93
8 0,3 0,05 0,1 391,30 400 258,62
9 0,25 0,025 0,375 692,30 413,79 348,83
54
55
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hubungan Interface (z) terhadap Waktu (t) pada Beaker Gelas
Percobaan ini menggunakan bahan baku tepung dan pewarna, dan
dilakukan percobaan dengan berbagai konsentrasi yaitu 90 gr/l, 120 gr/l, dan 150
gr/l. Kemudian, masing-masing konsentrasi dilarutkan dalam 1 liter air kemudian
dimasukkan ke dalam beaker gelas dan dicatat ketinggian antar muka dalam
selang waktu 4 menit sampai ketinggian antar muka konstan. Pada konsentrasi 90
gr pada selang waktu 4 menit tinggi endapan tepung menjadi 9.2 cm, dan untuk
selang waktu 48 menit berikutnya tinggi endapan yang dihasilkan adalah 0,5 cm.
Pada konsentrasi 120 gr pada selang waktu 4 menit dihasilkan tinggi endapan
56
yaitu 9,4 cm dan untuk selang waktu 60 menit tinggi endapan yang dihasilkan
adalah 1,7 cm. Pada konsentrasi 150 gr pada selang waktu 4 menit tinggi endapan
yang dihasilkan adalah 9,5 cm dan pada selang waktu 60 menit tinggi endapan
yang dihasilkan adalah 2,2 cm.
Berikut merupakan grafik hubungan antara interface (z) terhadap waktu (t)
pada Beaker Glass.
70
60
50
z (cm)
40
30
Co= 90 gr/L
20 Co= 120 gr/L
10 Co= 150 gr/L
0
0 2 4 6 8 10 12
t (menit)
Grafik 4.2.1 Hubungan Interface (z) terhadap Waktu (t) pada Beaker Glass
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu
maka tinggi endapan yang dihasilkan semakin rendah dan semakin besar
konsentrasi maka tinggi endapan yang didapat semakin besar sehingga waktu
pengendapan semakin lama.
Semakin lama waktu pengendapan maka tinggi antar muka semakin
berkurang dan berangsur angsur mencapai zona jernih, hal ini disebabkan
pemampatan atau kompresi pada endapan yang mempunyai luas permukaan lebih
besar. Semakin besar luas permukaan maka endapan yang diperoleh semakin
kecil.
4.2.2 Hubungan Interface (z) terhadap waktu (t) pada Gelas Ukur
Pada konsentrasi 90 gr pada selang waktu 4 menit tinggi endapan tepung
menurun tinggi endapan nya yaitu 9,5 cm, dan untuk selang waktu 48 menit
berikutnya tinggi endapan yang dihasilkan adalah 0,7 cm. Pada konsentrasi 120 gr
57
pada selang waktu 4 menit dihasilkan tinggi endapan yaitu 9,3 cm dan untuk
selang waktu 60 menit tinggi endapan yang dihasilkan adalah 1,9 cm. Pada
konsentrasi 150 gr pada selang waktu 4 menit tinggi endapan yang dihasilkan
adalah 9,7 cm dan pada selang waktu 30 menit tinggi endapan yang dihasilkan
adalah 4,1 cm.
Berikut merupakan grafik hubungan antara interface (z) terhadap waktu (t)
pada gelas ukur.
70
60
50
z (cm)
40
30
Co= 90 gr/L
20 Co= 120 gr/L
Co= 150 gr/L
10
0
0 2 4 6 8 10 12
t (menit)
Grafik 4.2.2 Hubungan Interface (z) terhadap Waktu (t) pada Gelas Ukur
Berdasarkan grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa tinggi endapan pada
gelas ukur lebih tinggi dibandingkan pada beaker glass, hal ini dikarenakan luas
permukaan gelas ukur lebih kecil dibandingkan beaker glass. Semakin besar luas
permukaan suatu wadah maka endapan yang diperoleh akan semakin kecil, begitu
juga sebaliknya.
58
4.2.3 Hubungan Laju Pengendapan (V) Terhadap Konsentrasi Liquid (Co) pada
Beaker Gelas
0.8
0.7
V (cm/menit)
0.6
0.5
0.4 Co= 90 gr/L
0.3
Co=120 gr/L
0.2
0.1 Co=150 gr/L
0
0 500 1000 1500 2000
Co (gr/L)
Grafik 4.2.3 Hubungan antara konsentrasi terhadap laju pengendapan pada beaker
gelas
Berdasarkan literatur diketahui bahawa semakin besar konsentrasi maka
semakin kecil laju pengendapan, dan pada grafik diatas diketahui bahwa hasil
yang didapat tidak sesuai literatur diakibatkan kemungkinan adanya kesalah pada
saat melakukan pengamatan pada endapaan dan kurangnya ketelitian praktikan
disaat melakukan pengamatan.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, laju pengendapan pada beaker
glass lebih cepat dibandingkan dengan gelas ukur. Hal ini disebabkan karena luas
penampang beaker glass lebih besar dibandingkan gelas ukur.
4.2.4 Hubungan Laju Pengendapan (V) Terhadap Konsentrasi Liquid (Co) pada
Gelas Ukur
0.4
0.35
V (cm/menit)
0.3
0.25
Co=90 gr/L
0.2
0.15 Co=120gr/L
0.1 Co=150gr/L
0.05
0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Co (gr/L)
Grafik 4.2.3 Hubungan antara konsentrasi terhadap laju pengendapan pada gelas
ukur
59
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Semakin lama waktu pengendapan maka laju pengendapan semakin kecil.
2. Semakin besar konsentrasi maka semakin lama pula laju pengendapannya.
3. Laju pengendapan pada labu ukur lebih lambat dibandingkan pada beaker
glass. Hal ini karena dipengaruhi oleh luas penampang wadah, dimana
semakin luas penampang wadah maka laju pengendapannya semakin
cepat.
5.2 Saran
Adapun saran yang diberikan pada percobaan ini yaitu sebaiknya pwarna
yang digunakan pada percobaan ini jangan terlalu banyak sehingga praktikan
lebih mudah mengamati proses sedimentasi sehingga data yang didapatkan lebih
akurat.
60
61
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Judul Praktikum
Adapun judul praktikum ini adalah Ekstraksi.
61
62
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan
yang lainnya pelarut organik. Proses ekstraksi dapat berlangsung pada hal-hal
berikut ini:
a. Ekstraksi parfum, untuk mendapatkan komponen dari bahan yang wangi.
b. Ekstraksi cair-cair atau dikenal juga dengan nama ekstraksi solven.
Ekstraksi jenis ini merupakan proses yang umum digunakan dalam skala
laboratorium maupun skala industri.
c. Leaching adalah proses pemisahan kimia yang bertujuan untuk
memisahkan suatu senyawa kimia dari matriks padatan ke dalam cairan.
Penyiapan bahan yang akan diekstrak dan pelarut selektivitas pelarut
hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen
lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktik,terutama pada ekstraksi bahan-bahan
alami, sering juga bahan lain (lemak, resin) ikut dibebaskan bersama-sama dengan
ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan ekstrak tercemar yang diperoleh
harus dibersihkan, yaitu misalnya diekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut
kedua. Kelarutan pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan
ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit). Kemampuan tidak saling
bercampur. Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh (hanya secara terbatas)
larut dalam bahan ekstraksi. Kerapatan terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat
mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan
ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar kedua fase dapat dengan mudah dipisahkan
kembali setelah pencampuran (pemisahan dengan gaya berat). Bila beda
kerapatannya kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan
gaya sentrifugal (dalam ekstraktor sentrifugal). Reaktivitas Pada umumnya pelarut
tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-kornponen
bahan ekstarksi. Sebaliknya, dalam hal-hal tertentu diperlukan adanya reaksi
62
63
Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun dari campuran yang rumit berbagai
senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya bertanggung jawab atas suatu
aroma tertentu. Sebagian besar minyak atsiri termasuk dalam golongan senyawa
organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam minyak/lipofil.
untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik maupun
anorganik. Ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan preparatif
dalam bidang kimia organik, biokimia dan anorganik laboratorium. Alat yang
digunakam dapat berupa corong pemisahan (sederhana), alat ekstaksi soxhlet
sampai yang paling rumit berupa alat counter current craig (Smith, 1985).
Pada prinsipnya, soxhletasi didasarkan atas perbedaan titik didih atau titik
cair dari masing-masing zat penyusun dari campuran homogen, soxhlextasi
didasar atas penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk kertas
simplisia ditempatkan didalam klonsong yang telah dilapiskan kertas saring
sedemikian rupa, cairan penyaring dipanaskan dalam labu atas bulat sehingga
menguap dan dikondisikan oleh kondesor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyaring yang jatuh kedalam klongsong penyaring zat aktif didalam simpisia dan
jika cairan akan turun kembali kelabu atas bulat melalui pipa kapiler hingga
terjadi sirkulasi. Ekstraksi semperna ditandai bila cairan disifon tidak bewarna,
tidak nampak noda jika dilihat atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstraksi
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Estion, 2005).
Dalam hal ini bahan yang dipisahkan mutlak harus berda dalam
larutan.titik didih karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dangan
cara penguapan, distilasi atau rektifasi maka titik didih kedua bahan itu tidak
boleh terlarut dekat dan kedua tidak membentuk azeotrop (Waren, 1987). Minyak
atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. Selain itu susunan
senyawa komponennya kuat memengaruhi saraf manusia (terutama dihidung),
sehingga sering kali memberikan efek tersendiri dan campurannya dapat
menghasilkan rasa yang berbeda-beda.
Kulit jeruk merupakan limbah makana yang tidak dipakai yang
mengandung minyak atsiri. Minyak atsiri dalam kulit jeruk purut mempunyai
kadar yang bervariasi dari jenis jeruk purut itu sendiri. Proses ekstraksi juga dapat
berlangsung pada ekstraksi parfum, untuk mendapatkan komponen dari bahan
yang wangi, ekstraksi cair-cair atau dikenal juga dengan nama ekstraksi solven.
Ekstraksi jenis ini merupakam proses umum digunakan dalam skala laboratorium
maupun skala industri.
66
2.3 Lengkuas
Lengkuas atau laos (Alpinia galanga) merupakan jenis tumbuhan umbi-
umbian yang bisa hidup di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah.
Umumnya masyarakat memanfaatkannya sebagai campuran bumbu masak dan
pengobatan tradisional. Pemanfaatan lengkuas untuk masakan dengan cara
mememarkan rimpang kemudian dicelupkan begitu saja ke dalam campuran
masakan, sedangkan untuk pengobatan tradisional yang banyak digunakan adalah
lengkuas merah (Alpinia purpurata K Schum).
Lengkuas adalah salah satu jenis rempah-rempah yang amat populer pada
kuliner tradisional kita, sehingga terasa tidak asing ditelinga kita. Lengkuas
(Lenguas galanga atau Alpinia galanga) sering dipakai oleh kaum wanita dikenal
sebagai penyedap masakan. Lengkuas termasuk termasuk tumbuhan tegak yang
tinggi batangnya mencapai 2-2,5 meter. Lengkuas dapat hidup di daerah dataran
rendah sampai dataran tinggi, lebih kurang 1200 meter diatas permukaan laut.
Ada 2 jenis tumbuhan lengkuas yang dikenal yaitu varitas dengan rimpang umbi
(akar) berwarna putih dan vaaritas berimpang umbi merah. Lengkuas berimpang
umbi putih inilah yang dipakai penyedap masakan, sedang lengkuas berimpang
umbi merah digunakan sebagai obat (Wikipedia, 2017).
Dalam kajian ilmiah sendiri, lengkuas dikenal dengan nama latin Alpinia
galanga (L.) Sw. Dalam kehidupan sehari-hari, lengkuas dimanfaatkan dengan
cara sederhana yakni dengan dibersihkan kemudian dimemarkan dan selanjutnya
67
2.4 Distilasi
2.4.1 Sejarah Penemuan Distilasi
Distilasi pertama kali ditemukan oleh kimiawan Yunani sekitar abad
pertama masehi yang akhirnya perkembangannya dipicu terutama oleh tingginya
permintaan akan spritus. Hypathia dari Alexandria dipercaya telah menemukan
rangkaian alat untuk distilasi dan Zosimus dari Alexandria-lah yang telah berhasil
menggambarkan secara akurat tentang proses distilasi pada sekitar abad ke-
4.Bentuk modern distilasi pertama kali ditemukan oleh ahli-ahli kimia Islam pada
masa kekhalifahan Abbasiah, terutama oleh Al-Razi pada pemisahan alkohol
menjadi senyawa yang relatif murni melalui alat alembik, bahkan desain ini
menjadi semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan distilasi skala mikro,
The Hickman Stillhead dapat terwujud. Tulisan oleh Jabir Ibnu Hayyan (721-815)
yang lebih dikenal dengan Ibnu Jabir menyebutkan tentang uap anggur yang dapat
terbakar. Ia juga telah menemukan banyak peralatan dan proses kimia yang
bahkan masih banyak dipakai sampai saat kini. Kemudian teknik penyulingan
diuraikan dengan jelas oleh Al-Kindi (801-873).
Salah satu penerapan terpenting dari metode distilasi adalah pemisahan
minyak mentah menjadi bagian-bagian untuk penggunaan khusus seperti untuk
transportasi, pembangkit listrik, pemanas, dan lainnya. Udara didistilasi menjadi
komponen-komponen seperti oksigen untuk penggunaan medis dan helium untuk
pengisi balon. Distilasi juga telah digunakan sejak lama untuk pemekatan alkohol
dengan penerapan panas terhadap larutan hasil fermentasi untuk menghasilkan
minuman suling.
9. lubang udara
10. tempat keluarnya distilat
11. Penangas
12. air
13. penangas
14. larutan zat
15. wadah labu distilat.
Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih
yang jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika campuran
dipanaskan maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih
dulu. Selain perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu
kecenderungan sebuah substansi untuk menjadi gas. Distilasi ini dilakukan pada
tekanan atmosfer. Aplikasi distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan
campuran air dan alkohol.
2. Distilasi Fraksionisasi
3. Distilasi Uap
Distilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang memiliki
titik didih mencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap dapat menguapkan senyawa-
senyawa ini dengan suhu mendekati 100 °C dalam tekanan atmosfer dengan
menggunakan uap atau air mendidih. Sifat yang fundamental dari distilasi uap
adalah dapat mendistilasi campuran senyawa di bawah titik didih dari masing-
masing senyawa campurannya. Selain itu distilasi uap dapat digunakan untuk
campuran yang tidak larut dalam air di semua temperatur, tapi dapat didistilasi
dengan air. Aplikasi dari distilasi uap adalah untuk mengekstrak beberapa produk
alam seperti minyak eucalyptus dari eucalyptus, minyak sitrus dari lemon atau
jeruk, dan untuk ekstraksi minyak parfum dari tumbuhan.
3. Distilasi Vakum
4. Azeotrop
Azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih komponen yang memiliki
titik didih yang konstan. Azeotrop dapat menjadi gangguan yang menyebabkan
hasil distilasi menjadi tidak maksimal. Komposisi dari azeotrope tetap konstan
dalam pemberian atau penambahan tekanan. Akan tetapi ketika tekanan total
berubah, kedua titik didih dan komposisi dari azeotrop berubah. Sebagai
akibatnya, azeotrop bukanlah komponen tetap, yang komposisinya harus selalu
konstan dalam interval suhu dan tekanan, tetapi lebih ke campuran yang
dihasilkan dari saling memengaruhi dalam kekuatan intramolekuler dalam
larutan.Azeotrop dapat didistilasi dengan menggunakan tambahan pelarut tertentu,
misalnya penambahan benzena atau toluena untuk memisahkan air. Air dan
pelarut akan ditangkap oleh penangkap Dean-Stark. Air akan tetap tinggal di dasar
73
penangkap dan pelarut akan kembali ke campuran dan memisahkan air lagi.
Campuran azeotrop merupakan penyimpangan dari hukum Raoult.
5. Efektifitas Distilasi
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Seperangkat alat ekstraksi 1 buah
2. Gelas kimia 500 ml 1 buah
3. Termometer 1 buah
4. Neraca analitik 1 buah
5. Blender 1 buah
6. Labu ukur 500 ml 1 buah
7. Erlenmeyer 1 buah
8. Kertas saring secukupnya
9. Seperangkat alat distilasi 1 buah
10. Corong 2 buah
11. Piknometer 1 buah
12. Pipet volume 1 buah
13. Bola penghisap 1 buah
14. Aluminium foil secukupnya
3.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah :
1. Lengkuas 150 gram
2. n-Heksan 300 ml
74
75
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat dari percobaan ini adalah :
Tabel 4.1 Tahapan Ekstraksi dan Destilasi pada Percobaan Ekstraksi
No Tahapan Bahan baku Pelarut Suhu (C) Waktu (menit)
1 Ekstraksi Lengkuas n-Heksan 60 180
2 Destilasi Hasil ekstraksi - 105 90
4.2 Pembahasan
Percobaan ekstraksi ini menggunakan bahan baku berupa lengkuas.
Tahapan awal yang dilakukan yaitu proses penghalusan bahan baku dengan
menggunakan blender. Tujuannya yaitu untuk memperluas permukaan kontak,
karena operasi ekstraksi solid-liquid akan berlangsung dengan lebih baik bila
diameter partikel diperkecil. Begitu pula hambatan difusinya menjadi kecil
sehingga laju difusinya bertambah (Treybal, 1979). Pelarut yang digunakan pada
proses ekstraksi ini yaitu n-Heksan, karena pelarut yang biasanya digunakan
memiliki titik didih rendah tetapi tetap di atas temperatur operasi ekstraksi (Mc
Cabe, 1983).
Tahapan-tahapan yang dilakukan pada percobaan ini yaitu ekstraksi dan
destilasi. Tahap ekstraksi tujuannya pengambilan komponen terlarut dalam suatu
padatan dengan menggunakan pelarut di mana suhu yang digunakan yaitu 60C
selama 180 menit. Tahap destilasi bertujuan untuk menguapkan dan
77
77
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari percobaan ini adalah :
1. Rendemen yang diperoleh pada percobaan ini adalah 5,71 %.
2. Densitas minyak atsiri lengkuas dari hasil percobaan ini yaitu 0,932 gr/ml.
3. Warna minyak atsiri yang diperoleh dari percobaan ini adalah coklat
keabu-abuan.
4. Perbandingan hasil rendemen dan densitas minyak atsiri masing-masing
yang diperoleh dari percobaan ini adalah 5,71% dan 0,932 gr/ml.
5.2 Saran
Praktikum ekstraksi selanjutnya disarankan untuk melakukan beberapa
proses pengujian pada minyak atsiri yang digunakan, salah satunya yaitu berupa
uji kadar air.
78