Anda di halaman 1dari 52

BLOK NEUROLOGY &

SPECIFIC SENSE SYSTEMS


(NSS)
BUKU PETUNJUK SKILL LAB

TIM BLOK NSS


2012
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
1

PEMERIKSAAN GLASGOW COMA SCALE (GCS)


DAN PAEDIATRIC COMA SCALE (PCS)
A.

TUJUAN PEMBELAJARAN :

Pada akhir sesi,mahasiswa mampu :


1. Definisi Glasgow Coma Scale dan Paediatric Coma Scale.
2. Indikasi pemeriksaan GCS dan PCS.
3. Melakukan prosedur pemeriksaan GCS dan PCS dengan baik dan benar.
4. Menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan GCS dan PCS.
5. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan GCS dan PCS.

B.

TINJAUAN PUSTAKA

Glasgow Coma Scale adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran kuantitatif pada orang dewasa,sedangkan
paediatric coma scale adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran secara kuantitatif pada anak-anak.
Kesadaran adalah keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen (output) dan aferen (input) di
susunan saraf pusat. Dapat juga diartikan sebagai kemampuan untuk berespon terhadap rangsangan dari
luar.Kesadaran dapat diditentukan baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Derajat kesadaran (kuantitatif)
ditentukan dari jumlah input susunan saraf pusat,sedangkan cara pengolahan input tersebut sehingga menghasilkan
pola-pola output susunan saraf pusat menentukan kualitas kesadaran.Input susunan saraf pusat dapat dibedakan jadi
2 yaitu :
a. Spesifik : berasal dari semua lintasan aferen impuls protopatik,propioseptif,dan perasaan panca indera.Lintasan ini
menghubungkan satu titik pada tubuh dengan suatu titik pada kortek perseptif primer.
b. Non spesifik : merupakan sebagian dari impuls aferen spesifik yang disalurkan melalui aferen non
spesifik,menghantarkan setiap impuls dari titik manapun dalam tubuh ke titik-titik pada seluruh kedua kortek
serebri.
Tingkat kesadaran sangat penting pada pasien cedera kepala.Glasgow coma Scale sudah digunakan secara
luas untuk menentukan tingkat kesadaran penderita.Glasgow Coma Scale meliputi :
1. Eye / Mata
Spontan membuka mata
4
Membuka mata dengan perintah(suara)
3
Membuka mata dengan rangsang nyeri
2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun
1
2. Verbal
Berorientasi baik
Bingung (bisa membentuk kalimat tapi arti keseluruhan kacau)
Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat
Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki arti
Tidak bersuara
3. Motorik
Menurut perintah
6
Dapat melokalisir rangsang nyeri
5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (withdrawal)
4
Reaksi fleksi (dekortifikasi)
3
(berikan rangsang nyeri, misalnya menekan dengan objek
keras, seperti ballpoint, pada jari kuku. Bila sebagai jawaban
siku memfleksi, terdapat reaksi fleksi terhadap nyeri (fleksi pada pergelagan tangan mungki ada atau tidak ada))
Reaksi ekstensi (deserebrasi)
2
(dengan rangsang nyeri tsb di atas terjadi ekstensi pada siku
Ini selalu disertai fleksi spastik pada pergelangan tangan)
Tidak ada reaksi/tidak ada tonus
1
(sebelum memutuskan bahwa tidak ada reaksi, harus
diyakinkan bahwa rangsang nyeri memang cukup adekuat
diberikan)
Kriteria :
kesadaran baik/normal : GCS 15
Koma : GCS < 7

Sedangkan Paediatric coma Scale merupakan modifikasi dari Glasgow Coma Scale karena pada anak-anak yang
belum bisa berbicara akan menyulitkan pemeriksa dalam menentukan skor verbal-nya.
Paediatric Coma Scale meliputi :
1. Eyes opening / Respon membuka mata
Spontaneously
to verbal stimuli
to pain
Never
2.

4
3
2
1

Non verbal children & Best verbal response / respon verbal terbaik
Non Verbal Children
Best Verbal Response Score
smiles oriented to sound followsoriented and converses
5
objects interacts
consolable when crying anddisoriented and converses
4
interacts inappropriately
inconsistently
consolable
andinappropriate words
3
moans; makes vocal sounds
inconsolable irritable and restless;incomprehensible sounds
2
cries
no response
no response
1

3. Best motor response/ respon motorik terbaik


obeys commands
localizes pain
flexion withdrawal
abnormal flexion (decorticate rigidity)
extension (decerebrate rigidity)
no response

6
5
4
3
2
1

Children Coma Scale :


Skor membuka mata + respon verbal/nonverbal terbaik + respon motorik
Interpretasi :
1. Skor minimum adalah 3, prognosis sangat buruk
2. Skor maksimum adalah 15, prognosis baik
3. Skor 7 kesempatan untuk sembuh besar
4. Skor 3-5 berpotensi fatal
5. Anak-anak usia dibawah 5 tahun memiliki skor lebih rendah karena pengurangan terjadi pada respon motorik dan
verbal.
1. Usia 0-6 bulan :
Respon verbal terbaik pada usia ini adalah menangis, skor yang diharapkan adalah 2
2. Usia 6-12 bulan :
Pada usia ini bayi sudah dapat membentuk suara, skor yang diharapkan adalah 3.
Bayi akan melokalisir nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang diharapkan adalah 4.
3. Usia 12-24 bulan :
Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti, skor yang diharapkan adalah 4.
Bayi akan melokalisir nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang diharapkan adalah 4.
4. Usia 2-5 tahun :
Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti,skor yang diharapkan adalah 4.
Bayi sudah menuruti perintah,skor yang diharapkan adalah 5.
5. Usia diatas 5 tahun :
Orientasi baik bila pasien mengetahui bahwa ia di rumah sakit,skor verbal normal yang diharapkan adalah 5.
Skor normal berdasarkan umur :
0-6 bulan
6-12 bulan
12-24 bulan
2-5 tahun
> 5 tahun

9
11
12
13
14

C. ALAT DAN BAHAN :

1.
2.

Alat : skor GCS dan PCS.


Bahan : tidak ada.

D. PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN :
a.
b.
c.
d.

Pasien dibaringkan di atas tempat tidur


Nilai status pasien,adakah kelainan gawat yang harus ditangani terlebih dahulu/tidak.
Periksa kesadaran pasien dengan GCS (dewasa) dan PCS (anak-anak)
GCS :
d.1 Eye :
saat dokter mendatangi pasien,pasien spontan membuka mata dan memandang dokter : skor 4.
pasien membuka mata saat namanya dipanggil atau diperintahkan untuk membuka mata oleh dokter : skor 3.
pasien membuka mata saat dirangsang nyeri (cubitan) : skor 2.
pasien tidak membuka mata dengan pemberian rangsang apapun: skor 1.
d.2 Verbal :
- pasien berbicara secara normal dan dapat menjawab pertanyaan dokter dengan benar (pasien menyadari bahwa
ia ada di rumah sakit,menyebutkan namanya,alamatnya,dll) : skor 5.
- pasien dapat berbicara normal tapi tampak bingung,pasien tidak tahu secara pasti apa yang telah terjadi pada
dirinya,dan memberikan jawaban yang salah saat ditanya oleh dokter : skor 4.
- pasien mengucapkan kata jangan/stop saat diberi rangsang nyeri,tapi tidak bisa menyelesaikan seluruh
kalimat,dan tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan dari dokter : skor 3.
pasien tidak bisa menjawab pertanyaan sama sekali,dan hanya mengeluarkan suara yang tidak membentuk
kata (bergumam) : skor 2.
- pasien tidak mengeluarkan suara walau diberi rangsang nyeri (cubitan) : skor 1.
d.3 Motoric :
- pasien dapat mengikuti perintah dokter,misalkan Tunjukkan pada saya 2 jari! : skor 6.
- pasien tidak dapat menuruti perintah,tapi saat diberi rangsang nyeri (penekanan ujung jari/penekanan strenum
dengan jari-jari tangan terkepal) pasien dapat melokalisir nyeri : skor 5.
- pasien berusaha menolak rangsang nyeri : skor 4.
- saat diberi rangsang nyeri,kedua tangan pasien menggenggam dan di kedua sisi tubuh di bagian atas sternum
(posisi dekortikasi) atau kedua tangan fleksi abnormal: skor 3.
- saat diberi rangsang nyeri,pasien meletakkan kedua tangannya secara lurus dan kaku di kedua sisi tubuh (posisi
deserebrasi) atau kedua tangan ekstensi abnormal : skor 2.

- pasien tidak ada tonus walaupun diberi rangsang nyeri : skor 1.


e. PCS :
e.1 Eye :
pemeriksaan sama dengan GCS.
e.2 Non verbal :
- pasien tersenyum saat diberi obyek/mainan dan bisa mengikutinya saat digerakkan : skor 5.
- pasien dapat mengucapkan konsonan saat menangis,interaksi kurang baik : skor 4.
- pasien mengeluarkan suara yang tidak konsisten (konsonan),dan rintihan saat menangis : skor 3.
- pasien gelisah,tidak bisa istirahat/diam,menangis : skor 2.
- pasien tidak memberikan respon terhadap rangsang apapun : skor 1.
e.3 Verbal :
sama dengan pemeriksaan GCS.
e.4 Motoric :
sama dengan pemeriksaan GCS.

E.

1.

Daftar Pustaka

Childrens Coma Scale (Modified Glasgow coma Scale, Adelaide Coma Scale). Algorithm. Available at :
www.child-neuro.org.uk/content/publish/algorithms/article_211.shtml-51k. Accessed 22nd March,2005.
Mackreth B. Glasgow coma scale training exercise. Matanuska-Susitna Borough Dept of Public Safety. Available
from : URL :
www.chems.alaska.gov/EMS/documents/GCS_Activity_2003.
Accessed 22nd March,2005.
Mardjono M,Sidharta P. Neurologi klinis dasar. 6th ed. Jakarta : Dian Rakyat. 1997; 183-5.

2.

3.

Penilaian Keterampilan Pemeriksaan GCS dan PCS


Nama
NIM
No.

:
:
Aspek yang dinilai
0

I
A.
1.
2.
3.
4.
B.
5.
6.
7.
8.
9.
C.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
II
A.
16.
17.

Nilai
1

Pemeriksaan GCS :
Pemeriksaan Eye/mata :
Pemeriksa mendekati pasien dan pasien spontan membuka mata dan
memandang pemeriksa : skor 4
Pemeriksa memanggil nama pasien/memerintahkan pasien untuk
membuka mata : skor 3
Pemeriksa memberi rangsang nyeri berupa cubitan,pasien akan
membuka mata : skor 2
Pemeriksa memberi rangsang apapun (suara keras/cubitan) pasien
tidak membuka mata : skor 1
Pemeriksaan Verbal :
Pemeriksa menanyakan orientasi pasien (tempat,orang,waktu),pasien
menjawab dengan jelas,benar,dan cepat : skor 5
Pemeriksa menanyakan orientasi pada pasien,pasien dapat
menjawab tapi bingung,tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya : skor
4
Pemeriksa memberi pertanyaan tapi pasien tidak dapat menjawab
seluruh pertanyaan dan tidak dapat menyelesaikan seluruh kalimat :
skor 3
Pemeriksa memberi pertanyaan dan pasien hanya bisa bergumam :
skor 2
Pemeriksa memberikan rangsang tapi pasien tidak mengeluarkan
suara /tidak ada respon : skor 1
Pemeriksaan motorik
Pemeriksa memberi perintah dan pasien dapat melaksanakannya :
skor 6
Pemeriksa memberi perintah,tapi pasien mangabaikannya,diberi
rangsang nyeri pasien dapat melokalisir nyeri : skor 5
Pemeriksa memberi rangsang nyeri dan pasien berusaha menolaknya
: skor 4.
Pemeriksa memberi rangsang nyeri,reaksi fleksi (dekortifikasi) : skor
3.
Pemeriksa memberi rangsang nyeri , reaksi ekstensi (deserebrasi):
skor 2.
Pemeriksa memberi rangsang apapun pasien tidak bergerak/tidak
berespon : skor 1.
Pemeriksaan PCS
Pemeriksaan mata/eye
Pemeriksa mendekati pasien dan pasien spontan membuka mata dan
memandang pemeriksa : skor 4
Pemeriksa memanggil nama pasien/memerintahkan pasien untuk

18
19.
B.
20.

21.
22.
23.
24.
C.
25.
26.
27.
28.
29.
D.
30.
31.
32.
33.
34.
35.

membuka mata : skor 3


Pemeriksa memberi rangsang nyeri berupa cubitan,pasien akan
membuka mata : skor 2
Pemeriksa memberi rangsang apapun (suara keras/cubitan) pasien
tidak membuka mata : skor 1
Pemeriksaan non verbal
Pemeriksa memberi rangsang berupa obyek/mainan yang menarik
perhatian pasien dan pasien tersenyum serta bisa mengikutinya saat
digerakkan : skor 5.
Interaksi pasien dengan pemeriksa kurang baik,pasien dapat
mengucapkan konsonan saat menangis: skor 4.
Pemeriksa mencoba berinteraksi dengan pasien tapi pasien
mengeluarkan suara yang tidak konsisten (konsonan),dan rintihan
saat menangis : skor 3.
Pasien gelisah,tidak bisa istirahat/diam,menangis : skor 2.
Pemeriksa memberi rangsangan tapi pasien tidak memberikan
respon terhadap rangsang apapun : skor 1.
Pemeriksaan verbal :
Pemeriksa menanyakan orientasi pasien (tempat,orang,waktu),pasien
menjawab dengan jelas,benar,dan cepat : skor 5
Pemeriksa menanyakan orientasi pada pasien,pasien dapat
menjawab tapi bingung,tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya : skor
4
Pemeriksa memberi pertanyaan tapi pasien tidak dapat menjawab
seluruh pertanyaan dan tidak dapat menyelesaikan seluruh kalimat :
skor 3
Pemeriksa memberi pertanyaan dan pasien hanya bisa bergumam :
skor 2
Pemeriksa memberikan rangsang tapi pasien tidak mengeluarkan
suara /tidak ada respon : skor 1
Pemeriksaan motorik
Pemeriksa memberi perintah dan pasien dapat melaksanakannya :
skor 6
Pemeriksa memberi perintah,tapi pasien mangabaikannya,diberi
rangsang nyeri pasien dapat melokalisir nyeri : skor 5
Pemeriksa memberi rangsang nyeri dan pasien berusaha menolaknya
: skor 4.
Pemeriksa memberi rangsang nyeri,kedua tangan pasien
menggenggam dan di kedua sisi tubuh di bagian atas sternum (posisi
dekortikasi) : skor 3.
Pemeriksa memberi rangsang nyeri ,pasien meletakkan kedua
tangannya secara lurus dan kaku di kedua sisi tubuh (posisi
deserebrasi) : skor 2.
Pemeriksa memberi rangsang apapun pasien tidak bergerak/tidak
berespon : skor 1.
Total Nilai

PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS

LEARNING OUTCOME
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan saraf kranialis.

TINJAUAN PUSTAKA
Saraf kranialis dibagi menjadi 12 jenis, yaitu :
1.

Saraf I (N. Olfaktorius)


Pemeriksaan dapat secara subyektif dan obyektif. Subyektif hanya ditanyakan apakah penderita masih dapat
membaui bermacam-macam bau dengan betul.
Obyektif dengan beberapa bahan yang biasanya sudah dikenal oleh penderita dan biasanya bersifat aromatik dan
tidak merangsang seperti : golongan minyak wangi, sabun, tembakau, kopi, vanili, dan sebagainya (3 atau 4 macam).
Bahan yang merangsang mukosa hidung (alkohol, amonia) tidak dipakai karena akan merangsang saraf V.
Yang penting adalah memeriksa kiri, kanan dan yang diperiksa dari yang normal. Ini untuk pegangan, sebab tiap orang
tidak sama. Kemudian abnormal dibandingkan dengan yang normal. Tetapi dalam pembuatan status dilaporkan yang
abnormal dahulu.
Cara Pemeriksaan :

Kedua mata ditutup

Lubang hidung ditutup salah satu

Dilihat apakah tidak ada gangguan pengaliran udara, mahasiswa melihat lubang hidung
pasien dengan senter

Kemudian bahan satu persatu didekatkan pada lubang hidung yang terbuka dan
penderita diminta menarik nafas panjang, kemudian diminta mengidentifikasi bahan tersebut.
Yang harus diperhatikan pada pemeriksaan adalah :

Penyakit pada mukosa hidung, baik yang obstruktif (rinitis) atau atropik (ozaena) akan menimbulkan
positif palsu.

Pada orangtua fungsi pembauan bisa menurun (hiposmia).

Yang penting adalah gangguan pembauan yang sesisi (unilateral) tanpa kelainan intranasal dan
kurang disadari penderita (kronik), perlu dipikirkan suatu glioma lobus frontalis, meningioma pada crista
sphenoidalis dan tumor parasellar. Fungsi pembauan juga bisa hilang pada trauma kapitis (mengenai lamina
cribosa yang tipis) dan meningitis basalis (sifilis, tuberkulosa).

Untuk membedakan hambatan pembauan karena penyebab psychic dengan organik, pemeriksaan
tidak hanya memakai zat yang merangsang N II, tapi juga yang merangsang N V (seperti amoniak). Meskipun N I
tidak dapat membau karena rusak, tetapi N V tetap dapat menerima rangsangan amoniak. Bila dengan amoniak
tetap tidak membau apa-apa maka kemungkinan kelainan psycis.
2.
Saraf II (N. Opticus)
Pemeriksaan meliputi :
2.1. Penglihatan sentral
Untuk keperluan praktis, membedakan kelainan refraksi dengan retina digunakan PIN HOLE (apabila penglihatan
menjadi lebih jelasmaka berarti gangguan visus akibat kelainan refraksi). Lebih tepat lagi dengan optotype
Snellen. Yang lebih sederhana lagi memakai jari-jari tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 60 m
dan gerakan tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 300 m
2.2. Penglihatan Perifer
diperiksa dengan :
a. Tes Konfrontasi.
Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian menatap mata pemeriksa sisi lain.
Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain, agar sesuai denganlapang pandang pasien.
Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil pada lapang pandang pasien dari 8 arah.
Pasien diminta untuk menyatakan bila melihat benda tersebut. Bandingkan lapang pandang pasien dengan
lapang pandang pemeriksa.
Syarat pemeriksaan tentunya lapang pandang pemeriksa harus normal
b. Perimetri/Kampimetri
Biasanya terdapat di bagian mata dan hasilnya lebih teliti daripada tes konfrontasi.

2.3.Melihat warna
Persepsi warna dengan gambar stilling Ishihara. Untuk mengetahui adanya polineuropati pada N II.
2.4.Pemeriksaan Fundus Occuli
Pemeriksaan ini menggunakan alat oftalmoskop. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah pada papilla N II
terdapat :
1. Stuwing papil atau protusio N II
Kalau ada stuwing papil yang dilihat adalah papilla tersebut mencembung atau menonjol oleh karena adanya
tekanan intra cranial yang meninggi dan disekitarnya tampak pembuluh darah yang berkelok-kelok dan adanya
bendungan.
2. Neuritis N II
Pada neuritis N II stadium pertama akan tampak adanya udema tetapi papilla tidak menyembung dan bial
neuritis tidak acut lagi akan terlihat pucat.
Dengan oftalmoskop yang perlu diperhatikan adalah :

Papilla N II, apakah mencembung batas-batasnya.

Warnanya

Pembuluh darah

Keadaan Retina
3.
Saraf III (N. Oculo-Motorius)
Pemeriksaan meliputi :
1.
Retraksi kelopak mata atas, dilakukan dengan inspeksi pada
kelopak mata atas
Bisa didapatkan pada keadaan :

Hidrosefalus (tanda matahari terbit)

Dilatasi ventrikel III/aquaductus Sylvii

Hipertiroidisme
Cara pemeriksaan :
2.

Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat kedepan, maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada
titik yang sama secara bilateral. Bila salah satu kelopak mata atas memotong iris lebih rendah daripada mata yang
lain, atau bila pasien mendongakkan kepala ke belakang/ ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau
mengangkat alis mata secara kronik dapat dicurigai sebagai ptosis.
Penyebab Ptosis adalah:

False Ptosis : enophtalmos (pthisis bulbi), pembengkakan kelopak mata (chalazion).

Disfungsi simpatis (sindroma horner).

Kelumpuhan N. III

Pseudo-ptosis (Bells palsy, blepharospasm)

Miopati (miastenia gravis).


Cara pemeriksaan :
Inspeksi :

Melihat apakah kelopak mata atas memotong iris pada titik yang sama secara bilateral atau tidak.

Melihat apakah pasien mendongakkan kepala ke atas untuk melihat objek yang berada di depan pasien

Melihat apakah pasien cenderung mengangkat alis untuk melihat objek yang berada di depan
Palpasi (untuk menilai ptosis karena kelumpuhan M.levator palpebrae akibat kelumpuhan N III):

Meminta pasien memejamkan mata, kemudian disuruh membukanya

Saat pasien membuka mata, lakukan fiksasi dengan cara memegang palpebra superior serta dengan
menekan alis mata dengan tangan yang lain

3.

Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :

Bentuk dan ukuran pupil.


Bentuk yang normal adalah bulat, jika tidak maka ada kemungkinan bekas operasi mata. Pada sifilis
bentuknya menjadi tidak teratur atau lonjong/segitiga. Ukuran pupil yang normal kira-kira 2-3 mm (garis
tengah). Pupil yang mengecil disebut Meiosis, yang biasanya terdapat pada Sindroma Horner, pupil Argyl
Robertson( sifilis, DM, multiple sclerosis). Sedangkan pupil yang melebar disebut mydriasis, yang biasanya
terdapat pada parese/ paralisa m. sphincter dan kelainan psikis yaitu histeris

Perbandingan pupil kanan dengan kiri


Perbedaan diameter pupil sebesar 1 mm masih dianggal normal. Bila antara pupil kanan dengan kiri sama
besarnya maka disebut isokor. Bila tidak sama besar disebut anisokor. Pada penderita tidak sadar maka
harus dibedakanapakah anisokor akibat lesi non neurologis(kelainan iris, penurunan visus) ataukah
neurologis (akibat lesi batang otak, saraf perifer N. III, herniasi tentorium.

Refleks pupil

Terdiri atas :
Reflek cahaya
Diperiksa mata kanan dan kiri sendiri-sendiri. Satu mata ditutup dan penderita disuruh melihat jauh supaya
tidak ada akomodasi dan supaya otot sphincter relaksasi. Kemudian diberi cahaya dari samping mata.
Pemeriksa tidak boleh berada ditempat yang cahayanya langsung mengenai mata. Dalam keadaan normal
maka pupil akan kontriksi. Kalau tidak maka ada kerusakan pada arcus reflex (mata---N. Opticus---pusat---N.
Oculomotorius)
- Reflek akomodasi
Penderita disuruh melihat benda yang dipegang pemeriksa dan disuruh mengikuti gerak benda tersebut
dimana benda tersebut digerakkan pemeriksa menuju bagian tengah dari kedua mata penderita. Maka
reflektoris pupil akan kontriksi.
Reflek cahaya dan akomodasi penting untuk melihat pupil Argyl Robetson dimana reflek cahayanya negatif
namun reflek akomodasi positif.
Reflek konsensual
Adalah reflek cahaya disalah satu mata, dimana reaksi juga akan terjadi pada mata yang lain. Mata tidak
boleh langsung terkena cahaya, diantara kedua mata diletakkan selembar kertas. Mata sebelah diberi
cahaya, maka normal mata yang lain akan kontriksi juga.
4.

Gerakan bola mata (bersama-sama dengan N. IV dan VI)


Gerakan bola mata yang diperiksa adalah yang diinervasi oleh nervus III, IV dan VI. Dimana N III menginervasi
m. Obliq inferior (yang menarik bala mata keatas), m. rectus superior, m. rectus media, m. rectus inferior. N IV
menginervasi m. Obliq Superior dan N VI menginervasi m. rectus lateralis.
N III selain menginervasi otot-otot mata luar diatas juga menginervasi otot sphincter pupil. Pemeriksaan dimulai
dari otot-otot luar yaitu penderita disuruh mengikuti suatu benda kedelapan jurusan.
Yang harus diperhatikan ialah melihat apakah ada salah satu otot yang lumpuh. Bila pada 1 atau 2
gerakan mata ke segala jurusan dari otot-otot yang disarafi N III berkurang atau tidak bisa sama sekali, maka
disebut opthalmoplegic externa. Kalau yang parese otot bagian dalam (otot sphincter pupil) maka disebut
opthalmoplegic interna. Jika hanya ada salah satu gangguan maka disebut opthalmoplegic partialis, sedangkan
kalau ada gangguan kedua macam otot luar dan dalam disebut opthalmoplegic totalis
Cara pemeriksaan : meminta penderita untuk menggerakkan bola mata ke berbagai arah (superior, inferior,
medial, temporal, superolateral, superomedial, inferiomedial dan inferolateral)
5.

Sikap Bola Mata


Sikap bola mata yaitu kedudukan mata pada waktu istirahat. Kelainan kelaian yang tampak diantaranya adalah
:
Exopthalmus, dimana mata terdorong kemuka karena proses mekanis retroorbital,
dan celah mata tampak lebih besar.
Strabismus yang dapat divergen atau convergen.Secara subyektif ditanyakan
apakah ada diplopia. Pemeriksaan subyektif ini penting karena kadang-kadang strabismus yang ringan tak
kelihatan pada pemeriksaan obyektif. Perhatikan apakah terdapat kontraksi/tarikan yang berlebihan dari otot
antagonisnya.
Nystagmus atau gerakan bola mata yang spontan. Dalam hal ini tidak hanya
memeriksa otot-otot yang menggerakkan bola mata sja, tetapi sekaligus melihat adanya kelainan dalam
keseimbangan atau N VIII.
Cara pemeriksaan : penderita diminta melirik ke satu arah selama 5 atau 6 detik.
Interpretasi hasil : terdapat gerakan bola mata spontan selama jangka waktu tersebut
Deviasi conjugae, adalah sikap bola mata yang dalam keadaan istirahat menuju
kesatu jurusan tanpa dapat dipengaruhi oleh kesadaran, dengan sumbu kedua mata tetap sejajar secara
terus-menerus. Lesi penyebab bisa di lobus frontalis atau di batang otak, bisa lesi destruktif (infark) atau
irirtatif (jaringan sikatriks post trauma/ epilepsi fokal & perdarahan)

4.
Saraf V (N. Trigeminus)
Pemeriksaan meliputi :
1.
Sensibilitas
Sensibilitas N V ini dapat dibagi 3 yaitu :
bagian dahi, cabang keluar dari foramen supraorbitalis
bagian pipi, keluar dari foramen infraorbitalis
bagian dagu, keluar dari foramen mentale.
Pemeriksaan dilakukan pada tiap cabang dan dibandingkan kanan dengan kiri
2.

Motorik
Penderita disuruh menggigit yang keras dan kedua tangan pemeriksa ditruh kira-kira didaerah otot maseter. Jika
kedua otot masseter berkontraksi maka akan terasa pada tangan pemeriksa. Kalau ada parese maka dirasakan
salah satu otot lebih keras

3.

Reflek
Penderita diminta melirik kearah laterosuperior, kemudian dari arah lain limbus (tepi) kornea disentuhkan dengan
kapas agak basah. Bila reflek kornea mata positif, maka mata akan menutup.

5.
A.

Saraf VII (N. Facialis)


Dalam keadaan diam, perhatikan :
asimetri muka (lipatan nasolabial)
gerakan-gerakan abnormal (tic fasialis, grimacing, kejang tetanus/rhesus sardonicus,

tremor, dsb)
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

C.

Atas perintah pemeriksa


Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri.
Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri), kemudian pemeriksa
mencoba membuka kedua mata tersebut (bandingkan kekuatan kanan dan kiri).
Memperlihatkan gigi (asimetri).
Bersiul dan mencucu (asimetri/deviasi ujung bibir).
Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari pipi masing-masing).
Menarik sudut mulut ke bawah (bandingkan konsistensi otot platisma kanan
dan kiri). Pada kelemahan ringan, kadang-kadang tes ini dapat untuk mendeteksi kelemahan saraf fasialis
pada stadium dini.

Sensorik khusus (pengecapan 2/3


depan lidah)
Melalui chorda tympani. Pemeriksaan ini membutuhkan zat-zat yang mempunyai rasa :
- manis, dipakai gula
- pahit, dipakai kinine
- asin, dipakai garam
- asam, dipakai cuka
Paling sedikit menggunakan 3 macam. Penderita tidak boleh menutup mulut dan mengatakan perasaannya
dengan menggunakan kode-kode yang telah disetujui bersama antara pemeriksa dan penderita. Penderita diminta
membuka mulut dan lidah dikeluarkan. Zat-zat diletakkan di 2/3 bagian depan lidah. Kanan dan kiri diperiksa
sendiri-sendiri, mula-mula diperiksa yang normal.

6.
Saraf VIII (N. Acusticus)
Pemeriksaan pendengaran
1.
Detik arloji
Arloji ditempelkan ditelinga, kemudian dijauhkan sedikit demi sedikit, sampai tak mendengar lagi,
dibandingkan kanan dan kiri.
2.
3.
4.

Gesekan jari
Tes Weber
Garpu tala yang bergetar ditempelkan dipertengahan dahi. Dibandingkan mana yang lebih keras, kanan/ kiri.
Tes Rinne
Garpu tala yang bergetar ditempelkan pada Processus mastoideus. Sesudah tak mendengar lagi dipindahkan
ke telinga maka terdengar lagi. Ini karena penghantaran udara lebih baik daripada tulang.
Pemeriksaan dengan garpu tala penting dalam menentukan nervus deafness atau tranmission deafness.
Pemeriksaan pendengaran lebih baik kalau penderita ditutup matanya untuk menghindari kebohongan.

7.

Saraf IX-X (N. Glossopharyngeus-N. Vagus)


Pemeriksaan saraf IX dan X terbatas pada sensasi bagian belakang rongga mulut atau 1/3 belakang lidah dan
faring, otot-otot faring dan pita suara serta reflek muntah/menelan/batuk.
a.
Gerakan Palatum
Penderita diminta mengucapkan huruf a atau ah dengan panjang, sementara itu pemeriksa melihat gerakan
uvula dan arcus pharyngeus. Uvula akan berdeviasi kearah yang normal (berlawanan dengan gerakan
menjulurkan lidah pada waktu pemeriksaan N XII).
b.
Reflek Muntah dan pemeriksaan sensorik
Pemeriksa meraba dinding belakang pharynx dan bandingkan refleks muntah kanan dengan kiri. Refleks ini
mungkin menghilang pada pasien lanjut usia.
c.
Kecepatan menelan dan kekuatan batuk

8.
Saraf XI (N. Accesssorius)
Hanya mempunyai komponen motorik.
Pemeriksaan :

10

a.
b.

Kekuatan otot sternocleidomastoideus diperiksa dengan menahan gerakan fleksi lateral


dari kepala/leher penderita atau sebaliknya (pemeriksa yang melawan/ mendorong sedangkan penderita yang
menahan pada posisi lateral fleksi)
Kekuatan m. Trapezius bagian atas diperiksa dengan menekan kedua bahu penderita
kebawah, sementara itu penderita berusaha mempertahankan posisi kedua bahu terangkat (sebaliknya posisi
penderita duduk dan pemeriksa berada dibelakang penderita)

9.
Saraf XII (N. Hypoglossus)
Pada lesi LMN, maka akan tamapk adanya atrofi lidah dan fasikulasi (tanda dini berupa perubahan pada pinggiran
lidah dan hilangnya papil lidah)
Pemeriksaan :
a.
Menjulurkan lidah
Pada lesi unilateral, lidah akan berdeviasi kearah lesi. Pada Bell,s palsy (kelumpuhan saraf VII) bisa menimbulkan
positif palsu.
b.
Menggerakkan lidah kelateral
Pada kelumpuhan bilateral dan berat, lidah tidak bisa digerkkan kearah samping kanan dan kiri.
c.
Tremor lidah
Diperhatikan apakah ada tremor lidah dan atropi. Pada lesi perifer maka tremor dan atropi papil positip
d.
Articulasi
Diperhatikan bicara dari penderita. Bila terdapat parese maka didapatkan dysarthria.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Juwono T, Pemeriksaan klinik neurologik dalam praktek, Jakarta, EGC,


1996

2.
3.

http://endeavor.med.nyu.edu/neurosurgery/cranials.html
Lumbantobing, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Jakarta,
FKUI, 2008

4.

Wirawan, Pemeriksaan Neurologi, Semarang, Senat Mahasiswa Universitas


Diponegoro
KETRAMPILAN PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL

Nama :
NIM :
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Aspek Yang Dinilai

Nilai
1 2 3

Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan


Menyiapkan penderita dan meminta kerjasama
penderita dalam pelaksanaan Pemeriksaan
Melakukan pemeriksaan N. I
Kedua mata pasien ditutup
Lubang hidung pasien ditutup salah satu
Melihat kedua lubang hidung pasien dengan
menggunakan senter, apakah ada gangguan
pengaliran udara
Satu persatu bahan didekatkan pada lubang hidung
yang terbuka
Meminta pasien menarik napas panjang, kemudian
mengidentifikasi bahan tersebut
Melakukan pemeriksaan retraksi
Melakukan pemeriksaan ptosis
Inspeksi palpebra superior
Meminta pasien menutup mata, kemudian
membukanya
Memfiksasi ringan palpebra superior dan alis mata
Melakukan pemeriksaan pupil
Melihat ukuran pupil : isokor/anisokhor
Melihat bentuk dan diameter pupil
Meminta penderita menutup salah satu mata
Mengarahkan senter dari samping untuk menilai

11

16.
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

reflex cahaya
Melakukan pemeriksaan pada mata kontralateral
Melakukan pemeriksaan gerakan bola mata
Memfiksasi kepala pasien lurus ke depan
Meminta penderita menggerakkan bola mata ke
berbagai arah
Melakukan pemeriksaan sikap bola mata
Melakukan pemeriksaan N. V sensibilitas
Melakukan pemeriksaan N.V motorik
Melakukan pemeriksaan N.V reflek
Melakukan pemeriksaan N. VII atas perintah
pemeriksa
Melakukan pemeriksaan N. VII sensorik khusus
Melakukan pemeriksaan N. IX-X gerakan palatum
Melakukan pemeriksaan N. IX-X reflek muntah dan
sensorik
Melakukan
pemeriksaan
N.
XI
m.
Sternocleidomastoid
Melakukan pemeriksaan N. XI M. Trapezius
Melakukan pemeriksaan N. XII
TOTAL NILAI

12

Pemeriksaan Reflek Fisiologis

Thianti Sylviningrum

A. Tujuan Pembelajaran
1.
2.
3.
4.
5.

Pada akhir sesi, mahasiswa mampu :


Mengetahui definisi pemeriksaan reflek fisiologis.
Indikasi pemeriksaan reflek fisiologis.
melakukan prosedur pemerikdaan reflek fisiologis dengan baik dan benar.
menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan reflek fisiologis
melakukan interpretasi hasil pemeriksaan reflek fisiologis.

B. Tinjauan Pustaka
Reflek adalah jawaban terhadap suatu
rangsang. Sedangkan reflek fisiologis adalah mucle stretch reflexes sebagai jawaban atas perangsangan tendo,
periosteum, tulang, sendi, fasia, aponeurosis, kulit, semua impuls perseptif termasuk panca indera dimana respon
tersebut muncul pada orang normal. Semua gerakan yang bersifat reflektorik merupakan suatu usaha tubuh untuk
menyesuaikan diri bahkan membela diri. Gerakan reflektorik dapat dilakukan oleh semua otot seran lintang.
Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi lainnya, dan terutama
dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak,
gangguan trofi otot anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom.
Interpretasi pemeriksaan reflek fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya tapi juga tingkatannya. Adapun
kriteria penilaian hasil pemeriksaan reflek fisiologis adalah sebagai berikut :
1. Positif Normal
2. Positif Meningkat
3. Positif Menurun
Suatu reflek dikatakan meningkat bila daerah perangsangan meluas, dan respon gerak reflektorik meningkat
dari keadaan normal.
Rangsangan yang diberikan harus cepat dan langsung, kerasnya rangsangan tidak boleh melebihi batas
sehinggajustru melukai pasien. Sifat reaksi setelah perangsangan tergantung tonus otot sehingga otot yang diperiksa
sebaiknya dalam keadaan sedikit kontraksi, dan bila hendak dibandingkan dengan sisi kontralateralnya maka posisi
keduanya harus simetris.

C. Alat dan Bahan


Palu reflek terbuat dari karet

D. Prosedur Tindakan Pelaksanaan:


-

Penentuan lokasi pengetukan yaitu tendon, periosteum, dan kulit


Anggota gerak yang akan diketuk harus dalam keadaan santai
Dibandingkan dengan sisi lainnyha dalam posisi yang simetris

REFLEK FISIOLOGIS DI EKSTREMITAS ATAS :


1. Reflek bisep :
a. Pasien duduk santai
b. Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi, lengan diletakkan di atas lengan pemeriksa
c. Ibu jari pemeriksa diletakkan diatas tendo bisep, lalu pukullah ibu jari tadi dengan palu reflek
d. Respon : fleksi ringan di siku.
2. Reflek trisep
a. Pasien duduk rileks
b. lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa
c. Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani
d. Respon : ekstensi lengan bawah di siku.
3. Reflek brakhioradialis :
a. Posisi pasien sama dengan pemeriksaan reflek bisep
b. Pukullah tendo brakhioradialis pada radius distal dengan palu reflek
c. Respon : muncul terakan menyentak pada lengan
4. Reflek periosteum radialis :
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit di pronasikan
b. Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis

13

c. Respon : fleksi lengan bawah dan supinasi lengan


5. Reflek periosteum ulnaris :
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap tangan antara supinasi dan pronasi
b. Ketukan pada periosteum os. Ulnaris.
c. Respon : pronasi tangan.
REFLEK FISIOLOGIS DINDING PERUT
Reflek dinding perut:
a.
Kulit dinding perut digores dengan bagian tumpul palu reflek dengan arah dari samping ke garis tengah
b.
Respon : kontraksi dinding perut
REFLEK FISIOLOGIS EKSTREMITAS BAWAH :
1.
Reflek patella :
a.
Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai
b.
Raba daerah kanan-kiri tendo untuk menentukan daerah yang tepat
c.
Tangan pemeriksa memegang paha pasien
d.
Ketuk tendo patela dengan palu reflek menggunakan tangan yang lain.
e.
Respon : pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep, ekstensi tungkai bawah.
2. Reflek Achilles
a.
Penderita berbaring terlentang
b.
Kaki yang akan diperiksa ditumpangkan pada os. Tibia kaki lainnya
c.
1 tangan pemeriksa memegang jari-jari kaki yang akan diperiksa, sedangkan tangan yang lain mengetuk
tendo achilles
d.
Respon : plantarfleksi kaki
3. Reflek Plantar :
a. Telapak kaki pasien digores dengan ujung tumpul palu reflek.
b. Respon : plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki.

E. Daftar Pustaka :
1.
2.
3.

Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalan Neurologi. 4th ed. Jakarta : Dian Rakyat. 1999; 429-40.
Laboratorium Ketrampilan Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada. Skills Lab pendidikan ketrampilan keperawatan program B semester I. Yogyakarta : Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2002; 28-38.
Neurologie examination Available at :
http://medinfo.ufl.edu/year1/bes/clist/neuro.html.Accessed 19th May, 2005.

Penilaian Ketrampilan Pemeriksaan Reflek Fisiologis


Nama / N I M
:
No.
Aspek Yang Dinilai
1.
Beri salam pada pasien *
2. Memperkenalkan diri pada pasien

Nilai
1
2

14

3.
4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12

Menjelaskan pada pasien pemeriksaan yang akan


dilakukan dan tujuannya.*
Pemeriksaan bisep:
a.
Pasien duduk santai
b.
Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi
dan sedikit pronasi, lengan diletakkan diatas lengan
pemeriksa
c.
Ibu jari pemeriksa diletakkan di atas tendo
bisep, lalu pukullah ibu jari tadi dengan palu reflek.*
d.
Respon : fleksi ringan disiku*
Pemeriksaan Reflek Trisep :
a.
Pasien duduk rileks
b.
Lengan pasien diletakkan diatas lengan
pemeriksa
c.
Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani *
d.
Respon : ekstensi lengan bawah di siku *
Pemeriksaan Reflek brachioradialis:
a.
Posisi pasien sama dengan pemeriksaan reflek
bisep
b.
Pukullah tendo brakhioradialis pada radius
distal dengan palu reflek *
c.
Respon : muncul gerakan menyentak pada
tangan *
Pemeriksaan Reflek ulnaris :
a.
Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sikap
tangan antara supinasi dan pronasi
b.
Ketukan pada periosteum os. Ulnaris *
c.
Respon : pronasi tangan *
Pemeriksaan Reflek radialis :
a.
Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi
siku dan tangan sedikit di pronasikan
b.
Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis *
c.
Respon : fleksi lengan bawah dan supinasi
lengan *
Pemeriksaan Reflek patella:
a.
Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai
b.
Raba daerah kanan-kiri tendo untuk
menentukan daerah yang tepat
c.
Tangan pemeriksa memegang paha pasien.
d.
Ketuk tendo patela dengan palu reflek
menggunakan tangan yang lain *
e.
Respon : pemeriksa akan merasakan kontraksi
otot kuadrisep, ekstensi tungkai bawah.*
Pemeriksaan Reflek Achilles :
a. Penderita berbaring terlentang
b. Kaki yang akan diperiksa ditumpangkan pada os.
Tibia kaki lainnya
c. 1 tangan pemeriksa memegang jari-jari kaki yang
akan diperiksa, sedangkan tangan yang lain
mengetuk tendo achilles
d. Respon : plantarfleksi kaki *
Pemeriksaan Reflek dinding perut:
a. Kulit dinding perut digores dengan bagian tumpul palu
reflek dengan arah dari samping ke garis tengah
b. Respon : kontraksi dinding perut *
Pemeriksaan Reflek Plantar :
a.
Telapak kaki pasien digores dengan ujung
tumpul palu reflek
b.
Respon : plantar fleksi kaki dan fleksi semua
jari kaki. *
Total Nilai

15

PEMERIKSAAAN REFLEK PATOLOGIS


TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan reflek patologis.

TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum reflek adalah respon motorik spesifik akibat rangsang sensorik spesifik. Ada 3 unsur yang berperan
yaitu jaras aferen, bussur sentral, dan jaras eferen.
Perubahan ketiga komponen tersebut akan mengakibatkan perubahan dalam kualitas maupun kuantitas dari
reflek. Intergritas dari arcus reflek akan terganggu jika trdapat malfungsi dari organ reseptor,nercus sensorik, ganglion
radiks posteior, gray matter medula spinal, radik anterior, motor end plate, atau organ efektor.
Pengetahuan tentang reflek dapat dugunakan untuk menentukan jenis kerusakan yang terjadi pada sistem
persyarafan. Ada beberapa pembagian tentang reflek :
1. Brainstem reflek
2. Deep reflek / reflek tendon
3. Superficial reflek /skin reflek
4. Abnormal reflek / patologis
ada juga yang menambahkan reflek-reflek primitif.
Ada 5 gradasi dari kekuatan reflek :
0 : absent
1 : minimal tetapi ada
2 : normal
3 : hiperativity
4 : hiperactivity with clonus
Ada beberapa prinsip umum mengenai reflek :
1. Lesi UMN cenderung akan mengakibatkan peningkatan reflek, kecuali :
a. stadium akut
b. reflek abdominal / dinding perut dan reflek kremaster akan menurun baik lesi UMN atau LMN
2. Reflek tidak akan dipengaruhi pada lesi CNS yang mengenai sistem sensorik, cerebelar, atau ganglia basalis
3. Setelah stadium akut umumnya lesi cereblar lebih cepat menimbulkan reflek yang meningkat dari pada lesi
sppinal.
4. Sdanya asimetri reflek bila disertai tanda-tanda lain berupa defisit mototrik dan sensorik pada satu sisi, maka pada
satu sisi yang mengalami defisit motorik atau sensorik tersebut adalah abnormal /patologi
5. Reflek kornea tidak dipengaruhi oleh lesi UMN
Pembagian reflek
1. reflek braistem / reflek saraf otak
reflek pupil
refelk konsensual pupil
cornela reflek
jaw reflek
gag reflek, dll
2. deep reflek / tendon
biceps
triceps
patela
ankle jerk
dll
3. reflek superficial
dinding perut
cremaster
anal
dll
4. reflek primitif
snouting
palmo mental
glabela
dll
5. reflek abnormal/ patologi /
babinsky

16

hoffmann
gordon
dll

Berikut akan disampaikan reflek yang terkait dengan reflek patologik dan reflek primitif.
1. Reflek hoffmann tromer
Tangan pasien ditumpu oleh tangan pemeriksa, kemusian ujung jari tangan pemeriksa yang lain disentilkan ke
ujung jari tengah tangan penderita. Kita lihat respon jari tangan penderita, yaitu fleksi jari-jari yang lain, aduksi dari
ibu jari.
Reflek positif bilateral bisa dijumpai pada 25 % orang normal, sedangkan unilateral hoffmann indikasi untuk suatu
lesi UMN .
2. Grasping reflek
Gores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa diantara ibujari dan telunjuk penderita. Maka timbul
genggaman dari jari pendeirta, menjepit jari pemeriksa. Jika reflek ini ada maka penderuta tidak dapat
membebaskan jari pemeriksa.
Normal masih terdapat pada anak kecil. jika positif ada pada dewasa, maka kemungkinan terdapat lesi di area
premotorik cortex.
3. Reflek palmomental
Garukan pada telapak tangan pasien menyebabkan kontraksi muskulus mentali ipsilateral. Reflek patologis ini
timbul akibat kerusakan lesi UMN di atas inti saraf VII kontralateral.
4. Reflek snouting / menyusu
o Ketukan hammer pada tendo insertio m. Orbicularos oris, maka akan menimbulkan reflek menyusu.
o Menggaruk bi bir dengan tingue spatel maka akn timbul reflek menyusu.
Normal pada bayi, jika positif pada dewasa menandakan lesi UMN bilateral.
5. Mayer reflek
Fleksikan jari manis di sendi metacarpophalangeal, cecara firmly normal akan timbul adduksi dan aposisi dai ibu
jari. Absennya respon ini menandakan lesi di tractus pyramidalis.
6. Reflek Babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral menuju medial (arah ibu jari
kaki), orang noramla akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka
akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka.
Normal pada bayi masih ada.
7. Reflek Oppenheim
Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tuilang tibia dari atas ke bawah, dengan kedua jari telunjuk dan
tengah., jika posistidf maka akan timbul reflek seperti babinski
8. Reflek gordon
Lakukan goresan / memencet otot gastrocnemius . jika posistif maka akan timbul reflek seperti babinski
9. Reflek schaefer
Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski
10. Reflek chaddock
Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki, dari tumit ke depan. Jika posistif
maka akan timbul reflek seperti babinski
11. Reflek Rossolimo
Pukulkan hammer reflek pada dorsal kaki pada tulang cuboid. Reflek akan terjadi fleksi jari-jari kaki.
12. Reflek Mendel-Bacctrerew
Pukulan telapak kaki bagian depan akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki

PENILAIAN KETRAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEK PATOLOGIS


Nama :
NIM:
No

Aspek yang dinilai

Skor

17

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Siapkan alat
Jelaskan tujuan
Melakukan pemeriksaan Reflek hoffmann
tromer
Melakukan pemeriksaan Grasping reflek
Melakukan pemeriksaan Reflek
palmomental
Melakukan pemeriksaan Reflek snouting /
menyusu
Melakukan pemeriksaan Mayer reflek
Melakukan pemeriksaan Reflek Babinski
Melakukan pemeriksaan Reflek Oppenheim
Melakukan pemeriksaan Reflek gordon
Melakukan pemeriksaanReflek schaefer
Melakukan pemeriksaan Reflek chaddock
Melakukan pemeriksaan Reflek Rossolimo
Melakukan pemeriksaan Reflek MendelBacctrerew
Rapikan alat
Cuci tangan
Dokumentasikan
TOTAL NILAI

18

PEMERIKSAAN SENSORIK, KESEIMBANGAN DAN KOORDINASI


Evy Sulistyoningrum

TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sensorik, posisi, keseimbangan dan koordinasi

TINJAUAN PUSTAKA
Adanya gangguan pada otak, medulla spinalis, dan saraf tepi dapat menimbulkan gangguan sensorik. Gangguan ini
tidak tampak seperti halnya pada gangguan motorik maupun trofi otot. Gangguan sensorik dapat menimbulkan
perasaan kesemutan atau baal (parestesi), kebas atau mati rasa, kurang sensitif (hipestesi) dan ada pula yang sangat
sensitif (hiperestesi). Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit di antara pemeriksaan neurologik
yang lain karena sangat subjektif.
Sehubungan dengan pemeriksan fungsi sensorik maka beberapa hal berikut ini harus dipahami dulu:
1. Kesadaran penderita harus penuh dan tajam. Penderita tidak boleh dalam keadaan lelah, kelelahan akan
mengakibatkan gangguan perhatian serta memperlambat waktu reaksi.
2. Prosedur pemeriksan harus benar-benar dimengerti oleh penderita, karena pemeriksaan fungsi sensorik benarbenar memerlukan kerja sama yang sebaik-baiknya antara pemeriksa dan penderita. Dengan demikian cara dan
tujuan pemeriksaan harus dijelaskan kepada penderita dengan istilah yang mudah dimengerti olehnya.
3. Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan pemeriksaan anggota gerak atau bagian
tubuh yang dirangsang, misalnya penderita menyeringai, mata berkedip-kedip serta perubahan sikap tubuh.
4. Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga meliputi perbedaan-perbedaan sensasi yang
ringan, dengan demikian harus dicatat gradasi atau tingkat perbedaannya.
5. Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada setiap individu, pada tiap bagian tubuh, pada
individu yang sama tetapi dalam situasi yang berlainan. Dengan demikian dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan ulangan pada hari berikutnya.
6. Azas simetris: pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan dengan bagian kanan. Hal ini untuk menjamin
kecermatan pemeriksaan.
7. Pemeriksaan ini harus dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa), menggunakan alat yang sesuai dengan
kebutuhan/ tujuan, tanpa menyakiti penderita, dan penderita tidak boleh dalam keadaan tegang.
PRINSIP-PRINSIP UMUM

PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK DAN POSISI


1.
2.
3.
4.

Mencari defisit sensibilitas (daerah-daerah dengan sensibilitas yang abnormal, bisa hipestesi, hiperestesi,
hipalgesia atau hiperalgesia)
Mencari gejala-gejala lain di tempat gangguan sensibilitas tersebut, misalnya atrofi, kelemahan otot, refleks
menurun/negative, menurut distribusi dermatom.
Keluhan-keluhan sensorik memiliki kualitas yang sama, baik mengenai thalamus, spinal, radix spinalis atau
saraf perifer. Jadi untuk membedakannya harus dengan distribusi gejala/keluhan dan penemuan lain.
Lesi saraf perifer sering disertai berkurang atau hilangnya keringat, kulit kering, perubahan pada kuku dan
hilangnya sebagian jaringan di bawah kulit.

Alat dan Bahan


Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum berujung tajam dan tumpul (dapat digunakan jarum pentul atau jarum pada palu refleks) untuk rasa nyeri
superficial.
2. Kuas halus, kapas, bulu, tissue, atau bila terpaksa dengan ujung jari tangan yang disentuhkan ke kulit secara
halus sekali untuk rasa raba/taktil.
3. Tabung yang diisi air dingin atau air panas untuk sensasi suhu. Lebih baik menggunakan tabung dari metal
daripada tabung gelas karena gelas merupakan konduktor yang buruk. Untuk sensai dingin menggunakan air
bersuhu 5-10C dan sensasi panas diperlukan suhu 40-45C. suhu kurang dari 5C dan lebih dari 45C dapat
menimbulkan rasa nyeri.
4. Garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz untuk sensasi getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif), seperti:

Jangka untuk two point tactile discrimination

Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan lain-lain) untuk pemeriksaan stereognosis.

19

6.

Pensil untuk pemeriksaan graphestesi.


Untuk pemeriksaan sensasi gerak dan posisi tidak diperlukan alat khusus.

CARA PEMERIKSAAN SENSORIK DAN POSISI:


A. Anamnesis
a. Apa yang dikeluhkan.
Keluhan dapat berupa:

kesemutan atau baal (parestesi)

rangsang yang tidak nyeri dirasakan sebagai nyeri (disestesi/painful parestesi)

kurang peka (hipestesi)

terlalu peka (hiperestesi)

gangguan keseimbangan dan gait (gaya berjalan)

modalitas sensorik normal tetapi tidak bias mengenal benda pada perabaan tangan
(astereognosis)

lain-lain keluhan
b. Kapan timbulnya keluhan.
c. Lokasi keluhan.
Keluhan positif semacam parestesi, disestesi dan nyeri biasanya dapat dilokalisir, tetapi gejala-gejala
negative seperti hipestesi dan anogsia sulit dilokalisir.
d. Sifat keluhan.
Penderita diminta menggambarkan sifat keluhan. Pada keluhan nyeri perlu juga diketahui derajat rasa nyeri
yang timbul.
e. Kejadian-kejadian tertentu yang berkaitan.
Apakah ada kejadian-kejadian yang memicu terjadinya keluhan. Misalnya pada HNP, penderita merasakan
ischialgia pada waktu mengangkat benda berat, dan nyeri meningkat pada keadaan-keadaan yang
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, misalnya batuk, mengejan, bersin), dan lain-lain.
f. Kelainan neurologis yang menyertai.
Dapat berupa kelemahan/gangguan motorik, gangguan bahasa, kejang, gangguan defekasi dan miksi, dan
gangguan saraf otonom.
B.

Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan modalitas
modalitas primer dari sensasi somatik (seperti rasa nyeri, raba, posisi, getar dan suhu) diperiksa lebih dulu
sebelum memeriksa fungsi sensorik diskriminatif/kortikal.

Pemeriksaan sensasi nyeri superfisial


Nyeri merupakan sensasi yang paling baik untuk menentukan batas gangguan sensorik. Alat yang
digunakan adalah jarum berujung tajam dan tumpul.
Cara pemeriksan:
a. Mata penderita ditutup
b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum pada dirinya sendiri.
c. Tekanan terhadap kulit penderita seminimal mungkin, jangan sampai menimbulkan perlukaan.
d. Rangsangan terhadap terhadap kulit dilakukan dengan ujung runcing dan ujung tumpul secara
bergantian. Penderita diminta menyatakan sensasinya sesuai yang dirasakan. Penderita jangan
ditanya: apakah anda merasakan ini atau apakah ini runcing?
e. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral tetapi sama (misalnya:
lengan bawah volar kanan dengan kiri)
f. Penderita juga diminta menyatakan apakah terdapat perbedaan intensitas ketajaman rangsang di
derah yang berlainan.
g. Apabila dicurigai daerah yang sensasinya menurun/meninggi maka rangsangan dimulai dari daerah
tadi ke arah yang normal.

Pemeriksaan sensasi nyeri tekan dalam


Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekan tendo Achilles, fascia antara jari tangan IV dan V atau
testis.

Pemeriksaan sensasi taktil/raba


Alat yang dipakai adalah kapas, tissue, bulu, kuas halus, dan lain-lain. Cara pemeriksaan :
a. Mata penderita ditutup
b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba alat pada dirinya sendiri.
c. Stimulasi harus seringan mungkin, jangan sampai memberikan tekanan terhadap jaringan subkutan.
Tekanan dapat ditambah sedikit bila memeriksa telapak tangan atau telapak kaki yang kulitnya lebih
tebal.
d. Mulailah dari daerah yang dicurigai abnormal menuju daerah yang normal. Bandingkan daerah yang
abnormal dengan daerah normal yang kontralateral tetapi sama (misalnya: lengan bawah volar
kanan dengan kiri)

20

e.

Penderita diminta untuk mengatakan ya atau tidak apabila merasakan adanya rangsang, dan
sekaligus juga diminta untuk menyatakan tempat atau bagian tubuh mana yang dirangsang.
Pemeriksaan sensasi getar/vibrasi
Alat yang digunakan adalah garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz.
Cara pemeriksaan:
a. Garpu tala digetarkan dengan memukulkan pada benda padat/keras.
b. Kemudian pangkal garpu tala diletakkan pada daerah dengan tulang yang menonjol seperti ibu jari
kaki, pergelangan tangan, maleolus lateralis/medialis, procc. spinosus vertebrae, siku, bagian lateral
clavicula, lutut, tibia, sendi-sendi jari dan lainnya. (Gambar 1)
c. Bandingkan antara kanan dan kiri.
d. Catat intensitas dan lamanya vibrasi.
e. Untuk penentuan lebih cermat, garpu tala kemudian dipindahkan pada bagian tubuh yang sama
pada pemeriksa. Apabila pemeriksa masih merasakan getaran, berarti rasa getar penderita sudah
menurun.

Gambar 1
Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi
Tujuannya adalah memperoleh kesan penderita terhadap gerakan dan pengenalan terhadap arah
gerakan, kekuatan, lebar atau luas gerakan (range of movement) sudut minimal yang penderita sudah
mengenali adanya gerakan pasif, dan kemampuan penderita untuk menentukan posisi jari dalam
ruangan. Tidak diperlukan alat khusus.
Cara pemeriksaan:
a. Mata penderita ditutup.
b. Penderita diminta mengangkat kedua lengan di depan penderita menghadap ke atas.
c. Penderita diminta mempertahankan posisi tersebut. Pada kelemahan otot satu sisi atau gangguan
proprioseptik maka lengan akan turun dan menuju ke arah dalam.
Modifikasi dari tes ini adalah dengan menaik turunkan kedua tangan dan penderita diminta menanyakan
tangan mana yang posisinya lebih tinggi.
Kedua tes di atas dapat dikombinasi dengan modifikasi tes Romberg. Caranya: penderita diminta berdiri
dengan tumit kanan dan jari-jari kaki kiri berada pada satu garis lurus dan kedua lengan ekstensi ke
depan. Kemudian penderita diminta menutup matanya. Bila ada gangguan proprioseptik pada kaki maka
penderita akan jatuh pada satu sisi.
Untuk tes posisi dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Penderita dapat duduk atau berbaring, mata penderita ditutup.
b. Jari-jari penderita harus benar-benar dalam keadaan relaksasi dan terpisah satu sama lain sehingga
tidak bersentuhan.
c. Jari penderita digerakkan secara pasif oleh pemeriksa, dengan sentuhan seringan mungkin sehingga
tekanan terhadap jari-jari tersebut dapat dihindari, sementara itu jari yang diperiksa tidak boleh
melakukan gerakan aktif seringan apapun.
d. Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada perubahan posisi jari atau adakah gerakan pada
jarinya.
Cara lain adalah dengan menempatkan jari-jari salah satu penderita pada posisi tertentu dan meminta
penderita diminta menirukan posisi tersebut pada jari yang lain.

Pemeriksaan sensasi suhu


Alat yang dipakai adalah tabung berisi air bersuhu 5-10C untuk sensasi dingin dan air 40-45C untuk
sensasi panas.
Cara pemeriksaan:
a. Penderita lebih baik pada posisi berbaring. Mata penderita ditutup.
b. Tabung panas/dingin lebih dahulu dicoba terhadap diri pemeriksa.
c. Tabung ditempelkan pada kulit penderita dan penderita diminta menyatakan apakah terasa dingin
atau panas.
Pemeriksan sensorik diskriminatif/kortikal

2.

21

Syarat pemeriksaan ini adalah fungsi sensorik primer (raba, posisi) harus baik dan tidak ada gangguan tingkat
kesadaran, kadang-kadang ditambah dengan syarat harus mampu memanipulasi objek atau tidak ada kelemahan
otot-otot tangan (pada tes barognosis)
Macam-macam gangguan fungsi sensorik kortikal:
a. gangguan two point tactile discrimination
Gangguan ini diperiksa dengan dua rangsangan tumpul pada dua titik di anggota gerak secara
serempak, bisa memakai jangka atau calibrated two point esthesiometer. Pada anggota gerak atas
biasanya diperiksa pada ujung jari. Orang normal bisa membedakan dua rangsangan pada ujung jari
bila jarak kedua rangsangan tersebut lebih besar dari 3 mm. Ketajaman menentukan dua
rangsangan tersebut sangat bergantung pada bagian tubuh yang diperiksa, yang penting adalah
membandingkan kedua sisi tubuh. (Gambar 2)

b.

Gambar 2
gangguan graphesthesia
Pemeriksaan graphesthesia dilakukan dengan cara menulis beberapa angka pada bagian tubuh
yang berbeda-beda dari kulit penderita. Pasien diminta mengenal angka yang digoreskan pada
bagian tubuh tersebut sementara mata penderita ditutup. Besar tulisan tergantung luas daerah yang
diperiksa. Alat yang digunakan adalah pensil atau jarum tumpul. Bandingkan kanan dengan kiri.
(Gambar 3)
Gambar 3

c.

d.
e.
f.

g.

Gambar 4
gangguan stereognosis = astereognosis
Diperiksa pada tangan. Pasien menutup mata kemudian diminta mengenal sebuah benda berbentuk
yang ditempatkan pada masing-masing tangan dan merasakan dengan jari-jarinya. Ketidakmampuan
mengenal benda dengan rabaan disebut sebagai tactile anogsia atau astereognosis. Syarat
pemeriksaan, sensasi proprioseptik harus baik. (Gambar 4)
gangguan topografi/topesthesia = topognosia
Kemampuan pasien untuk melokalisasi rangsangan raba pada bagian tubuh tertentu. Syarat
pemeriksaan, rasa raba harus baik.
gangguan barognosis = abarognosis
Membedakan berat antara dua benda, sebaiknya diusahakan bentuk dan besar bendanya kurang lebih
sama tetapi beratnta berbeda. Syarat pemeriksaan, rasa gerak dan posisi sendi harus baik.
sindroma Anton-Babinsky = anosognosia
Anosognosia adalah penolakan atau tidak adanya keasadaran terhadap bagian tubuh yang lumpuh atau
hemiplegia. Bila berat, pasien akan menolak adanya kelumpuhan tersebut dan percaya bahwa dia dapat
menggerakkan bagian-bagian tubuh yang lupuh tersebut.
sensory inattention = extinction phenomenon
Alat yang digunakan adalah kapas, kepala jarum atau ujung jari. Cara pemeriksaan adalah dengan
merangsang secara serentak pada kedua titik di anggota gerak kanan dan kiri yang letaknya setangkup,
sementara itu mata ditutup. Mula-mula diraba punggung tangan pasien dan pasien diminta menggenal
tempat yang diraba. Kemudian rabalah pada tititk yang satangkup pada sisi tubuh yang berlawanan dan

22

3.

ulangi perintah yang sama. Setelah itu dilakukan perabaan pada kedua tempat tersebut dengan tekanan
yang sama secara serentak. Bila ada extinction phenomen maka pasien hanya akan merasakan
rangsangan pada sisi tubuh yang sehat saja.
Pemeriksaan sensorik khusus
Tinels sign
Umumnya digunakan untuk tes saraf medianus pada sindroma Carpal-Tunnel. Tepukan ujung jari pada
saraf medianus di tengah-tengah terowongan carpal akan menimbulkan disesthesi (rasa paresthesi dan
nyeri yang menjalar mulai dari tempat rangsang ke jari-jari telunjuk, tengah dan manis yang mirip aliran
listrik).
Perspiration test
Prinsip: adanya keringat akan bereaksi dengan amilum/tepung yang diberi yosium, sehingga memberikan
warna biru.
Cara pemeriksaan :
a. Bagian depan tubuh (leher ke bawah) disapu dengan tepung yang mengandung yodium.
b. Kemudian tubuh penderita ditutup dengan semacam sungkup supaya cepat berkeringat (bila perlu
diberi obat antipiretik).
c. Setelah 1-2 jam sungkup dibuka dan dicatat bagian tubuh yang tetap putih (tidak ada produksi
keringat).
Tes ini adalah tes yang obyektif dan digunakan pada kasus-kasus paraplegia untuk menentukan batas
lesinya.

PEMERIKSAAN KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN


Koordinasi adalah penggunaan normal dari faktor-faktor motorik, sensorik dan sinergik dalam melakukan gerakan.
Pusat koordinasi adalah cerebellum.
Gangguan koordinasi dibagi menjadi:
1.
Gangguan equlibratory coordination (mempertahankan keseimbangan, khususnya pada posisi berdiri), diperiksa
dengan:
a. Tes Romberg
Penderita diminta berdiri dengan kedua tumit saling merapat. Pertama kali dengan mata terbuka
kemudian penderita diminta menutup matanya. Pemeriksa menjaga jangan sampai penderita jatuh tanpa
menyentuh penderita. Hasil positif didapatkan apabila penderita jatuh pada satu sisi.
b. Tes tandem walking
Penderita diminta berjaln pada satu garis lurus di atas lantai, dengan cara menempatkan satu tumit
langsung di depan ujung jari kaki yang berlawanan, baik dengan mata terbuka atau tertutup
2.

Gangguan non equilibratory coordination (pergerakan yang disengaja dari anggota gerak, terutama gerakan
halus), diperiksa dengan:
a. Finger-to-nose test.
Bisa dilakukan dengan posisi pasien berbaring, duduk atau berdiri. Dengan posisi abduksi dan ektensi
secara komplit, mintalah pada pasien untuk menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung jari
telunjuknya. Mula-mula dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, baik dengan mata
terbuka dan tertutup.
b. Nose-finger-nose-test
Serupa dengan finger to nose test, tetapi setelah menyentuh hidungnya, pasien diminta menyentuh ujung
jari pemeriksa dan kembali menyentuh ujung hidungnya. Jari pemeriksa dapat diubah-ubah baik dalam
jarak maupun bidang gerakan. (Gambar 6)
c. Finger-to-finger test
Penderita diminta mengabduksikan lengan pada bidang horizontal dan diminta untuk menggerakkan kedua
ujung jari telunjuknya saling bertemu tepat ditengah-tengah bidang horizontal tersebut. Pertama dengan
gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, dengan mata ditutup dan dibuka.
d. Diadokokinesis
Penderita diminta untuk menggerakan kedua tangannya bergantian pronasi dan supinasi dengan posisi
siku diam, mintalah gerakan tersebut secepat mungkin dengan mata terbuka atau mata tertutup.
Diadokokinesis pada lidh dapat dikerjakan dengan meminta penderita menjulurkan dan menarik lidah atau
menggerakkan ke sisi kanan dan kiri secepat mungkin. (Gambar 7)
Tapping test merupakan variasi test diadokokinesis, dilakukan dengan menepuk pinggiran meja/paha
dengan telapak tangan secara berselingan bagian volar dan dorsal tangan dengan cepat atau dengan
tepukan cepat jari-jari tangan ke jempol.

23

e.

Heel-to-knee-to-toe test
Penderita diminta untuk menggerakkan tumit kakinya ke lutut kontralateral, kemudian diteruskan dengan
mendorong tumit tersebut lurus ke jari-jari kakinya. (Gambar 9) Variasi dari test ini adalah toe-finger test,
yaitu penderita diminta untuk menunjuk jari penderita dengan jari-jari kakinya atau dengan cara membuat
lingkaran di udara dengan kakinya.

f.

Rebound test
Penderita diminta adduksi pada bahu, fleksi pada siku dan supinasi lengan bawah, siku difiksasi/diletakkan
pada meja periksa/alas lain, kemudian pemeriksa menarik lengan bawah tersebut dan penderita diminta
menahannya, kemudian dengan mendadak pemeriksa melepaskan tarikan tersebut tetapi sebelumnya
lengan lain harus menjaga muka dan badan pemeriksa supaya tidak terpukul oleh lengan penderita sendiri
bila ada lesi cerebellum.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.

Duss P, Diagnosis Topik Neurologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kepokteran EGC; 1996.
Juwono T, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 1987.
Laboratorium Ketrampilan Medik FK UGM. Skills Lab Semester 2 Tahun kademik 1998-1999. Yogyakarta:
Fakultas Kedokteran UGM. 1999
Sidharta P. Pemeriksaan Neurologis Dasar. PT. Dian Rakyat . 1999
Weiner H dan Levitt L. Buku Saku Neurologi. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001

Penilaian Keterampilan Fungsi Sensorik, Posisi, Keseimbangan dan Koordinasi


A. Pemeriksaan Sensasi Taktil
No
Aspek yang dinilai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

B.

Nilai
0 1

Memberi salam dan memperkenalkan diri


Melakukan anamnesis seperlunya
Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan
Memilih dengan benar alat yang akan dipergunakan
Meminta penderita untuk relaks dan memejamkan mata
Mencoba alat pada dirinya sendiri
Meminta penderita mengatakan ya atau tidak apabila
merasakan adanya rangsang
Meminta penderita menyebutkan tempat yang dirangsang
Memberikan rangsang pada penderita pada daerah yang
dicurigai abnormal menuju ke daerah normal
Membandingkan daerah yang diperiksa pada tempat
setangkup kontralateral.
Melaporkan hasil pemeriksaan
TOTAL NILAI

Pemeriksaan Sensasi Nyeri Superfisial

24

Nilai
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

C.

Aspek yang dinilai

Memberi salam dan memperkenalkan diri


Melakukan anamnesis seperlunya
Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan
Memilih dengan benar alat yang akan dipergunakan
Meminta penderita untuk relaks dan memejamkan mata
Mencoba alat pada dirinya sendiri
Meminta
penderita
untuk
menyebutkan
apakan
rangsangnya tajam atau tumpul.
Menanyakan apakah ada perbedaan intensitas ketajaman
rangsangan.
Memberikan
rangsang
seminimal
mungkin
tanpa
menimbulkan luka/perdarahan pada penderita pada daerah
yang dicurigai abnormal menuju ke daerah normal.
Melakukan rangsangan dengan ujung tajam dan tumpul
secara bergantian
Membandingkan daerah yang diperiksa pada tempat
setangkup kontralateral.
Melaporkan hasil pemeriksaan
TOTAL NILAI
Pemeriksaan Posisi
Nilai

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
D.

Aspek yang dinilai

Memberi salam dan memperkenalkan diri


Melakukan anamnesis seperlunya
Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan
Meminta penderita untuk duduk atau berdiri
Meminta penderita memejamkan mata
Meminta penderita untuk mengistirahatkan jari-jari
tangannya dan memisahkan satu sama lain.
Menggerakkan jari penderita secara pasif dengan sentuhan
seringan mungkin.
Meminta penderita menyatakan adakah perubahan posisi
atau adakah gerakan pada jarinya.
Melaporkan hasil pemeriksaan
TOTAL NILAI
Pemeriksaan Keseimbangan dan Koordinasi
Nilai

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Aspek yang dinilai

Memberi salam dan memperkenalkan diri


Melakukan anamnesis seperlunya
Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan
Tes Romberg
Meminta penderita untuk berdiri dengan kedua tumit saling
merapat
Meminta penderita melakukan hal tersebut pada mata
terbuka kemudian mata tertutup.
Melaporkan hasil pemeriksaan.
Tes Tandem Walking
Meminta penderita berjalan pada satu garis lurus di lantai,
dengan menempatkan satu tumit langsung di depan ujung
jari kaki yang berlawanan.
Meminta penderita melakukan hal tersebut pada mata
terbuka dan mata tertutup.
Melaporkan hasil pemeriksaan
Finger-to-nose test

25

10
11
12
13
14

15
16
17
18
19

20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Meminta penderita menyentuh ujung hidungnya dengan


ujung jari telunjuknya dengan gerakan abduksi dan ekstensi
lengan secara komplit.
Meminta penderita melakukan mula-mula dengan perlahan
kemudian cepat.
Meminta penderita melakukan hal tersebut dengan mata
terbuka dan mata tertutup.
Melaporkan hasil pemeriksaan
Nose-finger-nose test
Meminta penderita menyentuh ujung hidungnya dengan
ujung jari telunjuknya dengan gerakan abduksi dan ekstensi
lengan secara komplit kemudian menyentuh ujung jari
pemeriksa dan kembali menyentuh ujung hidungnya
Meminta penderita melakukan mula-mula dengan perlahan
kemudian cepat.
Meminta penderita melakukan hal tersebut dengan mata
terbuka dan mata tertutup.
Mengubah-ubah jari pemeriksa baik dalam jarak maupun
bidang gerakan
Melaporkan hasil pemeriksaan
Finger-to-finger test
Meminta penderita mengabduksikan lengan pada bidang
horizontal dan diminta untuk menggerakkan kedua ujung jari
telunjuknya saling bertemu tepat ditengah-tengah bidang
horizontal tersebut.
Meminta penderita melakukan mula-mula dengan perlahan
kemudian cepat.
Meminta penderita melakukan hal tersebut dengan mata
terbuka dan mata tertutup.
Melaporkan hasil pemeriksaan
Diadokokinesis
Penderita diminta untuk menggerakan kedua tangannya
bergantian pronasi dan supinasi dengan posisi siku diam.
Meminta penderita melakukan gerakan tersebut secepat
mungkin.
Meminta penderita melakukan hal tersebut dengan mata
terbuka dan mata tertutup.
Melaporkan hasil pemeriksaan
Heel-to-knee-to-toe test
Meminta penderita untuk menggerakkan tumit kakinya ke
lutut kontralateral, kemudian diteruskan dengan mendorong
tumit tersebut lurus ke jari-jari kakinya.
Melaporkan hasil pemeriksaan
Rebound test
Penderita diminta adduksi pada bahu, fleksi pada siku dan
supinasi lengan bawah, siku difiksasi/diletakkan pada meja
periksa/alas lain.
Menarik lengan bawah penderita dan penderita diminta
menahannya
Dengan mendadak melepaskan tarikan tersebut
Sebelumnya lengan lain harus menjaga muka dan badan
pemeriksa supaya tidak terpukul oleh lengan penderita
sendiri
Melaporkan hasil pemeriksaan
TOTAL NILAI

PEMERIKSAAAN MENGINGEAL SIGN & PEMERIKSAAN TANDA IRITASI RADIX PADA DAERAH
VERTEBRALIS
TUJUAN PEMBELAJARAN

26

Mahasiswa mampu :
1. Melakukan pemeriksaan meningeal sign dan pemeriksaan tanda iritasi radix pada daerah vertebralis
2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan meningeal sign dan pemeriksaan neurologis pada kasus low back pain

TINJAUAN PUSTAKA
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan
arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang
lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen
(melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan
peradangan pada selaput otak dan otak.
Tanda-tanda perangsangan selaput otak:
1. Kaku kuduk
Pastikan bahwa penderita tidak ada cedera servikal kemudian letakkan tangan kiri dibawah kepala pasien.
Menggoyangkan kepala pasien ke kanan dan ke kiri. Memfleksikan maksimal kepala ke anterior, sampai dagu
menyentuh dada. Hasil positif apabila dagu tidak dapat menyentuh dada.
2. Brudzinskis sign
a. Neck sign
Memfleksikan kepala secara pasif hingga dagu menyentuh sternum. Hasil positif bila gerakan fleksi pasif
tersebut disusul dengan gerakan fleksi reflektoris di sendi lutut dan panggul kedua tungkai.
b. Leg sign
Penderita terlentang dan dilakukan fleksi pasif pada salah satu panggul (salah satu tungkainya dapat diangkat
pada sikap lurus di sendi lutut dan ditekukkan di sendi panggul. Hasil positif jika tungkai kontralateral timbul
fleksi reflektoris di sendi lutut dan sendi panggul
c. Cheek sign
Penekanan pada pipi kedua sisi tepat dibawah os zigomatikum akan disusul gerakan fleksi reflektoris keatas
sejenak dari kedua lengan
d. Symphisis sign
Penekanan pada simfisis pubis akan disusul dengan timbulnya gerakan fleksi reflektoris pada kedua tungkai di
sendi lutut dan panggul. Syarat dilakukan tes ini adalah kandung kemih kosong dan tidak ada fraktur pada
os.coxae
3. Kernig sign
Penderita terlentang, pemeriksa menekuk tungkai atas penderita sehingga paha penderita tegak lurus terhadap
tubuh kemudian tungkai bawah penderita diluruskan di sendi lutut. Gerakan ini akan mendapat tahanan dan
sekaligus membangkitkan nyeri pada otot biseps femoris. Hasil positif apabila ekstensi lutut tidak mencapai 135
oleh karena nyeri dan spasme otot paha sedangkan tungkai sisi kontralateral fleksi di lutut dan panggul secara
reflektoris.
Cervical syndrome adalah sindrome atau keadaan yang ditimbulkan oleh adanya iritasi atau kompresi pada radiks
saraf servikal ditandai dengan adanya rasa nyeri pada leher yang dijalarkan ke bahu dan lengan sesuai dengan radiks
yang terganggu. Rasa nyeri yang dijalarkan tersebut disebut nyeri radikuler artinya bahwa rasa nyeri tersebut
berpangkal pada tempat perangsangan dan menjalar ke daerah persarafan radiks yang terkena. Daerah ini sesuai
dengan kawasan suatu dermatom. Untuk mengetahui adanya nyeri di tengkuk yang mungkin bersifat radikuler dapat
dikerjakan tes-tes sebagai berikut:
4. Tes Kompresi Lhermitte
Pada pasien yang duduk dilakukan kompresi pada kepalanya dalam berbagai posisi : miring kanan, miring kiri,
tengadah dan menunduk. Hasil tes dinyatakan positif bila pada penekanan tersebut dirasakan adanya nyeri yang
dijalarkan
5. Tes Valsava
Pada pasien yang duduk, penderita disuruh mengejan dengan epiglottis menutup (penderita disuruh menahan
napas). Hasil tes positif bila timbul rasa nyeri yang ditimbulkan
6. Tes Naffziger
Kedua vena jugularis ditekan dan penderita diuruh mengejan. Dengan ini tekanan intrakranial ditingkatkan yang
akan diteruskan ke sepanjang rongga arakhnoidal medula spinalis. Jika terdapat proses desak ruang di kanalis
vertebralis maka radiks yang terbentang atau teregang mendapat perangsangan pada saat tes dikerjakan. Oleh
karena itu akan timbul rasa nyeri yang dijalarkan melintasi kawasan dermatomnya.
Low back pain (LBP) / nyeri punggung bawah merupakan keluhan yang cukup sering muncul di pelayanan kesehatan.
Low back pain disebabkan oleh berbagai hal. Sebab terbanyak kasus low back pain meliputi trauma muskuloskeletal,
penyakit degeneratif, hernia nukleus pulposus (HNP), dan stenosis spinalis. Penyebab lain yang dapat mengakibatkan
low back pain yaitu keganasan, infeksi tulang belakang, spondilitis dan nyeri alih dari organ-organ viseral. Penegakan
diagnosis pada kasus LBP memerlukan pemeriksaan yang sistematis. Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan
langkah awal yang sangat menentukan ketepatan penegakan diagnosis pada pasien LBP.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis LBP antara lain :

27

1. inspeksi tulang belakang : mengamati ada/tidaknya ketidaknormalan kurvatura vertebrae.


2. observasi cara berjalan pasien : diamati pada saat berjalan
3. Observasi posisi duduk pasien
4. palpasi / perkusi vertebra
5. range of motion
Setelah melakukan beberapa pemeriksaan fisik diatas, dapat dilakukan beberapa tes yang dapat membantu
mengarahkan diagnosis nyeri punggung bawah
1. Tes Patrick
Penderita posisi terlentang, tumit atau maleolus externus tungkai yang sakit diletakkan diatas lutut tungkai yang lain
( fleksi, abduki, eksorotasi) kemudian dilakukan penekanan pada lutut yang difleksikan tersebut. Hasil positif
apabila nyeri pada sendi panggul yang terkena penyakit
2. Tes Kontra Patrick
Penderita terlentang, tungkai yang sakit dilipat, endorotasi dan adduksi kemudian dilakukan penekanan pada lutut
tungkai tersebut sejenak. Hasil positif apabila nyeri pada sendi sacroiliaka
3. Tes Laseque
Angkat tungkai pasien dalam keadaan lurus. Untuk menjamin lurusnya tungkai maka tangan si pemeriksa yang
satu mengangkat tungkai dengan memegang pada tumit pasien, sedangkan tangan lain pemeriksa memegang
serta menekan pada lutut pasien. Fleksi pasif tungkai dalam keadaan lurus di sendi panggul menimbulkan
peregangan nervus ischiadikus. Apabila salah satu radiks yang menyususn nervus ischiadikus mengalami
penekanan, pembentangan dan sebagainya karena HNP atau tumor kanalis vertebralis maka tes laseque
membangkitkan nyeri yang berpangkal pada radiks yang terkena dan menjalar sepanjang perjalanan perifer
ischiadikus

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

Lumbantobing, S.M. dr. DR. Prof. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. FK UI. 2008
Sidharta P. Pemeriksaan Neurologis Dasar. PT. Dian Rakyat . 1999

ALAT DAN BAHAN


1.Bed Periksa
2.Lampu/penerangan yang cukup

PROSEDUR TINDAKAN
PEMERIKSAAN MENINGEAL SIGN & PEMERIKSAAN TANDA IRITASI RADIX PADA DAERAH VERTEBRALIS
No

Pemeriksaan Meningeal sign


Aspek yang dinilai

Nilai

28

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Memberi salam dan memperkenalkan diri


Melakukan anamnesis seperlunya
Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan
Meminta penderita untuk posisi tiduran
Kaku kuduk
Pastikan tidak ada cedera servikal
Letakkan tangan kiri dibawah kepala pasien
Menggoyangkan kepala pasien ke kanan dan ke kiri
Memfleksikan maksimal kepala ke anterior, sampai dagu
menyentuh dada
Melaporkan hasil pemeriksaan
Brudzinskis Sign
Neck Sign
Memfleksikan kepala secara pasif hingga dagu menyentuh
sternum
Melaporkan hasil pemeriksaan
Leg Sign
Mengangkat salah satu tungkai dalam sikap lurus pada
sendi lutut dan kemudian ditekukkan pada sendi panggul
Melaporkan hasil pemeriksaan
Cheek Sign
Menekan pipi kedua sisi tepat di bawah os.zigomatikum
Melaporkan hasil pemeriksaan
Symphisis Sign
Pastikan kandung kemih kosong dan tidak ada fraktur pada
os.coxae
Menekan pada simfisis pubis
Melaporkan hasil pemeriksaan
Kernigs Sign
Memfleksikan sendi panggul 90
Mengekstensikan sendi lutut
Melaporkan hasil pemeriksaan
TOTAL NILAI
Pemeriksaan Tanda Iritasi Radix Pada Daerah Vertebralis
Nilai

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Aspek yang dinilai

Memberi salam dan memperkenalkan diri


Melakukan anamnesis seperlunya
Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan
Meminta penderita untuk posisi tiduran
Tes Patrick
Meletakkan maleolus eksterna tungkai yang sakit pada lutut
tungkai lainnya
Melakukan penekanan pada lutut yang difleksikan
Melaporkan hasil pemeriksaan
Tes Kontrapatrick
Mengendorotasikan & mengaduksikan tungkai yang sakit
Menekan sejenak sendi lutut tungkai yang sakit
Melaporkan hasil pemeriksaan
Tes Laseque
Mengangkat tungkai pasien dalam keadaan lurus dengan
cara tangan kanan pemeriksa memegang tumit pasien
Memfiksasi lutut pasien dengan tangan kiri
Melaporkan hasil pemeriksaan
Tes Naffziger
Menekan kedua vena jugularis dan penderita disuruh
mengejan
Melaporkan hasil pemeriksaan
Tes Valsava

29

16
17
18
19
20

Meminta penderita posisi duduk


Meminta pasien untuk mengejan sewaktu pasien menahan
napas
Melaporkan hasil pemeriksaan
Tes Kompresi Lhermitte
Melakukan kompresi pada kepala penderita dalam berbagai
posisi miring kanan, miring kiri, tengadah, menunduk
Melaporkan hasil pemeriksaan
TOTAL NILAI

30

PEMERIKSAAN FISIK MATA

A.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menyelesaikan modul pemeriksaan fisik mata, mahasiswa diharapkan mampu :


1. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan (visus)
2. Melakukan pemeriksaan lapang pandang
3. Melakukan oftalmoskopi
4. Melakukan pemeriksaan buta warna
5. Melakukan pemeriksaan papan placido (astigmatisma)
6. Melakukan pemeriksaan sistem lakrimalis
7. Melakukan pemeriksaan tonometri
8. Melakukan pemeriksaan otot penggerak bola mata

B.

TINJAUAN PUSTAKA
Sistem

Visual
Cahaya masuk melalui media refrakta (berurutan dari kornea, COA, lensa dan corpus vitreum). Alat
penangkap rangsang cahaya ialah sel batang dan kerucut yang terletak di retina. Impuls kemudian dihantarkan
melalui serabut saraf yang membentuk nervus optikus. Sebagian dari serabut ini, yaitu serabut yang menghantarkan
rangsang yang datang dari bagian medial retina menyimpang ke sisi lainnya di khiasma optic. Dari khiasma, serabut
melanjutkan diri dengan membentuk traktus optic ke korpus genikulatum lateral, dan setelah bersinaps disini, rangsang
diteruskan melalui traktus genikulokalkarina ke korteks optic. Daerah berakhirnya serabut ini di korteks disebut korteks
striatum (area 17) yang merupakan pusat persepsi cahaya.
Disekitar area 17, terdapat daerah yang berfungsi untuk asosiasi rangsang visual, yaitu area 18 dan 19. Area
18 yang disebut juga area parastriatum atau parareseptif, menerima dan menginterpretasi impuls dari area 17. Area
19 yaitu korteks peristriatum atau perireseptif, mempunyai hubungan dengan area 17 dan 18 dan dengan bagianbagian lain dari korteks. Ia berfungsi untuk pengenalan dan persepsi visual kompleks, asosiasi visual, revisualisasi,
diskriminasi ukuran dan bentuk, orientasi ruangan serta peenglihatan warna.
Serabut yang mengurus refleks optic pupil setelah melalui khiasma optic dan traktus optic menyimpang di
anterior korpus genikulatum lateral, dan menuju serta bersinaps di nucleus pretektalis di batang otak (setinggi kolikuli
superior). Disini ia bersinaps dengan neuron berikutnya yang mengirim serabut ke nucleus Edinger Westphal sisi yang
sama dan sisi kontralateral. Dari sini rangsang kemudian diteruskan melalui nervus okulomotorius (N.III) ke sfingter
pupil.
Serabut yang mengurusi refleks somatovisual, yaitu refleks pergerakan bola mata dan kepala sebagai
jawaban terhadap rangsang visual, menuju kolikulus superior dan kemudian melalui fasikulus medial longitudinal
menuju nucleus nervus okulomotorius dan melalui traktus tektospinalis untuk kemudian menginervasi otot-otot skelet.
Selain itu kita juga mengenal traktus kortikotektal internus yang datang dari area 18 dan 19 di korteks oksipital melalui
radiasi optic dan menuju ke kolikulus superior. Traktus ini juga ikut mengatur refleks dengan jalan berhubungan
dengan otot-otot penggerak bola mata dan struktur lainnya.
Keluhan yang berhubungan dengan sistem visual berupa ketajaman penglihatan berkurang, lapang pandang
berkurang, ada bercak di dalam lapang pandang yang tidak dapat dilihat (skotoma). Selain itu, fotofobi, yaitu mata
mudah silau, takut akan cahaya, yang dapat dijumpai pada penderita meningitis.
Sistem non visual
Sistem non visual terdiri dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungtiva dan otot-otot penggerak bola mata.
Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang
membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi
bola mata dari trauma sinar dan pengeringan bola mata. Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan
keringnya permukaan mata yang dapat menyebabkan keratitis et lagoftalmus.
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian yaitu, sistem produksi atau glandula lakrimal yang terletak di
temporoanterosuperior rongga orbita dan sistem ekskresi yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, dan duktus nasolakrimal. Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Untuk melihat adanya
sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya dilakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat
penyumbatan yang disertai dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan keluar melalui pungtum lakrimal.
Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi sclera dan kelopak mata bagian belakang. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Gerak bola mata yang normal ialah gerak terkonjugasi, yaitu gerak bola mata kiri dan kanan selau bersamasama, dengan sumbu mata yang sejajar. Disamping itu mata juga melakukan konvergensi yaitu sumbu mata saling

31

berdekatan dan menyilang pada objek fiksasi. Otot-otot penggerak bola mata melakukan fungsi ganda tergantung
letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot.
Terdapat enam otot penggerak bola mata, yaitu :
1. m. Oblikus inferior
Dipersarafi N.III, bekerja menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi
2. m. Oblikus superior
Dipersarafi N.IV, berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi
dan insiklorotasi.
3. m. Rektus inferior
Dipersarafi oleh N.III, berfungsi menggerakkan bola mata depresi, eksiklorotasi dan aduksi.
4. m. Rektus lateral
Dipersarafi oleh N.VI, dengan fungsi abduksi bola mata.
5. m. Rektus medius
Dipersarafi oleh N.III, berfungsi untuk aduksi bola mata
6. m. Rektus superior
Dipersarafi oleh N.III, berfungsi pada elevasi, aduksi dan insiklorotasi bola mata.

C.

ALAT DAN BAHAN

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

D.
I.

Optotype snellen
Oftalmoskop
Tonometer
Loupe dengan slitlamp
Kampimeter
Fluorescein
Ishihara book
Papan placido
Senter
Kasa dan kapas

PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN
Inspeksi
Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.
Perhatikan :

Posisi kedua mata (simetris atau tidak)


Apakah mata sembab
Bagaimana keadaan sekitar orbita
Perhatikan alis mata : apakah bagian lateral menipis/rontok
Perhatikan apakah kelopak mata dapat menutup dan membuka dengan sempurna
Perhatikan konjungtiva palpebra. (membuka mata, menarik palpebra inferior, menekan canthus medialis.)
Perhatikan :
1.
Adakah ikterus
2.
Bagaimanakah warna ikterus , kuning kejinggaan atau kehijauan
3.
Apakah pucat (anemia)
4.
Apakah kebiruan (sianosis)
5.
Adakah pigmentasi lain
6.
Adakah petechie bercak perdarahan atau/white centered spot.
7.
Apakah ada obstruksi ductus nasolacrimalis.
Pemeriksa duduk di lateral pasien, perhatikan :

II.

Adakah exopthalmos (Dengan penggaris, dibandingkan kanan dan kiri. normal sampai 16 mm dan pasti
patologis apabila > 20 mm.)

Simetriskah exopthalmus ini


Pemeriksaan visus
1. Penderita dan pemeriksa berhadapan.
2. Penderita duduk pada jarak 6 m dari Optotype Snellen, mata yang satu ditutup.
3. Penderita dipersilahkan untuk membaca huruf/gambar yang terdapat pada Optotype, dari yang paling besar
sampai pada huruf/gambar yang dapat terlihat oleh mata normal.

32

4.

Apabila penderita tak dapat melihat gambar yang terdapat pada Optotype, maka kita mempergunakan jari
kita.
5. Penderita diminta untuk menghitung jari pemeriksa, pada jarak 1 m, 2 m, sampai dengan 6 m.
6. Dalam hal demikian maka visus dari penderita dinyatakan dalam per-60
7. Apabila penderita tak dapat menghitung jari, maka dipergunakan lambaian tangan pemeriksa pada jarak 1m
sampai 6 m
8. Dalam hal ini, maka visus penderita dinyatakan dalam per 300.
9. Apabila lambaian tangan tak terlihat oleh penderita, maka kita periksa visusnya dengan cahaya (sinar
baterai).
10. Untuk ini maka visus dinyatakan dalam per tak terhingga.
III. Pemeriksaan Obligue Illuminasi.
1. Penderita duduk di kursi dalam kamar gelap
2. Pemeriksa berdiri di depan penderita.
3. Dengan condensing lens, pemeriksa mengarahkan sinar yang datang dari lampu pijar kearah mata penderita.
4. Pemeriksa memakai loupe, memperhatikan :

Conjunctiva, selera, cornea, COA, iris, lensa, pupil

adakah Tyndall effect.


IV. Fundus refleks :
1. Mata penderita ditetesi dulu dengan midriatikum dan dibiarkan selama 5 menit didalam kamar gelap.
2. Pemeriksa dan penderita didalam kamar gelap di samping meja dan lampu pijar pada jarak kurang lebih 50
cm.
3. Sinar yang datang dari lampu dipantulan oleh cermin datar atau cekung, masuk ke pupil penderita.
4. Pemeriksa menilai kejernihan : cornea, COA, lensa dan corpus vitreum (media -refrakta ).
Apabila media refrakta jernih, maka dari jauh saja pemeriksa dapat melihat refleksi fundus yang berwarna merah
jingga cemerlang.
V.

Pemeriksaan funduscopi :
1. Penderita duduk dalam kamar gelap.
2. Pemeriksa dengan Oftalmoskop berdiri disamping penderita
3. Bila kita akan memeriksa fundus secara ideal maka sebaiknya pupil dilebarkan dulu.
4. Bila mata kanan yang penderita akan diperiksa, maka pemeriksa memegang opthalmoscope dengan
tangan kanan dan melihat fundus mata dengan mata kanan pula.
5. Pemeriksa memperhatikan :

papila N II : adakah papil oedema, papil atrofi

macula lutea

pembuluh darah retina

VI. Pemeriksaan Lapangan Pandang.


A. Metode konfrontasi
1. Pemeriksa dan penderita saling berhadapan.
2. Satu mata penderita yang akan diperiksa memandang lurus kedepan (kearah mata pemeriksa).
3. Mata yang lain ditutup
4. Bila yang akan diperiksa mata kanan, maka mata kanan pemeriksa juga dipejamkan.
5. Tangan pemeriksa direntangkan, salah satu tangan pemeriksa atau kedua tangan pemeriksa digerakgerakkan dan penderita diminta untuk menunjuk ke arah tangan yang bergerak (dari belakang penderita).
B. Metode Kampimeter
1. Dalam ruang, penderita duduk menghadap kampimeter.
2. Pemeriksa berdiri disamping penderita.
3. Mata penderita yang tak diperiksa ditutup.
4. Mata yang diperiksa berada pada posisi lurus dengan titik tengah kampimeter. Pandangan lurus ke
depan (titik tengah kampimeter).
5. Pemeriksa menggerakkan obyek dari perifer menuju ketitik tengah kampimeter.
6. Bila penderita telah melihat obyek tersebut, maka pemeriksa memberi tanda pada kampimeter.
7.
Demikian dilakukan sampai 360 derajat sehingga dapat digambarkan lapangan pandang dari mata
yang diperiksa.
VII. Pemeriksaan tonometri :
A. Pemeriksaan secara kasar (metode digital)
1.
Penderita diminta untuk melirik kebawah.
2.
Kedua jari telunjuk kita gunakan untuk pemeriksaan fluktuasi pada bola mata penderita
B.
Menggunakan Tonometer dari Schiotz.
1.
Persiapan : Mata penderita terlebih dulu ditetesi dengan larutan anestesi lokal.

33

2.

Tonometer didesinfeksi dengan dicuci alkohol atau dibakar dengan api spiritus. Penderita tidur
telentang, mata yang akan diperiksa melihat lurus keatas tanpa berkedip.
Tonometer diletakkan dengan perlahan-lahan dan hati-hati diatas cornea penderita.
Pemeriksa membaca angka yang ditunjuk oleh jarum tonometer.
Kemudian pemeriksa melihat pada tabel, dimana terdapat daftar tekanan bola mata.

3.
4.
5.
VIII.

Pemeriksaan keseimbangan otot


Penderita berhadap-hadapan dengan pemeriksa.
Corneal refleks : pada orang normal refleksi cahaya pada kornea sama tinggi pada kedua mata.
Cover test : pada orang normal tak akan ada gerak dari mata, sedang pada penderita strabisnius akan ada
gerak dari mata kearah posisi primer.
4. Tes konvergensi : dengan meminta penderita untuk mengikuti ujung vulpen yang kita bawa kearah ujung
hidung, normal terlihat kedua kornea bergerak ke nasal dan pupil menyempit (aksi N. III).
5. Gerak-gerak bola mata menuju ke temporal, nasal, kiri atas, kiri bawah, kanan atas dan kanan bawah
menunjukkan aksi dari N. III, N.IV dan N. VI.
1.
2.
3.

IX. Pemeriksaan sistem lakrimalis.


A. Menggunakan larutan Fluorescein 3 %
1. Penderita duduk di kursi, pemeriksa disamping penderita
2. Mata yang diperiksa ditetesi dengan larutan Fluorescein 3 %.
3. Lubang hidung yang sesuai dengan mata tersebut ditutup dengan kapas putih yang basah.
4. Penderita diminta untuk bersin atau sisi. Bila sistem lakrimalis lancar, maka akan terlihat kapas menjadi
berwarna hijau.
B. Menggunakan larutan garam fisiologis
1. Penderita dipersiapkan dulu dengan obat anestesi lokal (Pantocain 0,5%), ditunggu 1-2 menit.
2. Kita ambil larutan garam fisiologis kedalam spuit, lalu dengan jarum tumpul kita masukkan larutan garam
tadi kedalam canalis lacrimalis.
3. Bila lancar, berarti tak ada sumbatan pada sistema lacrimalis.
X.

Pemeriksaan dengan Fluorescein untuk Cornea


1.
Mata yang diperiksa ditetesi dengan larutan Fluorescein 3%
2.
Penderita diminta untuk berkedip-kedip sebentar.
3.
Kemudian mata tersebut dicuci dengan boorwater sampai bersih.
4.
Dengan Oblique Illumination dilihat apakah ada warna hijau yang tertinggal pada
kornea.
5.
Bila ada defek epitel kornea, maka akan terlihat warna hijau menempel pada
kornea.

XI. Pemeriksaan sensibilitas kornea ( N.V )


Di bagian mata biasanya tes ini dilakukan bila kita curiga adanya Keratitis Herpetika, dimana sensibilitas
korneanya menurun.
1.
Penderita dan pemeriksa saling berhadapan
2.
Penderita diminta untuk melihat jauh
3.
Pemeriksa memegang kapas yang dipilih ujungnya dan menyentuh kornea (yang
jernih).
4.
Perhatikan apakah penderita mengedipkan mata atau mengeluarkan air mata.
5.
Bila demikian berarti sensibilitas kornea baik.
XII.

E.

Tes Buta Warna


Dengan menggunakan buku ishihara, lakukan tes buta warna dengan cara meminta penderita membaca dan
menyebutkan angka yang tampak pada setiap halaman buku. Hasil bacaan penderita dikonfirmasikan dengan
jawaban yang tersedia untuk menentukan diagnosis.

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.

DeGowin RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination. McGraw-Hill.USA.


Ilyas S.1999.Ilmu Penyakit Mata.Balai Penerbit FKUI.Jakarta
Lumbantobing SM.2000.Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.

Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Fisik Mata

34

Nama
NIM

:
:
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Aspek Yang Dinilai

Nilai
1
2

Menyapa pasien dengan ramah


Menjelaskan dan meminta persetujuan kepada
pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
Inspeksi orbita dan daerah sekitarnya
Melakukan pemeriksaan visus menggunakan
optotype snellen
Melakukan pemeriksaan lapangan pandang
menggunakan tes konfrontasi
Melakukan pemeriksaan papan placido
Melakukan pemeriksaan tonometri digital
Pemeriksaan oftalmoskopi
Melakukan pemeriksaan fundus reflek
Melakukan pemeriksaan funduskopi
Melakukan pemeriksan otot penggerak bola mata
Melakukan pemeriksaan tes buta warna
TOTAL NILAI

35

FISIK DIAGNOSTIK THT


A.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menjalani sesi, mahasiswa diharapkan mampu :


1. Melakukan pemeriksaan fisik telinga dengan benar
2. Melakukan pemeriksaan fisik hidung dengan benar
3. Melakukan pemeriksaan fisik tenggorok dengan benar

B.

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk dapat
menegakkan diagnosis suatu kelainan atau penyakit THT, diperlukan kemampuan dan keterampilan melakukan
anamnesis dan pemeriksaan organ-organ tersebut.
Telinga
Keluhan utama yang sering ditemui pada penderita dengan gangguan telinga berupa :
1. Gangguan pendengaran/tuli
2. Suara berdenging (tinnitus)
3. Rasa pusing yang berputar (vertigo)
4. Rasa nyeri didalam telinga (otalgia)
5. Keluar cairan dari telinga (otore)
Gangguan pada telinga dapat terjadi pada satu ataupun kedua telinga, timbul tiba-tiba ataupun bertambah
secara bertahap. Gangguan pendengaran dapat terjadi akibat trauma kepala, trauma akustik, infeksi (parotitis,
influenza berat dan meningitis) atau sebagai efek samping dari pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik.
Gangguan pendengaran dapat diderita sejak bayi sehingga biasanya disertai juga dengan gangguan bicara dan
komunikasi. Gangguan pendengaran biasanya disertai dengan tinnitus pada awalnya, walaupun pada beberapa kasus
ketulian dapat terjadi total dan mendadak.
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam
menyebabkan tuli saraf, mungkin tuli koklea atau tuli retrokoklea. Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran
suara, sedangkan pada tuli saraf terdapat kelainan perseptif dan sensorineural. Tuli campur merupakan kombinasi tuli
konduktif dan tuli saraf, dapta merupakan satu penyakit ataupun karena dua penyakit yang berbeda.
Vertigo merupakan keluhan gangguan keseimbangan dan rasa ingin jatuh. Perubahan posisi biasanya mempengaruhi
kualitas dan kuantitas vertigo. Vertigo biasanya juga disertai dengan keluhan mual, muntah, rasa penuh di telinga dan
telinga berdenging yang kemungkinan kelainannya terdapat di labirin atau disertai keluhan neurologis seperti disartri
dan gangguan penglihatan sentral. Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada kekakuan pergerakan otototot leher. Penyakit diabetes mellitus, hipertensi, arteriosclerosis, penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis dapat
menimbulkan keluhan vertigo dan tinnitus.
Otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari rasa nyeri pada gigi molar, sendi rahang, dasar mulut, tonsil atau tulang
servikal. Sedangkan otore dapat berasal dari infeksi telinga luar, namun bila secret banyak dan bersifat mukoid
umumnya berasal dari infeksi telinga tengah. Bila secret bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut berat
atau keganasan, dan harus diwaspadai adanya LCS bila cairan keluar seperti air jernih.
Hidung
Hidung memiliki fungsi yang penting sebagai jalan nafas, pengatur kondisi udara, penyaring udara, indra
penghidu, resonansi suara, turut membantu proses bicara dan refleks nasal. Keluhan utama penyakit atau kelainan
hidung dapat berupa sumbatan hidung, secret hidung dan tenggorok, bersin, rasa nyeri di daerah muka dan kepala,
perdarahan hidung dan gangguan penghidu. Gangguan penghidu dapat berupa hilangnya penciuman (anosmia) atau
berkurang (hiposmia), disebabkan karena adanya kerusakan pada saraf penghidu ataupun karena sumbatan pada
hidung.
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, sering dijumpai dengan tanda dan gejala nyeri di daerah
dahi, pangkal hidung, pipi dan tengah kepala. Rasa nyeri dapat bertambah bila menundukkan kepala dan dapat
berlangsung sampai beberapa hari. Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksilaris, kemudian
sinusitis etmoidalis, sinusitis frontalis dan sinusitis sfenoidalis.
Tenggorok
Tenggorok dibagi menjadi faring dan laring. Berdasarkan letaknya faring dibagi atas:
1. Nasofaring
2. Orofaring
Dinding posterior faring
Fossa tonsil
Tonsil
3. Laringofaring (Hipofaring)

36

Sedangkan fungsi faring terutama untuk respirasi, proses menelan, resonansi suara dan artikulasi. Keluhan di daerah
faring umumnya berupa nyeri tenggorok (odinofagi), rasa penuh dahak di tenggorok, rasa ada sumbatan dan sulit
menelan (disfagi). Kelainan yang sering dijumpai pada faring yaitu tonsillitis, faringitis, tonsilofaringitis dan karsinoma
nasofaring.
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung,
dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi,
menelan, emosi serta fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam
trakea dengan jalan menutup aditus laring dan rima glottis secara bersamaan. Selain itu dengan refleks batuk, benda
asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan keluar.
Suara parau merupakan gejala penyakit yang khas untuk kelainan tenggorok khususnya laring terkait dengan
fungsi fonasi dari laring. Sedangkan lainnya dapat berupa batuk, disfagi, dan rasa ada sesuatu di tenggorok. Kelainan
yang sering dijumpai pada laring yaitu laryngitis, paralisa otot laring dan tumor laring.

C.

ALAT DAN BAHAN


1.
Lampu Kepala
2. Spatel lidah
3. Spekulum hidung
4. Corong telinga
5. Garpu Tala
6. Kaca laring

D.
1.
2.

3.

4.

5.

PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN
Memakai lampu kepala
Lampu kepala ditengah-tengah antara kedua mata kanan-kiri 20 25 cm (sekilan tangan) di depan objek. Fokus
jatuh tepat pada organ/bagian yang ingin diperiksa.
Duduk berhadapan dengan penderita
Kedua kaki penderita rapat, demikian juga kaki pemeriksa : kaki-kaki pemeriksa sejajar dengan kaki-kaki
penderita. Jangan menjepit kaki penderita diantara kaki pemeriksa

Inspeksi muka
Lihat muka penderita dari depan, kalau dipandang perlu juga dari samping kanan dan kiri. Perhatikan bentuk
muka, hidung, bentuk kedudukan dan letak kedua telinga kanan-kiri.

Palpasi sinus para nasal


Pegang kepala penderita dengan kedua tangan di kanan dan kiri kepala penderita; ibu jari di depan, jari-jari
lain di belakang kepala. Tekan dengan ibu jari kanan dan kiri. Bandingkan nyeri tekan kanan dengan kiri
Memangku penderita (anak kecil)
Anak dipangku, tangan kiri memegang/menahan kepala (dagu) anak; tangan kanan memegang kedua tangan
anak. Kedua kaki anak dijepit kaki pemangku. Teknik ini untuk melihat bagian depan dan bagian samping kanan.
Untuk melihat bagian samping kiri, tangan kanan memegang dahi (sebaliknya).
Memeriksa faring
Tangan kanan memegang spatel, tangan kiri memegang/menahan tengkuk/belakang kepala penderita. Spatel
diletakkan untuk menahan lidah (jangan menekan keras). Memeriksa : cavum oris dan gigi, orofaring : tonsil,
palatum molle, dinding belakang faring. Perhatikan warna, bengkak, tumor, gerakan.
Memeriksa hidung
Pemeriksaan Hidung Luar dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi. Kelainan-kelainan yang mungkin didapat
adalah

Kelainan kongenital seperti agenesis hidung, hidung bifida, atresia nares anterior.

Radang, misal selulitis, infeksi spesifik

Kelainan bentuk, misal saddle nose, hidung betet (hump).

Kelainan akibat trauma

Tumor
Rinoskopi Anterior adalah pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan memakai spekulum hidung. Tangan kiri
memegang speculum dengan ibu jari (di atas/depan) dan jari telunjuk (dibawah/belakang) pada engsel speculum.
Jari tengah diletakan dekat hidung, sebelah kanan untuk fiksasi. Jari manis dan kelingking membuka dan menutup
spekulum. Speculum dimasukkan tertutup ke dalam vestibulum nasi setelah masuk baru dibuka. Tangan kanan
bebas : dapat membantu memegang alat-alat pinset dan kait dsb, menahan kepala dari belakang/tengkuk atau
mengatur sikap kepala. Melebarkan nares anterior dengan meregangkan ala nasi. Melihat jelas dengan
menyisihkan rambut hidung.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada rinoskopi anterior :

37

Mukosa. Dalam keadaaan normal berwarna merah muda, pada radang berwarna merah, pada alergi pucat
atau kebiruan (livid)

Septum. Normalnya terletak ditengah dan lurus, perhatikan apakah terdapat deviasi, krista, spina, perforasi,
hematoma, abses, dll.

Konka. Perhatikan apakah konka normal (eutrofi), hipertrofi, hipotrofi atau atrofi

Sekret. Bila ditemukan sekret perhatikan jumlah, sfat dan lokalisasinya

Massa.
Pemeriksaan telinga
Duduk berhadapan dengan penderita.
Inspeksi dan palpasi. Amati telinga luar apakah terdapat kelainan/abnormalitas. Palpasi dengan penekanan
pada tragus, aurikula, dan os. Mastoideus di posterior aurikula. Perhatikan adanya nyeri tekan, kemungkinan otitis
eksterna dan mastoiditis.
Otoskopi. Tangan kiri, jari tengah dan jari kelingking memegang bagian atas daun telinga dan menariknya ke
superoposterior. Tangan kanan memasukkan corong telinga ke dalam kanalis auditorius eksterna. Corong
kemudian dipegang dengan tangan kiri, ibu jari dan jari telunjuk mengamati telinga luar dan sekitarnya.
Memeriksa kanalis auditorius eksterna dan membrana timpani.
Pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala
a. Rinne
Garpu tala (frekuensi 256/512) digetarkan. Tangkai garpu tala diletakkan di processus mastoid penderita. Bila
penderita tidak mendengar suara lagi, kaki garpu tala didekatkan di depan liang telinga penderita kira-kira 2,5 cm.
Bila masih terdengar disebut Rinne (+), bila tidak terdengar disebut Rinne (-).
b. Weber
Garpu tala digetarkan kemudian tangkainya diletakkan di tengah garis kepala (vertex, dahi, pangkal hidung,
tengah-tengah gigi seri, atau di dagu) penderita. Apabila bunyi garputala terdengar lebih keras pada salah satu
telinga disebut weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah mana bunyi terdengar
lebih keras dikatakan weber tidak ada lateralisasi.
c. Schwabach
Garpu tala digetarkan, kemudian tangkai garpu tala diletakkan pada processus mastoid pemeriksa, bila telah tidak
terdengar diletakkan pada penderita atau sebaliknya. (dianggap pemeriksa normal). Apabila penderita masih
mendengar meskipun pemeriksa sudah tidak mendengar berarti Schwabach memanjang. Apabila pemeriksa
masih mendengar meskipun tidak lagi terdengar oleh penderita berarti Schawach memendek.

6.

7.

Tes
Rinne
Posittif
Negatif

Tes Weber
Lateralisasi (-)

Sama dengan
pemeriksa
Memanjang

Diagnosis
Normal

Tuli
konduktif
Positif
Memendek
Tuli
sensorineur
al
Catatan : Pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif
8.

Lateralisasi ke telinga
yang sakit
Lateralisasi ke telinga
yang sehat

Tes Schwabach

Pemeriksaan keseimbangan. Akan dibicarakan pada materi neurologi.

E.

DAFTAR PUSTAKA
1.

2.
3.

Buku

Ajar Ilmu Penyakit THT. Ed.3.1998. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.


DeGowin RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination. McGraw-Hill.USA.
Lumbantobing SM.2000.Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

38

Penilaian Keterampilan Pemeriksaan THT


Nama
NIM

:
:
No

Aspek yang dinilai


0

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

14

15

16

SKOR
1

Menyapa dan memperlakukan pasien dengan ramah dan


sopan
Menjelaskan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan dan
meminta persetujuan pasien
Menggunakan sumber cahaya (lampu kepala)
Mengarahkan cahaya/ sinar ke daerah pemeriksaan
Mengatur posisi pemeriksa dan penderita (kaki kanan
pemeriksa bertemu kaki kanan penderita atau sebaliknya)
Melakukan inspeksi daun telinga dan jaringan sekitarnya
(regio pre dan retro aurikuler)
Melakukan palpasi pada tragus dan daerah retroaurikuler
Melakukan inspeksi liang telinga dengan mengatur posisi
aurikula (dewasa: ditarik ke belakang atas; anak: ditarik ke
belakang bawah)
Menggunakan otoskop (untuk memeriksa telinga kanan
penderita, otoskop dipegang tangan kanan begitu sebaliknya)
Memasukan spekulum otoskop dengan lembut ke dalam liang
telinga
Tangan yang memegang otoskop bersandar pada kepala
penderita; tangan yang tidak memegang mengatur posisi
aurikula
Mengarahkan spekulum otoskop ke arah anterior, kemudian
menilai membran tympani (cone of light membran tympani)
Melakukan pemeriksaan garpu tala Rinne
a.Garputala digetarkan
b.Meletakkkan tangkai garputala di proc.mastoideus pasien,
hingga pasien tidak mendengar suara lagi
c. Mendekatkan tangkai garputala di depan liang telinga
pasien kira-kira 2,5 cm
d.Interpretasi hasil (+) atau ( - )
e.-CHL
-SNHL
-Normal
Melakukan pemeriksaan garpu tala Weber
a.
Garputala digetarkan
b.
Meletakkan
tangkai
garputala
pada
vertex/glabella/tengah incisivus pasien
c.Meminta pasien untuk membandingkan suara garputala
terdengar lebih keras pada salah satu telinga atau sama
keras
d.
Interpretasi terdapat lateralisasi atau tidak
e.
CHL
-SNHL
-Normal
Melakukan pemeriksaan garpu tala Schwabach
a.
Garputala digetarkan
b.
Meletakkan garputala pada proc. Mastoideus pasien,
hingga pasien tidak mendengar suara lagi
c.Meletakkan garputala pada proc. Mastoideus pemeriksa
d.
Interpretasi apakah sama dengan pemeriksa,
memanjang, atau memendek
e.
Melakukan sebaliknya (meletakkan garputala pada
proc.Mastoideus pemeriksa)
f. CHL
-SNHL
-Normal
Kesimpulan dari ketiga pemeriksaan garputala

39

17

- CHL
- SNHL
- Normal
Melaporkan/ menulis hasil pemeriksaan
TOTAL NILAI

40

JADWAL BLOK NSS TA 2011/2012


MINGGU 1
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50

Senin
5 Maret 2012
Kontrak pembelajaran
(Tim NSS)
Kuliah anatomi embriologi SSP
(dr.Lantip R,M.Si.M.ed)

09.00-09.50
10.00-10.50
11.00-11.50

Kuliah histologi SSP


(dr.Evy S,M.Sc)

12.00-12.50
13.00-13.50
14.00-14.50

Istirahat
Kuliah anak kelainan kongenital
SSP
(dr.Hartono,Sp.A)
Kuliah biokimia saraf (Dr.Saryono)

15.00-15.50
16.00-16.50

Selasa
6 Maret 2012
Kuliah anatomi SSP&SST
(dr.Agus BS, Sp.BS)

Rabu
7 Maret 2012
Skill lab kelas besar
Anamnesis&pemeriksaan
fisik SSP (dr.Tutik E, Sp.S)

Kuliah fisiologi SSP


(dr.Tutik E, Sp.S)
Istirahat

PBL 1.1

Kamis
8 Maret 2012
Kuliah saraf
kesadaran,ensefalopati
(HT,metabolik),koma
(dr.Muttaqien P, Sp.S)
Kuliah saraf neoplasma
(dr.Muttaqien P, Sp.S)
Kuliah saraf lesi kranial dan
batang otak
(dr.Tutik E, Sp.S)
Istirahat

Jumat
9 maret 2012
Kuliah saraf SNH
(TIA,RIND,infark)&SH
(dr.Bambang SD,Sp.S)
PBL 1.2
Istirahat + sholat Jumat
Skill lab saraf 1
(kel.8-14)

Skill lab saraf I


(kel.1-7)

Kuliah pengantar bedah


saraf (dr.Agus BS,Sp.BS)

Praktikum Anatomi 1.A


Praktikum Histologi 1.B,C

Praktikum Anatomi 1.C


Praktikum Histologi 1.D,A

Praktikum Anatomi 1.B

Praktikum Anatomi 1.D

Selasa
13 Maret 2012
Kuliah saraf trigeminal neuralgia
(dr.Untung G,Sp.S)
Kuliah saraf parkinson
(dr.Muttaqien P, Sp.S)

Rabu
14 Maret 2012
Kuliah saraf brain death
(dr.Muttaqien P, Sp.S)

Kamis
15 Maret 2012

Jumat
16 Maret 2012

Kuliah saraf infeksi


(dr.Bambang SD,Sp.S)

Kuliah RM Rehabilitasi
Ggn Neurologi anak
(dr.Wati ,Sp.RM)

Kuliah saraf tumor medula


spinalis (dr.Bambang
SD,Sp.S)
Kuliah forensik vehicle
injury (dr,Zaenuri
S.H,Sp.KF)

PBL 2.2

PBL 2.1

Istirahat + sholat Jumat

Skill lab saraf 2


(kel. 8-14)

Kuliah farmakologi obatobatan SSP I


(dr.Setiawati)

MINGGU II
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50
09.00-09.50

Senin
12 Maret 2012
Kuliah bedah saraf cedera kepala
(dr.Agus BS,Sp.BS)
Kuliah PA SSP
(lesi neoplastik)
(dr.Dody N,Sp.PA)

10.00-10.50
11.00-11.50
12.00-12.50
13.00-13.50
14.00-14.50

Kuliah mikrobiologi mikroba pada


kelainan SSP
(Dra.IDSAP Peramiarti, M.Kes)
Istirahat
Kuliah anak Gangguan tumbuh
kembang SSP (dr.Hartono,Sp.A)

Kuliah PA SSP lesi non


neoplastik
(dr,Hidayat S, Sp.PA)
Kuliah PK pungsi lumbal
(dr.Dharma K,Sp.PK)
Istirahat
Kuliah saraf TTH,migrain,cluster
headache,cranial arteritis
(dr.Untung G,Sp.S)

Kuliah radiologi kelainan


SSP I
(dr.Markus BR,Sp.Rad)

Skill lab saraf 2


(kel.1-7)
Istirahat
PBL 1.3

41

15.00-15.50

Praktikum Anatomi 2.A


Praktikum Histologi 2.B,C

Praktikum Anatomi 2.C


Praktikum Histologi 2.D,A

Praktikum Anatomi 2.B

Senin
19 Maret 2012

Selasa
20 Maret 2012

Kuliah saraf epilepsi


(dr.Bambang SD,Sp.S)

Kuliah RM rehabilitasi pada


Gangguan saraf
(dr.Wati,Sp.RM)

Rabu
21 Maret 2012
Kuliah saraf
demensia,amnesia,afasia
(dr.Muttaqien P, Sp.S)

Kamis
22 maret 2012
Kuliah saraf lesi transversal
(dr.Untung G,Sp.S)

Praktikum Anatomi 2.D

MINGGU III
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50
09.00-09.50
10.00-10.50
11.00-11.50

Kuliah parasitologi parasit pada


kelainan SSP
(dr.Lieza D,M.Kes)

UTK I

Skill lab saraf 3


(kel. 1-7)
PBL 2. 3

12.00-12.50
13.00-13.50
14.00-14.50
15.00-15.50
16.00-16.50

Istirahat
Praktikum Farmakologi B
Praktikum mikro A

Praktikum Farmakologi D
Praktikum Mikro C

Praktikum Anatomi 3.C


Praktikum mikro D

Praktikum Anatomi 3.A


Praktikum Mikro B

Senin
26 Maret 2012
Penyakit neuromuskuler &
neuropati
(dr.Tutik E, Sp.S)

Selasa
27 Maret 2012
Kuliah saraf vertigo vestibuler &
nonvestibuler
(dr.Untung G,Sp.S)

Kuliah anak infeksi SSP


(dr.Nur Faizah,Sp.A)
Kuliah farmakologi obatobatan SSP II
(dr.Setiawati)
Istirahat
Kuliah bedah saraf cedera
vertebra & MS
(dr.Agus BS, Sp.BS)
Praktikum Anatomi 3.B
Praktikum Farmakologi A

Kuliah pediatri konvulsi


(dr.Nur Faizah,Sp.A)
HNP(dr.Tutik E, Sp.S)
PBL 3.1
Skill lab saraf 3
(kel 8-14)
Praktikum Anatomi 3.D
Praktikum Farmakologi C

MINGGU IV
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50
09.00-09.50
10.00-10.50

Kuliah radiologi vertebra & MS


(dr.Markus BR, Sp.Rad)
Kuliah saraf vertebra & medula
spinalis
(dr.Untung G,Sp.S)

11.00-11.50
12.00-12.50

PBL 3.2

13.00-13.50

Praktikum Fisiologi A&B

Skill lab radiologi


(dr.Markus BR,Sp.Rad)

Rabu
28 Maret 2012
Kuliah RM rehabilitasi
pada kelainan tulang
belakang & nyeri
(dr.Wati,Sp. RM)
Kuliah anatomi organ
penglihatan (dr.Nasid
Abdulah)

PBL 4.1
Istirahat
Praktikum Fisiologi C&D

Kuliah histologi organ


penglihatan
(dr.Evy S,M.Sc)
PBL 4.2

Kamis
29 Maret 2012
Kuliah fisiologi penglihatan
(dr.Teguh Anamani,Sp.M)
Kuliah mata sistem
lakrimalis
(dr.Sjarif Djati,Sp.M)
Kuliah mata palpebra
(dr.Sjarif Djati,Sp.M)

Jumat
30 Maret 2012
Kuliah skill mata
anamnesis & pemeriksaan
fisik mata
(dr.Wahid Heru,Sp.M)

PBL 5.1

Skill lab saraf 4


(Kel.8-14)

Istirahat + sholat Jumat

Istirahat

Skill lab indera I (mata)

42

14.00-14.50
15.00-15.50
16.00-16.50

Praktikum PA 1 C&D

Praktikum PA 1 A&B
Skill lab saraf 4
(Kel.1-7)

Skill lab indera I (mata)


(Kel 1-3)

(Kel.4-6)
Skill lab indera I (mata)
(Kel.7-9)

MINGGU V
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50

Senin
2 April 2012
Kuliah mata kornea & sklera
Kuliah mata konjungtiva
(dr.Sjarif Djati,Sp.M)

09.00-09.50

Selasa
3 April 2012
Kuliah mata lensa & katarak
(dr.Wahid Heru,Sp.M)
Kuliah mata glaukoma
(dr.Wahid Heru,Sp.M)
Kuliah mata traumatologi
(dr.Teguh Anamani,Sp.M)

UTK 2
10.00-10.50
11.00-11.50
12.00-12.50
13.00-13.50
14.00-14.50
15.00-15.50
16.00-16.50

Istirahat
Kuliah mata neoplasma
(dr.Teguh Anamani,Sp.M)
PBL 5.2

Kuliah farmakologi obat-obatan


mata (dr.Setiawati)
Istirahat
PBL 6.1
Skill lab indera I (mata)
(kel.10-12)

Rabu
4 April 2012
Kuliah mata muscle balance
(dr.Dian Isworo,Sp.M)
Kuliah mata neurooftalmologi
(dr.Dian Isworo,Sp.M)
Fisiologi dan anatomi
Pendengaran ,Anamnesis dan
pemeriksaan fisik THT,
Sp(dr.Anton BD, Sp.THT)
Skill lab indera I (mata)
(kel.13-14)

Kamis
5 April 2012
Kuliah mata pediatri
oftalmologi
(dr.Dian Isworo,Sp.M)
Kuliah mata uvea & vitreous
humour
(dr.Tuti S,Sp.M)
PBL 6.2

Praktikum Anatomi 4 D,A


Praktikum Histologi 3 B,C

Praktikum Anatomi 4 B,C


Praktikum Histologi 3 D,A

Rabu
11 April 2012

Kamis
12 April 2012

Jumat
13 April 2012

Kuliah THT telinga tengah I


(dr.Nur Mei,Sp.THT)
Kuliah THT telinga tengah II
(dr.Nur Mei,Sp.THT)

Kuliah THT telinga


dalam,vestibuler,n.fascialis
(dr.Anton BD, Sp. THT)

Kuliah audiologi
(dr.Supriyo,Sp.THT)

Kuliah PA mata & telinga


(dr.Hidayat S, Sp.PA)

PBL 7.1

PBL 7.2

Kuliah farmakologi obatobatan telinga


(dr.Setiawati)
istirahat

Pengantar OPE

Istirahat + sholat Jumat

MINGGU VI
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50
09.00-09.50
10.00-10.50

Senin
9 April 2012
Kuliah mata refraksi
(dr.Teguh Anamani,Sp.M)
Kuliah mata retina
(dr.Tuti S,Sp.M)
Kuliah mata oftalmologi
komunitas
(dr.Tuti S,Sp.M)

11.00-11.50

Selasa
10 April 2012
Kuliah THT telinga luar
(dr.Nur Mei, Sp.THT)
Kuliah radiologi mata & THT
(dr.Markus BR,Sp.Rad)

Skill lab indera 2 (telinga)


(Kel. 1-4)

PBL 6.3
12.00-12.50

Istirahat

43

13.00-13.50
14.00-14.50
15.00-15.50

Istirahat

Praktikum Anatomi 5 C,D


Praktikum PA 2
A&B

Skill lab indera 2 (telinga)


(kel.5-8)
Skill lab indera 2 (telinga)
(kel. 9-12)

Skill lab indera 2 (telinga)


(kel.13-14)

Kuliah histologi organ


pendengaran(dr.Evy S, M.Sc)

Praktikum Anatomi 5 A,B


Praktikum PA 2
C&D

Senin
16 April 2012

Selasa
17 April 2012

Rabu
18 April 2012

Kamis
19 April 2012

Jumat
20 April 2012

Ujian Identifikasi :
Anatomi
Mikrobiologi
PA
Sosialisasi Ujian

SOCA

UTK 3

Ujian identifikasi
Histologi
Fisiologi
Farmakologi

MINGGU VII
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50
09.00-09.50
10.00-10.50
11.00-11.50
12.00-12.50
13.00-13.50
14.00-14.50
15.00-15.50
16.00-16.50

OPE

Istirahat
PBL 7.3

Diskusi perceptor OPE

Remidi UTK I

Remidi UTK II

SOCA

Senin
23 April 2012

Selasa
24 April 2012

Rabu
25 April 2012

Kamis
26 April 2012

Jumat
27 April 2012

MINGGU VIII
Hari
Waktu
07.00-07.50
08.00-08.50
09.00-09.50
10.00-10.50
11.00-11.50
12.00-12.50
13.00-13.50

OSCE

OSCE

REMIDI SOCA

REMIDI OSCE

istirahat

Istirahat

istirahat

istirahat

OSCE

REMIDI UTK III

REMIDI SOCA

REMIDI OSCE

REMIDI IDENT
Anatomi
Mikrobiologi
PA
Istirahat
REMIDI IDENT
Histologi
Fisiologi
Farmakologi

44

JADWAL SKILL LAB BLOK NSS TA 2011/2012


Hari/Tanggal
Rabu,
7 Maret 2012

Jumat,
9 Maret 2012

Rabu,
14 Maret 2012

Kamis,
15 Maret 2012

Senin,
19 Maret 2012

Kamis,
22 Maret 2012

Rabu,
28 Maret 2012

Waktu
13.00 14.40

13.00 14.40

10.00 11.40

13.00 14.40

10.00 11.40

13.00 14.40

15.00 16.40

Kamis
29 Maret 2012

11.00-12.40

Kamis, 29 Maret 2012


Jumat,
30 Maret 2012
Selasa, 3 April 2012
Rabu,4 April 2012
Selasa, 10 April 2012
Kamis,
12 April2012
Jumat, 13 April 2012

14.00 15.40
13.00 14.40
15.00 16.40
15.00 16.40
11.00 - 12.40
10.00 - 11.40
13.00 - 14.40
15.00 - 16.40
13.00 - 14.40

Kegiatan
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Meningeal Sign
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Telinga

Kelompok
1
JM

2
AL

DK

DW

KM

MS

10

11

12

13

14

Kode Tutor :

OFF
ES
AL
MA

OFF

SW
KM

MS
EP

NA

AN

TL

JM
DW

DK
KM

OFF

MS
ES

MF
DW

OFF

JM

AL
EP

AN

DK
AL

OFF

JM
ES

NA

TL

MF
AN

TL
MA

OFF

MS
EP

JM

NA

AL
DK

DW

OFF

KM
ES

SW

EP
AN

TL
MA

OFF

SW
JM

AL
NA

DK

KM

MS
DK

MA

SW
DW

KM

MS
DW

EP

MF

NA

MA

SW
MA

SW

MF

TL

AN
MF

EP

TL
ES

MF

NA

AN
ES

JM = Joko Mulyanto, AL = Alfi Muntafiah, AN = Arini Nur Famila, DK = Diah Krisnansari, DW= Dwi Adi Nugroho, ES = Evy Sulistyoningrum, EP = Edy Priyanto, MA = Madya
Ardi, KM = Khusnul Muflikhah, MF = Miko Ferine, MS = Mustofa, NA = Nasid Abdullah, SW = Setiawati, TL = Tri Lestari

45

JADWAL SKILLS LAB BLOK NSS 2011/2012


No
1

Nama Tutor
Dr.Joko Mulyanto,M.Sc

Dr.Evy S,M.Sc

Dr. Edy Priyanto, Sp.OG

Dr.Diah Krisnansari,M.Kes

Dr.Nasid Abdullah

Dr.Mustofa,M.Sc

Dr.Miko Ferine

Dr.Madya Ardi W,M.Kes

Hari/tanggal

Waktu

Rabu, 7 Maret 2012


Rabu, 14 Maret 2012
Kamis, 15 Maret
2012
Senin, 19 Maret
2012
Rabu, 28 Maret 2012
Kamis, 29 Maret
2012
Rabu, 7 Maret 2012
Rabu, 14 Maret 2012
Senin, 19 Maret
2012
Rabu, 28 Maret 2012
Kamis, 12 april 2012
Jumat, 13 April 2012
Jumat, 9 Maret 2012
Kamis, 15 Maret
2012
Kamis, 22 Maret
2012
Rabu, 28 Maret 2012
Selasa, 10 April
2012
Kamis, 12 april 2012
Rabu, 7 Maret 2012
Rabu, 14 Maret 2012
Senin, 19 Maret
2012
Rabu, 28 Maret 2012
Kamis, 29 Maret
2012
Jumat, 30 Maret
2012
Jumat, 9 Maret 2012
Kamis, 15 Maret
2012
Kamis, 22 Maret
2012
Kamis, 29 Maret
2012
Selasa, 10 April
2012
Kamis, 12 April 2012
Rabu, 7 Maret 2012
Jumat, 9 Maret 2012
Rabu, 14 Maret 2012
Kamis, 22 Maret
2012
Kamis,29 Maret
2012
Jumat, 30 Maret
2012
Rabu, 14 Maret 2012
Senin, 19 Maret
2012
Selasa, 10 April
2012
Kamis, 12 April 2012
Kamis, 12 April 2012
Jumat, 13 April 2012
Jumat, 9 Maret 2012
Kamis, 22 Maret
2012
Kamis, 29 Maret
2012
Jumat, 30 Maret
2012

13.00-14.40
10.00-11.40
13.00-14.40
10.00-11.40
15.00-16.40
11.00-12.40
13.00-14.40
10.00-11.40
10.00-11.40
15.00-16.40
15.00-16.40
13.00-14.40
13.00-14.40
13.00-14.40
13.00-14.40

Kegiatan
Px. Meningeal Sign

Klmp
k
1
7
8

Px.Refleks
Fisiologis&patologis

Px. Meningeal Sign


Px.Refleks
Fisiologis&patologis

3
12
7
5
3

Px.Keseimbangan&koordinasi

1
8
12
12
10

Pemerik saan Telinga

Px.Keseimbangan&koordinasi

15.00-16.40
10.00-11.40

2
1
Pemerik saan Telinga

13.00-14.40
13.00-14.40
10.00-11.40
10.00-11.40

6
3
2
7

Px. Saraf Kranialis

15.00-16.40
14.00-15.40
13.00-14.40

5
1
Pemeriksaan Mata

13.00-14.40
13.00-14.40
13.00-14.40

13
11
Px.Keseimbangan&koordinasi

11.00-12.40

14

10.00-11.40

3
Pemerik saan Telinga

15.00-16.40
13.00-14.40
13.00-14.40
10.00-11.40
13.00-14.40

10
6
11
4
14

Px.Refleks
Fisiologis&patologis

14.00-15.40
15.00-16.40
10.00-11.40
10.00-11.40

3
Pemeriksaan Mata

9
6
4

Px.Keseimbangan&koordinasi

10.00-11.40
13.00-14.40
15.00-16.40
13.00-14.40
13.00-14.40
13.00-14.40

2
5
9
13
8
12

Pemerik saan Telinga

Px. Saraf Kranialis


11.00-12.40
13.00-14.40

10
Pemeriksaan Mata

46

10

Dr.Khusnul Muflikhah

Dr.Setiawati

Selasa, 3 April 2012


Rabu, 4 April 2012
Rabu, 7 Maret 2012
Jumat, 9 Maret 2012
Rabu, 14 Maret 2012
Rabu, 28 Maret 2012
Kamis,29 Maret
2012
Jumat, 30 Maret
2012
Jumat, 9 Maret 2012
Kamis, 22 Maret
2012
Kamis, 29 Maret
2012
Jumat, 30 Maret
2012
Selasa, 3 April 2012
Rabu, 4 April 2012

15.00-16.40
11.00-12.40
13.00-14.40
13.00-14.40
10.00-11.40
15.00-16.40
14.00-15.40
15.00-16.40

11
13
5
10
3
7
2

Px.Refleks
Fisiologis&patologis

Pemeriksaan Mata

13.00-14.40
13.00-14.40

9
13
Px. Saraf Kranialis

11.00-12.40

11

13.00-14.40

15.00-16.40
11.00-12.40

Pemeriksaan Mata

12
14

47

11

12

13

14

Dr.Alfi Muntafiah

Dr.Arini Nur Famila

Dr.Dwi Adi Nugroho

Dr.Tri Lestari

Rabu, 7 Maret 2012


Jumat, 9 Maret 2012
Kamis, 15 Maret
2012
Senin, 19 Maret
2012
Rabu, 28 Maret 2012
Kamis, 29 Maret
2012
Kamis, 15 Maret
2012
Senin, 19 Maret
2012
Kamis, 22 Maret
2012
Kamis, 29 Maret
2012
Selasa, 10 April
2012
Kamis, 12 April 2012
Rabu, 7 Maret 2012
Rabu, 14 Maret 2012
Kamis, 15 Maret
2012
Rabu, 28 Maret 2012
Jumat, 30 Maret
2012
Selasa, 3 April 2012
Kamis, 15 Maret
2012
Senin, 19 Maret
2012
Kamis, 22 Maret
2012
Kamis, 29 Maret
2012
Selasa, 10 April
2012
Jumat, 13 April 2012

13.00-14.40
13.00-14.40
13.00-14.40
10.00-11.40
15.00-16.40
11.00-12.40

2
14
9

Px. Meningeal Sign


Px.Refleks
Fisiologis&patologis

Px. Meningeal Sign


Px.Refleks
Fisiologis&patologis

4
13

13.00-14.40

12

10.00-11.40

13.00-14.40

Px. Meningeal Sign

10

11.00-12.40

10.00-11.40

4
Pemerik saan Telinga

15.00-16.40
13.00-14.40
10.00-11.40
13.00-14.40

11
4
1
14

Px. Saraf Kranialis

15.00-16.40
15.00-16.40

6
7
Pemeriksaan Mata

15.00-16.40
13.00-14.40

10
13

10.00-11.40

13.00-14.40

Px. Meningeal Sign

11

11.00-12.40

10.00-11.40

7
Pemerik saan Telinga

13.00-14.40

14

TRAINER SKILL LAB CADANGAN


NO

NAMA TRAINER

1.

Dr. Wiwiek Faturochmah

2.

Dr. Vidya Dewantari

3.

Dr. Viva Ratih Bening Ati

JENIS SKILL LAB


Pemeriksaan Meningeal sign
Pemeriksaan Reflek Fisiologis & Patologis
Pemeriksaan Keseimbangan & Koordinasi
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Telinga

48

DAFTAR KELOMPOK PBL, SKILL LAB & OPE LAPANGAN


(DAFTAR NAMA TUTOR DIBAWAH INI MERUPAKAN TUTOR
PBL & OPE LAPANGAN U/ TRAINER SKILL LAB LIHAT DI
JADWAL SKILL LAB)

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

KELOMPOK 1
TUTOR: dr. Agung Saprasetya D.L, MSc.PH
NIM
NAMA
G1A009016 BUNGA
G1A009020 DERA FAKHRUNNISA
G1A009033 BAGUS SANJAYA H.
G1A009037 AYU ASTRINI N PS
G1A009059 KARINA ADZANI HERMA
G1A009073 RAHMI LAKSITARUKMI
G1A009078 AMRINA A F
G1A009084 TITIYAN HERBIYANTO NUGROHO
G1A009094 SURYO ADI KUSUMO B.
K1A006112 WIDHITYA S. P
G1A008115 ANDHITA CHAIRUNNISA
KELOMPOK 3
TUTOR: dr. Diah Krisnansari, MSi
NIM
NAMA
G1A009015
SARAH MAULINA OKTAVIA
G1A009019
DIKODEMUS GINTING
G1A009034
DIAS ISNANTI
G1A009048
PRABAWA YOGASWARA
G1A009052
FEMY INDRIANI
G1A009103
RADITA IKAPRATIWI
G1A009106
ESTI SETYANINGSIH
G1A009119
BENZA ASA DICARAKA
G1A009128
WINDA TRYANI
G1A008018
ELIS MA'RIFAH

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

KELOMPOK 2
TUTOR: dr. Evy Sulistyoningrum, MSc
NIM
NAMA
G1A009051
SUDJATI ADHINUGROHO
G1A009061
TRI SEJATI RAHMAWATI
G1A009065
SISKA LIA KISDIYANTI
G1A009066
SYLVIANA KUSWANDI
G1A009075
AISYAH NUR AINI
G1A009090
SAIDATUN NISA
G1A009101
FAIDH HUSNAN
G1A009123
RENDHA FATIMA RYSTA
G1A009134
FIRMAN PRANOTO
G1A007064
AJAR P

KELOMPOK 4
TUTOR: dr. Joko Mulyanto, MSc
NIM
NAMA
G1A009009 GOHLENA RAJA NC
G1A009018 ISTIANI DANU PURWANTI
G1A009023 PRASASTIE GITA W.
G1A009031 DAVID SANTOSO
G1A009044 FAMILA
G1A009064 ALFIAN TAGAR A.D
G1A009080 HERLINDA YUDI SAPUTRI
G1A009088 DHYAKSA CAHYA P
G1A009081 RAHMA DEWI A.
G1A009085 SEMBA ANGGEN RACHMANI
G1A009137 M. KALIOBAS

49

KELOMPOK 5

KELOMPOK 6
TUTOR: dr. Nasid Abdullah

TUTOR: dr. Mustofa, MSc


NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

NIM
G1A009002
G1A009011
G1A009026
G1A009067
G1A009072
G1A009089
G1A009097
G1A009108
G1A009117
G1A009126
G1A008029

NAMA
AULIA DYAH FEBRIANTI
MINA RAHMANDA PUTRI
OCTI GUCHIANI
SUCI NURYANTI
RAHMAT HUSEIN
MAULANA RIZQI YUNIAR
YUNI HANIFAH
ARIS WIBOWO
ARFIN HERI INDARTO
SABHRINA RESI PUTRI
ERLI NUR R

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

KELOMPOK 7
TUTOR: dr. Dwi Arini Ernawati
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

NIM
G1A009004
G1A009014
G1A009038
G1A009041
G1A009045
G1A009047
G1A009057
G1A009070
G1A009091
G1A009111
G1A008088

NAMA
INDAH ANNISA D
DIAH RIZKY FARADILA
TESSA SEPTIAN A.
ARGARINI DIAN P
ASTRID MEILINDA
ASEP CEVY SAPUTRA
ANDINA FRASTININGSIH
SADDAM HUSEIN S
KUNANGKUNANG P BULAN
ARGO MULYO
NONI FRISTA

NIM
G1A008058
G1A009008
G1A009027
G1A009032
G1A009035
G1A009058
G1A009074
G1A009087
G1A009105
G1A009122
G1A008054

NAMA
ANGGIA PUSPITASARI

FICKRY ARDIANSYAH N
DANNIA RISKI ARIANI
YULITA SWANDANI AZIZ
WINDY NOFIATRI R.
WILY GUSTAFIANTO
ANDROMEDA
FARIZA ZUMALA LAILI
NURTIKA
EGI DWI SATRIA
SITI MASLIKHA

KELOMPOK 8
TUTOR: dr. Setiawati
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

NIM
G1A009046
G1A009083
G1A009104
G1A009107
G1A009109
G1A009116
G1A009127
G1A009130
G1A009136
G1A008063
G1A007052

NAMA
AFIF IMAN HIDAYAT
NOVIANA
SELLY MARCHELLA P.
ARAS NURBARICH A
FELLICIA WIDYA W.
DEVY DESTRIANA M. A.
HAFIDH RIZA PERDANA
YOHAN PARULIAN
KHAFIZATI AMALINA FR
BANGKIT PANK B
MEGA PUTRI KD

50

KELOMPOK 9
TUTOR: dr. Miko Ferine
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

NIM
G1A009006
G1A009029
G1A009049
G1A009077
G1A009082
G1A009095
G1A009098
G1A009113
G1A009131
G1A008073
G1A008124

NAMA
MEGA
ANDIKA KHALIFAH ARDI
SRI WAHYUDI
GINA RAHAYU I
ZAHRA IBADINA SILMI
ANGGITA DYAH INTAN S
FAWZIA MERDHIANA
ARYA YUNAN PERMAIDI
HERIYANTO EDY I.
NUNUNG HASANAH
REDHO A

KELOMPOK 10
TUTOR: dr. Alfi Muntafiah
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

KELOMPOK 11
TUTOR : dr. Khusnul Muflikhah
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

NIM
G1A009010
G1A009068
G1A009069
G1A009086
G1A009096
G1A009100
G1A009114
G1A009115
G1A009118
G1A008027
G1A008067

NAMA
KARINA ADISTIARINI
MIFTAHUL FALAH YUNI A.
AKHMAD IKHSAN P. P.
RIZKA OKTAVIANA P
NITA IRMAWATI
HANDIANA SAMANTA
NUGROHO RIZKI P
IRMA WIDYANINGTYAS
ANNISAA AULIYAA
TINI ROCHMANTINI
IRHAM TAHKIK

KELOMPOK 13

NIM
G1A009001
G1A009003
G1A009025
G1A009036
G1A009050
G1A009053
G1A009054
G1A009093
G1A009129
G1A009135
G1A008102

NAMA
TIARA MELODI M
KHOIRUL ANAM
RYAN APRILIAN PUTRI
MASRUROTUT DAROEN
PURINDRI MAHARANI S
VEMY MELINDA
KUSNENDAR IRMANDONO
FITRI YULIANTI
AUZIA TANIA UTAMI
BELLINDRA PUTRA H.
TRIBUANA Y

KELOMPOK 12
TUTOR: dr. Madya Ardi W, Msi
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

NIM
G1A009013
G1A009022
G1A009042
G1A009079
G1A009092
G1A009043
G1A009120
G1A009121
G1A009132
G1A007111
G1A008008

NAMA
MUARIF
ROSTIKAWATY AZIZAH
KINANTHI CAHYANING U.
YANUAR FIRDAUS
INDAH PERMATA SARI
RAHAJENG PUSPITANINGRUM
NURUL ARSY M
UNGGUL ANUGRAH PEKERTI
FAUZIAH RIZKI I.
SYAZILIASNUR Q
WHIDY SURYA P

KELOMPOK 14

47

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

TUTOR: dr. Arini Nur Famila


NIM
NAMA
G1A009005
LUCKY MARIAM
G1A009030
GITA IKA IRSATIKA
G1A009040
SUKMA SETYA NURJATI
G1A009056
FIKRI FAJRUL FALAH
G1A009063
DYAH HANDAYANI N
G1A009071
ZULDI ERDIANSYAH
G1A009099
ALIFAH NURMALA SARI
G1A009102
PRAMASANTI HERA K.
G1A009124
GESA GESTANA A
G1A008003
ARY SUHENDRA
G1A008028
NIKITA R. A

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

TUTOR: dr. Tri Lestari


NIM
NAMA
G1A009007 APSOPELA SANDIVERA
G1A009012 NOVIA MANTARI
G1A009017 CHYNTIA PUTRIASNI K
G1A009024 GIZZA DANDY PRADANA
G1A009028 NONI MINTY BELANTRIC
G1A009039 NOERAY PRATIWI M.
G1A009060 BUNGA WIHARNING S. P.
G1A009062 YANUARY TEJO BUNTOLO
G1A009133 PANDU NUGROHO KANTA
G1A008006 HANIFAN HERU
G1A008107 MIRLANDA H

48

Anda mungkin juga menyukai