Buku Petunjuk Skill Lab Nss 12 Fix
Buku Petunjuk Skill Lab Nss 12 Fix
TUJUAN PEMBELAJARAN :
B.
TINJAUAN PUSTAKA
Glasgow Coma Scale adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran kuantitatif pada orang dewasa,sedangkan
paediatric coma scale adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran secara kuantitatif pada anak-anak.
Kesadaran adalah keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen (output) dan aferen (input) di
susunan saraf pusat. Dapat juga diartikan sebagai kemampuan untuk berespon terhadap rangsangan dari
luar.Kesadaran dapat diditentukan baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Derajat kesadaran (kuantitatif)
ditentukan dari jumlah input susunan saraf pusat,sedangkan cara pengolahan input tersebut sehingga menghasilkan
pola-pola output susunan saraf pusat menentukan kualitas kesadaran.Input susunan saraf pusat dapat dibedakan jadi
2 yaitu :
a. Spesifik : berasal dari semua lintasan aferen impuls protopatik,propioseptif,dan perasaan panca indera.Lintasan ini
menghubungkan satu titik pada tubuh dengan suatu titik pada kortek perseptif primer.
b. Non spesifik : merupakan sebagian dari impuls aferen spesifik yang disalurkan melalui aferen non
spesifik,menghantarkan setiap impuls dari titik manapun dalam tubuh ke titik-titik pada seluruh kedua kortek
serebri.
Tingkat kesadaran sangat penting pada pasien cedera kepala.Glasgow coma Scale sudah digunakan secara
luas untuk menentukan tingkat kesadaran penderita.Glasgow Coma Scale meliputi :
1. Eye / Mata
Spontan membuka mata
4
Membuka mata dengan perintah(suara)
3
Membuka mata dengan rangsang nyeri
2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun
1
2. Verbal
Berorientasi baik
Bingung (bisa membentuk kalimat tapi arti keseluruhan kacau)
Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat
Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki arti
Tidak bersuara
3. Motorik
Menurut perintah
6
Dapat melokalisir rangsang nyeri
5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (withdrawal)
4
Reaksi fleksi (dekortifikasi)
3
(berikan rangsang nyeri, misalnya menekan dengan objek
keras, seperti ballpoint, pada jari kuku. Bila sebagai jawaban
siku memfleksi, terdapat reaksi fleksi terhadap nyeri (fleksi pada pergelagan tangan mungki ada atau tidak ada))
Reaksi ekstensi (deserebrasi)
2
(dengan rangsang nyeri tsb di atas terjadi ekstensi pada siku
Ini selalu disertai fleksi spastik pada pergelangan tangan)
Tidak ada reaksi/tidak ada tonus
1
(sebelum memutuskan bahwa tidak ada reaksi, harus
diyakinkan bahwa rangsang nyeri memang cukup adekuat
diberikan)
Kriteria :
kesadaran baik/normal : GCS 15
Koma : GCS < 7
Sedangkan Paediatric coma Scale merupakan modifikasi dari Glasgow Coma Scale karena pada anak-anak yang
belum bisa berbicara akan menyulitkan pemeriksa dalam menentukan skor verbal-nya.
Paediatric Coma Scale meliputi :
1. Eyes opening / Respon membuka mata
Spontaneously
to verbal stimuli
to pain
Never
2.
4
3
2
1
Non verbal children & Best verbal response / respon verbal terbaik
Non Verbal Children
Best Verbal Response Score
smiles oriented to sound followsoriented and converses
5
objects interacts
consolable when crying anddisoriented and converses
4
interacts inappropriately
inconsistently
consolable
andinappropriate words
3
moans; makes vocal sounds
inconsolable irritable and restless;incomprehensible sounds
2
cries
no response
no response
1
6
5
4
3
2
1
9
11
12
13
14
1.
2.
D. PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN :
a.
b.
c.
d.
E.
1.
Daftar Pustaka
Childrens Coma Scale (Modified Glasgow coma Scale, Adelaide Coma Scale). Algorithm. Available at :
www.child-neuro.org.uk/content/publish/algorithms/article_211.shtml-51k. Accessed 22nd March,2005.
Mackreth B. Glasgow coma scale training exercise. Matanuska-Susitna Borough Dept of Public Safety. Available
from : URL :
www.chems.alaska.gov/EMS/documents/GCS_Activity_2003.
Accessed 22nd March,2005.
Mardjono M,Sidharta P. Neurologi klinis dasar. 6th ed. Jakarta : Dian Rakyat. 1997; 183-5.
2.
3.
:
:
Aspek yang dinilai
0
I
A.
1.
2.
3.
4.
B.
5.
6.
7.
8.
9.
C.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
II
A.
16.
17.
Nilai
1
Pemeriksaan GCS :
Pemeriksaan Eye/mata :
Pemeriksa mendekati pasien dan pasien spontan membuka mata dan
memandang pemeriksa : skor 4
Pemeriksa memanggil nama pasien/memerintahkan pasien untuk
membuka mata : skor 3
Pemeriksa memberi rangsang nyeri berupa cubitan,pasien akan
membuka mata : skor 2
Pemeriksa memberi rangsang apapun (suara keras/cubitan) pasien
tidak membuka mata : skor 1
Pemeriksaan Verbal :
Pemeriksa menanyakan orientasi pasien (tempat,orang,waktu),pasien
menjawab dengan jelas,benar,dan cepat : skor 5
Pemeriksa menanyakan orientasi pada pasien,pasien dapat
menjawab tapi bingung,tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya : skor
4
Pemeriksa memberi pertanyaan tapi pasien tidak dapat menjawab
seluruh pertanyaan dan tidak dapat menyelesaikan seluruh kalimat :
skor 3
Pemeriksa memberi pertanyaan dan pasien hanya bisa bergumam :
skor 2
Pemeriksa memberikan rangsang tapi pasien tidak mengeluarkan
suara /tidak ada respon : skor 1
Pemeriksaan motorik
Pemeriksa memberi perintah dan pasien dapat melaksanakannya :
skor 6
Pemeriksa memberi perintah,tapi pasien mangabaikannya,diberi
rangsang nyeri pasien dapat melokalisir nyeri : skor 5
Pemeriksa memberi rangsang nyeri dan pasien berusaha menolaknya
: skor 4.
Pemeriksa memberi rangsang nyeri,reaksi fleksi (dekortifikasi) : skor
3.
Pemeriksa memberi rangsang nyeri , reaksi ekstensi (deserebrasi):
skor 2.
Pemeriksa memberi rangsang apapun pasien tidak bergerak/tidak
berespon : skor 1.
Pemeriksaan PCS
Pemeriksaan mata/eye
Pemeriksa mendekati pasien dan pasien spontan membuka mata dan
memandang pemeriksa : skor 4
Pemeriksa memanggil nama pasien/memerintahkan pasien untuk
18
19.
B.
20.
21.
22.
23.
24.
C.
25.
26.
27.
28.
29.
D.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
LEARNING OUTCOME
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan saraf kranialis.
TINJAUAN PUSTAKA
Saraf kranialis dibagi menjadi 12 jenis, yaitu :
1.
Dilihat apakah tidak ada gangguan pengaliran udara, mahasiswa melihat lubang hidung
pasien dengan senter
Kemudian bahan satu persatu didekatkan pada lubang hidung yang terbuka dan
penderita diminta menarik nafas panjang, kemudian diminta mengidentifikasi bahan tersebut.
Yang harus diperhatikan pada pemeriksaan adalah :
Penyakit pada mukosa hidung, baik yang obstruktif (rinitis) atau atropik (ozaena) akan menimbulkan
positif palsu.
Yang penting adalah gangguan pembauan yang sesisi (unilateral) tanpa kelainan intranasal dan
kurang disadari penderita (kronik), perlu dipikirkan suatu glioma lobus frontalis, meningioma pada crista
sphenoidalis dan tumor parasellar. Fungsi pembauan juga bisa hilang pada trauma kapitis (mengenai lamina
cribosa yang tipis) dan meningitis basalis (sifilis, tuberkulosa).
Untuk membedakan hambatan pembauan karena penyebab psychic dengan organik, pemeriksaan
tidak hanya memakai zat yang merangsang N II, tapi juga yang merangsang N V (seperti amoniak). Meskipun N I
tidak dapat membau karena rusak, tetapi N V tetap dapat menerima rangsangan amoniak. Bila dengan amoniak
tetap tidak membau apa-apa maka kemungkinan kelainan psycis.
2.
Saraf II (N. Opticus)
Pemeriksaan meliputi :
2.1. Penglihatan sentral
Untuk keperluan praktis, membedakan kelainan refraksi dengan retina digunakan PIN HOLE (apabila penglihatan
menjadi lebih jelasmaka berarti gangguan visus akibat kelainan refraksi). Lebih tepat lagi dengan optotype
Snellen. Yang lebih sederhana lagi memakai jari-jari tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 60 m
dan gerakan tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 300 m
2.2. Penglihatan Perifer
diperiksa dengan :
a. Tes Konfrontasi.
Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian menatap mata pemeriksa sisi lain.
Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain, agar sesuai denganlapang pandang pasien.
Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil pada lapang pandang pasien dari 8 arah.
Pasien diminta untuk menyatakan bila melihat benda tersebut. Bandingkan lapang pandang pasien dengan
lapang pandang pemeriksa.
Syarat pemeriksaan tentunya lapang pandang pemeriksa harus normal
b. Perimetri/Kampimetri
Biasanya terdapat di bagian mata dan hasilnya lebih teliti daripada tes konfrontasi.
2.3.Melihat warna
Persepsi warna dengan gambar stilling Ishihara. Untuk mengetahui adanya polineuropati pada N II.
2.4.Pemeriksaan Fundus Occuli
Pemeriksaan ini menggunakan alat oftalmoskop. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah pada papilla N II
terdapat :
1. Stuwing papil atau protusio N II
Kalau ada stuwing papil yang dilihat adalah papilla tersebut mencembung atau menonjol oleh karena adanya
tekanan intra cranial yang meninggi dan disekitarnya tampak pembuluh darah yang berkelok-kelok dan adanya
bendungan.
2. Neuritis N II
Pada neuritis N II stadium pertama akan tampak adanya udema tetapi papilla tidak menyembung dan bial
neuritis tidak acut lagi akan terlihat pucat.
Dengan oftalmoskop yang perlu diperhatikan adalah :
Warnanya
Pembuluh darah
Keadaan Retina
3.
Saraf III (N. Oculo-Motorius)
Pemeriksaan meliputi :
1.
Retraksi kelopak mata atas, dilakukan dengan inspeksi pada
kelopak mata atas
Bisa didapatkan pada keadaan :
Hipertiroidisme
Cara pemeriksaan :
2.
Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat kedepan, maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada
titik yang sama secara bilateral. Bila salah satu kelopak mata atas memotong iris lebih rendah daripada mata yang
lain, atau bila pasien mendongakkan kepala ke belakang/ ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau
mengangkat alis mata secara kronik dapat dicurigai sebagai ptosis.
Penyebab Ptosis adalah:
Kelumpuhan N. III
Melihat apakah kelopak mata atas memotong iris pada titik yang sama secara bilateral atau tidak.
Melihat apakah pasien mendongakkan kepala ke atas untuk melihat objek yang berada di depan pasien
Melihat apakah pasien cenderung mengangkat alis untuk melihat objek yang berada di depan
Palpasi (untuk menilai ptosis karena kelumpuhan M.levator palpebrae akibat kelumpuhan N III):
Saat pasien membuka mata, lakukan fiksasi dengan cara memegang palpebra superior serta dengan
menekan alis mata dengan tangan yang lain
3.
Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
Refleks pupil
Terdiri atas :
Reflek cahaya
Diperiksa mata kanan dan kiri sendiri-sendiri. Satu mata ditutup dan penderita disuruh melihat jauh supaya
tidak ada akomodasi dan supaya otot sphincter relaksasi. Kemudian diberi cahaya dari samping mata.
Pemeriksa tidak boleh berada ditempat yang cahayanya langsung mengenai mata. Dalam keadaan normal
maka pupil akan kontriksi. Kalau tidak maka ada kerusakan pada arcus reflex (mata---N. Opticus---pusat---N.
Oculomotorius)
- Reflek akomodasi
Penderita disuruh melihat benda yang dipegang pemeriksa dan disuruh mengikuti gerak benda tersebut
dimana benda tersebut digerakkan pemeriksa menuju bagian tengah dari kedua mata penderita. Maka
reflektoris pupil akan kontriksi.
Reflek cahaya dan akomodasi penting untuk melihat pupil Argyl Robetson dimana reflek cahayanya negatif
namun reflek akomodasi positif.
Reflek konsensual
Adalah reflek cahaya disalah satu mata, dimana reaksi juga akan terjadi pada mata yang lain. Mata tidak
boleh langsung terkena cahaya, diantara kedua mata diletakkan selembar kertas. Mata sebelah diberi
cahaya, maka normal mata yang lain akan kontriksi juga.
4.
4.
Saraf V (N. Trigeminus)
Pemeriksaan meliputi :
1.
Sensibilitas
Sensibilitas N V ini dapat dibagi 3 yaitu :
bagian dahi, cabang keluar dari foramen supraorbitalis
bagian pipi, keluar dari foramen infraorbitalis
bagian dagu, keluar dari foramen mentale.
Pemeriksaan dilakukan pada tiap cabang dan dibandingkan kanan dengan kiri
2.
Motorik
Penderita disuruh menggigit yang keras dan kedua tangan pemeriksa ditruh kira-kira didaerah otot maseter. Jika
kedua otot masseter berkontraksi maka akan terasa pada tangan pemeriksa. Kalau ada parese maka dirasakan
salah satu otot lebih keras
3.
Reflek
Penderita diminta melirik kearah laterosuperior, kemudian dari arah lain limbus (tepi) kornea disentuhkan dengan
kapas agak basah. Bila reflek kornea mata positif, maka mata akan menutup.
5.
A.
tremor, dsb)
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
C.
6.
Saraf VIII (N. Acusticus)
Pemeriksaan pendengaran
1.
Detik arloji
Arloji ditempelkan ditelinga, kemudian dijauhkan sedikit demi sedikit, sampai tak mendengar lagi,
dibandingkan kanan dan kiri.
2.
3.
4.
Gesekan jari
Tes Weber
Garpu tala yang bergetar ditempelkan dipertengahan dahi. Dibandingkan mana yang lebih keras, kanan/ kiri.
Tes Rinne
Garpu tala yang bergetar ditempelkan pada Processus mastoideus. Sesudah tak mendengar lagi dipindahkan
ke telinga maka terdengar lagi. Ini karena penghantaran udara lebih baik daripada tulang.
Pemeriksaan dengan garpu tala penting dalam menentukan nervus deafness atau tranmission deafness.
Pemeriksaan pendengaran lebih baik kalau penderita ditutup matanya untuk menghindari kebohongan.
7.
8.
Saraf XI (N. Accesssorius)
Hanya mempunyai komponen motorik.
Pemeriksaan :
10
a.
b.
9.
Saraf XII (N. Hypoglossus)
Pada lesi LMN, maka akan tamapk adanya atrofi lidah dan fasikulasi (tanda dini berupa perubahan pada pinggiran
lidah dan hilangnya papil lidah)
Pemeriksaan :
a.
Menjulurkan lidah
Pada lesi unilateral, lidah akan berdeviasi kearah lesi. Pada Bell,s palsy (kelumpuhan saraf VII) bisa menimbulkan
positif palsu.
b.
Menggerakkan lidah kelateral
Pada kelumpuhan bilateral dan berat, lidah tidak bisa digerkkan kearah samping kanan dan kiri.
c.
Tremor lidah
Diperhatikan apakah ada tremor lidah dan atropi. Pada lesi perifer maka tremor dan atropi papil positip
d.
Articulasi
Diperhatikan bicara dari penderita. Bila terdapat parese maka didapatkan dysarthria.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
http://endeavor.med.nyu.edu/neurosurgery/cranials.html
Lumbantobing, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Jakarta,
FKUI, 2008
4.
Nama :
NIM :
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Nilai
1 2 3
11
16.
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
reflex cahaya
Melakukan pemeriksaan pada mata kontralateral
Melakukan pemeriksaan gerakan bola mata
Memfiksasi kepala pasien lurus ke depan
Meminta penderita menggerakkan bola mata ke
berbagai arah
Melakukan pemeriksaan sikap bola mata
Melakukan pemeriksaan N. V sensibilitas
Melakukan pemeriksaan N.V motorik
Melakukan pemeriksaan N.V reflek
Melakukan pemeriksaan N. VII atas perintah
pemeriksa
Melakukan pemeriksaan N. VII sensorik khusus
Melakukan pemeriksaan N. IX-X gerakan palatum
Melakukan pemeriksaan N. IX-X reflek muntah dan
sensorik
Melakukan
pemeriksaan
N.
XI
m.
Sternocleidomastoid
Melakukan pemeriksaan N. XI M. Trapezius
Melakukan pemeriksaan N. XII
TOTAL NILAI
12
Thianti Sylviningrum
A. Tujuan Pembelajaran
1.
2.
3.
4.
5.
B. Tinjauan Pustaka
Reflek adalah jawaban terhadap suatu
rangsang. Sedangkan reflek fisiologis adalah mucle stretch reflexes sebagai jawaban atas perangsangan tendo,
periosteum, tulang, sendi, fasia, aponeurosis, kulit, semua impuls perseptif termasuk panca indera dimana respon
tersebut muncul pada orang normal. Semua gerakan yang bersifat reflektorik merupakan suatu usaha tubuh untuk
menyesuaikan diri bahkan membela diri. Gerakan reflektorik dapat dilakukan oleh semua otot seran lintang.
Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi lainnya, dan terutama
dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak,
gangguan trofi otot anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom.
Interpretasi pemeriksaan reflek fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya tapi juga tingkatannya. Adapun
kriteria penilaian hasil pemeriksaan reflek fisiologis adalah sebagai berikut :
1. Positif Normal
2. Positif Meningkat
3. Positif Menurun
Suatu reflek dikatakan meningkat bila daerah perangsangan meluas, dan respon gerak reflektorik meningkat
dari keadaan normal.
Rangsangan yang diberikan harus cepat dan langsung, kerasnya rangsangan tidak boleh melebihi batas
sehinggajustru melukai pasien. Sifat reaksi setelah perangsangan tergantung tonus otot sehingga otot yang diperiksa
sebaiknya dalam keadaan sedikit kontraksi, dan bila hendak dibandingkan dengan sisi kontralateralnya maka posisi
keduanya harus simetris.
13
E. Daftar Pustaka :
1.
2.
3.
Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalan Neurologi. 4th ed. Jakarta : Dian Rakyat. 1999; 429-40.
Laboratorium Ketrampilan Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada. Skills Lab pendidikan ketrampilan keperawatan program B semester I. Yogyakarta : Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2002; 28-38.
Neurologie examination Available at :
http://medinfo.ufl.edu/year1/bes/clist/neuro.html.Accessed 19th May, 2005.
Nilai
1
2
14
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12
15
TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum reflek adalah respon motorik spesifik akibat rangsang sensorik spesifik. Ada 3 unsur yang berperan
yaitu jaras aferen, bussur sentral, dan jaras eferen.
Perubahan ketiga komponen tersebut akan mengakibatkan perubahan dalam kualitas maupun kuantitas dari
reflek. Intergritas dari arcus reflek akan terganggu jika trdapat malfungsi dari organ reseptor,nercus sensorik, ganglion
radiks posteior, gray matter medula spinal, radik anterior, motor end plate, atau organ efektor.
Pengetahuan tentang reflek dapat dugunakan untuk menentukan jenis kerusakan yang terjadi pada sistem
persyarafan. Ada beberapa pembagian tentang reflek :
1. Brainstem reflek
2. Deep reflek / reflek tendon
3. Superficial reflek /skin reflek
4. Abnormal reflek / patologis
ada juga yang menambahkan reflek-reflek primitif.
Ada 5 gradasi dari kekuatan reflek :
0 : absent
1 : minimal tetapi ada
2 : normal
3 : hiperativity
4 : hiperactivity with clonus
Ada beberapa prinsip umum mengenai reflek :
1. Lesi UMN cenderung akan mengakibatkan peningkatan reflek, kecuali :
a. stadium akut
b. reflek abdominal / dinding perut dan reflek kremaster akan menurun baik lesi UMN atau LMN
2. Reflek tidak akan dipengaruhi pada lesi CNS yang mengenai sistem sensorik, cerebelar, atau ganglia basalis
3. Setelah stadium akut umumnya lesi cereblar lebih cepat menimbulkan reflek yang meningkat dari pada lesi
sppinal.
4. Sdanya asimetri reflek bila disertai tanda-tanda lain berupa defisit mototrik dan sensorik pada satu sisi, maka pada
satu sisi yang mengalami defisit motorik atau sensorik tersebut adalah abnormal /patologi
5. Reflek kornea tidak dipengaruhi oleh lesi UMN
Pembagian reflek
1. reflek braistem / reflek saraf otak
reflek pupil
refelk konsensual pupil
cornela reflek
jaw reflek
gag reflek, dll
2. deep reflek / tendon
biceps
triceps
patela
ankle jerk
dll
3. reflek superficial
dinding perut
cremaster
anal
dll
4. reflek primitif
snouting
palmo mental
glabela
dll
5. reflek abnormal/ patologi /
babinsky
16
hoffmann
gordon
dll
Berikut akan disampaikan reflek yang terkait dengan reflek patologik dan reflek primitif.
1. Reflek hoffmann tromer
Tangan pasien ditumpu oleh tangan pemeriksa, kemusian ujung jari tangan pemeriksa yang lain disentilkan ke
ujung jari tengah tangan penderita. Kita lihat respon jari tangan penderita, yaitu fleksi jari-jari yang lain, aduksi dari
ibu jari.
Reflek positif bilateral bisa dijumpai pada 25 % orang normal, sedangkan unilateral hoffmann indikasi untuk suatu
lesi UMN .
2. Grasping reflek
Gores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa diantara ibujari dan telunjuk penderita. Maka timbul
genggaman dari jari pendeirta, menjepit jari pemeriksa. Jika reflek ini ada maka penderuta tidak dapat
membebaskan jari pemeriksa.
Normal masih terdapat pada anak kecil. jika positif ada pada dewasa, maka kemungkinan terdapat lesi di area
premotorik cortex.
3. Reflek palmomental
Garukan pada telapak tangan pasien menyebabkan kontraksi muskulus mentali ipsilateral. Reflek patologis ini
timbul akibat kerusakan lesi UMN di atas inti saraf VII kontralateral.
4. Reflek snouting / menyusu
o Ketukan hammer pada tendo insertio m. Orbicularos oris, maka akan menimbulkan reflek menyusu.
o Menggaruk bi bir dengan tingue spatel maka akn timbul reflek menyusu.
Normal pada bayi, jika positif pada dewasa menandakan lesi UMN bilateral.
5. Mayer reflek
Fleksikan jari manis di sendi metacarpophalangeal, cecara firmly normal akan timbul adduksi dan aposisi dai ibu
jari. Absennya respon ini menandakan lesi di tractus pyramidalis.
6. Reflek Babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral menuju medial (arah ibu jari
kaki), orang noramla akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka
akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka.
Normal pada bayi masih ada.
7. Reflek Oppenheim
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tuilang tibia dari atas ke bawah, dengan kedua jari telunjuk dan
tengah., jika posistidf maka akan timbul reflek seperti babinski
8. Reflek gordon
Lakukan goresan / memencet otot gastrocnemius . jika posistif maka akan timbul reflek seperti babinski
9. Reflek schaefer
Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski
10. Reflek chaddock
Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki, dari tumit ke depan. Jika posistif
maka akan timbul reflek seperti babinski
11. Reflek Rossolimo
Pukulkan hammer reflek pada dorsal kaki pada tulang cuboid. Reflek akan terjadi fleksi jari-jari kaki.
12. Reflek Mendel-Bacctrerew
Pukulan telapak kaki bagian depan akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki
Skor
17
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Siapkan alat
Jelaskan tujuan
Melakukan pemeriksaan Reflek hoffmann
tromer
Melakukan pemeriksaan Grasping reflek
Melakukan pemeriksaan Reflek
palmomental
Melakukan pemeriksaan Reflek snouting /
menyusu
Melakukan pemeriksaan Mayer reflek
Melakukan pemeriksaan Reflek Babinski
Melakukan pemeriksaan Reflek Oppenheim
Melakukan pemeriksaan Reflek gordon
Melakukan pemeriksaanReflek schaefer
Melakukan pemeriksaan Reflek chaddock
Melakukan pemeriksaan Reflek Rossolimo
Melakukan pemeriksaan Reflek MendelBacctrerew
Rapikan alat
Cuci tangan
Dokumentasikan
TOTAL NILAI
18
TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sensorik, posisi, keseimbangan dan koordinasi
TINJAUAN PUSTAKA
Adanya gangguan pada otak, medulla spinalis, dan saraf tepi dapat menimbulkan gangguan sensorik. Gangguan ini
tidak tampak seperti halnya pada gangguan motorik maupun trofi otot. Gangguan sensorik dapat menimbulkan
perasaan kesemutan atau baal (parestesi), kebas atau mati rasa, kurang sensitif (hipestesi) dan ada pula yang sangat
sensitif (hiperestesi). Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit di antara pemeriksaan neurologik
yang lain karena sangat subjektif.
Sehubungan dengan pemeriksan fungsi sensorik maka beberapa hal berikut ini harus dipahami dulu:
1. Kesadaran penderita harus penuh dan tajam. Penderita tidak boleh dalam keadaan lelah, kelelahan akan
mengakibatkan gangguan perhatian serta memperlambat waktu reaksi.
2. Prosedur pemeriksan harus benar-benar dimengerti oleh penderita, karena pemeriksaan fungsi sensorik benarbenar memerlukan kerja sama yang sebaik-baiknya antara pemeriksa dan penderita. Dengan demikian cara dan
tujuan pemeriksaan harus dijelaskan kepada penderita dengan istilah yang mudah dimengerti olehnya.
3. Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan pemeriksaan anggota gerak atau bagian
tubuh yang dirangsang, misalnya penderita menyeringai, mata berkedip-kedip serta perubahan sikap tubuh.
4. Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga meliputi perbedaan-perbedaan sensasi yang
ringan, dengan demikian harus dicatat gradasi atau tingkat perbedaannya.
5. Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada setiap individu, pada tiap bagian tubuh, pada
individu yang sama tetapi dalam situasi yang berlainan. Dengan demikian dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan ulangan pada hari berikutnya.
6. Azas simetris: pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan dengan bagian kanan. Hal ini untuk menjamin
kecermatan pemeriksaan.
7. Pemeriksaan ini harus dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa), menggunakan alat yang sesuai dengan
kebutuhan/ tujuan, tanpa menyakiti penderita, dan penderita tidak boleh dalam keadaan tegang.
PRINSIP-PRINSIP UMUM
Mencari defisit sensibilitas (daerah-daerah dengan sensibilitas yang abnormal, bisa hipestesi, hiperestesi,
hipalgesia atau hiperalgesia)
Mencari gejala-gejala lain di tempat gangguan sensibilitas tersebut, misalnya atrofi, kelemahan otot, refleks
menurun/negative, menurut distribusi dermatom.
Keluhan-keluhan sensorik memiliki kualitas yang sama, baik mengenai thalamus, spinal, radix spinalis atau
saraf perifer. Jadi untuk membedakannya harus dengan distribusi gejala/keluhan dan penemuan lain.
Lesi saraf perifer sering disertai berkurang atau hilangnya keringat, kulit kering, perubahan pada kuku dan
hilangnya sebagian jaringan di bawah kulit.
Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan lain-lain) untuk pemeriksaan stereognosis.
19
6.
modalitas sensorik normal tetapi tidak bias mengenal benda pada perabaan tangan
(astereognosis)
lain-lain keluhan
b. Kapan timbulnya keluhan.
c. Lokasi keluhan.
Keluhan positif semacam parestesi, disestesi dan nyeri biasanya dapat dilokalisir, tetapi gejala-gejala
negative seperti hipestesi dan anogsia sulit dilokalisir.
d. Sifat keluhan.
Penderita diminta menggambarkan sifat keluhan. Pada keluhan nyeri perlu juga diketahui derajat rasa nyeri
yang timbul.
e. Kejadian-kejadian tertentu yang berkaitan.
Apakah ada kejadian-kejadian yang memicu terjadinya keluhan. Misalnya pada HNP, penderita merasakan
ischialgia pada waktu mengangkat benda berat, dan nyeri meningkat pada keadaan-keadaan yang
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, misalnya batuk, mengejan, bersin), dan lain-lain.
f. Kelainan neurologis yang menyertai.
Dapat berupa kelemahan/gangguan motorik, gangguan bahasa, kejang, gangguan defekasi dan miksi, dan
gangguan saraf otonom.
B.
Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan modalitas
modalitas primer dari sensasi somatik (seperti rasa nyeri, raba, posisi, getar dan suhu) diperiksa lebih dulu
sebelum memeriksa fungsi sensorik diskriminatif/kortikal.
20
e.
Penderita diminta untuk mengatakan ya atau tidak apabila merasakan adanya rangsang, dan
sekaligus juga diminta untuk menyatakan tempat atau bagian tubuh mana yang dirangsang.
Pemeriksaan sensasi getar/vibrasi
Alat yang digunakan adalah garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz.
Cara pemeriksaan:
a. Garpu tala digetarkan dengan memukulkan pada benda padat/keras.
b. Kemudian pangkal garpu tala diletakkan pada daerah dengan tulang yang menonjol seperti ibu jari
kaki, pergelangan tangan, maleolus lateralis/medialis, procc. spinosus vertebrae, siku, bagian lateral
clavicula, lutut, tibia, sendi-sendi jari dan lainnya. (Gambar 1)
c. Bandingkan antara kanan dan kiri.
d. Catat intensitas dan lamanya vibrasi.
e. Untuk penentuan lebih cermat, garpu tala kemudian dipindahkan pada bagian tubuh yang sama
pada pemeriksa. Apabila pemeriksa masih merasakan getaran, berarti rasa getar penderita sudah
menurun.
Gambar 1
Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi
Tujuannya adalah memperoleh kesan penderita terhadap gerakan dan pengenalan terhadap arah
gerakan, kekuatan, lebar atau luas gerakan (range of movement) sudut minimal yang penderita sudah
mengenali adanya gerakan pasif, dan kemampuan penderita untuk menentukan posisi jari dalam
ruangan. Tidak diperlukan alat khusus.
Cara pemeriksaan:
a. Mata penderita ditutup.
b. Penderita diminta mengangkat kedua lengan di depan penderita menghadap ke atas.
c. Penderita diminta mempertahankan posisi tersebut. Pada kelemahan otot satu sisi atau gangguan
proprioseptik maka lengan akan turun dan menuju ke arah dalam.
Modifikasi dari tes ini adalah dengan menaik turunkan kedua tangan dan penderita diminta menanyakan
tangan mana yang posisinya lebih tinggi.
Kedua tes di atas dapat dikombinasi dengan modifikasi tes Romberg. Caranya: penderita diminta berdiri
dengan tumit kanan dan jari-jari kaki kiri berada pada satu garis lurus dan kedua lengan ekstensi ke
depan. Kemudian penderita diminta menutup matanya. Bila ada gangguan proprioseptik pada kaki maka
penderita akan jatuh pada satu sisi.
Untuk tes posisi dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Penderita dapat duduk atau berbaring, mata penderita ditutup.
b. Jari-jari penderita harus benar-benar dalam keadaan relaksasi dan terpisah satu sama lain sehingga
tidak bersentuhan.
c. Jari penderita digerakkan secara pasif oleh pemeriksa, dengan sentuhan seringan mungkin sehingga
tekanan terhadap jari-jari tersebut dapat dihindari, sementara itu jari yang diperiksa tidak boleh
melakukan gerakan aktif seringan apapun.
d. Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada perubahan posisi jari atau adakah gerakan pada
jarinya.
Cara lain adalah dengan menempatkan jari-jari salah satu penderita pada posisi tertentu dan meminta
penderita diminta menirukan posisi tersebut pada jari yang lain.
2.
21
Syarat pemeriksaan ini adalah fungsi sensorik primer (raba, posisi) harus baik dan tidak ada gangguan tingkat
kesadaran, kadang-kadang ditambah dengan syarat harus mampu memanipulasi objek atau tidak ada kelemahan
otot-otot tangan (pada tes barognosis)
Macam-macam gangguan fungsi sensorik kortikal:
a. gangguan two point tactile discrimination
Gangguan ini diperiksa dengan dua rangsangan tumpul pada dua titik di anggota gerak secara
serempak, bisa memakai jangka atau calibrated two point esthesiometer. Pada anggota gerak atas
biasanya diperiksa pada ujung jari. Orang normal bisa membedakan dua rangsangan pada ujung jari
bila jarak kedua rangsangan tersebut lebih besar dari 3 mm. Ketajaman menentukan dua
rangsangan tersebut sangat bergantung pada bagian tubuh yang diperiksa, yang penting adalah
membandingkan kedua sisi tubuh. (Gambar 2)
b.
Gambar 2
gangguan graphesthesia
Pemeriksaan graphesthesia dilakukan dengan cara menulis beberapa angka pada bagian tubuh
yang berbeda-beda dari kulit penderita. Pasien diminta mengenal angka yang digoreskan pada
bagian tubuh tersebut sementara mata penderita ditutup. Besar tulisan tergantung luas daerah yang
diperiksa. Alat yang digunakan adalah pensil atau jarum tumpul. Bandingkan kanan dengan kiri.
(Gambar 3)
Gambar 3
c.
d.
e.
f.
g.
Gambar 4
gangguan stereognosis = astereognosis
Diperiksa pada tangan. Pasien menutup mata kemudian diminta mengenal sebuah benda berbentuk
yang ditempatkan pada masing-masing tangan dan merasakan dengan jari-jarinya. Ketidakmampuan
mengenal benda dengan rabaan disebut sebagai tactile anogsia atau astereognosis. Syarat
pemeriksaan, sensasi proprioseptik harus baik. (Gambar 4)
gangguan topografi/topesthesia = topognosia
Kemampuan pasien untuk melokalisasi rangsangan raba pada bagian tubuh tertentu. Syarat
pemeriksaan, rasa raba harus baik.
gangguan barognosis = abarognosis
Membedakan berat antara dua benda, sebaiknya diusahakan bentuk dan besar bendanya kurang lebih
sama tetapi beratnta berbeda. Syarat pemeriksaan, rasa gerak dan posisi sendi harus baik.
sindroma Anton-Babinsky = anosognosia
Anosognosia adalah penolakan atau tidak adanya keasadaran terhadap bagian tubuh yang lumpuh atau
hemiplegia. Bila berat, pasien akan menolak adanya kelumpuhan tersebut dan percaya bahwa dia dapat
menggerakkan bagian-bagian tubuh yang lupuh tersebut.
sensory inattention = extinction phenomenon
Alat yang digunakan adalah kapas, kepala jarum atau ujung jari. Cara pemeriksaan adalah dengan
merangsang secara serentak pada kedua titik di anggota gerak kanan dan kiri yang letaknya setangkup,
sementara itu mata ditutup. Mula-mula diraba punggung tangan pasien dan pasien diminta menggenal
tempat yang diraba. Kemudian rabalah pada tititk yang satangkup pada sisi tubuh yang berlawanan dan
22
3.
ulangi perintah yang sama. Setelah itu dilakukan perabaan pada kedua tempat tersebut dengan tekanan
yang sama secara serentak. Bila ada extinction phenomen maka pasien hanya akan merasakan
rangsangan pada sisi tubuh yang sehat saja.
Pemeriksaan sensorik khusus
Tinels sign
Umumnya digunakan untuk tes saraf medianus pada sindroma Carpal-Tunnel. Tepukan ujung jari pada
saraf medianus di tengah-tengah terowongan carpal akan menimbulkan disesthesi (rasa paresthesi dan
nyeri yang menjalar mulai dari tempat rangsang ke jari-jari telunjuk, tengah dan manis yang mirip aliran
listrik).
Perspiration test
Prinsip: adanya keringat akan bereaksi dengan amilum/tepung yang diberi yosium, sehingga memberikan
warna biru.
Cara pemeriksaan :
a. Bagian depan tubuh (leher ke bawah) disapu dengan tepung yang mengandung yodium.
b. Kemudian tubuh penderita ditutup dengan semacam sungkup supaya cepat berkeringat (bila perlu
diberi obat antipiretik).
c. Setelah 1-2 jam sungkup dibuka dan dicatat bagian tubuh yang tetap putih (tidak ada produksi
keringat).
Tes ini adalah tes yang obyektif dan digunakan pada kasus-kasus paraplegia untuk menentukan batas
lesinya.
Gangguan non equilibratory coordination (pergerakan yang disengaja dari anggota gerak, terutama gerakan
halus), diperiksa dengan:
a. Finger-to-nose test.
Bisa dilakukan dengan posisi pasien berbaring, duduk atau berdiri. Dengan posisi abduksi dan ektensi
secara komplit, mintalah pada pasien untuk menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung jari
telunjuknya. Mula-mula dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, baik dengan mata
terbuka dan tertutup.
b. Nose-finger-nose-test
Serupa dengan finger to nose test, tetapi setelah menyentuh hidungnya, pasien diminta menyentuh ujung
jari pemeriksa dan kembali menyentuh ujung hidungnya. Jari pemeriksa dapat diubah-ubah baik dalam
jarak maupun bidang gerakan. (Gambar 6)
c. Finger-to-finger test
Penderita diminta mengabduksikan lengan pada bidang horizontal dan diminta untuk menggerakkan kedua
ujung jari telunjuknya saling bertemu tepat ditengah-tengah bidang horizontal tersebut. Pertama dengan
gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, dengan mata ditutup dan dibuka.
d. Diadokokinesis
Penderita diminta untuk menggerakan kedua tangannya bergantian pronasi dan supinasi dengan posisi
siku diam, mintalah gerakan tersebut secepat mungkin dengan mata terbuka atau mata tertutup.
Diadokokinesis pada lidh dapat dikerjakan dengan meminta penderita menjulurkan dan menarik lidah atau
menggerakkan ke sisi kanan dan kiri secepat mungkin. (Gambar 7)
Tapping test merupakan variasi test diadokokinesis, dilakukan dengan menepuk pinggiran meja/paha
dengan telapak tangan secara berselingan bagian volar dan dorsal tangan dengan cepat atau dengan
tepukan cepat jari-jari tangan ke jempol.
23
e.
Heel-to-knee-to-toe test
Penderita diminta untuk menggerakkan tumit kakinya ke lutut kontralateral, kemudian diteruskan dengan
mendorong tumit tersebut lurus ke jari-jari kakinya. (Gambar 9) Variasi dari test ini adalah toe-finger test,
yaitu penderita diminta untuk menunjuk jari penderita dengan jari-jari kakinya atau dengan cara membuat
lingkaran di udara dengan kakinya.
f.
Rebound test
Penderita diminta adduksi pada bahu, fleksi pada siku dan supinasi lengan bawah, siku difiksasi/diletakkan
pada meja periksa/alas lain, kemudian pemeriksa menarik lengan bawah tersebut dan penderita diminta
menahannya, kemudian dengan mendadak pemeriksa melepaskan tarikan tersebut tetapi sebelumnya
lengan lain harus menjaga muka dan badan pemeriksa supaya tidak terpukul oleh lengan penderita sendiri
bila ada lesi cerebellum.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
Duss P, Diagnosis Topik Neurologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kepokteran EGC; 1996.
Juwono T, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 1987.
Laboratorium Ketrampilan Medik FK UGM. Skills Lab Semester 2 Tahun kademik 1998-1999. Yogyakarta:
Fakultas Kedokteran UGM. 1999
Sidharta P. Pemeriksaan Neurologis Dasar. PT. Dian Rakyat . 1999
Weiner H dan Levitt L. Buku Saku Neurologi. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001
B.
Nilai
0 1
24
Nilai
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
C.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
D.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
25
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
PEMERIKSAAAN MENGINGEAL SIGN & PEMERIKSAAN TANDA IRITASI RADIX PADA DAERAH
VERTEBRALIS
TUJUAN PEMBELAJARAN
26
Mahasiswa mampu :
1. Melakukan pemeriksaan meningeal sign dan pemeriksaan tanda iritasi radix pada daerah vertebralis
2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan meningeal sign dan pemeriksaan neurologis pada kasus low back pain
TINJAUAN PUSTAKA
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan
arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang
lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen
(melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan
peradangan pada selaput otak dan otak.
Tanda-tanda perangsangan selaput otak:
1. Kaku kuduk
Pastikan bahwa penderita tidak ada cedera servikal kemudian letakkan tangan kiri dibawah kepala pasien.
Menggoyangkan kepala pasien ke kanan dan ke kiri. Memfleksikan maksimal kepala ke anterior, sampai dagu
menyentuh dada. Hasil positif apabila dagu tidak dapat menyentuh dada.
2. Brudzinskis sign
a. Neck sign
Memfleksikan kepala secara pasif hingga dagu menyentuh sternum. Hasil positif bila gerakan fleksi pasif
tersebut disusul dengan gerakan fleksi reflektoris di sendi lutut dan panggul kedua tungkai.
b. Leg sign
Penderita terlentang dan dilakukan fleksi pasif pada salah satu panggul (salah satu tungkainya dapat diangkat
pada sikap lurus di sendi lutut dan ditekukkan di sendi panggul. Hasil positif jika tungkai kontralateral timbul
fleksi reflektoris di sendi lutut dan sendi panggul
c. Cheek sign
Penekanan pada pipi kedua sisi tepat dibawah os zigomatikum akan disusul gerakan fleksi reflektoris keatas
sejenak dari kedua lengan
d. Symphisis sign
Penekanan pada simfisis pubis akan disusul dengan timbulnya gerakan fleksi reflektoris pada kedua tungkai di
sendi lutut dan panggul. Syarat dilakukan tes ini adalah kandung kemih kosong dan tidak ada fraktur pada
os.coxae
3. Kernig sign
Penderita terlentang, pemeriksa menekuk tungkai atas penderita sehingga paha penderita tegak lurus terhadap
tubuh kemudian tungkai bawah penderita diluruskan di sendi lutut. Gerakan ini akan mendapat tahanan dan
sekaligus membangkitkan nyeri pada otot biseps femoris. Hasil positif apabila ekstensi lutut tidak mencapai 135
oleh karena nyeri dan spasme otot paha sedangkan tungkai sisi kontralateral fleksi di lutut dan panggul secara
reflektoris.
Cervical syndrome adalah sindrome atau keadaan yang ditimbulkan oleh adanya iritasi atau kompresi pada radiks
saraf servikal ditandai dengan adanya rasa nyeri pada leher yang dijalarkan ke bahu dan lengan sesuai dengan radiks
yang terganggu. Rasa nyeri yang dijalarkan tersebut disebut nyeri radikuler artinya bahwa rasa nyeri tersebut
berpangkal pada tempat perangsangan dan menjalar ke daerah persarafan radiks yang terkena. Daerah ini sesuai
dengan kawasan suatu dermatom. Untuk mengetahui adanya nyeri di tengkuk yang mungkin bersifat radikuler dapat
dikerjakan tes-tes sebagai berikut:
4. Tes Kompresi Lhermitte
Pada pasien yang duduk dilakukan kompresi pada kepalanya dalam berbagai posisi : miring kanan, miring kiri,
tengadah dan menunduk. Hasil tes dinyatakan positif bila pada penekanan tersebut dirasakan adanya nyeri yang
dijalarkan
5. Tes Valsava
Pada pasien yang duduk, penderita disuruh mengejan dengan epiglottis menutup (penderita disuruh menahan
napas). Hasil tes positif bila timbul rasa nyeri yang ditimbulkan
6. Tes Naffziger
Kedua vena jugularis ditekan dan penderita diuruh mengejan. Dengan ini tekanan intrakranial ditingkatkan yang
akan diteruskan ke sepanjang rongga arakhnoidal medula spinalis. Jika terdapat proses desak ruang di kanalis
vertebralis maka radiks yang terbentang atau teregang mendapat perangsangan pada saat tes dikerjakan. Oleh
karena itu akan timbul rasa nyeri yang dijalarkan melintasi kawasan dermatomnya.
Low back pain (LBP) / nyeri punggung bawah merupakan keluhan yang cukup sering muncul di pelayanan kesehatan.
Low back pain disebabkan oleh berbagai hal. Sebab terbanyak kasus low back pain meliputi trauma muskuloskeletal,
penyakit degeneratif, hernia nukleus pulposus (HNP), dan stenosis spinalis. Penyebab lain yang dapat mengakibatkan
low back pain yaitu keganasan, infeksi tulang belakang, spondilitis dan nyeri alih dari organ-organ viseral. Penegakan
diagnosis pada kasus LBP memerlukan pemeriksaan yang sistematis. Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan
langkah awal yang sangat menentukan ketepatan penegakan diagnosis pada pasien LBP.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis LBP antara lain :
27
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Lumbantobing, S.M. dr. DR. Prof. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. FK UI. 2008
Sidharta P. Pemeriksaan Neurologis Dasar. PT. Dian Rakyat . 1999
PROSEDUR TINDAKAN
PEMERIKSAAN MENINGEAL SIGN & PEMERIKSAAN TANDA IRITASI RADIX PADA DAERAH VERTEBRALIS
No
Nilai
28
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
29
16
17
18
19
20
30
A.
TUJUAN PEMBELAJARAN
B.
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem
Visual
Cahaya masuk melalui media refrakta (berurutan dari kornea, COA, lensa dan corpus vitreum). Alat
penangkap rangsang cahaya ialah sel batang dan kerucut yang terletak di retina. Impuls kemudian dihantarkan
melalui serabut saraf yang membentuk nervus optikus. Sebagian dari serabut ini, yaitu serabut yang menghantarkan
rangsang yang datang dari bagian medial retina menyimpang ke sisi lainnya di khiasma optic. Dari khiasma, serabut
melanjutkan diri dengan membentuk traktus optic ke korpus genikulatum lateral, dan setelah bersinaps disini, rangsang
diteruskan melalui traktus genikulokalkarina ke korteks optic. Daerah berakhirnya serabut ini di korteks disebut korteks
striatum (area 17) yang merupakan pusat persepsi cahaya.
Disekitar area 17, terdapat daerah yang berfungsi untuk asosiasi rangsang visual, yaitu area 18 dan 19. Area
18 yang disebut juga area parastriatum atau parareseptif, menerima dan menginterpretasi impuls dari area 17. Area
19 yaitu korteks peristriatum atau perireseptif, mempunyai hubungan dengan area 17 dan 18 dan dengan bagianbagian lain dari korteks. Ia berfungsi untuk pengenalan dan persepsi visual kompleks, asosiasi visual, revisualisasi,
diskriminasi ukuran dan bentuk, orientasi ruangan serta peenglihatan warna.
Serabut yang mengurus refleks optic pupil setelah melalui khiasma optic dan traktus optic menyimpang di
anterior korpus genikulatum lateral, dan menuju serta bersinaps di nucleus pretektalis di batang otak (setinggi kolikuli
superior). Disini ia bersinaps dengan neuron berikutnya yang mengirim serabut ke nucleus Edinger Westphal sisi yang
sama dan sisi kontralateral. Dari sini rangsang kemudian diteruskan melalui nervus okulomotorius (N.III) ke sfingter
pupil.
Serabut yang mengurusi refleks somatovisual, yaitu refleks pergerakan bola mata dan kepala sebagai
jawaban terhadap rangsang visual, menuju kolikulus superior dan kemudian melalui fasikulus medial longitudinal
menuju nucleus nervus okulomotorius dan melalui traktus tektospinalis untuk kemudian menginervasi otot-otot skelet.
Selain itu kita juga mengenal traktus kortikotektal internus yang datang dari area 18 dan 19 di korteks oksipital melalui
radiasi optic dan menuju ke kolikulus superior. Traktus ini juga ikut mengatur refleks dengan jalan berhubungan
dengan otot-otot penggerak bola mata dan struktur lainnya.
Keluhan yang berhubungan dengan sistem visual berupa ketajaman penglihatan berkurang, lapang pandang
berkurang, ada bercak di dalam lapang pandang yang tidak dapat dilihat (skotoma). Selain itu, fotofobi, yaitu mata
mudah silau, takut akan cahaya, yang dapat dijumpai pada penderita meningitis.
Sistem non visual
Sistem non visual terdiri dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungtiva dan otot-otot penggerak bola mata.
Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang
membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi
bola mata dari trauma sinar dan pengeringan bola mata. Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan
keringnya permukaan mata yang dapat menyebabkan keratitis et lagoftalmus.
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian yaitu, sistem produksi atau glandula lakrimal yang terletak di
temporoanterosuperior rongga orbita dan sistem ekskresi yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, dan duktus nasolakrimal. Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Untuk melihat adanya
sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya dilakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat
penyumbatan yang disertai dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan keluar melalui pungtum lakrimal.
Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi sclera dan kelopak mata bagian belakang. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Gerak bola mata yang normal ialah gerak terkonjugasi, yaitu gerak bola mata kiri dan kanan selau bersamasama, dengan sumbu mata yang sejajar. Disamping itu mata juga melakukan konvergensi yaitu sumbu mata saling
31
berdekatan dan menyilang pada objek fiksasi. Otot-otot penggerak bola mata melakukan fungsi ganda tergantung
letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot.
Terdapat enam otot penggerak bola mata, yaitu :
1. m. Oblikus inferior
Dipersarafi N.III, bekerja menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi
2. m. Oblikus superior
Dipersarafi N.IV, berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi
dan insiklorotasi.
3. m. Rektus inferior
Dipersarafi oleh N.III, berfungsi menggerakkan bola mata depresi, eksiklorotasi dan aduksi.
4. m. Rektus lateral
Dipersarafi oleh N.VI, dengan fungsi abduksi bola mata.
5. m. Rektus medius
Dipersarafi oleh N.III, berfungsi untuk aduksi bola mata
6. m. Rektus superior
Dipersarafi oleh N.III, berfungsi pada elevasi, aduksi dan insiklorotasi bola mata.
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
D.
I.
Optotype snellen
Oftalmoskop
Tonometer
Loupe dengan slitlamp
Kampimeter
Fluorescein
Ishihara book
Papan placido
Senter
Kasa dan kapas
PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN
Inspeksi
Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.
Perhatikan :
II.
Adakah exopthalmos (Dengan penggaris, dibandingkan kanan dan kiri. normal sampai 16 mm dan pasti
patologis apabila > 20 mm.)
32
4.
Apabila penderita tak dapat melihat gambar yang terdapat pada Optotype, maka kita mempergunakan jari
kita.
5. Penderita diminta untuk menghitung jari pemeriksa, pada jarak 1 m, 2 m, sampai dengan 6 m.
6. Dalam hal demikian maka visus dari penderita dinyatakan dalam per-60
7. Apabila penderita tak dapat menghitung jari, maka dipergunakan lambaian tangan pemeriksa pada jarak 1m
sampai 6 m
8. Dalam hal ini, maka visus penderita dinyatakan dalam per 300.
9. Apabila lambaian tangan tak terlihat oleh penderita, maka kita periksa visusnya dengan cahaya (sinar
baterai).
10. Untuk ini maka visus dinyatakan dalam per tak terhingga.
III. Pemeriksaan Obligue Illuminasi.
1. Penderita duduk di kursi dalam kamar gelap
2. Pemeriksa berdiri di depan penderita.
3. Dengan condensing lens, pemeriksa mengarahkan sinar yang datang dari lampu pijar kearah mata penderita.
4. Pemeriksa memakai loupe, memperhatikan :
Pemeriksaan funduscopi :
1. Penderita duduk dalam kamar gelap.
2. Pemeriksa dengan Oftalmoskop berdiri disamping penderita
3. Bila kita akan memeriksa fundus secara ideal maka sebaiknya pupil dilebarkan dulu.
4. Bila mata kanan yang penderita akan diperiksa, maka pemeriksa memegang opthalmoscope dengan
tangan kanan dan melihat fundus mata dengan mata kanan pula.
5. Pemeriksa memperhatikan :
macula lutea
33
2.
Tonometer didesinfeksi dengan dicuci alkohol atau dibakar dengan api spiritus. Penderita tidur
telentang, mata yang akan diperiksa melihat lurus keatas tanpa berkedip.
Tonometer diletakkan dengan perlahan-lahan dan hati-hati diatas cornea penderita.
Pemeriksa membaca angka yang ditunjuk oleh jarum tonometer.
Kemudian pemeriksa melihat pada tabel, dimana terdapat daftar tekanan bola mata.
3.
4.
5.
VIII.
E.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
34
Nama
NIM
:
:
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Nilai
1
2
35
TUJUAN PEMBELAJARAN
B.
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk dapat
menegakkan diagnosis suatu kelainan atau penyakit THT, diperlukan kemampuan dan keterampilan melakukan
anamnesis dan pemeriksaan organ-organ tersebut.
Telinga
Keluhan utama yang sering ditemui pada penderita dengan gangguan telinga berupa :
1. Gangguan pendengaran/tuli
2. Suara berdenging (tinnitus)
3. Rasa pusing yang berputar (vertigo)
4. Rasa nyeri didalam telinga (otalgia)
5. Keluar cairan dari telinga (otore)
Gangguan pada telinga dapat terjadi pada satu ataupun kedua telinga, timbul tiba-tiba ataupun bertambah
secara bertahap. Gangguan pendengaran dapat terjadi akibat trauma kepala, trauma akustik, infeksi (parotitis,
influenza berat dan meningitis) atau sebagai efek samping dari pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik.
Gangguan pendengaran dapat diderita sejak bayi sehingga biasanya disertai juga dengan gangguan bicara dan
komunikasi. Gangguan pendengaran biasanya disertai dengan tinnitus pada awalnya, walaupun pada beberapa kasus
ketulian dapat terjadi total dan mendadak.
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam
menyebabkan tuli saraf, mungkin tuli koklea atau tuli retrokoklea. Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran
suara, sedangkan pada tuli saraf terdapat kelainan perseptif dan sensorineural. Tuli campur merupakan kombinasi tuli
konduktif dan tuli saraf, dapta merupakan satu penyakit ataupun karena dua penyakit yang berbeda.
Vertigo merupakan keluhan gangguan keseimbangan dan rasa ingin jatuh. Perubahan posisi biasanya mempengaruhi
kualitas dan kuantitas vertigo. Vertigo biasanya juga disertai dengan keluhan mual, muntah, rasa penuh di telinga dan
telinga berdenging yang kemungkinan kelainannya terdapat di labirin atau disertai keluhan neurologis seperti disartri
dan gangguan penglihatan sentral. Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada kekakuan pergerakan otototot leher. Penyakit diabetes mellitus, hipertensi, arteriosclerosis, penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis dapat
menimbulkan keluhan vertigo dan tinnitus.
Otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari rasa nyeri pada gigi molar, sendi rahang, dasar mulut, tonsil atau tulang
servikal. Sedangkan otore dapat berasal dari infeksi telinga luar, namun bila secret banyak dan bersifat mukoid
umumnya berasal dari infeksi telinga tengah. Bila secret bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut berat
atau keganasan, dan harus diwaspadai adanya LCS bila cairan keluar seperti air jernih.
Hidung
Hidung memiliki fungsi yang penting sebagai jalan nafas, pengatur kondisi udara, penyaring udara, indra
penghidu, resonansi suara, turut membantu proses bicara dan refleks nasal. Keluhan utama penyakit atau kelainan
hidung dapat berupa sumbatan hidung, secret hidung dan tenggorok, bersin, rasa nyeri di daerah muka dan kepala,
perdarahan hidung dan gangguan penghidu. Gangguan penghidu dapat berupa hilangnya penciuman (anosmia) atau
berkurang (hiposmia), disebabkan karena adanya kerusakan pada saraf penghidu ataupun karena sumbatan pada
hidung.
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, sering dijumpai dengan tanda dan gejala nyeri di daerah
dahi, pangkal hidung, pipi dan tengah kepala. Rasa nyeri dapat bertambah bila menundukkan kepala dan dapat
berlangsung sampai beberapa hari. Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksilaris, kemudian
sinusitis etmoidalis, sinusitis frontalis dan sinusitis sfenoidalis.
Tenggorok
Tenggorok dibagi menjadi faring dan laring. Berdasarkan letaknya faring dibagi atas:
1. Nasofaring
2. Orofaring
Dinding posterior faring
Fossa tonsil
Tonsil
3. Laringofaring (Hipofaring)
36
Sedangkan fungsi faring terutama untuk respirasi, proses menelan, resonansi suara dan artikulasi. Keluhan di daerah
faring umumnya berupa nyeri tenggorok (odinofagi), rasa penuh dahak di tenggorok, rasa ada sumbatan dan sulit
menelan (disfagi). Kelainan yang sering dijumpai pada faring yaitu tonsillitis, faringitis, tonsilofaringitis dan karsinoma
nasofaring.
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung,
dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi,
menelan, emosi serta fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam
trakea dengan jalan menutup aditus laring dan rima glottis secara bersamaan. Selain itu dengan refleks batuk, benda
asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan keluar.
Suara parau merupakan gejala penyakit yang khas untuk kelainan tenggorok khususnya laring terkait dengan
fungsi fonasi dari laring. Sedangkan lainnya dapat berupa batuk, disfagi, dan rasa ada sesuatu di tenggorok. Kelainan
yang sering dijumpai pada laring yaitu laryngitis, paralisa otot laring dan tumor laring.
C.
D.
1.
2.
3.
4.
5.
PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN
Memakai lampu kepala
Lampu kepala ditengah-tengah antara kedua mata kanan-kiri 20 25 cm (sekilan tangan) di depan objek. Fokus
jatuh tepat pada organ/bagian yang ingin diperiksa.
Duduk berhadapan dengan penderita
Kedua kaki penderita rapat, demikian juga kaki pemeriksa : kaki-kaki pemeriksa sejajar dengan kaki-kaki
penderita. Jangan menjepit kaki penderita diantara kaki pemeriksa
Inspeksi muka
Lihat muka penderita dari depan, kalau dipandang perlu juga dari samping kanan dan kiri. Perhatikan bentuk
muka, hidung, bentuk kedudukan dan letak kedua telinga kanan-kiri.
Kelainan kongenital seperti agenesis hidung, hidung bifida, atresia nares anterior.
Tumor
Rinoskopi Anterior adalah pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan memakai spekulum hidung. Tangan kiri
memegang speculum dengan ibu jari (di atas/depan) dan jari telunjuk (dibawah/belakang) pada engsel speculum.
Jari tengah diletakan dekat hidung, sebelah kanan untuk fiksasi. Jari manis dan kelingking membuka dan menutup
spekulum. Speculum dimasukkan tertutup ke dalam vestibulum nasi setelah masuk baru dibuka. Tangan kanan
bebas : dapat membantu memegang alat-alat pinset dan kait dsb, menahan kepala dari belakang/tengkuk atau
mengatur sikap kepala. Melebarkan nares anterior dengan meregangkan ala nasi. Melihat jelas dengan
menyisihkan rambut hidung.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada rinoskopi anterior :
37
Mukosa. Dalam keadaaan normal berwarna merah muda, pada radang berwarna merah, pada alergi pucat
atau kebiruan (livid)
Septum. Normalnya terletak ditengah dan lurus, perhatikan apakah terdapat deviasi, krista, spina, perforasi,
hematoma, abses, dll.
Konka. Perhatikan apakah konka normal (eutrofi), hipertrofi, hipotrofi atau atrofi
Massa.
Pemeriksaan telinga
Duduk berhadapan dengan penderita.
Inspeksi dan palpasi. Amati telinga luar apakah terdapat kelainan/abnormalitas. Palpasi dengan penekanan
pada tragus, aurikula, dan os. Mastoideus di posterior aurikula. Perhatikan adanya nyeri tekan, kemungkinan otitis
eksterna dan mastoiditis.
Otoskopi. Tangan kiri, jari tengah dan jari kelingking memegang bagian atas daun telinga dan menariknya ke
superoposterior. Tangan kanan memasukkan corong telinga ke dalam kanalis auditorius eksterna. Corong
kemudian dipegang dengan tangan kiri, ibu jari dan jari telunjuk mengamati telinga luar dan sekitarnya.
Memeriksa kanalis auditorius eksterna dan membrana timpani.
Pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala
a. Rinne
Garpu tala (frekuensi 256/512) digetarkan. Tangkai garpu tala diletakkan di processus mastoid penderita. Bila
penderita tidak mendengar suara lagi, kaki garpu tala didekatkan di depan liang telinga penderita kira-kira 2,5 cm.
Bila masih terdengar disebut Rinne (+), bila tidak terdengar disebut Rinne (-).
b. Weber
Garpu tala digetarkan kemudian tangkainya diletakkan di tengah garis kepala (vertex, dahi, pangkal hidung,
tengah-tengah gigi seri, atau di dagu) penderita. Apabila bunyi garputala terdengar lebih keras pada salah satu
telinga disebut weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah mana bunyi terdengar
lebih keras dikatakan weber tidak ada lateralisasi.
c. Schwabach
Garpu tala digetarkan, kemudian tangkai garpu tala diletakkan pada processus mastoid pemeriksa, bila telah tidak
terdengar diletakkan pada penderita atau sebaliknya. (dianggap pemeriksa normal). Apabila penderita masih
mendengar meskipun pemeriksa sudah tidak mendengar berarti Schwabach memanjang. Apabila pemeriksa
masih mendengar meskipun tidak lagi terdengar oleh penderita berarti Schawach memendek.
6.
7.
Tes
Rinne
Posittif
Negatif
Tes Weber
Lateralisasi (-)
Sama dengan
pemeriksa
Memanjang
Diagnosis
Normal
Tuli
konduktif
Positif
Memendek
Tuli
sensorineur
al
Catatan : Pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif
8.
Lateralisasi ke telinga
yang sakit
Lateralisasi ke telinga
yang sehat
Tes Schwabach
E.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Buku
38
:
:
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
SKOR
1
39
17
- CHL
- SNHL
- Normal
Melaporkan/ menulis hasil pemeriksaan
TOTAL NILAI
40
Senin
5 Maret 2012
Kontrak pembelajaran
(Tim NSS)
Kuliah anatomi embriologi SSP
(dr.Lantip R,M.Si.M.ed)
09.00-09.50
10.00-10.50
11.00-11.50
12.00-12.50
13.00-13.50
14.00-14.50
Istirahat
Kuliah anak kelainan kongenital
SSP
(dr.Hartono,Sp.A)
Kuliah biokimia saraf (Dr.Saryono)
15.00-15.50
16.00-16.50
Selasa
6 Maret 2012
Kuliah anatomi SSP&SST
(dr.Agus BS, Sp.BS)
Rabu
7 Maret 2012
Skill lab kelas besar
Anamnesis&pemeriksaan
fisik SSP (dr.Tutik E, Sp.S)
PBL 1.1
Kamis
8 Maret 2012
Kuliah saraf
kesadaran,ensefalopati
(HT,metabolik),koma
(dr.Muttaqien P, Sp.S)
Kuliah saraf neoplasma
(dr.Muttaqien P, Sp.S)
Kuliah saraf lesi kranial dan
batang otak
(dr.Tutik E, Sp.S)
Istirahat
Jumat
9 maret 2012
Kuliah saraf SNH
(TIA,RIND,infark)&SH
(dr.Bambang SD,Sp.S)
PBL 1.2
Istirahat + sholat Jumat
Skill lab saraf 1
(kel.8-14)
Selasa
13 Maret 2012
Kuliah saraf trigeminal neuralgia
(dr.Untung G,Sp.S)
Kuliah saraf parkinson
(dr.Muttaqien P, Sp.S)
Rabu
14 Maret 2012
Kuliah saraf brain death
(dr.Muttaqien P, Sp.S)
Kamis
15 Maret 2012
Jumat
16 Maret 2012
Kuliah RM Rehabilitasi
Ggn Neurologi anak
(dr.Wati ,Sp.RM)
PBL 2.2
PBL 2.1
MINGGU II
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50
09.00-09.50
Senin
12 Maret 2012
Kuliah bedah saraf cedera kepala
(dr.Agus BS,Sp.BS)
Kuliah PA SSP
(lesi neoplastik)
(dr.Dody N,Sp.PA)
10.00-10.50
11.00-11.50
12.00-12.50
13.00-13.50
14.00-14.50
41
15.00-15.50
Senin
19 Maret 2012
Selasa
20 Maret 2012
Rabu
21 Maret 2012
Kuliah saraf
demensia,amnesia,afasia
(dr.Muttaqien P, Sp.S)
Kamis
22 maret 2012
Kuliah saraf lesi transversal
(dr.Untung G,Sp.S)
MINGGU III
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50
09.00-09.50
10.00-10.50
11.00-11.50
UTK I
12.00-12.50
13.00-13.50
14.00-14.50
15.00-15.50
16.00-16.50
Istirahat
Praktikum Farmakologi B
Praktikum mikro A
Praktikum Farmakologi D
Praktikum Mikro C
Senin
26 Maret 2012
Penyakit neuromuskuler &
neuropati
(dr.Tutik E, Sp.S)
Selasa
27 Maret 2012
Kuliah saraf vertigo vestibuler &
nonvestibuler
(dr.Untung G,Sp.S)
MINGGU IV
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50
09.00-09.50
10.00-10.50
11.00-11.50
12.00-12.50
PBL 3.2
13.00-13.50
Rabu
28 Maret 2012
Kuliah RM rehabilitasi
pada kelainan tulang
belakang & nyeri
(dr.Wati,Sp. RM)
Kuliah anatomi organ
penglihatan (dr.Nasid
Abdulah)
PBL 4.1
Istirahat
Praktikum Fisiologi C&D
Kamis
29 Maret 2012
Kuliah fisiologi penglihatan
(dr.Teguh Anamani,Sp.M)
Kuliah mata sistem
lakrimalis
(dr.Sjarif Djati,Sp.M)
Kuliah mata palpebra
(dr.Sjarif Djati,Sp.M)
Jumat
30 Maret 2012
Kuliah skill mata
anamnesis & pemeriksaan
fisik mata
(dr.Wahid Heru,Sp.M)
PBL 5.1
Istirahat
42
14.00-14.50
15.00-15.50
16.00-16.50
Praktikum PA 1 C&D
Praktikum PA 1 A&B
Skill lab saraf 4
(Kel.1-7)
(Kel.4-6)
Skill lab indera I (mata)
(Kel.7-9)
MINGGU V
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50
Senin
2 April 2012
Kuliah mata kornea & sklera
Kuliah mata konjungtiva
(dr.Sjarif Djati,Sp.M)
09.00-09.50
Selasa
3 April 2012
Kuliah mata lensa & katarak
(dr.Wahid Heru,Sp.M)
Kuliah mata glaukoma
(dr.Wahid Heru,Sp.M)
Kuliah mata traumatologi
(dr.Teguh Anamani,Sp.M)
UTK 2
10.00-10.50
11.00-11.50
12.00-12.50
13.00-13.50
14.00-14.50
15.00-15.50
16.00-16.50
Istirahat
Kuliah mata neoplasma
(dr.Teguh Anamani,Sp.M)
PBL 5.2
Rabu
4 April 2012
Kuliah mata muscle balance
(dr.Dian Isworo,Sp.M)
Kuliah mata neurooftalmologi
(dr.Dian Isworo,Sp.M)
Fisiologi dan anatomi
Pendengaran ,Anamnesis dan
pemeriksaan fisik THT,
Sp(dr.Anton BD, Sp.THT)
Skill lab indera I (mata)
(kel.13-14)
Kamis
5 April 2012
Kuliah mata pediatri
oftalmologi
(dr.Dian Isworo,Sp.M)
Kuliah mata uvea & vitreous
humour
(dr.Tuti S,Sp.M)
PBL 6.2
Rabu
11 April 2012
Kamis
12 April 2012
Jumat
13 April 2012
Kuliah audiologi
(dr.Supriyo,Sp.THT)
PBL 7.1
PBL 7.2
Pengantar OPE
MINGGU VI
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50
09.00-09.50
10.00-10.50
Senin
9 April 2012
Kuliah mata refraksi
(dr.Teguh Anamani,Sp.M)
Kuliah mata retina
(dr.Tuti S,Sp.M)
Kuliah mata oftalmologi
komunitas
(dr.Tuti S,Sp.M)
11.00-11.50
Selasa
10 April 2012
Kuliah THT telinga luar
(dr.Nur Mei, Sp.THT)
Kuliah radiologi mata & THT
(dr.Markus BR,Sp.Rad)
PBL 6.3
12.00-12.50
Istirahat
43
13.00-13.50
14.00-14.50
15.00-15.50
Istirahat
Senin
16 April 2012
Selasa
17 April 2012
Rabu
18 April 2012
Kamis
19 April 2012
Jumat
20 April 2012
Ujian Identifikasi :
Anatomi
Mikrobiologi
PA
Sosialisasi Ujian
SOCA
UTK 3
Ujian identifikasi
Histologi
Fisiologi
Farmakologi
MINGGU VII
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50
09.00-09.50
10.00-10.50
11.00-11.50
12.00-12.50
13.00-13.50
14.00-14.50
15.00-15.50
16.00-16.50
OPE
Istirahat
PBL 7.3
Remidi UTK I
Remidi UTK II
SOCA
Senin
23 April 2012
Selasa
24 April 2012
Rabu
25 April 2012
Kamis
26 April 2012
Jumat
27 April 2012
MINGGU VIII
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50
09.00-09.50
10.00-10.50
11.00-11.50
12.00-12.50
13.00-13.50
OSCE
OSCE
REMIDI SOCA
REMIDI OSCE
istirahat
Istirahat
istirahat
istirahat
OSCE
REMIDI SOCA
REMIDI OSCE
REMIDI IDENT
Anatomi
Mikrobiologi
PA
Istirahat
REMIDI IDENT
Histologi
Fisiologi
Farmakologi
44
Jumat,
9 Maret 2012
Rabu,
14 Maret 2012
Kamis,
15 Maret 2012
Senin,
19 Maret 2012
Kamis,
22 Maret 2012
Rabu,
28 Maret 2012
Waktu
13.00 14.40
13.00 14.40
10.00 11.40
13.00 14.40
10.00 11.40
13.00 14.40
15.00 16.40
Kamis
29 Maret 2012
11.00-12.40
14.00 15.40
13.00 14.40
15.00 16.40
15.00 16.40
11.00 - 12.40
10.00 - 11.40
13.00 - 14.40
15.00 - 16.40
13.00 - 14.40
Kegiatan
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Telinga
Kelompok
1
JM
2
AL
DK
DW
KM
MS
10
11
12
13
14
Kode Tutor :
OFF
ES
AL
MA
OFF
SW
KM
MS
EP
NA
AN
TL
JM
DW
DK
KM
OFF
MS
ES
MF
DW
OFF
JM
AL
EP
AN
DK
AL
OFF
JM
ES
NA
TL
MF
AN
TL
MA
OFF
MS
EP
JM
NA
AL
DK
DW
OFF
KM
ES
SW
EP
AN
TL
MA
OFF
SW
JM
AL
NA
DK
KM
MS
DK
MA
SW
DW
KM
MS
DW
EP
MF
NA
MA
SW
MA
SW
MF
TL
AN
MF
EP
TL
ES
MF
NA
AN
ES
JM = Joko Mulyanto, AL = Alfi Muntafiah, AN = Arini Nur Famila, DK = Diah Krisnansari, DW= Dwi Adi Nugroho, ES = Evy Sulistyoningrum, EP = Edy Priyanto, MA = Madya
Ardi, KM = Khusnul Muflikhah, MF = Miko Ferine, MS = Mustofa, NA = Nasid Abdullah, SW = Setiawati, TL = Tri Lestari
45
Nama Tutor
Dr.Joko Mulyanto,M.Sc
Dr.Evy S,M.Sc
Dr.Diah Krisnansari,M.Kes
Dr.Nasid Abdullah
Dr.Mustofa,M.Sc
Dr.Miko Ferine
Hari/tanggal
Waktu
13.00-14.40
10.00-11.40
13.00-14.40
10.00-11.40
15.00-16.40
11.00-12.40
13.00-14.40
10.00-11.40
10.00-11.40
15.00-16.40
15.00-16.40
13.00-14.40
13.00-14.40
13.00-14.40
13.00-14.40
Kegiatan
Px. Meningeal Sign
Klmp
k
1
7
8
Px.Refleks
Fisiologis&patologis
3
12
7
5
3
Px.Keseimbangan&koordinasi
1
8
12
12
10
Px.Keseimbangan&koordinasi
15.00-16.40
10.00-11.40
2
1
Pemerik saan Telinga
13.00-14.40
13.00-14.40
10.00-11.40
10.00-11.40
6
3
2
7
15.00-16.40
14.00-15.40
13.00-14.40
5
1
Pemeriksaan Mata
13.00-14.40
13.00-14.40
13.00-14.40
13
11
Px.Keseimbangan&koordinasi
11.00-12.40
14
10.00-11.40
3
Pemerik saan Telinga
15.00-16.40
13.00-14.40
13.00-14.40
10.00-11.40
13.00-14.40
10
6
11
4
14
Px.Refleks
Fisiologis&patologis
14.00-15.40
15.00-16.40
10.00-11.40
10.00-11.40
3
Pemeriksaan Mata
9
6
4
Px.Keseimbangan&koordinasi
10.00-11.40
13.00-14.40
15.00-16.40
13.00-14.40
13.00-14.40
13.00-14.40
2
5
9
13
8
12
10
Pemeriksaan Mata
46
10
Dr.Khusnul Muflikhah
Dr.Setiawati
15.00-16.40
11.00-12.40
13.00-14.40
13.00-14.40
10.00-11.40
15.00-16.40
14.00-15.40
15.00-16.40
11
13
5
10
3
7
2
Px.Refleks
Fisiologis&patologis
Pemeriksaan Mata
13.00-14.40
13.00-14.40
9
13
Px. Saraf Kranialis
11.00-12.40
11
13.00-14.40
15.00-16.40
11.00-12.40
Pemeriksaan Mata
12
14
47
11
12
13
14
Dr.Alfi Muntafiah
Dr.Tri Lestari
13.00-14.40
13.00-14.40
13.00-14.40
10.00-11.40
15.00-16.40
11.00-12.40
2
14
9
4
13
13.00-14.40
12
10.00-11.40
13.00-14.40
10
11.00-12.40
10.00-11.40
4
Pemerik saan Telinga
15.00-16.40
13.00-14.40
10.00-11.40
13.00-14.40
11
4
1
14
15.00-16.40
15.00-16.40
6
7
Pemeriksaan Mata
15.00-16.40
13.00-14.40
10
13
10.00-11.40
13.00-14.40
11
11.00-12.40
10.00-11.40
7
Pemerik saan Telinga
13.00-14.40
14
NAMA TRAINER
1.
2.
3.
48
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
KELOMPOK 1
TUTOR: dr. Agung Saprasetya D.L, MSc.PH
NIM
NAMA
G1A009016 BUNGA
G1A009020 DERA FAKHRUNNISA
G1A009033 BAGUS SANJAYA H.
G1A009037 AYU ASTRINI N PS
G1A009059 KARINA ADZANI HERMA
G1A009073 RAHMI LAKSITARUKMI
G1A009078 AMRINA A F
G1A009084 TITIYAN HERBIYANTO NUGROHO
G1A009094 SURYO ADI KUSUMO B.
K1A006112 WIDHITYA S. P
G1A008115 ANDHITA CHAIRUNNISA
KELOMPOK 3
TUTOR: dr. Diah Krisnansari, MSi
NIM
NAMA
G1A009015
SARAH MAULINA OKTAVIA
G1A009019
DIKODEMUS GINTING
G1A009034
DIAS ISNANTI
G1A009048
PRABAWA YOGASWARA
G1A009052
FEMY INDRIANI
G1A009103
RADITA IKAPRATIWI
G1A009106
ESTI SETYANINGSIH
G1A009119
BENZA ASA DICARAKA
G1A009128
WINDA TRYANI
G1A008018
ELIS MA'RIFAH
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
KELOMPOK 2
TUTOR: dr. Evy Sulistyoningrum, MSc
NIM
NAMA
G1A009051
SUDJATI ADHINUGROHO
G1A009061
TRI SEJATI RAHMAWATI
G1A009065
SISKA LIA KISDIYANTI
G1A009066
SYLVIANA KUSWANDI
G1A009075
AISYAH NUR AINI
G1A009090
SAIDATUN NISA
G1A009101
FAIDH HUSNAN
G1A009123
RENDHA FATIMA RYSTA
G1A009134
FIRMAN PRANOTO
G1A007064
AJAR P
KELOMPOK 4
TUTOR: dr. Joko Mulyanto, MSc
NIM
NAMA
G1A009009 GOHLENA RAJA NC
G1A009018 ISTIANI DANU PURWANTI
G1A009023 PRASASTIE GITA W.
G1A009031 DAVID SANTOSO
G1A009044 FAMILA
G1A009064 ALFIAN TAGAR A.D
G1A009080 HERLINDA YUDI SAPUTRI
G1A009088 DHYAKSA CAHYA P
G1A009081 RAHMA DEWI A.
G1A009085 SEMBA ANGGEN RACHMANI
G1A009137 M. KALIOBAS
49
KELOMPOK 5
KELOMPOK 6
TUTOR: dr. Nasid Abdullah
NIM
G1A009002
G1A009011
G1A009026
G1A009067
G1A009072
G1A009089
G1A009097
G1A009108
G1A009117
G1A009126
G1A008029
NAMA
AULIA DYAH FEBRIANTI
MINA RAHMANDA PUTRI
OCTI GUCHIANI
SUCI NURYANTI
RAHMAT HUSEIN
MAULANA RIZQI YUNIAR
YUNI HANIFAH
ARIS WIBOWO
ARFIN HERI INDARTO
SABHRINA RESI PUTRI
ERLI NUR R
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
KELOMPOK 7
TUTOR: dr. Dwi Arini Ernawati
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
NIM
G1A009004
G1A009014
G1A009038
G1A009041
G1A009045
G1A009047
G1A009057
G1A009070
G1A009091
G1A009111
G1A008088
NAMA
INDAH ANNISA D
DIAH RIZKY FARADILA
TESSA SEPTIAN A.
ARGARINI DIAN P
ASTRID MEILINDA
ASEP CEVY SAPUTRA
ANDINA FRASTININGSIH
SADDAM HUSEIN S
KUNANGKUNANG P BULAN
ARGO MULYO
NONI FRISTA
NIM
G1A008058
G1A009008
G1A009027
G1A009032
G1A009035
G1A009058
G1A009074
G1A009087
G1A009105
G1A009122
G1A008054
NAMA
ANGGIA PUSPITASARI
FICKRY ARDIANSYAH N
DANNIA RISKI ARIANI
YULITA SWANDANI AZIZ
WINDY NOFIATRI R.
WILY GUSTAFIANTO
ANDROMEDA
FARIZA ZUMALA LAILI
NURTIKA
EGI DWI SATRIA
SITI MASLIKHA
KELOMPOK 8
TUTOR: dr. Setiawati
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
NIM
G1A009046
G1A009083
G1A009104
G1A009107
G1A009109
G1A009116
G1A009127
G1A009130
G1A009136
G1A008063
G1A007052
NAMA
AFIF IMAN HIDAYAT
NOVIANA
SELLY MARCHELLA P.
ARAS NURBARICH A
FELLICIA WIDYA W.
DEVY DESTRIANA M. A.
HAFIDH RIZA PERDANA
YOHAN PARULIAN
KHAFIZATI AMALINA FR
BANGKIT PANK B
MEGA PUTRI KD
50
KELOMPOK 9
TUTOR: dr. Miko Ferine
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
NIM
G1A009006
G1A009029
G1A009049
G1A009077
G1A009082
G1A009095
G1A009098
G1A009113
G1A009131
G1A008073
G1A008124
NAMA
MEGA
ANDIKA KHALIFAH ARDI
SRI WAHYUDI
GINA RAHAYU I
ZAHRA IBADINA SILMI
ANGGITA DYAH INTAN S
FAWZIA MERDHIANA
ARYA YUNAN PERMAIDI
HERIYANTO EDY I.
NUNUNG HASANAH
REDHO A
KELOMPOK 10
TUTOR: dr. Alfi Muntafiah
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
KELOMPOK 11
TUTOR : dr. Khusnul Muflikhah
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
NIM
G1A009010
G1A009068
G1A009069
G1A009086
G1A009096
G1A009100
G1A009114
G1A009115
G1A009118
G1A008027
G1A008067
NAMA
KARINA ADISTIARINI
MIFTAHUL FALAH YUNI A.
AKHMAD IKHSAN P. P.
RIZKA OKTAVIANA P
NITA IRMAWATI
HANDIANA SAMANTA
NUGROHO RIZKI P
IRMA WIDYANINGTYAS
ANNISAA AULIYAA
TINI ROCHMANTINI
IRHAM TAHKIK
KELOMPOK 13
NIM
G1A009001
G1A009003
G1A009025
G1A009036
G1A009050
G1A009053
G1A009054
G1A009093
G1A009129
G1A009135
G1A008102
NAMA
TIARA MELODI M
KHOIRUL ANAM
RYAN APRILIAN PUTRI
MASRUROTUT DAROEN
PURINDRI MAHARANI S
VEMY MELINDA
KUSNENDAR IRMANDONO
FITRI YULIANTI
AUZIA TANIA UTAMI
BELLINDRA PUTRA H.
TRIBUANA Y
KELOMPOK 12
TUTOR: dr. Madya Ardi W, Msi
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
NIM
G1A009013
G1A009022
G1A009042
G1A009079
G1A009092
G1A009043
G1A009120
G1A009121
G1A009132
G1A007111
G1A008008
NAMA
MUARIF
ROSTIKAWATY AZIZAH
KINANTHI CAHYANING U.
YANUAR FIRDAUS
INDAH PERMATA SARI
RAHAJENG PUSPITANINGRUM
NURUL ARSY M
UNGGUL ANUGRAH PEKERTI
FAUZIAH RIZKI I.
SYAZILIASNUR Q
WHIDY SURYA P
KELOMPOK 14
47
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
48