0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
36 tayangan14 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang analisis vitamin A menggunakan metode HPLC. Metode ini dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dan kualitatif vitamin A dengan memanfaatkan perbedaan kekuatan interaksi antara vitamin A dan fasa diam serta gerak dalam kolom. Vitamin A mudah rusak oleh oksidasi, sehingga perlu dilindungi dengan antioksidan dan penyimpanan yang tepat.
Dokumen tersebut membahas tentang analisis vitamin A menggunakan metode HPLC. Metode ini dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dan kualitatif vitamin A dengan memanfaatkan perbedaan kekuatan interaksi antara vitamin A dan fasa diam serta gerak dalam kolom. Vitamin A mudah rusak oleh oksidasi, sehingga perlu dilindungi dengan antioksidan dan penyimpanan yang tepat.
Dokumen tersebut membahas tentang analisis vitamin A menggunakan metode HPLC. Metode ini dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dan kualitatif vitamin A dengan memanfaatkan perbedaan kekuatan interaksi antara vitamin A dan fasa diam serta gerak dalam kolom. Vitamin A mudah rusak oleh oksidasi, sehingga perlu dilindungi dengan antioksidan dan penyimpanan yang tepat.
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pengertian HPLC Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran dimana cuplikan berkesetimbangan diantara dua fasa,yaitu fasa gerak dan fasa diam. Fasa gerak yang membawa cuplikan dan fasadiam yang menahan cuplikan secara selektif. High Performance LiquidChromatography (HPLC) atau kromatografi cair kinerja tinggi menggunakancairan sebagai fasa gerak dan fasa diamnya. Kromatografi didasarkan atas distribusi partisi sampel (komponen)diantara fasa gerak dan fasa diam. Fasa gerak yaitu fasa yang bergerak denganarah yang telah ditentukan. Fasa gerak bergerak melalui fasa diam. Sedangkanfasa diam adalah fasa yang secara tetap tidak bergerak. Prinsip kerja HPLC adalah pemisahan komponen analit berdasarkan kepolarannya, artinya komponen pada suatu analit (sampel) akan terpisahberdasarkan sifat kepolaran masing-masing komponen dalam sampel, apakah kepolarannya lebih mirip dengan fasa diam, maka dia akan tertinggal di fasa diam atau bergerak lebih lambat, ataukah kepolarannya lebih mirip dengan fasa gerak sehingga dia akan bergerak terdistribusi lebih jauh dan lebih cepat. Dengan bantuan pompa, fasa gerak cair dialirkan melalui kolom detector. Cuplikan (sampel) dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam, maka komponen tersebut akan keluar lebih lama. Setiap campuran komponennya) yang keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram. Kromatogram HPLC serupa dengan kromatogram kromatografi gas, dimana jumlah peak menyatakan jumlah kompenen, sedangkan luas peak meyatakan konsentrasi komponen dalam campuran. Komputer digunakan untuk mengontrol kerja system HPLC dan mengumpulkan serta mengolah data hasil pengukuran. (Hendayana,2006)
Metode HPLC dapat digunakan untuk analisa kuantitatif dan sekaligus kualitatif. Untuk analisa kualitatif dengan membandingkan kromatogram sampel dengan kromatogram baku pembanding berdasarkan waktu retensinya. Sedangkan untuk analisa kuatitatif dapat digunakan dengan persamaan :
Cx = Ax / Ap X Cp
Keterangan : A = Peak area = Luas puncak C = Konsentrasi X = sampel P = pembanding Atau jika ingin mendapatkan data yang lebih valid dapat pula ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi larutan standar. Beberapa parameter penting yang perlu diperhatikan di dalam analisis HPLC adalah : a. Kolom Sebuah kolom sederhana memiliki diameter internal 4.6 mm (dan mungkin kurang dari nilai ini) dengan panjang 150 sampai 250 mm. Kolom yang biasa digunakan untuk analisa adalah bentuk kolom fase balik. Kolom diisi dengan partikel silika yang dimodifikasi menjadi non polar melalui pelekatan rantai-rantai hidrokarbon panjang pada permukaannya secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Sebagai contoh, pelarut polar digunakan berupa campuran air dan alkohol seperti metanol. Terdapat atraksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul polar dalam campuran yang melalui kolom. Atraksi yang terjadi tidak akan sekuat atraksi antara rantai-rantai hidrokarbon yang berlekatan pada silika (fase diam) dan molekul- molekul polar dalam larutan. Oleh karena itu, molekul-molekul polar dalam campuran akan menghabiskan waktunya untuk bergerak bersama dengan pelarut. Senyawa-senyawa non polar dalam campuran akan cenderung membentuk atraksi dengan gugus hidrokarbon karena adanya dispersi gaya van der Waals. Senyawa-senyawa ini juga akan kurang larut dalam pelarut karena membutuhkan pemutusan ikatan hydrogen sebagaimana halnya senyawa-senyawa tersebut berada dalam molekul-molekul air atau metanol misalnya. Oleh karenanya, senyawa- senyawa ini akan menghabiskan waktu dalam larutan dan akan bergerak lambat dalam kolom.Ini berarti bahwa molekul-molekul polar akan bergerak lebih cepat melalui kolom. Ada kolom yang digunakan untuk beberapa jenis analisa, misalnya kolom C18 yang dapat digunakan untuk analisa carotenoid, protein, lovastatin, dan sebagainya. Namun ada juga kolom yang khusus dibuat untuk tujuan analisa tertentu, seperti kolom Zorbax carbohydrat (Agilent) yang khusus digunakan untuk analisa karbohidrat (mono-, di-, polysakarida). Keberhasilan proses separasi sangat dipengaruhi oleh pemilihan jenis kolom dan juga fasa mobil. b. Komposisi Eluen Komposisi eluen meliputi jenis dan perbandingan eluen yang digunakan. Ada 2 macam eluen, yakni pelarut nonpolar untuk fase normal, seperti heksan, dan pelarut polar untuk fase balik, seperti campuran air dan alkohol, yakni metanol. c. Volume injeksi Sampel yang akan dipisahkan dimasukkan ke dalam kolom secara otomatis atau manual melalui injeksi. Volume injeksi sangat tepat karena mempunyai sampel loop dengan variabel volume (misalnya 20 500 L). Injeksi sampel dapat dilakukan melalui manual (menggunakan jarum suntik), step-flow injection, dan sampling value. d. Detektor Detektor merupakan suatu bagian integral dari sebuah peralatan analitik kromatografi cair yang modern. HPLC mempunyai keunggulan dibanding kromatografi lain, yaitu mempunyai banyak pilihan detektor yang dapat digunakan. Secara garis besar , detektor dalam HPLC dapat dikelompokan : Berdasarkan pengukuran diferensial suatu sifat yang dimiliki baik oleh molekul sampel maupun fase gerak (bulk property detector).Detektor dapat dibedakan menjadi : Detektor Indeks Bias Detektor indeks bias merupakan detektor yang juga luas penggunaannya setelah detektor ultraviolet. Dasarnya ialah pengukuran perbedaan indeks bias fase gerak murni dengan indeks bias fase gerak yang berisi komponen sampel, sehingga dapat dianggap sebagai detektor yang universal pada HPLC. Detektor ini kurang sensitif dibanding dengan detektor ultraviolet dan sangat peka terhadap perubahan suhu. Detektor tetapan dielektrika Berdasarkan pengukuran suatu sifat yang spesifik dari molekul sampel (disebut solute property detector).Jenis yang kedua ini dibedakan lagi menjadi : 1) Tidak memerlukan adanya pemisahan fase gerak, Detektor-detektor fotometer (uv-vis dan inframerah) Pada detektor ultraviolet/visibel, deteksi komponen sample didasarkan pada absorpsi sinar ultraviolet (untuk detektor ultraviolet) dan sinar tampak (untuk detektor visibel). Detektor ultraviolet merupakan detektor yang paling luas digunakan karena sensitivitas dan reprodusibelitasnya yang tinggi serta mudah operasinya. Detektor UV terutama digunakan untuk pendeteksian senyawa-senyawa organic. Detektor UV dilengkapi dengan pengatur panjang gelombang sehingga panjang gelombang UV yang digunakan dapat dipilih disesuaikan dengan jenis cuplikan yang diukur. Walaupun demikian, biasanya panjang gelombang UV yang digunakan adalah pada 254 nm karena kebanyakan senyawa organic menyerap sinar UV pada sekitar panjang gelombang tersebut. Detektor fotometer inframerah juga dapat digunakan pada HPLC. Dengan detektor ini dapat dibuat pola spektrum infra merah dari komponen sampel sehingga gugus-gugus fungsionalnya dapat diketahui. 1.2 Vitamin A Tumbuh-tumbuhan tidak mensintesis vitamin A, akan tetapi manusia dan hewan mempunyai enzim di dalam mukosa usus yang sanggup merubah karotenoid provitamin A menjadi vitamin A. Dikenal bentuk-bentuk vitamin A, yaitu bentuk alkohol, dikenal sebagai retinol, bentuk aldehid disebut retinal, dan berbentuk asam, yaitu asam retinoat. Retinol dan retinal mudah dirusak oleh oksidasi terutama dalam keadaan panas dan lembab dan bila berhubungan dengan mineral mikro atau dengan lemak/minyak yang tengik. Retinol tidak akan berubah dalam gelap, sehingga bisa disimpan dalam bentuk ampul, di tempat gelap, pada suhu di bawah nol. Retinol juga sukar berubah, jika disimpan dalam tempat tertutup rapat, apalagi disediakan antioksidan yang cocok. Vitamin dalam bentuk ester asetat atau palmitat bersifat lebih stabil dibanding bentuk alkohol maupun aldehid. Secara kimia, penambahan vitamin E dan antioksidan alami dari tanaman bisa melindungi vitamin A dalam bahan makanan. Leguminosa tertentu, terutama kacang kedele dan alfafa, mengandung enzim lipoksigenase yang bisa merusak karoten, xantofil, bahkan vitamin A, melalui tahapan-tahapan oksidasi dengan asam lemak tidak jenuh. Melalui pemanasan yang sempurna pada kacang kedele dan pengeringan pada alfafa akan merusak enzim tersebut. Di dalam praktek, terutama dalam penyimpanan, vitamin A bersifat tidak stabil. Guna menciptakan kestabilannya, maka dapat diambil langkah-langkah, yaitu secara kimia, dengan penambahan antioksidan dan secara mekanis dengan melapisi tetesan-tetesan vitamin A dengan lemak stabil, gelatin atau lilin, sehingga merupakan butiran-butiran kecil. Melalui teknik tersebut, maka sebagian besar vitamin A bisa dilindungi dari kontak langsung dengan oksigen.
BAB II METODOLOGI
2.1 Prinsip Pengujian Analisa Vitamin A dengan HPLC Vitamin A (Retinol) ditentukan oleh kromatografi cair kinerja tinggi dengan UV-deteksi setelah saponifikasi dan ekstraksi. Metode ini khususnya bermanfaat untuk tablet yang mengandung sejumlah besar betacaroten dan produk yang mengandung sejumlah kecil vitamin A. 2.2 Peralatan Tekanan tinggi shimadzu kromatografi cair Autoinjector SIL 10 A XL CBM box 10 A UV- Vis detector SPD 10A Pump LC 10 AT FVC 10 AL atau menggunakan peralatan mirip HPLC Grinding mill, Krups 75 or similar Perkin Elmer model Lambda 20 UV/VIS Spectrophotometer or similar 2.3. Reagents Potassium hydroxide e.g. Merck art. 5021 Ascorbic acid e.g. Merck art. 127 Sodium sulphate e.g. Merck art. 106649 Butylhydroxytoluen (BHT), e.g. Fluka art. 34750 Ether e.g. Superfos Kemi, art. 1416064 Ethanol (99%), e.g. DDSF Nitrogen, e.g. D.I.B 1-pentanol = n-amylalcohol, e.g. Merck art. 975 Heptane e.g. Ratburn art. 1004 Milli-Q Water Isopropanol = 2-propanol-R1, e.g. Merck art. 101040 Vitamin A e.g. Fe standard (= 160.000 mcg/g) Diluted Sodium Hydroxide solution (2M) e.g. Baker art. 7067 Phenolphthalein solution R1 e.g. Merck art. 7233 Larutan kalium hidroksida (17M / 90%) digunakan untuk membubarkan 180 g kalium hidroksida dalam 126 ml air. Larutan natrium sulfat (3%) digunakan untuk melarutkan 30 g anhidrat natrium sulfat dalam air dan encerkan dengan air untuk 1000 ml. BHT-solution (0,1%), alkohol digunakan untuk melarutkan 1.0 g butylhydroxytoluen dalam etanol dan encer dengan etanol untuk 1000 ml. Sodium Askorbat solusi (2%) digunakan untuk melarutkan 3.5 g asam askorbat dalam 10 ml larutan diencerkan natrium hidroksida dan encerkan dengan air untuk 200 ml. 2.4 Chromatographic conditions - B- 564, or similar. Mobile phase: Heptane : 1-propanol (99:1) Flow rate: 2 ml/minute Detection: UV-absorption 325 nm
Attenuation: App. 28 (8) Chart Speed: App. 3 mm/minute Run time: App. 12 minutes Retention time: App. 7 minutes for Retinol BAB III PEMBAHASAN 3.1 Metode Perlakuan 3.1.1 Standar larutan Beratnya, duplikat, sekitar 0.30 g standar dalam labu berbentuk kerucut. Menggunakan A-asetat konsentrasi, Fe standar (= 160.000 mcg/g). Tambahkan 10 ml sodium askorbat solusi (2%) dan panas di pemandian uap selama 5 menit. Tambahkan 30 ml larutan BTH-(0.1%) dan 3 ml kalium hidroksida (17M). Hubungkan termos kondensor AC dan refluks selama 30 menit pada mandi uap (goyang sering). Setelah pendinginan, transfer solusi dengan 30 ml natrium sulfat 3% dan 100 ml eter untuk di memisahkan saluran yang mengandung 100 ml eter. Melanjutkan dari langkah ekstraksi. 3.1.2 Tes larutan 1. Cair, anhidrat solusi: mencampur sampel dan menimbang akurat sampel (= p g) (Lihat tabel di bawah ini) ke dalam Erlenmeyer. Encer untuk 10 ml dengan sodium askorbat solusi (2%). 2. Berminyak solusi: menimbang akurat jumlah sampel (= p g) (Lihat tabel di bawah ini) ke 100 ml Erlenmeyer flask. 3. Tablet: tablet Pulverise 20 di sebuah pabrik penggilingan. Menimbang akurat bubuk (= p g) (Lihat tabel di bawah ini) ke 100 ml Erlenmeyer flask. Tambahkan 10 ml sodium askorbat solusi (2%) dan panas di pemandian uap selama 5 menit dengan sering gemetar. Vitamin A pekat dalam sampel. 3.2 Saponifikasi Saponifikasi 8.2 tambahkan 30 ml alkohol bth-solution ( 0,1 % ) dan 3 ml kalium hidroksida ( 17m ). Menghubungkan tulang termos dari udara kondensor dan re-ketidakstabilan selama 30 menit di mandi uap ( goyang sering ). Sejuk dan mentransfer dengan 30 ml dari natrium sulfat 3 % dan 100 ml eter untuk sebuah 500 ml pisah mengandung 100 ml dari eter. 3.3 Ekstraksi Goyang untuk 2 menit. Biarkan berdiri sampai lapisan yang jelas dipisahkan ( sekitar 30 menit ), dan melaksanakan lebih rendah aqueous lapisan ( jika emulsi terbentuk, tambahkan beberapa tetes etanol 99 % ). Mencuci bagian eter ekstrak dengan 4 x 50 ml merupakan air; goyang hati-hati dalam awal dalam rangka untuk menghindari emulsification. Setelah itu menuangkan beberapa ml merupakan tahap centrifuge air ke dalam sebuah tabung berisi beberapa tetes phenolphthalein-r1 Jika ini adalah merah - terus cuci sampai washings tidak lagi berwarna merah. Setelah itu, pemindahan eter lapisan untuk sebuah 250 ml merupakan sebuah botol termos atau volumetri round-bottom. 3.4 Persiapan Akhir 3.4.1 Tablet dan solusi A + B: Transfer melalui sebuah plug kapas ditutupi dengan sulfat anhidrat natrium oleh eter untuk labu alas bulat. Menguap dalam kekosongan dan encer dengan n- heptane sampai kadar akhir 3-4 mcg/ml ditemukan. C: transfer ke 250 ml volumetric flask dan mengisi volume dengan eter. 20.00 ml dalam botol 50 ml dievaporasi di bawah uap nitrogen sampai 2 ml sisa yang tersisa. Encerkan dengan n-heptane untuk volume akhir 50 ml.
3.5 Standart Transfer oleh eter ke 250 ml volumetric flask (= STD A) dan mengisi volume 3.5.1 Penentuan konsentrasi uji Standar Encerkan 2,00 ml STD A dengan 2-propanol untuk volume akhir 100 ml. Ukur absorbansi pada 310, 325 dan 334 nm sesuai SOP QAM-10101. Hitung penentuan uji. 3.5.2 Standar untuk HPLC Encerkan 2,00 ml STD A dengan n-heptana ke volume akhir 100 ml.
3.6 Kromatografi Transfer sampel dan standar botol dan menyuntikkan 100 ml dari solusi (ganda). Catat daerah atau ketinggian puncak A-vitamin. NB: Jauhkan air dari aparat.
3.7 Perhitungan
Keterangan : a = yang diencerkan dalam jumlah ml ether untuk uji At, As = daerah atau ketinggian puncak A-vitamin dalam kromatogram dari standar dan larutan uji masing-masing f = faktor pengenceran untuk pengujian tw = rata tablet menimbang g d = keseragaman d massa di g / ml c = jumlah standar di g S = uji standar dalam% (penentuan spektrofotometri) F = faktor pengenceran untuk standar
3.8 Aplikasi analisa vitamin A metode HPLC
DAFTAR PUSTAKA
Analytical Methods Committee. Determination of vitamin A in animal feedinphfl by High 'Perfonance Liquid Ckromotography. Andy3 1985; 110 : 1026-1029
Dept. of Biochemistry and Biophysics. Assessment ofhttmun vitamin A status using the relative dose rsponse (RDR) and modified relative dose response (MRDR) Tests : Workshop and Training Course. Iowa State Univediy USA, 19..
Whitney, E.N; Evamay N. Hamilton and Sharon R RolZes.Understuncli'n.g nutrition. New York: West Publishing Company, 1995
Yeum,K J et al. Human plasma cmtenoid response to the ingestion of controlled diets high in@its and vegetables. ADLJ Clin nut^ 1996:64;5W2
Ohn, J . Dietary intervention In assessment and prevention of vitamin A dejiciency