Anda di halaman 1dari 3

SEBAGAI lelaki, sebetulnya

umur 35 tahun belum terbilang tua


benar. Tapi Abdul tak tahu mengapa
kawan-kawannya selalu menge-
jeknya sebagai bujang lapuk, hanya
karena dia belum kawin. Orang tu-
anya sendiri, terutama ibunya, juga
begitu. Seolah-olah bersekongkol
dengan kawan-kawannya itu; ham-
pir di setiap kesempatan selalu
menanyainya apakah dia sudah
mendapatkan calon pendamping
atau belum. Abdul selalu menang-
gapi semua itu hanya dengan
senyum-senyum.
Jangan salah sangka! Tampang
Abdul tidak jelek. Bahkan diband-
ing rata-rata kawannya yang sudah
lebih dahulu kawin, tampang Abdul
terbilang sangat manis. Apalagi bila
tersenyum. Sarjana ekonomi itu.
Kurang apa?
"Terus teranglah, Dul. Sebenarnya
cewek seperti apa sih yang kau
idamkan?" tanya Andi menggoda,
saat mereka berkumpul di rumah
Pak Arya yang biasa dijadikan tem-
pat mangkal teman-temannya itu.
"Kalau tahu maumu, kita kan bisa
membantu, paling tidak mem-
berikan informasi-informasi."
"Iya, Dul," timpal Udi, "Kalau
kau cari yang cantik, adikku punya
kawan cantik sekali. Mau kuke-
nalkan? Jangan banyak pertimban-
ganlah! Dengar-dengar kiamat
sudah dekat lho, Dul."
"Mungkin dia cari cewek yang
hafal Quran ya, Dul?!" celetuk Eko
sambil ngakak. "Wah kalau iya, kau
mesti meminta jasa ustadz kita,
Kang Amin ini. Dia pasti mempun-
yai banyak kenalan santri-santri
perempuan, termasuk yang
hafizhah."
"Apa ada ustadz yang rela meny-
erahkan anaknya yang hafizhah
kepada bujang lapuk yang nggak
bisa ngaji seperti Abdul ini?"
tukas Edy mengomentari.
"Tenang saja, Dul!"
ujar Kang Amin,
"Kalau kau sudah
berminat, tinggal
bilang saja
padaku."
"Jangan-jan-
gan kamu im-
poten ya,
Dul?" tiba-
tiba Yopi
yang baru
beberapa
bulan
kawin
ikut
meledek. Abdul
meninju lengan
Yopi, tapi tidak
mengatakan apa-
apa. Hanya
tersenyum kecut.
"Tidak sehebat
dengan tampilann-
mu," celetuk Pak
Arya ikut nimbrung
sehabis menyeruput
kopinya. "Tampang
boleh, sudah punya
penghasilan
lumayan, sarjana
lagi, sama cewek
kok takut! Aku
carikan
bagaimana?"
"Jawab dong,
Dul!" kata Bu Arya
yang muncul
menghidangkan
pisang goreng dan ka-
cang rebus, mencoba
menyemangati Abdul
yang tak berkutik
dikerubut kawan-
kawannya.
"Biar saja, Bu," jawab
Abdul pendek tanpa nada
kesal. "Kalau capek kan
berhenti sendiri."
Memang Abdull orangnya
baik. Setiap kali diledek dan
digoda kawan-kawannya soal
kawin begitu, dia tidak pernah
marah. Bahkan diam-diam dia
bersyukur kawan-kawannya
memperhatikan dirinya. Dan
bukannya dia tidak pernah
berpikir untuk mengakhiri masa
lajangnya; takut pun tidak. Dia
pernah mendengar sabda Nabi
yang menganjurkan agar apabila
mempunyai sesuatu hajat yang
masih baru rencana jangan disiar-
siarkan. Sudah sering--sampai
bosan-- Abdul menyatakan keyaki-
nannya bahwa jodoh akan datang
sendiri, tidak perlu dicari. Dicari ke
mana-mana pun, jika bukan jodoh
pasti tidak akan terwujud. Jodoh
seperti halnya rezeki. Mengapa
orang bersusah-payah memburu
rezeki, kalau rezeki itu sudah diten-
tukan pembagiannya dari atas. Harta
yang sudah di tangan seseorang pun
kalau bukan rezekinya akan lepas.
Dia pernah membaca dalam buku
"Hikam"-nya Syeikh Ibn Athaillah
As-Sakandarany sebuah ungkapan
yang menarik, "Kesungguhanmu
dalam memperjuangankan sesuatu
yang sudah dijamin untukmu,
membuktikan padamnya mata-hati
dari dirimu."
Setiap teringat ungkapan itu,
Abdul merasa seolah-olah disindir
oleh tokoh sufi dari Iskandariah itu.
Diakuinya dirinya selama ini sibuk--
kadang-kadang hingga berkelahi
dengan kawan--mengejar rezeki,
sesuatu yang sebetulnya sudah di-
jamin Tuhan untuknya. Sementara
dia selalu berusaha untuk berlaku
lurus menjadi manusia yang baik,
sesuatu yang dituntut Tuhan.
"Suatu ketika mereka akan tahu
juga," katanya dalam hati.
*
SYAHDAN, pada suatu hari, keti-
ka teman-teman Abdul berkumpul
di rumah Pak Arya seperti biasanya,
Kang Amin bercerita panjang lebar
tentang seorang "pintar" yang baru
saja ia kunjungi. Kang Amin me-
mang mempunyai kesukaan men-
gunjungi orang-orang yang diden-
garnya sebagai orang pintar; apakah
orang itu kiai, tabib, paranormal,
dukun, atau yang lain. "Aku ingin
tahu," katanya menjelaskan tentang
kesukaannya itu, "Apakah
mereka itu memang mem-
punyai keahlian seperti
yang aku dengar, atau
hanya karena pintar-
pintar mereka
membohongi
masyarakat seba-
gaimana juga ter-
jadi di dunia poli-
tik."
Karena
ke-
sukaan-
nya inilah,
oleh
kawan-
kawannya
Kang Amin di-
juluki pakar
"orang pintar".
"Meskipun belum tua
benar, orang-orang me-
manggilnya mbah. Mbah Abi.
Orangnya nyentrik. Kadang-kadang
menemui tamu ote-ote, tanpa
memakai baju. Kadang-kadang
dines pakai jas segala. Tamunya luar
biasa; datang dari segala penjuru
tanah air. Mulai dari tukang becak
hingga menteri. Bahkan menurut
penuturan orang-orang dekatnya,
presiden pernah mengundangnya ke
istana. Bermacam-macam keperluan
para tamu itu; mulai dari orang sakit
yang ingin sembuh, pejabat yang
ingin naik pangkat, pengusaha pailit
yang ingin lepas dari lilitan utang,
hingga caleg nomor urut sepatu
yang ingin jadi. Dan kata orang-
orang yang pernah datang ke Mbah
Abi, doa beliau memang mujarab.
Sebagian di antara mereka malah
percaya bahwa beliau adalah orang
pilihan."
Pendek kata, menurut Kang Amin,
Mbah Abi ini memang lain.
Dibanding orang-orang "pintar"
yang pernah ia kunjungi, mbah yang
satu ini termasuk yang paling
meyakinkan kemampuannya.
"Nah, kalau kalian berminat," kata
Kang Amin akhirnya, "Aku siap
mengantar."
"Wah, ide bagus ini," sahut Pak
Arya sambil merangkul Abdul.
"Kita bisa minta tolong atau mini-
mal minta petunjuk tentang jejaka
kasep kita ini. Siapa tahu jodohnya
memang melalui Mbah Amin itu."
"Setujuuu!" sambut kawan-kawan
yang lain penuh semangat seperti
teriakan para wakil rakyat di gedung
parlemen. Hanya Abdul sendiri
yang, seperti biasa, hanya diam saja,
sambil senyum-senyum kecut. Sama
sekali tak ada tanda-tanda dia keber-
atan. Apakah sikapnya itu karena
dia menghargai perhatian kawan-
kawannya dan tak mau mengece-
wakan mereka, atau sebenarnya dia
pun setuju tapi malu, atau sebab
lain, tentu saja hanya Abdul yang
tahu. Tapi ketika mereka mem-
intanya untuk menetapkan waktu,
dia tampak tidak ragu-ragu menye-
butkan hari dan tanggal; meski se-
andainya yang lain yang menye-
butkannya, se-
muanya juga akan
menyetujuinya, kare-
na hari dan tanggal itu
merupakan waktu
pe-
nentu mereka semua.
*
BEGITULAH. Pagi-pagi pada
hari tanggal yang ditentukan, dip-
impin Kang Amin, mereka beramai-
ramai mengunjungi Mbah Abi.
Ternyata benar seperti cerita Kang
Amin, tamu Mbah Abi memang luar
biasa banyaknya. Pekarangan
rumahnya yang luas penuh dengan
kendaraan. Dari berbagai plat
nomor mobil, orang tahu bahwa
mereka yang berkunjung datang
dari berbagai daerah. Rumahnya
yang besar dan kuno hampir seluruh
ruangnya merupakan ruang tamu.
Berbagai ragam kursi, dari kayu
antik hingga sofa model kota, diatur
membentuk huruf U, menghadap
dipan beralaskan kasur tipis di mana
Mbah Abi duduk menerima tamu-
tamunya. Di dipan itu pula konon si
mbah tidur. Persis di depannya, ada
tiga kursi diduduki mereka yang
mendapat giliran matur.
Ternyata juga benar seperti cerita
Kang Amin, Mbah Abi memang
nyentrik. Agak deg-degan juga rom-
bongan Abdul cs melihat bagaimana
"orang pintar" itu memperlakukan
tamu-tamunya. Ada tamu yang baru
maju ke depan, langsung dibentak
dan diusir. Ada tamu yang disuruh
mendekat, seperti hendak dibisiki
tapi tiba-tiba "Au!" si tamu digigit
telinganya. Ada tamu yang diberi
uang tanpa hitungan, tapi ada juga
yang dimintai uang dalam jumlah
tertentu.
Giliran rombongan Abdul cs di-
isyarati disuruh menghadap. Kang
Amin, Pak Arya, dan Abdul sendiri
yang maju. Belum lagi salah satu
dari mereka angkat bicara, tiba-tiba
Mbah Abi bangkit turun dari dipan-
nya, menghampiri Abdul.
"Pengumuman! Pengumuman!" teri-
aknya sambil menepuk-nepuk pun-
dak Abdul yang gemetaran.
"Kenalkan ini calon menantu saya!
Sarjana ekonomi, tapi nyufi!"
Kemudian katanya sambil menga-
cak-acak rambut Abdul yang disisir
rapi, "Sesuai yang tersurat, kata
sudah diucapkan, disaksikan
malaikat, jin, dan manu-
sia. Apakah kau akan
menerima atau menolak
takdirmu ini?"
"Ya, Mbah!" jawab Abdul mantap.
"Ya bagaimana? Jadi maksudmu
kau menerima anakku sebagai
istrimu?"
"Ya, menerima Mbah!" sahut
Abdul tegas.
"Ucapkan sekali lagi yang lebih
tegas!"
"Saya menerima, Mbah!"
"Alhamdulillah! Sudah, kamu dan
rombonganmu boleh pulang.
Beritahukan keluargamu besok lusa
suruh datang kemari untuk mem-
bicarakan kapan akad nikah dan
walimahnya!"
Di mobil ketika pulang, Abdul
pun dikeroyok kawan-kawannya.
"Lho, kamu ini bagaimana, Dul?"
kata Pak Arya penasaran. "Tadi
kamu kok ya ya saja, seperti tidak
kau pikir."
"Kau putus asa ya?" timpal Udi.
"Atau jengkel diledek terus sebagai
bujang lapuk, lalu kau mengambil
keputusan asal-asalan begitu?"
"Ya kalau anak Mbah Abi cantik,"
komentar Yopi, "Kalau pincang atau
bopeng, misalnya, bagaimana?"
"Pernyataanmu tadi disak-
sikan orang banyak lho," kata
Eko mengingatkan. "Lagi
pula kalau kau ingkar, kau
bisa kualat Mbah Abi
nanti!"
"Jangan-jangan
kau diguna-gu-
nain Mbah Abi,
Dul!" kata
Andi
khawatir.
Seperti
biasa,
Abdul
hanya diam
sambil
senyum-senyum.
Kali ini tidak
seperti biasa,
Kang Amin
juga diam saja
sambil senyum-senyum
penuh arti.***
\PERJALANAN hidup seseorang
terkadang sulit diprediksi. Banyak di
antara mereka yang mengawalinya
dengan penderitaan, kemiskinan, lan-
tas menuai sukses, bergelimpang harta,
dan hidup bahagia.
Seperti Iing Solihin (60 tahun). Bagi
sebagian orang, ia hanya sosok peker-
ja ulet yang mampu mengelola sebuah
kolam pemancingan yang berorentasi
kesenangan, tanpa banyak unsur bisnis,
dan menjadi pengusaha yang memasok
batu bara ke sejumlah perusahaan di
Jawa Barat dan Jawa Tengah. Padahal,
di balik itu, ternyata ada pengalaman
hidupnya yang menarik untuk disimak.
Tiga puluh lima tahun lalu atau
tepatnya di usia 25 tahun, Iing
hanyalah pemuda biasa, yang hanya
memiliki keahlian menyetir mobil di
Sumedang, tempat kelahirannya, tanpa
pekerjaan tetap. Bosan dengan kondisi
itu, menginjak usia 26 tahun, ia nekad
merantau ke Cirebon. Tidak ada sanak
dan keluarga pada waktu itu. Hari per-
tama di Cirebon, ia terpaksa tidur di
samping emperan Pom Bensin Pesisir.
"Tak ada yang istimewa saat tidur.
Bagi saya pada waktu itu, hanya den-
gan beralaskan tikar dan dua tangan
sebagai batal, sudah sangat nyaman,"
ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, ia harus bekerja serabutan
di Pelabuhan Cirebon. Kebetulan pada
waktu itu, aktivitas di pelabuan masih
ramai. Jadi soal makan tidak ada
masalah. Hanya saja, untuk tidur, ham-
pir enam bulan ia tidur di pom bensin.
Nasib berbicara lain. Satu tahun ke-
mudian, ia dipercaya sebuah perusahaan
di pelabuhan untuk menjadi sopir truk,
yang mengangkut ikan hasil tangkapan
nelayan ke Jawa Tengah, Bandung, atau
Jakarta. Namun membawa kendaraan
berat, apalagi dengan jarak tempuh be-
gitu jauh, dan dilakukan hampir setiap
hari, membuatnya kelelahan. Ia lantas
memutuskan keluarm, dan memilih
menjadi sopir elf.
Tujuh tahun tinggal di Cirebon, ia
menikah dengan Tuniah, gadis asli
Cirebon.
Bosan menjadi sopir angkutan
umum, ia beralih ke usaha lain yang
lebih menguntungkan, yakni menjadi
pemasok batu bara. Karena keter-
batasan modal, ia memulai usahanya
dengan menjadi pengepul batu bara
dari para pemulung. Batu bara yang
terkumpul ia kirim ke pengusaha yang
membutuhkannya sebagai bahan bakar
produksi.
Usahanya terus
berkembang. Ia bahkan mampu mem-
beli batu bara langsung dari bandar.
Wajib berusaha
Soal pengelolaan kolam pemancin-
gan, ia memulainya setelah melihat
potensi di areal milik PDAM Kota
Cirebon. Ia juga tertantang oleh
ledekan rekan-rekannya karena setiap
memancing tidak pernah mendapatkan
ikan. Ia lantas bertekad meningkatkan
kemampuannya memancing, sekaligus
memiliki kolam pemancingan sendiri.
Tak disangka, kolam pemancingan
yang semula hanya untuk
sendiri, diminati para
pecinta mancing lain-
nya. Sampai seka-
rang, terutama pada
hari libur, kolam pe-
mancingan miliknya
ramai dikunjungi.
Soal kunci meraih
kesuksesan seperti
sekarang ini,
Iing mengata-
kan, semua
tergantung
pada diri
s e n d i r i .
M e s k i
n a s i b
seseorang sudah digariskan Tuhan,
manusia wajib berusaha. Tak cukup
itu, dalam menjalaninya, juga harus
penuh kesabaran, keulatan, dan ke-
beranian, terutama keberanian menco-
ba. Bila seseorang ingin mencapai
sesuatu, tapi tidak mencobanya, itu
sama saja bohong. Setiap keputusan itu
ada risiko. Tapi jangan menyerah.
Mulailah mencoba sesuatu dengan
penuh perhitungan. Karena di tengah
kesulitan pasti ada jalan keluar.
Bahkan bisa saja, penderitaan yang di-
lalui saat menggapai tujuan, akan di-
rasakan lebih nikmat ketika sudah
berhasil.
"Saya sudah merasakan betapa
manisnya meraih sesuatu yang be-
rawal dari penderitaan, perjalanan
hidup yang berliku, dan ter-
kadang penuh air mata," ujarnya
setengah mener-
a wa n g . - As e p
Iswayanto/MD
K
Sajak
C Ce er r p pe en n
Arief Rachman
MITRA DIALOG
Akt ual Tegas dan Beri mbang
HARI AN UMUM
SABTU - PAHING
( 13 JUNI 2009 ) 19 JUMADIL AKHIR 1430 H
HALAMAN 9
Alamat e-mail pengiriman naskah cerpen, artikel dan puisi: mdnews7@yahoo.co.id
Fahruroji
Terbanglah, Meski Cintamu
Seusia Kunang-kunang
maka bergegaslah, dik, menanggal selusin
gelisah yang kau himpun dari tiap jengkal
tanah, sebab di sini aura cinta teramat lem-
bab udara negeri ini telah berkarat, meski
telah kau balut segala hasrat perempuan
bertudung aurat, sekali ini kesabaran mesti
sebaris dengan deras gerimis?
maka terbanglahlah, dik, melesat selama
belum patah sayap, selagi langit tak
berawan matahari sangat perawan
mengepak sayap cinta seputih bulir-bulir
busa dipermainkan bocah-bocah di jengah
rumputan padang melukis angan pada
seputih awan melayang-layang, sesungguh-
nya keluguan cintamu telah mengajarkan
bagaimana semestinya aku telanjang.
suatu saat, akulah bulirmu yang kausentuh-
mainkan di tengah hamparan kemilau hati
silau matahari hingga angin memecah
ilalang membelah kebekuan mimpi kita,
engkau hanyalah tanah bagi akar menghu-
jam rumah buat musafir memejam, dik, saat
malam terlelap dan segalanya terasa lan-
skap, dan sesuatu tiba-tiba berbisik seresik
dedaun berisik: -kupecahkan rindu bulat
bening mataku, perempuan bercadar penca-
har jiwa-jiwa yang lapar- meski cintamu seu-
sia kunang-kunang, aku terkapar di altar
saat sepiku kaupenggal.
Bumiayu, 2009
Rumah Tak Berpenghuni
1
menyusup kedalaman ruas-ruas hatimu
jelas, engkau hanya ilalang tumbuh
dibukit gersang dalam dendam
kemarau panjang menghisap pori-pori bumi
kudapati kau telah nisbi
meski gerimis belum henti di hati
namun embun cintamu selekas engkau
pergi
2
berburu di belantaramu
melewati purba sungai,
desah angin yang kaukirim berbukit hantu
tebing cintamu menjulang jurang
kubidikan laras cintaku
dan saat sesuatu bersarang aku mengerang
di tubir hatimu teramat curam
seperti virus ia memburu sarang kematianku
3
duhai, rumah tinggal tempatku pulang
aku sangat merasai mimpimu
namun sulit kugapai mataharimu
menyemai kesetiaanmu nyata kesetiaanmu
tak setua sunyi sungai
kuketuk pintu berkali-kali
namun tak kutemui penghuni di hati?
Bumiayu 2009
SELASA, 29 Januari 2008, bagi saya
adalah hari yang melelahkan, lantaran
ekspos media massa yang berlebihan
mengenai meninggalnya mantan Presi-
den H. M. Soeharto (HMS). Memasuki
hari ketiga, sepertinya tidak ada yang
layak dibincangkan kecuali HMS. Ba-
yangkan, dengan tujuh hari berkabung,
perintah pengibaran bendera setengah
tiang, HMS sudah dipatok jadi
"pahlawan".
Meminjam istilah majalah Tempo--
suka atau tidak suka, sejak masuk RSPP
hingga wafat, ia masih seorang master
dengan kuasa penuh. Pejabat tinggi ke-
luar masuk membesuknya. Turun naik
fungsi jantungnya, menelan berita apa
pun yang berkejaran di Indonesia.
Mungkin kita saat itu lupa persaingan
Barack Obama vs Hillary Clinton,
mungkin juga lupa korban lumpur La-
pindo yang masih meradang. Semua
seakan milik HMS.
Saya tiba-tiba dikejutkan SMS Nurha-
diyanto, keponakan saya yang berusia
13 tahun, dan baru kelas 1 SMP di Ta-
ngerang. "Wak, pinjam buku Bung Kar-
no, Penyambung Lidah Rakyat Indo-
nesia." Tentu saja saya kagum sembari
heran, apakah SMS itu atas perintah
orang tuanya atau bukan. Namun ketika
ditelefon, ia menjawab, "Habis capek,
Wak, beritanya Pak Harto semua. Untuk
perbandingan, aa mau kenal Bung
Karno." Luar biasa!
Soal SMS keponakan juga saya ceri-
takan kepada Suryana, teman dan saha-
bat yang kini menjadi Anggota Komisi II
DPR RI. Suryana berkomentar, "Tua ya,
pikirane. Lantaran buku yang saya mili-
ki ketika SMAitu kini entah di mana,
saya berusaha pinjam. Bukan apa-apa. Itu
supaya keponakan saya memahami
sosok Bung Karno bukan dari saya, tetapi
dari Cindy Adams yang berdialog lang-
sung dengan sang proklamator.
Hari melelahkan akibat tak berim-
bangnya pemberitaan media massa itu
pun semakin melelahkan. Sebab, sete-
lah HMS wafat, penyiar televisi dengan
mata sembab semakin bersemangat
menyiarkan kebaikan dan kisah sukses-
nya. Jam tayang ditambah, rating
meningkat mengalahkan sinetron mana
pun. Usaha "menggoreng" perasaan
rakyat lewat TVbisa dikatakan berhasil.
Bagi saya, HMS bukan pahlawan,
bukan pejuang, bukan orang hebat den-
gan track record bagus. Ia seorang
anggota KNIL alias spion (mata-mata)
Belanda. Teringat tragedi 1965 yang
terkubur dengan kepergian HMS,
teringat pula betapa murah harga nyawa
manusia, dan sebagainya. Belum lagi
tersumbatnya demokratisasi atas nama
stabilitas nasional yang digiring melalui
senapan.
Dalam keadaan itu, ada SMS mampir
yang berbunyi, "Tolak hari berkabung
nasional. Tolak pengibaran bendera sete-
ngah tiang. Soeharto penjahat HAM."
Pengirimnya, dr. Ribka Tjiptaning yang
"heboh" dengan buku pertamanya, Aku
Bangga Jadi Anak PKI.
Beruntung saya masih punya banyak
teman yang tidak menokohkan HMS
bagai dewa yang untouchable (tak
tersentuh). Bahkan Fadjroelrachman, in-
telektual dan aktivis yang terus meroket
itu dengan enteng menyebut Indonesia
bukan negara halal bihalal. Ungkapan
itu katanya sekaligus untuk mengusut
kasus korupsi dan kejahatan lain yang
ditinggalkan HMS bagi negeri tercinta
ini.
Rengasdengklok
Untuk mengurai kelelahan di atas,
rumah penculikan Bung Karno dan
Bung Hatta 13 Agustus 1945 yang di-
lakukan sejumlah pemuda, antara lain
Sukarni, jadi alternatif. Rumah itu kini
tidak terletak seperti semula, karena
dipindahkan sejarak 100 meter dari
pinggir Kali Citarum. Ia terletak di
Kampung Bojong Tugu Desa Re-
ngasdengklok Kecamatan Rengasdeng-
klok Kabupaten Karawang, tepatnya di
Jalan Pahlawan.
Berbincang dengan penduduk setem-
pat (saya lupa menanyakan namanya),
nenek berusia 80-an yang sudah be-
rangkat haji dan kini menjaga warung
kecil dekat kediaman Djiaw Kie Song,
berhasil mengurai kelelahan. Katanya,
Indonesia tidak akan merdeka tanpa
Bung Karno. Waktu penculikan itu, ia
tergolong perawan tanggung (katanya,
keur meumeujeuhna (bahasa Sunda).
Sambil minum kopi, dan menghisap se-
batang rokok, sang nenek terus bertutur
tentang peristiwa 64 tahun lalu itu; ten-
tang penjagaan ketat; tentang hiruk
pikuk warga Rengasdengklok yang
ingin melihat wajah ganteng Bung
Karno; tentang rumah Kie Song yang
bersejarah itu.
Ketemu juga rumah papan itu, tak
jauh dari situs Monumen Kebulatan
Tekad Rengasdengklok. Ah, lagi-lagi
saya tidak suka istilah yang terus disam-
paikan Harmoko menjelang pemilihan
presiden (HMS). Kata Suryana, harus-
nya bernama Monumen Ikrar Merdeka.
Memasuki Jalan Pahlawan, ada garu-
da besi yang menandakan pentingnya
jalan kecil itu. Rumah papan dengan ha-
laman luas saat itu tertutup, tapi lantas
dibukakan sesaat setelah diberi tahu
warga setempat.
Tak ada kesan mewah, apalagi
berlebihan. Kursi tua di ruang tamu,
altar kayu dilengkapi foto-foto Bung
Karno, Bung Hatta, Ibu Fatmawati, dan
tentu saja foto Djiaw Kie Song dengan
kacamata lensa bundarnya. Kamar
depan bagian kanan, tutur cucu perem-
puan Diaw Kie Song, adalah tempat
tidur Bung Karno. Dan kamar bagian
kiri adalah tempat tidur Bung Hatta.
Ranjangnya sudah "diamankan" di
Museum Sri Baduga Maharaja di
Bandung, sebagai bagian penting per-
jalanan sejarah kemerdekaan RI. Tapi di
altar kayu itu ada gambar Megawati
Soekarnoputri yang diberi bingkai kaca.
Rumah papan yang sederhana dengan
cat tembok putih biru muda itu pun
lebih sering sepi dari ingatan sejarah.
Terlebih di zaman kini yang diam-diam
menggiring manusia untuk melupakan
sejarah, mungkin karena masa depan
jauh lebih penting daripada masa lalu.
Rumah Djiaw Kie Soeng juga luput dari
liputan media massa, selain luput dari
pemeliharaan situs sejarah Pemda
Kabupaten Karawang.
Betapa tidak. Jangankan rumah Kie
Song, situs monumen dengan pekik
Merdeka yang diabadikan kepalan tinju
tangan kiri di tengahnya, terkunci. Mana
mungkin naik ke pagar besi, malu diton-
ton orang lain. Kami hanya melihat re-
lief sepenggal kisah penculikan dari luar
pagar. Ada relief diskusi, Bung Karno
dan Ibu Fat sambil memangku Guntur
Soekarnoputra, relief pesawat terbang,
pengibaran bendera merah putih, juga
rumah Djiaw Kie Song.
Djiaw Kie Song meninggal dunia
tahun 1964. Ada fotonya waktu bersala-
man dengan Ibu Fatmawati di Istana
Negara.
Sebelum pamit kepada tuan rumah, di
buku tamu saya menulis: Merdeka itu
kiri sebagai perlawanan terhadap kapi-
talisme. Catatan pendek itu tak lupa
saya tandatangani. Juga oleh Suryana.
Terpikir seketika, seandainya Pemda
Kabupaten Karawang serius mengelola
situs ini secara profesional. Pertama, se-
diakan panduan sejarah
Rengasdengklok 13 Agustus 1945, bisa
berupa buku atau lainnya. Kedua, buat
semacam loket pembayaran bagi pen-
gunjung. Ketiga, ada pemandu yang
menuntun keingintahuan pengunjung.
Keempat, biasakan pelajar (khususnya
di Kabupaten Karawang) mengetahui
situs ini dan menuliskannya sebagai la-
poran. Kelima, buka jalur kendaraan
angkutan umum ke dan dari situs. Kami
menumpang becak untuk keluar area.
Perawatan barang sejarah tentu saja
penting untuk merangkai kembali jali-
nan masa lalu sebagai bagian integral
ke-Indonesiaan. Situs sejarah yang bete-
baran di Indonesia, mau tidak mau,
harus dipelihara dan disemaikan makna
di balik situs kepada generasi penerus.
Bukan saja untuk diingat, juga untuk
dipelajari dan dipatrikan semangat na-
sionalisme.***
Projek
BICARA mengenai projek, pasti kita dihadap-
kan pada beragam asumsi atau pemikiran.
Soalnya, projek bisa diidentikkan dengan kepentin-
gan rakyat, lobi, pekerjaan, dan fee. Bahkan projek
pun bisa mengandung unsur penyimpangan,
sehingga tidak hanya merugikan pemerintah
selaku pengelola anggaran, juga rakyat sebagai
penerima manfaat.
MESKIPUNtidak semua projek dikerjakan secara
menyimpang, peluang ke arah itu selalu terbuka.
Terjadinya penyimpangan itu tidak bergantung pada
satu orang, melainkan kolektif, mulai dari oknum
pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) "pemi-
lik" projek, keterlibatan oknum anggota dewan yang
ingin mencari "uang sampingan", oknum kontrak-
tor yang ingin cepat dan untung besar, serta masih
banyak lagi.
Selama pendistribusian projek dilakukan tanpa
mengindahkan aturan yang berlaku, penyimpangan
demi penyimpangan akan terus terjadi. Ujung-
ujungnya, rakyatlah yang dirugikan. Karena projek
yang mereka rasakan sudah berkurang kualitas dan
kuantitasnya. Alhasil, hasil projek menjadi cepat
rusak, mubazir, dan tidak memberi manfaat secara
maksimal.
Kondisi seperti ini tidak perlu terjadi jika OPD,
kontraktor, dan DPRD, mematuhi tugas pokok dan
fungsinya. Semua instansi/lembaga seharusnya
berperan dengan baik, dan tidak mementingkan diri
sendiri. OPD dapat melakukan lelang/tender terbuka
atau tunjuk langsung (juksung) secara transparan,
tidak meminta fee dari projek yang diberikan. DPRD
yang memiliki fungsi pengawasan melakukan mon-
itoring apakah mekanisme pengadaan projek di-
lakukan secara benar dan sesuai aturan. Anggota
dewan tidak menguasai projek atau menjual projek
hanya untuk mendapatkan fee, yang kisarannya 10
persen dari nilai projek.
Demikian juga dengan kontraktor. Ia mendapatkan
projek secara fair, tidak main suap atau memberikan
down payment (DP) kepada pejabat tertentu untuk
menguasai projek yang diinginkan. Kontraktor juga
mampu mengerjakannya sesuai bestek, tidak mengu-
rangi kuantitas barang yang digunakan ataupun me-
manipulasi material untuk mendapatkan keuntungan
lebih.
Rakyat selaku penerima manfaat juga sebaiknya
kritis. Bila diketahui projek di lingkungan tempat
tinggalnya tidak bermutu baik, hendaknya men-
gadukan masalah tersebut ke pihak berwajib. Dengan
begitu, setidaknya akan memberikan efek jera kepa-
da mereka yang coba-coba merekayasa projek demi
kepentingan sesaat.
Beberapa hari terakhir, koran ini menyoroti adanya
dugaan penyimpangan dalam projek-projek APBD
Kota Cirebon 2009, terutama pengelompokan projek
ke dalam istilah plat merah. Plat merah memang
identik dengan milik pemerintah. Namun sejauh
mana kebenarannya, tentu harus dibuktikan. Namun
dengan sorotan yang muncul, ada baiknya pihak
berwenang menelusuri apakah terjadi penyimpangan
seperti yang dikomentari banyak pihak.
Rakyat tidak boleh dikorbankan untuk kepentingan
pribadi atau golongan. Kepentingan rakyat di atas
segala-galanya. Sehingga siapapun yang merekayasa
rakyat untuk kepentingan diri sendiri, harus menda-
pat sanksi hukum.***
Bila Anda ingin mengungkapkan tanggapan,
usulan, kritikan, atau apa saja yang menyangkut
segala hal yang terjadi di hadapan kita, kami
persilahkan mengirimkannya dalam bentuk surat
pembaca. Selain surat itu diketik rapi, kami
mohon pengirim menuliskan identitas secara
lengkap. Jangan lupa, sertakan salinan bukti diri
seperti fotocopy KTP, SIM, kartu pelajar dsb.
Redaksi
Persoalan Ibadah Haji
ENTAH sampai kapan persoalan seputar ibadah
haji akan teratasi sepenuhnya. Yang jelas, dari tahun
ke tahun, meski pemerintah berjanji meningkatkan
pelayanannya, tetap saja masalah demi masalah ter-
jadi. Yang paling dirugikan tentu saja para jemaah
haji. Maksud hati ingin beribadah secara khusuk di
Tanah Suci, dan pulang sebagai haji yang mabrur,
kenyataan berbicara lain. Mereka direpotkan oleh be-
ragam masalah, dari mulai saat pendaftaran, persia-
pan, keberangkatan, kegiatan di Tanah Suci, sampai
kembali ke Tanah Air.
Menurut berbagai pemberitaan di media massa,
masih begitu banyak jemah calon haji (calhaj) yang
tertipu oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab,
sehingga tak hanya gagal menunaikan ibadah haji,
juga kehilangan banyak harta benda, bahkan nyawa.
Yang bisa berangkat pun kerap jadi santapan para
penipu, sehingga terkatung-katung di Tanah Suci.
Berita terbaru menyebut soal adanya unsur babi
(enzim tripsin) dalam vaksin meningitis yang
diberikan pemerintah Arab Saudi. Setiap jemaah haji
wajib menjalani vaksinasi jenis ini. Jika benar, beta-
pa menyedihkan. Meskipun bisa berlindung di balik
hukum boleh di tengah keterpaksaan, hal itu tetap tak
bisa dibiarkan.
Munculnya berbagai persoalan itu hendaknya
menyadarkan semua pihak bahwa penyelenggaraan
ibadah haji di Tanah Air tidak beres. Perlu upaya
nyata dan menyeluruh. Saya bahkan setuju jika
penyelenggaraan ibadah haji diserahkan kepada pihak
swasta, atau lembaga khusus di luar pemerintah.
Muhadi, Majasem, Kota Cirebon
Komisaris Utama : H. Kartono Sarkim Komisaris : Budi Maulani Wahidin, H. Usman Rachmatika Kosasih Direktur : Deni Kahdar Gunandi General Manajer : HM. Wasikin Marzuki
Pemimpin Umum : Deni Kahdar Gunandi Pemimpin Redaksi/Penanggungjawab: Diding A. Karyadi Redaktur: Dadang Suherman YR, Dudung AH, Ruddy Apriantho, Anto Sulistyanto, Saefullah, Noly Alamsyah, Taufik Hidayat, Adhijaya Prasetyo
Redaktur Teknik & Perwajahan: SM Annas Sohef Sekretaris Redaksi : Diah Rodiah BPPTI : Suhartono, Aris Efendi Staf Redaksi Cirebon: Arif Rohidin, Johana, Alif, Epih Pahlevi, A. Rifai, Toni, Asep Iswayanto, Ghiok Riswoto Fotografer : Shanty,
Andi Arifin INDRAMAYU : Khaerudin, Ichsan J, Hendra S, Abu Bakar, Alim Munandar KUNINGAN: Eman Sulaeman, Raharja, Nunung Khasanah,Yan Irwandi. MAJALENGKA : Tati Purnawati. Pra-Cetak : Wawan Hermawan, Hermansyah, Roby
Yanuardi, Ibnu Jafar.
Manajer Pemasaran dan Promosi : Moch. Ai Nurdin Manajer Umum dan Personalia : Tata Samsu Brata Manajer Keuangan dan Akuntansi: Nita Yulianti Asisten Manajer Keuangan: Ahmad Mustahri Asisten Manajer Akuntansi: Uni Wahyuni Promosi : Stanney Williams
Iklan : Yana Heryana. Sirkulasi : Jaja Subagja
Alamat Redaksi: Jl. RA Kartini no.7 Cirebon Tlp. (0231) 204440, 210541 Fax.(0231) 201315, 210533 Kotak Pos 350 Cirebon 45123 http://www.mitra-dialog.com, E-mail : redaksi@mitra-dialog.com, opini@mitra-dialog.com
Penerbit : PT Berkah Pikiran Rakyat,SIUPP No.316/SK/Menpen/SIUPP/1997 Tgl. 12 Agustus 1997. Perwakilan HU. Mitra Dialog/Grup Pikiran Rakyat : JAKARTA : Jl. Gajah Mada 101 Tlp. (021) 6301288 (Hunting), 6339313 Fax. (021) 6320291 Telex 41453 PR JKT. CIAMIS: Jl.
Sudirman 67 Tlp. (0265) 71339. TASIKMALAYA: Jl. Dinding Ari Raya I No.7 Komplek Perum Panglayungan Tlp. (0265)- 331947/335677/339308. GARUT: Jl. Papandayan No.50 Tlp. (0262) 231171. BOGOR: Bogor Baru Blok A II No. 11 Tlp. (0251) 311013. SUKABUMI: Jl. Sriwijaya
11 Tlp. (0266) 222682. KUNINGAN: Jl. Siliwangi No.206 Tlp. (0232) 871776. INDRAMAYU: Jl. Sudirman No. 94 Tlp (0234) 271665. KARAWANG: Jl.Cakradireja No.7B Tlp. (0267) 40258. PURWAKARTA: Jl. Ibrahim Singadilaga No 59 Tlp. (0264) 200183. PURWOKERTO: Jl. Brigjen
Entjung No. 27 A Tlp.(0281) 621872. SUBANG: Jl. Otista No. 46 Tlp. (0260) 414636. SERANG: Jl. Jend. A.Yani No.72, Tlp. (0254) 200803, 0254-205590. YOGYAKARTA: Jl. Bausasran DN III/715 Tlp. (0274) 586913 Fax. (0274) 517657.
DICETAK OFFSET: PT. GRANESIA, Jl. Soekarno-Hatta 147 Bandung 40223 Tlp. (022) 637755 (Hunting System), Fax. (022) 631004.
Oleh Dadang Kusnandar
MITRA DIALOG
Akt ual Tegas dan Beri mbang
MITRA DIALOG
Akt ual Tegas dan Beri mbang
HARI AN UMUM
SABTU - PAHING
( 13 JUNI 2009 ) 19 JUMADIL AKHIR 1430 H
HALAMAN 8
Sorotan
Surat Pembaca
Inspirasi
HARI AN UMUM
Djiaw Kie Song
Meraih Sukses dan Mencoba
SEMAR memetik
setangkai daun jati untuk
dijadikan kipas sekadar
untuk menghilangkan
gerah tubuhnya. Kembali
ia bersandar di batang
pohon sambil mengipas-
ngipaskan sehelai daun
jati itu.
"Yang baru saja saya
tembangkan adalah tem-
bang Pangkur, Ris."
"Pangkur? Apakah mak-
sudnya, Bapa?"
Semar kembali
tersenyum. Sambil
menikmati kipas-kipas
angin itu kadang terlihat
Semar menguap dengan
begitu bebasnya.
"Apakah Pangkur juga
sebuah perlambang dari
fase kehidupan manusia di
muka bumi?"
"Kau benar, Ris."
"Kalau begitu, apakah
makna dari fase Pangkur
ini?"
Semar kembali
tersenyum. "Pangkur itu
artinya sudah mungkur
atau membelakangi
kehidupan dunia yang
bergelimang kemegahan
dunia dan berlebih-lebihan.
Kemewahan dunia itu
bagai ular yang sangat
ganas, Ris. Bisanya begitu
mematikan sekaligus
begitu menggoda. Ketika
kita sudah dililit dunia
dengan segala kemegahan-
nya, maka kita akan sangat
kesulitan untuk
melepaskannya. Itulah
kemegahan dunia. Akan
tetapi kemegahan dunia
yang ditandai dengan tiga
ta, harta, tahta, dan wanita
itu akan membelit siapa
pun yang mencintai
dunia," jelas Semar pan-
jang lebar.
"Apakah kita harus
miskin, Bapa?"
"Tentu tidak, Ris."
"Kenapa dunia dengan
tiga ta itu harus dihindari?"
"Bukan dihindari, tetapi
harus diantipasi."
"Kenapa demikian,
Bapa?"
Semar sedikit menghela
nafas. Ia kembali men-
gibas-ngibaskan sehelai
daun jati itu lagi pertanda
tubuhnya kembali didera
kegerahan.
"Ketahuilah Ris, tiga ta
tersebut sesungguhnya
kalau tidak bisa kita antisi-
pasi maka akan menjadi
hijab menuju kesejatian
Hyang Maha Tunggal."
Curis masih tersenung.
Wajahnya terlihat berkerut
pertanda sedang mencerna
kata-kata Semar. Ia masih
terdiam dan pandangannya
masih melolong jauh ke
depan.
Di kejauhan para puna-
kawan masih berebut ma-
kanan dan bakaran sing-
kong. Ceblok yang rajin
menanam hanya mengge-
leng-gelengkan kepalanya
tatkala menyaksikan sau-
dara-saudaranya yang ha-
nya rajin rebutan makanan
tak berebut menanam.
Curis mengalihkan pan-
dangannya ke arah kebiru-
an langit yang disaput
gulungan awan putih.
Matahari sudah agak con-
dong ke barat. Sebaris
burung-burung terbang
melintas membelah langit.
Dari kejauhan terdengar
suara kicauannya yang sal-
ing bersahutan. Koloni
burung-burung itu seperti
sedang bermigrasi mencari
musim yang ia idamkan.
Sebuah gerak instingnya
yang membuat mereka
harus berpindah, meskipun
ke tempat yang amat jauh.
(Bersambung)
Bingkai Cirebon Punakawan Cerbon (110)
Made Casta
Abdul dan Mbah Abi
Abdul dan Mbah Abi
Biodata
Nama :
Iing Solihin
Tempat/tanggal lahir :
Sumedang, 21 Januari 1949
Tempat Tinggal :
Gang Nelayan Pesisir
Kel. Panjunan Kec.
Lemahwungkuk Kota Cirebon
Istri : Tuniah (50 tahun)
Anak :
Leni Nuraeni (30 tahun)
Lena Nuraena (27 tahun)
Irawan (25 tahun)
Bankit Sanjaya (23 tahun)
Sutrisna (15 tahun)
Pekerjaan :
pemasok batu bara, pengelola
kolam pemancingan di
Penampungan Limbah Air
Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Kota Cirebon.
Hal 8-9 Sabtu 4/13/03 8:50 PM Page 1
"TIDAAAK...!"
Teriak Iti Carniti, ketika melihat
ibunya pulang dari negeri orang.
Sudah sepuluh tahun tiga bulan Ibu
Mimin Mintarsih bekerja sebagai
tenaga kerja wanita (TKW) di negeri
seberang dan kini kembali pulang
tanpa roh. Rohnya dicabut bukan
krena kuasa Tuhan, tapi kuasa ma-
jikan yang tidak punya perasaan
manusiawi. Iti terus histeris, tetang-
ga turut menangis, air mata mengalir
deras dan basah.
Iti kini hidup sebatang kara, ayah-
nya sudah pergi mendahului ibunya
dua bulan yang lalu. Mengenai cerita
Iti, kini ia hidup tanpa keluarga dan
tanpa saudara. Semua bintang
mengambil tawanya, terbang ke atas
tinggalkan semua. Hanya Iti sendiri
di alam yang ramai.
Dalam hidupnya, Iti yang
sekarang menginjak usia 12 tahun
baru dua kali menatap wajah ibunya
dalam bentuk nyata, bukan sebatas
potret wajah ibunya, yang dipajang
apik dalam bingkai. Dan di perte-
muan ketiga ini, perasaan Iti bukan
bahagia tapi perasaan yang hancur,
remuk, runtuh menjadi satu.
Ketika ayah Iti masih hidup,
ayahnya selalu mengatakan,
"Iti harus jadi anak yang
solehah di sini, karena Ibu
Mimin sekarang sedang
bekerja menjadi peri
baik hati di istana yang
megah di negeri se-
berang, Ibu Peri
Mimin harus menjaga
putri serta pangeran
dari raja dan ratu
yang sangat kaya
raya."
Bagi Iti yang masih
kecil, yang pikiran-
nya penuh dengan
imajinasi level tinggi,
selalu menganggap
benar kalau ibunya
pergi menjadi peri baik
hati untuk menjaga
putri serta pangeran
dari raja dan ratu yang
kaya raya di istana
yang megah.
Halusinasi dan bayan-
gan yang selalu menari-
nari di pikiran Iti adalah
Ibu Mimin bekerja den-
gan gaun dan sayap
putih yang indah dengan
tongkat ajaib yang berca-
haya warna-warni dan bisa
mengabulkan semua per-
mintaan.
Tapi semua itu hanyalah
perkataan ayahnya yang ingin
menjaga perasaan buah hatinya,
karena tidak mungkin kalau ayahnya
menceritakan bahwa ibunya bekerja
menjadi TKWdi negeri seberang se-
bagai pembantu rumah tangga.
Iti Carniti pun bangga kepada
ibunya yang sekarang bekerja men-
jadi peri baik. Tak heran kalau Iti
bercita-cita sama dengan ibunya, "Iti
juga ingin menjadi peri baik seperti
ibu, kalau Iti sudah besar nanti,"
jawab Iti setelah ayahnnya
menanyakan apa cita-cita Iti kalau
sudah besar nanti.
Saat itu ayah Iti hanya bisa terlon-
go-longo dengan pernyataan dari
cita-cita anaknya. Ayah Iti tidak bisa
berbuat apa-apa, ingin melarang tak
mungkin, ingin merubah tak bisa.
Ayahnya hanya bisa pasrah.
Keesokan harinya ayahnya Iti
menanyakan hal yang sama, "Apa
cita-cita Iti kalau sudah besar nanti?"
Ayahnya berharap cita-cita Iti akan
berubah, maklum yang namanya
cita-cita bagi anak-anak biasanya se-
lalu berubah-ubah, terkadang ingin
menjadi guru, ingin jadi penulis
keesokan harinya berubah ingin jadi
presiden.
Tapi tidak bagi Iti Carniti, entah
apa yang merasuki pikirannya se-
hingga cita-citanya tidak pernah
berubah. Ayah Iti pun membujuk Iti
dengan harapan Iti merubah cita-ci-
tanya. Ini dilakukan karena apa yang
di cita-citakan Iti berlebihan,
bagaimana tidak, tiap ada yang
menanyakan cita-cita Iti, baik itu di
sekolah, di lingkungan rumah dan di
mana saja, Iti selalu menjawab cita-
citanya ingin seperti ibu, menjadi
peri di negeri seberang, di istana
yang megah.
Ayah Iti marah-marah, mukanya
mendadak merah. "Iti sayang, men-
jadi peri seperti ibu itu bukan cita-
cita, tapi jalan hidup yang harus di-
jalani dengan ikhlas, cita-cita itu
harapan profesi, misalkan ingin
menjadi guru, ingin jadi dokter dan
lainnya." Ayah Iti berkata kepada Iti
dengan nada marah.
"Lalu apa cita-cita ibu dulu Yah,
sebelum menjadi peri?" tanya Iti
pada ayahnya, sambil meminta
maaf karena sudah membuat ayah-
nya menjadi marah.
"Ibumu pernah cerita kepada
ayah, kalau cita-citanya se-
lalu berubah-ubah. Saat
SD
saja ibumu
punya 69 cita-cita, dan cita-cita yang
terakhir saat kelas enam SD adalah
ingin berprofesi sebagai penulis cer-
pen dan novel yang terkenal, dengan
banyak karya fenomenal serta di-
tunggu-tunggu karya berikutnya.
Dan setelah itu ibumu berhenti
bercita-cita karena putus sekolah dan
sekarang menjadi peri," kata ayah.
"Ooo... ya sudah sekarang Iti mau
melanjutkan cita-cita ibu, boleh gak
yah?" ungkap Iti Crniti secara spon-
tan.
"Sayang, sebenarnya ayah bin-
gung dan heran sama kamu, kenapa
kamu ngefans berat dengan ibumu,
sehingga cita-cita dan jalan hidup
ibumu yang berhenti dilanjutkan
sama kamu, ayah juga tidak tahu
apakah itu bisa," kata ayah yang
sedang dirundung rindu kepada ibu
yang tak kunjung ada kabar untuk
kembali pulang.
Tapi kini ayah sudah istirahat den-
gan tenang, saat ibu kembali pulang.
Dan sayang ibu pulang juga untuk
beristirahat dengan tenang. Semua
tidur di bawah batu nisan saat aku
hadir untuk ziarah ke tempat terakhir
ayah dan ibu yang berdampingan
dan di tengah-tengah disediakan
tempat peristirahatan terakhir untuk
Iti Carniti. Sedih memang suasana
yang terjadi.
Ibu peri mati di tangan majikan,
siksaan yang membuat ibu mati,
padahal sepuluh tahun sudah ibu
mengabdi menjadi peri. Ibu peri di-
tuduh mencuri, walau tuan putri
yang mencuri, uang raja yang kaya
raya dan kaya kuasa hilang. Ibu saya
disiksa hingga mati.
Ini bukan rekayasa, setidaknya
buku harian ibu menjadi saksi bisu
yang ampuh. Ternyata ibu selalu
menulis buku harian, ibu peri me-
mang penulis yang fenomenal. Tapi
kasus ini tak berlanjut, sang majikan
masih bisa berkeliaran tanpa huku-
man.
Dalam buku harian
ibu menulis,
"Tidak
semua
peri diman-
ja, tidak pula
semua peri
disiksa. Kini aku alami
apa itu yang namanya siksa ma-
jikan, tuduhan tanpa bukti hingga
membuatku menjadi seperti ini
di negeri orang, sudah ku la-
porkan kejadian ini, tapi tindak-
lanjut yang tidak pasti, mak-
lum warga asli selalu dibela.
Tolong..., kini peri sedang
disiksa tanpa henti."
*
LIMA tahun berlalu, usia Iti kini
17 tahun. Rutinitas Iti hanya ziarah
ke kuburan orang tua dan menulis,
menulis di buku harian Ibu Mimin
Mintarsih. Iti hanya seorang diri,
hidupnya diam berhenti di tempat
setelah ditinggal orang tuanya, hidup
tanpa bersosial, hidup tanpa berseko-
lah. Hidup seorang diri. Semuanya
serba seadanya. Makan dari tetang-
ga, pakaian dai tetangga semuanya
hibah dari tetangga yang merasa iba
dengan keadaan Iti. hidup Iti me-
mang berhenti.
Iti berhenti dan hidupnya penuh
dengan bisiskan, selama lima tahun
Iti betah dengan bisikan-bisikan
dari dunia lain, yang terdengar
hanya, "Lanjutkan...ayo Iti
Lanjutkan...!" Tapi Iti hanya diam
tanpa melanjutkan hidup. Yang di-
lanjutkan Iti adalah menulis di buku
harian Ibu Mimin Mintarsih, ia
hanya menulis rutinitas keseharian
yang dilakukannya setelah ditinggal
mati orang yang dikasihi dan dis-
ayangi.
Tetangga-tetangga di sekeliling Iti
mulai tidak betah dengan rutinitas
yang dilakukan Iti, maka dengan
alasan kasihan dan berharap masa
depan Iti akan berubah, dengan hara-
pan bisa hidup mandiri dan tidak
lagi mengandalkan dari tetangga. Iti
yang baru berusia 17 tahun dikirim
menjadi tenaga kerja Indonesia
(TKI) di negeri seberang, kini Iti
melanjutkan menjadi peri. Iti yang
hanya lulusan SD memang tak bisa
berbuat banyak karena hanya peker-
jaan yang tidak membuthkan ijazah.
Iti pun senang ketika majikannya
adalah orang yang sama dengan ma-
jikan ibunya. Dalam hati Iti berkata,
"Mungkin jodoh yang memperte-
mukan Iti dengan majikan ibu."
Sekarang Iti bekerja menjadi peri,
pembantu rumah tangga Indonesia.
Melanjutkan jalan cerita Ibu Mimin
Mintarsih yang terhenti.
Iti bisa tau kalau majikannya
adalah majjikan yang sama dengan
majikan ibu, karena sang majikan
bercerita kalau dulu, ada
pembantu rumah
tangga yang berna-
ma Mimin
Mintarsih yang
bekerja di sini
dan mati kare-
na mencuri.
Dan sekarang
mengancam
Iti Carniti
jangan men-
curi harta di
rumah ini,
karena huku-
mannya
berat.
"Ini kesem-
patan bagus
untuk membuk-
tikan kebe-
naran," kata Iti
dalam hati, Iti me-
mang berencana
menjebloskan keluar-
ga yang membunuh ibu
ke penjara. Tapi belum
bertemu dengan waktu
yang tepat. "Mungkin
inilah saatnya," kata
Iti di dalam hati lagi.
Hari demi hari, bulan demi
bulan sudah dilewati Iti menjadi
peri yang baik hati di istana yang
megah. Bisikan-bisikan dari dunia
lain pun terus menari-nari di atas
kepalanya. "Lanjutkan...lanjutkan...,
dan terkadang muncul juga bisikan-
bisikan, "Lebih cepat lebih
baik...", Lebih cepat lebih
baik...!", hingga
bisikan-bisikan
"Pro rakyat...",
"Dukung rakyat". Iti yang
hanya lulusan SD yang tidak paham
dengan bisikan-bisikan dari dunia
lain yang selalu muncul tiga kali
dalam sehari.
Setelah bekerja seharian menjadi
pembantu rumah tangga di negeri
orang, rutinitas Iti adalah menulis
buku harian di buku harian Ibu
Mimin Mintarsih. Iti Carniti
menulis, "Tiada yang berubah, setiap
hari aku menjadi peri di istana.
Bisikan-bisikan pun muncul tiap
hari, aku tidak mengerti semenjak
kematian orang tuaku, aku selalu
mendapatkan bisikan-bisikan aneh,
mulai dari lanjutkan, lebih cepat
lebih baik, dan pro rakyat. Mengenai
keluarga majikanku, tidak ada yang
berubah, tenagaku memang dikuras
habis untuk bekerja. Ingin rasanya
aku balas dendam atas kematian
ibuku."
Iti Carniti pun merebahkan badan-
nya di atas ranjang untuk sejenak
beristirahat, sambil diiringi musik,
terus memikirkan, apakah ada
hubungannya bisikan-bisikan itu
dengan rencana Iti untuk membuk-
tikan kebenaran atas kematian ibun-
ya. "Lanjutkan, apa maksudnya.
Apakah aku harus melanjutkan jalan
hidup Ibu yang terhenti karena mati,
lalu apa yang harus aku lakukan,
apakah aku harus balas dendam?
Dan bisikan, lebih cepat lebih baik,
apa maksudnya. Mungkin lebih
cepat balas dendam akan lebih baik.
Lalu bagaimana dengan bisikan pro
rakyat? Mungkin jika aku membuk-
tikan kebenaran itu, maka aku sudah
mendukung rakyat atau pro rakyat
Indonesia yang bekerja di negeri
orang." Ahhh... Iti tertidur dengan
lelap di atas buku harian.
*
PAGI hari, Iti Carniti terkapar
tidak bernyawa di atas tempat
tidurnya, tanpa sehelai baju, tanpa
tahu penyebabnya. Iti Carniti kem-
bali pulang ke Indonesia untuk
dikubur di antara kuburan orang tu-
anya. Iti kembali pulag untuk tidur
dengan tenang. Buku harian menghi-
lang, atau sengaja dihilangkan. Yang
pasti bisikan itu masih ada di sekelil-
ing kita.***
WARGA Desa Kubangkarang, Kec.
Karangwareng, Kab. Cirebon, ini ser-
ing diundang pada seminar arkeologi.
Pengalamannya yang cukup banyak
dalam hal pencarian fosil, menjadi
alasan utama para pecinta benda berse-
jarah mendengarkan penjelasan
Muhammad Thamrin (58 tahun).
Pencarian fosil, batu suiseki, dan
batu unik lainnya, diawali Tahamrin
sejak masih muda. Setelah bekerja se-
bagai petugas kesehatan di lingkungan
Pemkab Cirebon, ia banyak melayani
masyarakat di bidang kesehatan di
pelosok-pelosok.
Ketertarikannya mencari fosil dan
batu unik terjadi saat mengunjungi
masyarakat di daerah pegunungan. Ia
lantas bekerja seraya mencari batu.
Sebagai pegawai negeri sipil (PNS),
upah yang diterimanya waktu itu tidak
sebanding dengan tenaga yang dikelu-
arkannya. "Gaji yang sangat kecil mem-
buat saya tidak tahan. Saya akhirnya
keluar, dan memutuskan fokus ke pen-
carian fosil," tutur Thamrin, saat berbin-
cang ringan di kediamannya.
Temuan Thamrin sempat mengge-
gerkan para peneliti pada Pusat Arkeo-
logi Bandung. Sejumlah ahli akhirnya
melakukan penelitian pada hasil temuan
Thamrin. Yang dibawa waktu itu gigi
gajah purba, kerangka buaya purba, dan
lainnya. Bahkan batu unik yang dite-
mukan Tamrin juga diteliti. Hasilnya
cukup mengejutkan. Tingkat kekerasan-
nya mendekati batu intan.
"Bunyi batu-batu di sini kalau
dipukul pakai palu sama persis dengan
besi. Batu di sini tidak jauh beda den-
gan besi. Tingkat kekerasannya
mendekati batu intan. Kalau saya
butuh duit, saya jual batu-batu ini,
karena cukup laku juga untuk membu-
at batu ali," kata Thamrin.
Thamrin memang terkenal sebagai
pengoleksi sekaligus pemburu fosil.
Fosil adalah tulang-belulang yang telah
menjadi batu (membatu) di mana
usianya mencapai ratusan bahkan jutaan
ribu tahun. Ia mendapatkannya di sepa-
njang perbukitan yang membentang
dari Kec. Palimanan, Sumber, Beber,
Sedong, Waled, hingga Kab. Kuningan.
Fosil yang dikoleksinya sangat be-
ragam, dari mulai gigi gajah purba
(stegedon) hingga berbagai jenis ikan.
Tentang penemuannya itu Dinas
Pariwisata Provinsi Jawa Barat juga
mengakui bahwa yang ditemukan
Thamrin adalah fosil. Bahkan fosil-
fosil yang diangkat dari dalam tanah,
diakui paling tua di Nusantara.
Ribuan
"Awalnya saya dikira orang gila,
karena punya kesenangan yang tak
lazim. Tetapi saya berkeyakinan, apa
yang saya lakukan bukan perbuatan
sia-sia. Hingga akhirnya, berbagai lem-
baga penelitian datang dan membe-
narkan hasil temuan saya," akunya.
Menurutnya, fosil yang ada di
rumahnya kini mencapai ribuan. Agar
tetap terawat, harus disimpan di sebuah
tempat yang representatif. Hanya saja,
Thamrin mengaku kesulitan memban-
gun museum karena terbentur masalah
dana yang cukup besar.
"Terus terang saya tidak sanggup
membangun museum yang represen-
tatif. Padahal niat saya itu mulia, yakni
ingin memberikan yang terbaik bagi
bangsa ini. Saya menilai, memberikan
ilmu tentang sejarah masa silam adalah
karya," paparnya.
Thamrin menyayangkan sedikit
orang yang peduli terhadap keberadaan
fosil. Padahal dari segi ilmu penge-
tahuan sangat berguna. "Justru yang di-
terima saya adalah perlakuan tidak
menyenangkan dari para oknum peja-
bat yang menghilangkan fosil yang
dibawa dengan dalih untuk pameran.
Terakhir saya ketipu. Batu dan fosil
saya dibawa ke luar negeri," pa-
parnya.***
K
Sajak
C Ce er r p pe en n
Subhan
MITRA DIALOG
Akt ual Tegas dan Beri mbang
HARI AN UMUM
SABTU - WAGE
( 20 JUNI 2009 ) 26 JUMADIL AKHIR 1430 H
HALAMAN 9
Alamat e-mail pengiriman naskah cerpen, artikel dan puisi: mdnews7@yahoo.co.id
Nurochman Sudibyo YS
Gerhana Bulan
Memasuki daerah yang kau diami, sampai jua
suaramu
terpelanting ke dalam masjid. Menggunting jiwa
ini, kering
sampai di wilayah yang tak terpetakan di negeri
yang gaungnya dimitoskan dengan nyanyian dan
seribu impian.
Angin pun kembali datang saling menyapa
burung-burung rindu kembali mencari sarangnya,
sambil
mengaitkan buah-buahan dan cerita kanak-kanak
yang difosilkan oleh tanah kelahiran
harapan pun terus mengembangkan sayapnya
pada
rembulan.
Indramayu, 1999
Gerhana Bumi
Sesudah senja datang. Kehidupan telah kuram-
pungkan
dengan mengalirkan jutaan virus akut
dan kuhanyutkan menuju laut
Oleh sebab air dalam diri ini, menggerakkan rasa
yang terpenjara di buih-buih ombak amuk dan
ambisimu,
tak bisa kutinggalkan. Dengan seribu panah
berhamburan
menuju dadaku. Tiba-tiba selaksa cahaya
menangkisnya
di bumi yang gulana, tombak dan patahan busur,
tumbuh
begitu subur. Mencipta tanaman di atas karpet
menghijau
Mungkin karena kau telah lupa saat di persingga-
han
antara cuaca itu, surga yang direngkuh dalam
setiap
perjalanan. Selalu kau pahami dengan
menyediakan perahu baru dan bidak yang kuyu
sampai di tempat pilihan untuk persinggahan ini
semua pemilik hati tak lagi berduri. Berlari men-
gitari bumi
doa-doa tak ada lagi. Ruhnya yang tengah
dipendamkan
dalam pasir jiwanya yang dingin.
Indramayu, 1999
Kericuhan dalam Kamar Sewaan
:FAS
Kalau bukan kau yang menyeretku, tak akan
kularikan
kendaraan ini, dengan kendali hasrat beku
dan sisa keringat juga daun-daun yang terus
berguguran
Kembali kau tiup kericuhan dalam kamar sewaan
setelah mengusir burung-burung, dengan boneka
jerami
mainanmu. Berkostum petani yang koyak batin-
nya.
sebab buku-buku mengelupas sampulnya
di atas kepala yang tersari dari
realitas empirisme. Malam dan kefanaan siang-
mu
irama tarling itu, menjatuhbangunkan tidurmu
yang kelam oleh deru suara kipas angin
menambah dingin sunyi malam
sepanjang kamar sewaan. Lelah
dan lengang, disapa gerimis
mengiris-iris alismu, tanda telah datang waktu
pulang
tapi sampai dengan pemilik rumah menutup
semua kamar
kau masih terbujur kaku di situ. Di pojok pintu
yang membakar kamar menjadi kerajaan sunyi
bagi siapa saja yang masih mengantungi botol-
botol sisa racun
dahagamu. Bujuk rayu dan tangan-tangan beku
tengadah
tak mau pedulikan darah yang bernanah di ketiak
malam
melengserkan kesadaran kita akan teriakkan
anak-anak
yang dipecahkan bohlam lima watt.
Indramayu, 1999
SELAMA puluhan tahun, Indonesia
merupakan salah satu bangsa yang se-
lalu menjadi bulan-bulanan negara-ne-
gara kuat, baik dalam ranah politik,
ekonomi, maupun sosial budaya.
Carut marutnya sistem perekonomi-
an bangsa ini tak lepas dari sikap para
pemimpin yang terkesan "menggelar
karpet merah" bagi tuan-tuan beram-
but pirang (pihak asing, khususnya
bangsa Barat). Pemerintah enggan be-
ranjak dari sistem ekonomi neoliberal,
dan selalu merujuk pada Washington
Consensus (Kesepakatan Washington).
Padahal Washington Consensus
telah banyak ditinggalkan oleh negara-
negara lain. Sistem ini tidak berpihak
pada kepentingan rakyat. Ia terlalu
menyerahkan urusan pada mekanisme
pasar, dan mengabaikan subsidi.
Bahkan, ia juga telah ditinggalkan di
negara kelahirannya, Amerika Serikat,
karena dianggap sudah tidak dapat
diandalkan.
Pemerintah mengklaim bahwa
perekonomian Indonesia tidak terjebak
dalam kungkungan neoliberalisme.
Indonesia menggunakan sistem ekono-
mi terbuka yang berkeadilan sosial.
Kenyataannya, pihak asing masih saja
menghisap kekayaan negeri ini dengan
nyaman. Indikatornya, masih begitu
banyak perusahaan asing yang men-
dominasi aset-aset vital bangsa ini.
Pemerintah pun masih sangat tergan-
tung pada lembaga-lembaga keuangan
internasional, seperti World bank (Bank
Dunia), International Monetary Fund
(Dana Moneter Internasional/IMF), dan
World Trade Organization (Organisasi
Perdagangan Dunia/WTO). Besarnya
pengaruh asing dalam percaturan
bangsa ini, tak ayal ikut memengaruhi
dinamika politik dalam negeri.
Sejatinya, kekayaan bumi pertiwi ini
mampu memakmurkan rakyatnya
tanpa campur tangan para tuan bule.
Yang terjadi saat ini justru kebalikan-
nya.
"Bukan karena perekonomian kita
yang tidak cukup kuat menahan inter-
vensi asing, melainkan lantaran pemer-
intahnya yang tidak mau melepaskan
diri dari sistem ekonomi neoliberal,"
kata Direktur Eksekutif Conit
Advisory Group, Hendri Saparini.
Hal ini bisa dilihat dari jumlah utang
negara kepada lembaga-lembaga
keuangan dunia. Berdasarkan data
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Departemen Keuangan, realisasi per-
tambahan utang pemerintah selama
lima tahun terakhir mencapai Rp 420
triliun. Sehingga total utang mencapai
Rp 1.695 triliun, dibandingkan Rp
1.275 triliun pada tahun 2004. Artinya,
tambahan utang pertahun rata-rata Rp
84 triliun.
Menyangkal
Menurut Hendri, untuk membayar
cicilan bunga utang, pemerintah ter-
paksa gencar menjual obligasi, dan
surat utang. Namun penerbitan surat
utang juga diiringi pengenaan bunga
tinggi untuk menarik minat pembeli di
tengah ketatnya likuiditas global saat
ini.
Pemerintah tentu saja menyangkal,
seperti yang dikutip dalam www.pres-
idenby. Informasi utang negara pada
IMF dipangkas habis pada masa pe-
merintahan tahun 2004. Tengok saja
pada tahun 1998, utang Indonesia
kepada IMF sebesar 9,1 miliar dolar
AS. Pada tahun 2006, dua tahun sete-
lah masa kepemimpinannya, SBY
mengklaim berhasil melunasi seluruh
utang negara sebesar 7,8 triliun dolar
AS.
Tak hanya itu, tingkat kemiskinan
dinyatakannya terus berkurang. Pada
tahun 1998, angka kemiskinan menca-
pai 24,2 persen. Pada masa awal
kepemimpinan 2004, pemerintah
menyatakan, tingkat kemiskinan turun
menjadi 16,7 persen, dan pada 2008
tinggal 15,4 persen dari total penduduk
negeri ini.
Pertumbuhan ekonomi setali tiga
uang. Saat Susilo Bambang
Yudhoyono tampil pada tahun 2004,
pertumbuhan ekonomi meningkat
menjadi 5,1 persen. Bandingkan den-
gan pertmbuhan ekonomi 1998 yang
minus 13,1 persen. Cadangan devisa
yang semula 33,8 miliar dolar AS,
pada tahun 2008 naik menjadi 9,1
persen. Sehingga pembangunan di
Indonesia mengalami kemajuan sig-
nifikan dalam jangka waktu 10 tahun
terakhir (1998-2008).
Namun Hendri tidak sepakat dengan
semua pernyataan itu. Utang negara,
menurutnya, melonjak Rp 392 triliun
di masa pemerintahan SBY. Kebijakan
ekonomi neoliberal yang tidak tepat
mengakibatkan tergerusnya APBN
2009, sehingga defisit Rp 51 triliun.
Oleh karena itu, ia menyebutkan
bahwa APBN tahun ini adalah APBN
krisis.
"Masyarakat tidak banyak mengerti
soal ini. Jika masyarakat tahu, pasti
mereka tidak mau kebijakan neolib-
eral ini dilanjutkan," kata Hendri.
Dampaknya, menurut Hendri,
tingkat elektabilitas masyarakat bisa
anjlok pada pemilu nanti.
Senada dengan Hendri, mantan
Menteri Keuangan, Fuad Bawazier,
mengungkapkan, sampai saat ini, me-
mang masih ada kebiasaan lama pen-
guasa, yakni menganggap kemudahan
berutang sebagai keberhasilan. Hal it-
ulah yang menyebabkan utang luar
negeri terus meningkat.
"Padahal utang luar negeri yang se-
makin bertambah akan memberatkan
perekonomian bangsa," tukas Fuad.
Di sisi lain, program Bantuan
Langsung Tunai (BLT), dan Dana
Stimulus Fiskal, dinilai sebagai kebi-
jakan yang tidak tepat, karena
mengambil uang negara.
"BLT bukan program untuk menye-
jahterakan rakyat secara berkesinam-
bungan. BLT hanya proyek untuk
pencitraan diri saja. Ini budget untuk
pemilu saja," cetusnya.
Stimulus fiskal, menurut Fuad, bisa
dibilang serupa tapi tak sama.
Pemerintah menggunakan metode
stimulus yang efek berantainya (multi-
plier effect) paling rendah diband-
ingkan cara lain. Oleh karena itu, ne-
gara-negara lain di dunia enggan
menggunakan metode tersebut.
Sebagai gambaran, pemerintah men-
gucurkan Rp 73,3 triliun sebagai stim-
ulus fiskal. Rinciannya, stimulus per-
pajakan Rp 56,3 triliun, dan stimulus
belanja negara Rp 17,0 triliun.
Stimulus perpajakan terdiri atas penu-
runan tarif PPh, pajak pertambahan
nilai dan bea masuk ditanggung pe-
merintah (PPN dan BM DTP) dan in-
sentif terkait PPh Pasal 21 dan Pasal
25. Adapun stimulus belanja negara
Rp 17,0 triliun terdiri atas belanja in-
frastruktur Rp 12,2 triliun, dan Rp 4,8
triliun untuk subsidi langsung dan sub-
sidi energi.
Titik nadir
Penyaluran stimulus diharapkan
mampu menjaga pertumbuhan do-
mestik bruto nasional. Tingkat kon-
sumsi masyarakat akan melonjak kare-
na pekerjanya tidak terkena pajak
penghasilan. Kemudian, membuka la-
pangan pekerjaan dengan maraknya
proyek infrastruktur. Akibatnya, imbas
krisis keuangan global tidak sampai
membuat negara ini gulung tikar.
Memang anggaran stimulus bakal
membuat perekonomian bangsa ini
merangkak naik. Sayangnya semua ini
dibarengi minimnya multiplier effect.
Bandingkan dengan metode direct
spending atau belanja langsung.
Intinya, perekonomian Indonesia
akan mengalami titik nadir pada tahun
2010 apabila pemerintah tetap mem-
pertahankan sistem ekonomi neoliber-
al dalam membangun bangsa ini.
Indonesia akan terlepas dari beleng-
gu perbudakan bangsa asing, jika saja
kita semua sadar bahwa kita sedang di-
injak-injak oleh mereka, kemudian
memberanikan diri untuk berjalan di
atas kaki sendiri dalam menempuh ke-
jayaan ibu pertiwi.***
*) Penulis adalah Mahasiswa
Program Studi Komunikasi Jurusan
Dakwah STAIN Cirebon dan pegiat
ilmu perbandingan agama
Gaji Ke-13
BELUMlama ini, puluhan ribu pegawai negeri
sipil (PNS) di Kota dan Kab. Cirebon menerima gaji
tambahan atau biasa disebut gaji ke-13. Sebuah
"kado" istimewa yang diberikan pemerintah terhadap
para "bawahannya".
PEMBERIAN gaji ke-13 tak pelak mengundang
suka cita. Ada yang memanfaatkannya untuk mem-
beli peralatan sekolah putra-putrinya. Ada yang
membeli telefon seluler (ponsel) tipe terbaru. Bahkan
ada yang memakainya untuk liburan karena sebentar
lagi akan memasuki masa liburan sekolah.
Tidak ada pihak yang keberatan terkait pencairan
gaji ke-13. Semua pihak setuju jika PNS diberi bonus
tambahan tersebut. Kalaupun ada hanya bernuansa
politis, karena pemberian gaji itu sebelum masa
Pemilu Presiden 8 Juli 2009. Sebuah perhelatan akbar
yang akan membawa bangsa ini kepada pemimpin
baru untuk lima tahun ke depan.
Terlepas dari hiruk pikuk gaji ke-13, ada baiknya
kita sedikit merenung akan makna di balik perhatian
pemerintah itu, yakni upaya meningkatkan kinerja
aparatur pemerintah, yang notabene sebagai abdi
masyarakat dan abdi negara. Sebuah peran yang
memberi banyak peluang amal jika digunakan se-
bagai pengabdian yang tulus dan amanah. Soalnya
pengabdian tersebut berkaitan dengan pelayanan pub-
lik.
Namun seperti yang sudah-sudah, peningkatan
kualitas pelayanan yang disodorkan aparatur pemer-
intah tampaknya masih banyak yang justru mengun-
dang keluh kesah masyarakat. Ini berarti, mutu
pelayanan masih setengah hati atau justru aparaturlah
yang ingin dilayani masyarakat.
Peningkatan kualitas pelayanan tampaknya perlu
dilakukan karena pemerintah seakan terus meman-
jakan para PNS, bukan hanya pada gaji ke-13, tetapi
juga pada kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat
otomatis, dan masih banyak lagi. Dengan kata lain,
kalangan PNS harus "sadar diri" dengan cara
mengimbanginya melalui peningkatan mutu
pelayanan.
Bila terjadi sinergitas antara perhatian pemerintah
dengan para personelnya, tidak akan terdengar lagi
keluhan masyarakat atas buruknya pelayanan di selu-
ruh organisasi perangkat daerah (OPD), dan, tentu
saja, pendapatan asli daerah (PAD), seiring tingkat
disiplin pegawai yang bisa diandalkan.
Koran ini tentu berharap banyak jika aparatur pe-
merintah dapat bekerja secara maksimal. Karena
mereka digaji dengan uang rakyat. Jika kemudian
mereka bekerja asal-asalan atau tidak becus melayani
rakyat, sama artinya dengan mengkhianati keper-
cayaan rakyat dan menghambur-hamburkan uang
rakyat. Hal inilah yang mesti dihindari agar negeri ini
tumbuh menjadi negeri yang bisa bersaing di percat-
uran internasional.***
Bila Anda ingin mengungkapkan tanggapan,
usulan, kritikan, atau apa saja yang menyangkut
segala hal yang terjadi di hadapan kita, kami
persilahkan mengirimkannya dalam bentuk surat
pembaca. Selain surat itu diketik rapi, kami
mohon pengirim menuliskan identitas secara
lengkap. Jangan lupa, sertakan salinan bukti diri
seperti fotocopy KTP, SIM, kartu pelajar dsb.
Redaksi
Kecewa Artikel
SAYA salah seorang pelanggan "MD". Saya ingin
menyampaikan kekecewaan sehubungan dengan ke-
munculan dua artikel bermasalah pada bulan ini.
Artikel pertama berjudul "Siapakan Syetan
Sebenarnya?" terbit pada hari Jumat (5/6) dengan
nama penulis Sunardi. Tapi keesokan harinya
muncul artikel dengan judul dan isi sama tapi den-
gan penulis Abdul Karim S.Pd.I. Sepekan kemudi-
an, muncul tulisan berjudul "Facebook: Antara
Haram dan Halal" dengan penulis Abdul Karim
S.Pd.I. Masalahnya kali ini, tulisan yang sama den-
gan penulis yang sama, muncul pula di Radar
Cirebon.
Bagi saya, dan pembaca lainnya, kemunculan ar-
tikel-artikel itu sangat merugikan. Hak pembaca
untuk mendapat materi berbeda tak terpenuhi. Saya
minta klarifikasi redaksi "MD" soal ini.
Bambang Supriyanto,
Leuwimunding, Majalengka
Dari redaksi: Terima kasih atas perhatiannya.
Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan Anda. Soal
artikel "Siapakah Syetan Sebenarnya?", kesalahan
ada pada kami. Dengan begitu banyaknya artikel di
arsip, kemungkinan artikel karya Abdul Karim ini
tertimpa oleh artikel lain karya Sunardi. Untuk itu,
redaksi sudah menyampaikan permohonan maaf se-
cara terbuka di bawah artikel yang benar pada hari
Sabtu (6/6).
Sementara soal artikel ganda berjudul "Facebook:
Antara Haram dan Halal", tanggung jawab bukan
pada kami, tapi pada penulisnya. Kami tak mungkin
memantau semua artikel di media massa lain.
Etikanya, penulis memang tak boleh mengirim ar-
tikel yang sama ke dua atau lebih media massa.
Kalau pengiriman telanjur dilakukan, misalnya kare-
na tak sengaja, penulis harus segera membatalkan
salah satunya guna menghindari pemuatan ganda.
Penulis yang diketahui menulis artikel sama di dua
atau lebih media massa, harus menyampaikan klar-
ifikasi secara terbuka di media massa bersangkutan.
Jika tidak, redaksi media massa itu berhak menolak
artikel yang bersangkutan di kemudian hari.***
Komisaris Utama : H. Kartono Sarkim Komisaris : Budi Maulani Wahidin, H. Usman Rachmatika Kosasih Direktur : Deni Kahdar Gunandi General Manajer : HM. Wasikin Marzuki
Pemimpin Umum : Deni Kahdar Gunandi Pemimpin Redaksi/Penanggungjawab: Diding A. Karyadi Redaktur: Dadang Suherman YR, Dudung AH, Ruddy Apriantho, Anto Sulistyanto, Saefullah, Noly Alamsyah, Taufik Hidayat, Adhijaya Prasetyo
Redaktur Teknik & Perwajahan: SM Annas Sohef Sekretaris Redaksi : Diah Rodiah BPPTI : Suhartono, Aris Efendi Staf Redaksi Cirebon: Arif Rohidin, Johana, Alif, Epih Pahlevi, A. Rifai, Toni, Asep Iswayanto, Ghiok Riswoto, Andi Kurniadi, Ibnu
Saechu, Syarif Kamal, Erika Lia Lestari, Ade Nurjanah Fotografer : Shanty, Andi Arifin INDRAMAYU : Khaerudin, Ichsan J, Hendra S, Abu Bakar, Alim Munandar KUNINGAN: Eman Sulaeman, Raharja, Nunung Khasanah,Yan Irwandi. MAJALENGKA
: Tati Purnawati, Dandie Sofyan Efendi Pra-Cetak : Wawan Hermawan, Hermansyah, Roby Yanuardi, Ibnu Jafar.
Manajer Pemasaran dan Promosi : Moch. Ai Nurdin Manajer Umum dan Personalia : Tata Samsu Brata Manajer Keuangan dan Akuntansi: Nita Yulianti Asisten Manajer Keuangan: Ahmad Mustahri Asisten Manajer Akuntansi: Uni Wahyuni Promosi : Stanney Williams
Iklan : Yana Heryana. Sirkulasi : Jaja Subagja
Alamat Redaksi: Jl. RA Kartini no.7 Cirebon Tlp. (0231) 204440, 210541 Fax.(0231) 201315, 210533 Kotak Pos 350 Cirebon 45123 http://www.mitra-dialog.com, E-mail : redaksi@mitra-dialog.com, opini@mitra-dialog.com
Penerbit : PT Berkah Pikiran Rakyat,SIUPP No.316/SK/Menpen/SIUPP/1997 Tgl. 12 Agustus 1997. Perwakilan HU. Mitra Dialog/Grup Pikiran Rakyat : JAKARTA : Jl. Gajah Mada 101 Tlp. (021) 6301288 (Hunting), 6339313 Fax. (021) 6320291 Telex 41453 PR JKT. CIAMIS: Jl.
Sudirman 67 Tlp. (0265) 71339. TASIKMALAYA: Jl. Dinding Ari Raya I No.7 Komplek Perum Panglayungan Tlp. (0265)- 331947/335677/339308. GARUT: Jl. Papandayan No.50 Tlp. (0262) 231171. BOGOR: Bogor Baru Blok A II No. 11 Tlp. (0251) 311013. SUKABUMI: Jl. Sriwijaya
11 Tlp. (0266) 222682. KUNINGAN: Jl. Siliwangi No.206 Tlp. (0232) 871776. INDRAMAYU: Jl. Sudirman No. 94 Tlp (0234) 271665. KARAWANG: Jl.Cakradireja No.7B Tlp. (0267) 40258. PURWAKARTA: Jl. Ibrahim Singadilaga No 59 Tlp. (0264) 200183. PURWOKERTO: Jl. Brigjen
Entjung No. 27 A Tlp.(0281) 621872. SUBANG: Jl. Otista No. 46 Tlp. (0260) 414636. SERANG: Jl. Jend. A.Yani No.72, Tlp. (0254) 200803, 0254-205590. YOGYAKARTA: Jl. Bausasran DN III/715 Tlp. (0274) 586913 Fax. (0274) 517657.
DICETAK OFFSET: PT. GRANESIA, Jl. Soekarno-Hatta 147 Bandung 40223 Tlp. (022) 637755 (Hunting System), Fax. (022) 631004.
Oleh Irkham Fahmi, AS
MITRA DIALOG
Akt ual Tegas dan Beri mbang
MITRA DIALOG
Akt ual Tegas dan Beri mbang
HARI AN UMUM
SABTU - WAGE
( 20 JUNI 2009 ) 26 JUMADIL AKHIR 1430 H
HALAMAN 8
Sorotan
Surat Pembaca
Inspirasi
HARI AN UMUM
Bangsaku Budak
Neoliberalisme
Muhammad Thamrin
Kumpulkan Ribuan Fosil
"DUNIA itu bagaikan
ular, Ris," celetuk Semar
setelah beberapa waktu
terdiam dan sepertinya
memberikan kesempatan
kepada Curis untuk men-
gunyah kata-katanya.
Mendengar celetukan
Semar seperti itu, karuan
saja Curis yang terkejut. Ia
sedikit terperanjat dan
setelah kesadarannya kem-
bali utuh, kembali bulat
pada topik pembicaraan, ia
pun kali ini mendapatkan
pernyataan yang juga tidak
mudah untuk ditelan den-
gan pikirannya saat itu.
Menyaksikan Curis
yang sedikit terperanjat,
Semar pun kemudian
mengulangi kata-katanya.
"Benar, Ris. Dunia itu
seperti ular."
"Benarkah, Bapa?" tim-
pal Curis sambil memper-
baiki sikap duduknya. Ia
kini duduk bersimpu
seperti layaknya seorang
murid atau seorang cantrik
yang bersiap untuk mener-
ima titah atau penjelasan
sang guru.
"Berbahaya dan
berbisa," sambung Semar
datar. Tatap matanya men-
embs kelebatan hutan
Astina.
"Bukankah dunia men-
janjikan kenikmatan,
kemegahan, dan kegemer-
lapan yang menggiurkan
siapa pun?"
"Dunia memang akan
membuat kilau-kilau
kegemerlapan yang amat
sangat memukau dan
didamba oleh banyak
orang. Tetapi ketahuilah,
Ris. Semakin engkau
meneguknya maka kamu
akan semakin kehausan
yang tiada tara. Semakin
engkau mampu meraih-
nya, enkau akan semakin
merasa kekurangan,
semakin engkau membu-
runya maka semakin
engkau tak mendapatkan-
nya. Lama kelamaan
engkau akan dililit.
Seluruh tubuhmu akan
dililit oleh kuat kuasanya
hingga tertundukkan
olehnya. Tubuhmu akan
remuk redam dalam
kuasanya yang begitu
kuat. Bahkan tidak hanya
tubuhmu yang tertun-
dukkan olehnya. Lama
kelamaan pikiranmu akan
rontok luluh dalam logi-
ka-logika duniawi. Hidup
menjadi sangat kering
karena kali ini pikiranmu
hanya berpikir untuk
kemegahan duniawi."
Semar menghela nafas
sejenak.
"Saat-saat mencekam
berikutnya adalah ketika
kali ini jiwamu yang juga
sudah tertundukkan.
Jiwamu pun kemudian
akan menjadi limbung, tak
berdaya dalam pagutan
gigi-gigi berbisanya.
Jiwamu terkapar! Tak
sanggup lagi mencerna
kebenaran dengan kesu-
cian ruhmu. Hati nuran-
imu terbungkam.
Kebenaran dalam hatimu
adalah kemegahan duni-
awi semata. Bisa ular itu
telah merasuk ke seluruh
ragamu, ke seluruh piki-
ranmu, dan ke seluruh
jiwamu. Kau akan berkali-
kali dipagut dan tak per-
nah sampai kepada Hyang
Maha Tunggal."
Curis masih mengang-
guk-anggukkan kepalanya
sambil mencoba untuk
mengerti setiap kata-kata
yang diucapkan Semar.
"Lalu apakah yang
sebaiknya kita lakukan?"
(Bersambung)
Bingkai Cirebon Punakawan Cerbon (111)
Made Casta
Bisikan Peri
Bisikan Peri
Biodata
Nama:
Muhammad Thamrin
Lahir:
Sindanglaut, 6 September
1951
Alamat:
Jl. Raya Desa Kubangdeleg,
Kec. Karangwareng,
Kab. Cirebon
Pendidikan:
SDN Sindanglaut
SMPN Karangsuwung
SMAN Sindanglaut
Sekolah Penjenang
Kesehatan Bogor
(semester akhir)
Isteri:
Kartini
Anak:
Usnul Dianingrum
Ade Saeful Bahri
Nurbaetillah
Hal 8-9 Sabtu 4/20/03 9:03 PM Page 1
ENAMbelas tahun cinta mereka
terpisah. Enam belas tahun komu-
nikasi mereka terputus. Tempat
yang memisahkan mereka, keadaan
juga yang memisahkan mereka.
Setelah sekian lama cinta mereka
tenggelam terputus oleh kehidupan
masing-masing, tumbuh kembali,
walaupun mereka sama-sama telah
mengarungi rumah tangga.
"Apa kabar sayang? Masih ingat
sama siapa coba?" Tiba-tiba suara
dari kejauhan terdengar.
Rina kaget juga mendengar suara
itu. Lama sekali Rina mengingat-
ingat suara itu. Suara yang tak asing
bagi telinga Rina, tapi Rina lupa.
"Astaga, Bob Kau kah ini?"
Antara ya dan bukan Rina
menebaknya.
"Alhamdulillah, ternyata Rina
masih ingat. Gimana
kabarnya? Berapa tahun kita
gak ketemu, ya?"
Lama Rina terdiam ga
menjawab, beribu kata
yang ingin Rina ungkap-
kan. Senang sedih
bercampur.
"Rin, jawab. Bob
kangen suara
kamu!"
"Ya, apa kabar
juga?" Gugup
juga Rina men-
jawabnya.
"Tau dari mana
nomor Rina?"
"Ada dech,
informan Bob
kan banyak," timpal
Bob.
Bob menceritakan
segala macam pe-
ngalamannya sela-
ma putus hubungan
sama Rina. Bob
mencari tahu ke
sana ke mari alamat
maupun nomor yang
bisa dihubungi. Ke
teman-teman Rina
maupun Bob yang
barangkali mengetahuinya.
Sementara Rina mengamininya
sambil tak henti-hentinya me-
ngeluarkan air mata. Haru, tidak
menyangka kalau perjuangan Bob
begitu besar.
"Tahu gak, walaupun Bob sudah
punya istri dan dua anak, cinta Bob
hanya buat Rina."
"Gila, keluarga kamu mau dike-
manain? Jangan gombal, ah!"
"Sungguh, istri Bob juga tahu,"
tambah Bob.
"Ga mungkin. Istri mana yang
mau cinta suaminya buat orang lain.
Lagian Rina sudah punya keluarga
sendiri. Jangan mimpi!" Bantah
Rina.
"Rin, sebelum menikah dulu, saya
ngomong ke istri, saya mau nikah
sama Lia hanya karena kasihan
orang tua yang terus menerus nyu-
ruh Bob nikah, tapi hati saya hanya
untuk Rina bukan untuk Lia," jelas
Bob.
"Lia sendiri mau menerimanya?"
tanya Rina.
"Mungkin Lia juga mau karena
orang tua Bob," sambil lari-lari ke
atas kapal, Bob mencari sinyal.
"Tunggu sebentar, jangan ditutup.
Maklum, di tengah laut sinyal gak
bagus," pinta Bob.
Lama suara dari kejauhan
menghilang, Rina pun menunggu-
nya dengan sabar.
"Tahun baru Bob pulang. Kita
ketemu yuk! Nanti Bob ke rumah."
"Jangan, suami Rina lagi di luar
kota."
"Ya sudah, sesampai di Jakarta
nanti Bob nelefon lagi. Untuk
meyakinkan Rina, Lia tau siapa di
hati Bob," jelas Bob.
"Jangan gila Bob, ingat anak istri!
Yang lalu biar berlalu, kita sudah
punya keluarga masing-masing,
Rina gak mau menghancurkan kelu-
arga kita, keluarga Rina juga keluar-
ga Bob," pinta Rina.
"Rin, Bob sudah berusaha, tapi
Rina gak bisa hilang dari lubuk hati
terdalam Bob. Sampai Bob berusaha
berobat ke sana ke mari, biar Rina
lenyap dari kehidupan Bob. Tetep
gak bisa. Tolong Rin, kali ini Rina
jangan mangkir dari Bob," pinta
Bob.
"Rina ngerti. Tapi Bob juga harus
ngertiin keadaan Rina sekarang.
Gak mungkin Rina meninggalkan
suami dan anak. Rina juga gak mau
rumah tangga Bob berantakan kare-
na Rina."
"Percaya gak, salat istikharoh Bob
lakukan berpuluh-puluh kali, Rina
dan Rina jawabnya. Mungkin kita
jodoh Tuhan, apa pun rintangan-
nya pasti bersatu. Percaya!"
Tiba-tiba suara Bob menghi-
lang. Mungkin karena
masalah sinyal.
Hari demi
hari
Rina menjalani kehidupan seperti
biasa, layaknya seorang ibu rumah
tangga, mengurus anak-anak,
masak, beres-beres rumah. Untuk
mengisi kejenuhannya dengan ruti-
nitas di rumah, Rina keliling
berjualan pakaian yang bayarannya
mingguan. Kalau anak-anak libur
sekolah, kadang mereka jalan-jalan
sambil ngecek rekening kiriman
suami. Betapa kagetnya Rina, pas
ngecek ada tambahan yang gak
seperti biasanya. Rina cepat-cepat
menelefon Anwar.
"Assalamualaikum. Apa kabar
Mas? Ada perkembangan usaha?"
Rina langsung nanya begitu.
"Waalaikum salam. Alhamdulillah
Mas baik. Ibu sama anak-anak gi-
mana?" Anwar balik nanya.
"Maaf ibu, ibu nanya perkemba-
ngan usaha Mas? Sabar ya, usaha
Mas sekarang lagi ada cobaan.
Sekarang Mas belum bisa transfer,"
jelas Anwar.
Rina kaget mendengar penjelasan
Anwar. Kalau begitu, siapa yang
mentransfer segitu banyaknya uang?
"Gak apa-apa Mas, masih ada
cadangan," Rina belum bisa mem-
beritahu Anwar jumlah yang ada di
rekening tabungannya.
"Hati-hati Mas, jaga kondisi.
Cobaan yang sedang kita hadapi
kita serahkan sama-sama pada
Allah. Sudah dulu ya Mas, anak-
anak belum mandi nih.
Assalamualaikum," Rina berusaha
menenangkan Anwar.
"Waalaikum salam. Hati-hati juga
ibu sama anak-anak, ya!"
Rina masih bingung dengan isi
rekeningnya. Terlintas juga Bob
yang ngirim, soalnya Bob pernah
ngomong mau nambahin modal
usaha Rina. Tapi gak mungkin, Bob
kan gak tahu nomor rekening Rina.
Lama Bob gak nelefon. Rina pun
menganggapnya waktu itu hanya
kabar biasa, layaknya seorang
teman yang sudah lama gak bertemu
maupun kontak. Telefon maupun
SMS dari teman-teman merupakan
salah satu kesukaan Rina dalam
mengisi kesehariannya. Walaupun
Bob sudah nelefon Rina, tapi Rina
gak kepikiran SMS-an atau nelefon
balik ke Bob. Rina paling suka
SMS-an sama Endang, sahabat
SMA-nya dulu. Kali ini Rina curhat
masalah telefon dari Bob
bulan lalu, Endang
menanggapinya de-
ngan canda.
"CLBK dong, Rin,"
canda Endang.
"Gak juga ah.
Biasa aja tuh. Yang
Rin penasaran, dari
mana Bob tau nomor
Rina," jawab Rina.
"Ya, akulah yang ngasih tahu.
Waktu itu kebetulan ketemu di
Jakarta, malahan Bob nanyain
nomor rekening Rina, katanya mau
bikin surprise ke Rina," celoteh
Endang.
"Pantesan. Eh, mungkin gak sih
Bob sudah ngisi tabungan Rina,
soalnya kemarin Rin ngecek sal-
donya nambah, sementara Mas
Anwar belum ngirim?" tanya Rina.
"Mungkin saja. Coba tanya lang-
sung ke Bob!" perintah Endang.
"Males ah, ngontaknya. Nanti
kegeeran," jelas Rina.
"Uuuh, dari dulu gengsi kamu tuh
gak berubah, ya."
"He..he..he. Endang sudah tahu
kan sifat Rin. Ya, kapan-kapan Rina
ngontak Bob, tapi gak sekarang-
sekarang. Sudah dulu, ya! Jemput
anak dulu nih. Assalamualaikum."
"Waalaikum salam. Hati-hati ya
nyonya!"
Terjawab sudah, siapa yang ngisi
tabungan Rina, tapi Rina gengsi
nelefon langsung nanyain ke Bob.
Apalagi kalau ingat gombalnya Bob
waktu nelefon Rina, SMS-nya pun
membuat Rina semakin risi. Tapi
rasa penasaran Rina gak cukup
hanya curhat ke Endang, akhirnya
Rina SMS Bob. Gak ada basa-basi,
langsung nanyain kiriman uang ke
rekeningnya.
"Maaf kalau Rina merasa tersing-
gung. Bob kan pernah janji mau
nambahin modal usaha Rina.
Walaupun jumlahnya gak layak buat
modal usaha, tapi lumayan buat
nambah-nambah," jelas Bob, dalam
balasan SMS-nya mengenai per-
tanyaan Rina.
TAHUN baru tiba. Ketika sedang
santai nonton TV, bunyi telefon
berdering. Bob memenuhi janjinya,
nelefon kembali. Tapi kali ini suara
perempuan. Kaget Rina meneri-
manya.
"Assalamualaikum. Mba Rina ini
Lia, istrinya Mas Bob. Apa kabar
Mba?" Suara Lia terdengar lembut.
"Baik, Lia sendiri gimana
kabarnya?" jawab Rina.
"Alhamdulillah, Mba."
Lama mereka terdiam. Lia bi-
ngung mengawali percakapan.
Sementara Rina takut salah ucap.
"Perasaan, gak asing sama suara
Mba. Kapan dan di mana kita per-
nah ketemu," Lia me-
ngawali percakapan.
Rina masih belum
nyambung. Masih
terdiam dan bi-
ngung.
"Mba, Lia ingin
kita nyatu, bak adik
kakak, saling
menyayangi dan
saling meperhatiin.
Menikahlah sama
Mas Bob!" Suara
Lia lirih memo-
hon.
Semakin kaget
Rina
mendengar
kepolosan
Lia.
"Istigfhar
Lia, gak
mungkin.
Mba sudah
punya keluarga
sendiri. Mau
dikemanain
anak suami Mba.
Jangan berpiki-
ran begitu, kita
bersaudara
boleh-boleh saja,
tapi jangan ada ke-
mauan Mba menikah sama
Mas Bob," tegas Rina.
"Tapi Mba, jelas-jelas Mas
Bob mau Mba jadi istrinya
juga. Saya ikhlas Mba, sungguh!
Makanya kenapa saya nelefon
Mba, mumpung Mas Bob pulang.
Mau ya, Mba?!"
"Astaghfirullah Lia, gak mungkin.
Mba gak mau. Memang Mba sama
Mas Bob dulu pernah berhubungan,
tapi itu kan dulu. Sekarang kita
sudah punya urusan masing-masing.
Mba menolak permintaan Lia, Lia
juga harus ngertiin Mba. Bisa saja
Mas Bob nguji kita. Sudahlah, kita
saudaraan saja ya!" jelas Rina.
"Rin, mau dong! Sia-sia usaha
Bob sama Lia ini," tiba-tiba Bob
merebut telefon Lia.
Rina menutup telefon Bob.
Marah, kesel, juga bingung. Gak
munafik, di hati kecil Rina juga
masih tersimpan Bob. Apa boleh
buat, Rina sudah jadi nyonya
Anwar, jadi gak mungkin menerima
keinginan Lia maupun Bob.
Pagi buta Rina dibangunkan suara
klakson mobil berulang-ulang di
depan rumah. Betapa kaget Rina,
dibukanya pintu rumah berhadapan
dengan sesosok mayat ditandu
banyak orang. Gak kuasa menahan
sedih, Rina tak sadarkan diri.
Kenapa tiba-tiba? Yang ditunggu
bukan mayatnya tapi hidupnya.
Sakit rasanya Rina menerima
kenyataan ini. Anwar mengalami
kecelakaan di tempat kerjanya sam-
pai ajal menjemputnya. Tanpa
amanat, tidak ada tanda-tanda atau
firasat apapun Anwar pergi untuk
selamanya.
Hampa rasanya Rina menjalani
hidup tanpa suami, walaupun ter-
biasa ditinggal jauh sama suami.
Luka dalam hatinya masih mem-
bekas. Kuburan Anwar masih basah,
Rina dikejutkan dengan kedatangan
serombongan tamu. Tak asing wajah
salah seorang tamu itu bagi Rina.
Bob datang bersama keluarga
bermaksud melamar Rina. Kali ini
Rina gak bisa menolak. Itulah ke-
hidupan. Kun fayaqun.***
Subang, Januari 2008
ANDEN adalah wajah keberhasilan.
Berkat tangan dingin pria kelahiran
Cirebon, 25 Agustus 1959, itu puluhan
petinju berkualitas lahir, beberapa di
antaranya menorehkan prestasi, baik di
tingkat lokal, regional, bahkan nasion-
al. Salah satu petinju binaannya, Polly
Carpus Dao, pernah menjadi juara na-
sional versi Asosiasi Tinju Indonesia
(ATI). Sementara beberapa petinju lain
meraih prestasi di ajang Sarung Tinju
Emas (STE), sarung Tinju Perak
(STP), atau Pekan Olah Raga Provinsi
(Porprov).
Yang luar biasa, prestasi itu diraih
tanpa dukungan memadai, baik dana
maupun sarana dan prasarana. Untuk
pendanaan, Anden lebih banyak mero-
goh koceknya sendiri. Sementara
untuk menyiasati keterbatasan sarana
dan prasarana, ia bahkan menyulap ke-
diamannya sendiri di Jl. Sukasari V
No. 59 Kota Cirebon sebagai kawah
candradimuka bagi para petinju bi-
naannya. Selain menjadi tempat
berlatih, beberapa petinju bahkan men-
jadikan tempat menumpang hidup.
Anden adalah wajah idealisme. Ia
benar-benar mendermakan hidupnya
untuk tinju. Ia tak pernah berpikir
untuk beralih ke bidang lain. Sebab,
baginya, tinju bukan sekadar olah raga,
tapi juga jalan hidup.
Mampu menghasilkan para petinju
berkualitas dan berprestasi menjadi ke-
bahagiaan tersendiri baginya. Ia tak
pernah berpikir soal imbalan atau balas
jasa.
Salah satu bukti idealismenya adalah
keteguhan dia menetap dan melatih di
Cirebon. Sebagai putra Cirebon, ia
ingin membaktikan dirinya untuk daer-
ahnya sendiri. Ia ingin putra-putri
Cirebon mengharumkan nama daerah-
nya melalui tinju.
Ia beberapa kali menerima tawaran
melatih di daerah lain, termasuk Kota
Bandung yang siap memberinya peng-
hasilan dan fasilitas menggiurkan.
Namun ia menolaknya.
Bagi sejumlah kalangan, idealisme
Anden barangkali terasa aneh. Bahkan
memilih tetap hidup sederhana (untuk
tidak mengatakan sulit) di Cirebon,
dan menolak peluang hidup enak di
luar daerah, barangkali bisa disebut
bodoh. Tapi itulah Anden, sosok yang
teguh pada prinsipnya.
Anden adalah wajah anti-kemu-
nafikan. Ia tak mau berbasa-basi dalam
segala hal. Ia adalah tipikal asli
Cirebon. Segala perkataan dan perbu-
atannya selalu terfokus ke tujuan,
tanpa tedeng aling-aling. Jika ada yang
ia rasakan mengganjal, ia langsung
mengutarakannya. Jika ada yang ia
rasakan mengganggu, ia langsung
mengusirnya.
Berkali-kali ia mengatakan kata-kata
"dasar boled kabeh" saat ditanya ten-
tang kepedulian pihak pemerintah dan
swasta terhadap dunia pertinjuan. Pada
setiap rapat bidang olah raga yang
melibatkan dirinya, ia pun tak segan-
segan "ngoceh" dalam bahasa Cerbon.
Salah satu kalimat andalannya adalah,
"Sing penting wud-e!" (Yang pent-
ingnya duitnya!)
Menyukai tinju
Sebelum merasakan kebanggaan dan
kepuasan menjadi pelatih tinju, ia sem-
pat merasakan beratnya perjalanan
untuk menuju kesuksesan. "Berkat niat
yang tulus, serta perjuangan yang
berat, akhirnya kami bisa menikmati
kebanggan dan kepuasan," ungkap
Anden.
Putra ketiga
dari empat ber-
saudara itu mulai
meniti karier tin-
junya di usia 15
tahun. Ia menga-
ku mencintai olah
raga tinju karena
keluarga besarnya
yang mayoritas me-
nyukai tinju. Namun
hanya dirinya yang
menekuni dunia itu.
Tahun 1974, ia mulai bertinju, dan
bergabung dengan Sasana Tinju Ra-
jawali Cirebon, di bawah asuhan pe-
latih Muhamad Afif. Berkat presta-
sinya, pada tahun 1980, ia sempat
mendapatkan gelar "Best KO" saat
mampu menumbangkan empat la-
wannya dengan KO pada Kejuaraan
Tinju Amatir Junior "Wali Kota
Cup", di Gelanggang Remaja
Jakarta Utara (GRJU).
Pada tahun 1981, Anden be-
ralih ke profesional, dan ber-
gabung dengan Sasana Tunju
Sunda Kelapa Jakarta. Selama
perjalanan kariernya di sasana
tersebut, pada tahun 1984, Anden
berhasil meraih peringkat 3 nasional
untuk kelas bantam.
Pada Tahun 1985, ia diangkat pelati-
hnya, Martin Walewangko, menjadi
asistennya. Karena pada tahun 1984 ia
telah menerima sertifikasi kepelatihan
dari OPBF, pada tahun 1987 ia kem-
bali ke tempat kelahirannya, dan mulai
bergabung dengan Sasana Tinju Caru-
ban, Kota Cirebon. Atas permintaan
manajernya, alm. Letkol. Wiradi, ia
diminta menjadi pelatih di sasana milik
manajernya itu.
Pada tahun 1991 hingga 1996, An-
den sempat berangkat ke Kabupaten
Indramayu. Ia mengaku, selama 5 ta-
hun melatih di Sasana Tinju In-
dramayu, ia sempat melatih tim Porda
(sekarang Proprov) sebanyak dua kali.
Pada tahun 1997, ia kembali ke
Cirebon, dan melatih atlet tinju Ka-
bupaten Cirebon hingga tahun 2006.
Pada tahun itulah, Anden bersama
kawan lamanya, yaitu Chary, Kenedi,
serta Yudi, mulai membangun sasana
sendiri.
Anden mengaku bangga dan menda-
p a t k a n
kepuasan tersendiri ketika melihat
anak asuhnya berlaga dan berhasil
mengalahkan lawan-lawannya, apala-
gi meraih medali. Tapi ia merasa sedih
ketika keberhasilan anak asuhannya
yang turut mengharumkan nama daer-
ah, tidak dihargai.***
K
Sajak
C Ce er r p pe en n
April Pusa Rifa
MITRA DIALOG
Akt ual Tegas dan Beri mbang
HARI AN UMUM
SABTU - KLIWON
( 6 JUNI 2009 ) 12 JUMADIL AKHIR 1430 H
HALAMAN 9
Alamat e-mail pengiriman naskah cerpen, artikel dan puisi: mdnews7@yahoo.co.id
Nurochman Sudibyo YS
Lagu Serunai Padi
Sulit mengerti betapa berat menahan air mata
yang meluncur dari bola matamu
meski telah kubentangkan jarak untuk tak terlam-
pau jauh
rindu ini terkapar begitu saja tanpa raga
seperti milir udara laut menampar hamparan padi
lekuk gemulainya pertontonkan kulitnya yang
keemasan
dan malai padi pun kini bahwa aroma gelisah
cinta
harapan terpendam tumbuh dalam lumpur
kesuburan
Sampai pada embun malam menggeriap seperti
tirai
yang kasmaran disentuh ujung jemarimu
membatas jarak di perahu sujudku
lalu air mata ini pantaskah kususur dalam taha-
jud panjangku
sedang gairah telah kurunut menuju sepi mihrab-
mu
bahkan bulu romaku tak terasa berdiri
di lautan tanpa canda
Inilah syair misteri itu
lantunan hidup yang tak terarah
singgasana sepi bersemayamkan lumut dan
noktah hijau
sampai kesejukan mengurungku dalam kamar
ketidakpastian
gerimis telah menandai usai siaran di televisi
meninggalkan suara-suara yang memekak telin-
ga
juga senyumanmu, berlari begitu datang rasa
rindu
mengibarkan doa-doa bagi kesabaranmu.
Indramayu, 1993
Lagu Purnama
Purnama yang memantul ke kaca jendela
adalah sajakku tentang malam
saat dua ekor merpati kawin, melepas cumbu
kejaran, mandi nur rembulan.
Indramayu, 1993
Doa Langit
Dari langit yang tak mampu kujamah, kupandan-
gi tanah amsalku
sinarnya tercurah ke bumi, mengalir bersama
doa
para pertapa. Diberangkatkan oleh penunggang
kuda kelana
meninggalkan jejak sepatu menjadi fosil
sejarah dan peradaban.
Indramayu, 1993
Racun dan Busa
Air yang mengalir dalam labirin beku, kian
menindihiku, ke dalam dingin plasenta
menggedor-gedor jantungku, membawa
langkah limbung ke langit-langitmu
mengajak bercengkrama tentang angin
dan bunga bunga. Kunikmati mandi
di lautan penuh busa
Air yang kuteguk bukan hanya racunmu
Ini darahku sendiri, lalu kau gerogoti
lapisan dagingku hingga aku terkulai
lemas sebab terus menerus menari
tanpa sadar itu dupa dosa-dosa. Sampai kini
belum kutemukan penawar racunnya
agar aku tak terus menerus
terongrong begini.
Indramayu, 1993
BERBICARA tentang muslim dan
non-muslim dengan menggunakan pen-
dekatan sosial, kita tidak terlepas dari
perspektif subjektif. Karena pandangan
kita tentang mereka sudah berlandas
pada sejauh mana pemahaman kita ter-
hadap nilai Islam itu sendiri. Dalam
konteks internal saja terkadang kita
masih mempunyai penilaian-penilaian
subjektif terhadap sesama muslim yang
berbeda aliran. Namun sesuai dengan
perkembangan zaman, penilaian-penila-
ian yang cenderung negatif terhadap
faham lain yang berbeda itu berangsur-
angsur lebur dalam imajinasi tasamuh
(toleransi) tanpa batas antar umat Islam.
Siapakah muslim?
Muslim secara loghowi adalah pelaku
Islam atau orang yang melakukan ajaran
Islam. Adapun arti secara ishtilahi
adalah orang yang menyaksikan dan
meyakini bahwa Allah adalah satu-sat-
unya Tuhan, dan mengakui bahwa Nabi
Muhammad adalah rasul bagi-Nya.
Bisa juga dalam kondisi tertentu mus-
lim berarti tunduk, taat pada ajaran
agama yang dibawa Muhammad agar
selamat dunia dan akhirat. Tunduk dan
taat berarti takluk dan tidak memper-
tanyakan, tidak rewel terhadap semua
perintah dan larangan-Nya.
Muslim mungkin saja bisa dikate-
gorikan kepada dua hal: muslim se-
belum nabi, dan muslim setelah nabi
menjadi rasul. Beberapa ulama muslim
sebelum nabi sudah banyak disinggung
di dalam al-Qur'an, dari mulai Nabi
Adam sampai Nabi Isa, para ahli kitab
yang taat pada Injil dan Taurat serta
Zabur, beserta kaum-kaum taat yang
ikut nabi-nbai sebelum Muhammad.
Namun pemahaman muslim sebelum
nabi ini hanya beberapa orang yang
benar-benar taat serta taqwa pada Allah,
yang sudah diterangkan oleh kitab yang
dibawa nabi mereka.
Setelah Nabi Muhammad menjadi
rasul maka aturan-aturan Islam sudah
lebih jelas pada kitab hadits dan ijma'
ulama, sehingga seluruh umat yang
taqwa pada Allah dan taat hadits
Muhammad bisa digolongkan pada mus-
lim modern. Adapun bagi yang tunduk
pada kitab selain al-Qur'an dan al-Hadits
belum bisa dikategorikan sebagai agama
Allah -dalam konteks keislaman- namun
masih dalam budaya yang mengambil
akar agama-agama sebelum Islam.
Secara faktual, sebenarnya agama-
agama sebelum itu sudah berafiliasi di
dalam Islam (al-Qur'an) sehingga bisa
dikatakan bahwa tidak ada agama yang
paling sempurna selain Islam, tidak ada
agama sesudah Islam, hingga tidak ada
tuhan selain Allah.
Siapakah non-muslim?
Non-muslim secara spesifik adalah
orang yang tidak memeluk agama Islam
dan bahkan berlawanan dengan Islam
(atheis). secara umum arti non-muslim
adalah orang yang tidak melakukan dan
meyakini Allah sebagai tuhan dan
ajaran-Nya, dan tidak mengaku
Muhammad sebagai rasul, serta tidak
memercayai semua yang diajarkannya.
Faham non-muslim era dahulu
(zaman nabi) lebih mudah didefinisikan
bahwa mereka adalah orang yang ada di
sekitar nabi yang tidak masuk golongan-
nya, serta tidak melaksanakan apa yang
dilakukannya dan diperintahkannya
walaupun mereka dalam satu pemerin-
tahan (daulah) nabi. Sering sekali orang-
orang yang demikian disebut dengan
orang kafir, musyrik, kaum jahiliyah,
dan seterusnya.
Apakah syetan ada?
Mungkinkah syetan ada? Jawabannya
adalah ada. Syetan adalah manusia yang
berjenis nyata, dan memiliki sifat
bertentangan dengan malaikat serta
tuhannya. Syetan sekarang bukan lagi
jenis yang terpisah dan tidak terlihat,
namun sudah nyata dalam bentuk
manusia, sudah nyata dan ada di sekelil-
ing manusia itu sendiri. Syetan sudah
tidak lagi dipuja dan ditakuti. Syetan
sudah menyatu manunggaling kawula
iblis. Syetan hadir tidak di malam hari
saja, tapi juga hadir pada semua waktu,
baik siang, pagi maupun malam.
Tadinya pagi milik malaikat, tadinya
siang milik manusia, sekarang sudah
berubah. Syetan sudah ada pada semua
waktu dan zaman.
Begitupun, sekarang secara ritual
mempercayai adanya kekuatan ghaib
dengan tidak memujanya namun bersa-
habat dengan mereka. Di era sekarang,
sudah semakin sulit membedakan mana
manusia sebagai orang yang takut pada
syetan dan mana syetan yang menghara-
pkan dipuja dan diikuti. Karena di era
sekarang sudah terjadi afiliasi dan pem-
bauran antar fisik manusia dan sifat
syetan tersebut.
Sebagai pembuktian, secara tidak
langsung, orang tidak sadar bahwa
dirinya memuja syetan dengan cara
menjadikan uang sebagai tujuan hidup.
Orang tidak sadar bahwa melakukan
maksiat sudah semakin wajar. Orang
sudah tidak sadar dengan jauhnya mere-
ka dari ritual-ritual ibadah pada tuhan-
nya merupakan pembauran diri dengan
syetan. Orang tidak sadar bahwa mere-
ka adalah perwujudan/jelmaan dari
syetan. Sekarang, syetan yang menyatu
dengan manusia. Bahkan syetan sudah
tidak bangga lagi. Karena di era
sekarang, manusia sudah begitu mudah
memuja syetan. Itu semua keinginan
syetan, seperti yang sudah dijanjikan
syetan pada awal penciptaan Adam.
Siapakah syetan sebenarnya?
Syetan adalah api yang sangat panas,
menghalangi umat untuk bersujud,
mengganggu, mengaku lebih baik,
menggelincirkan orang, musuh yang
nyata, menjanjikan (menakut-nakuti)
dengan kemiskinan dan menyuruh
berbuat kejahatan. Syetan yang terkutuk,
hanyalah syaitan yang menakut-nakuti.
Syetan adalah teman yang seburuk-bu-
ruknya. Syetan bermaksud menyesatkan
dengan penyesatan yang sejauh-jauh-
nya. Syetan membisikkan pikiran jahat.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara syaitan. Syetan
itu menimbulkan perselisihan.
Kita ambil satu contoh sifat syetan
yang nyata, yakni enggan dan takabur.
Enggan dan takabur merupakan sifat
enggan dan membangkang yang sangat
tenar. Keengganan syetan bukan
menyembah tuhan tetapi keengganan
dalam artian pada ketidaktaatan syetan
untuk bersujud atau bisa diartikan berek-
spresi senang karena telah diciptakan
makhluk sempurna. Syetan merasa
bahwa dirinya lebih awal diciptakan
daripada adam. Karena keengganan itu-
lah syetan membangkang. Karena
syetan merasa bahwa dirinya diciptakan
dari api, sehingga tidak selazimnya sen-
ior kalah oleh junior, api kalah dengan
debu.
Kaitanya dengan manusia muslim dan
non-muslim adalah: apakah ada orang
yang berprinsip dan berbuat demikian?
Jawabannya, ada dan nyata.
Kita lihat di sekeliling kita. Betapa
banyak anak enggan disuruh oleh orang
tuanya, sampai-sampai mengatakan
sesuatu yang tak layak, seperti "ah!".
Betapa banyak rakyat yang tidak taat
pada pemimpinnya sampai mengekspre-
sikan ketidaktaatannya dengan
kerusakan. Padahal jelas-jelas dalam al-
Qur'an difirmankan, "Janganlah mem-
buat kerusakan di bumi."
Betapa banyak umat yang tidak taat
pada firman tuhan dan bahkan sampai
mencela, "Tuhan tidak adil", "Tuhan
pilih kasih", dan lain sebagainya.
Kita bisa saja enggan menuruti pe-
rintah orang tua. Kita bisa saja kesal pada
UU. Kita bisa saja ragu pada apa yang di-
wahyukan. Karena banyak manusia tidak
mengetahui perumusan, maksud, dan tu-
juan perintah orang tua, UU, dan wahyu
tuhan. Tapi itu semua sekaligus kita dila-
rang untuk melakukan pembangkangan,
meluapkan kata-kata sampai merusak
hati suci orang tua, dan melakukan uca-
pan-ucapan dan tindakan yang men-
coreng wahyu. Maka siapakah syetan
sebenarnya (setan yang nyata)???***
Mano Vs TKI
KASUS Manohara Odelia Pinot atau Mano
nyaris menenggelamkan hingar bingar kampanye
tiga pasangan calon presiden (capres) yang tengah
menjaring simpati masyarakat. Mencuatnya kasus
penyiksaan yang dialami istri Tengku M. Fakhry dari
Kesultanan Kelantan Malaysia ini memang benar-
benar membuat heboh.
HALitu tentu tak lepas dari pemberitaan ekstra gencar
yang dilakukan media massa, baik cetak maupun elek-
tronik. Bukan hanya melalui sesi pemberitaan di layar
kaca, Mano pun laris manis memenuhi undangan televisi
untuk diwawancarai. Tak heran jika kasus tersebut terus
menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.
Tak tanggung-tanggung, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) juga ikut berkomentar. Semua orang dari
seluruh kalangan tampaknya ikut "menikmati" kasus yang
dialami Mano. Boleh jadi, hal itu lantaran perempuan beru-
sia 17 tahun tersebut memiliki wajah cantik dan memikat.
Apalagi sebelumnya Mano dikenal sebagai model.
Jadi mungkin Anda sependapat jika ada pihak yang
berkata, "Bukan Mano kalau tidak bisa menarik perha-
tian publik." Kendati sebagian orang mungkin penasaran
atas semua itu. Karena kasus yang dialami Mano belum
menyentuh ranah hukum. Soalnya, pernyataan Mano
yang menyebut dirinya mengalami siksaan lahir dan
batin oleh suaminya, tak kunjung diselesaikan melalui
jalur hukum. Bahkan ibunda Mano, Desy Fajarina, tidak
memenuhi panggilan polisi guna dimintai keterangan.
Terlepas dari kasus yang menimpa Mano, di tengah
masyarakat sebenarnya banyak peristiwa yang "lebih"
dari Mano, yakni penyiksaan tenaga kerja Indonesia
(TKI) yang mengadu nasib di luar negeri. Beruntung jika
Mano masih bisa kembali ke Indonesia dengan kondisi
fisik yang masih "mulus", dan nyawa masih melekat di
badan. Di lain sisi, banyak TKI, terutama tenaga kerja
wanita (TKW) yang pulang tinggal nama. Ada juga yang
masih bisa bernapas, tetapi kondisi fisiknya menge-
naskan. Misalnya ada yang kakinya mengecil atau kulit-
nya terkelupas karena siksaan majikannya.
Satu hal yang patut digarisbawahi, Mano bukanlah
TKI atau orang yang mengadu nasib karena desakan
ekonomi, tetapi dinikai putra mahkota Kerajaan
Kelantan yang pasti kaya raya. Sementara para TKI
bekerja untuk memperbaiki kehidupan dan menyum-
bang devisa bagi negara.
Hanya saja, keberpihakan pemerintah tampaknya masih
tebang pilih. Para TKI, sekalipun pulang tinggal nyawa,
masih kurang mendapat tanggapan, perhatian, apalagi
pembelaan. Rupanya para pemimpin kita lebih asyik
bermain kata-kata daripada memberikan kerja nyata.
Kita boleh prihatin atas kasus penyiksaan yang
menimpa Mano. Tapi apakah hati kita juga tergerak
tatkala ada TKW yang pulang karena mendapat
penyiksaan yang jauh lebih "kejam" dari Mano?
Jawabannya pasti ada di hati nurani masing-masing.
Koran ini tentu berharap pemerintah memberikan porsi
yang adil bagi seluruh warganya, tidak perlu melihat
status atau kedudukan warga tersebut.
Yang pasti, baik Mano maupun para TKWharus men-
dapat perhatian, perlindungan, dan kenyamanan yang
sama. Mereka semua adalah warga negara Indonesia,
yang keberadaannya dilindungi undang-undang. Semoga,
kasus Mano tidak melupakan kewajiban pemerintah
untuk melindungi warganya secara keseluruhan.***
Bila Anda ingin mengungkapkan tanggapan,
usulan, kritikan, atau apa saja yang menyangkut
segala hal yang terjadi di hadapan kita, kami
persilahkan mengirimkannya dalam bentuk surat
pembaca. Selain surat itu diketik rapi, kami
mohon pengirim menuliskan identitas secara
lengkap. Jangan lupa, sertakan salinan bukti diri
seperti fotocopy KTP, SIM, kartu pelajar dsb.
Redaksi
Pelajaran dari Kasus Prita
KASUS Prita yang diadukan RS Omni Inter-
nasional Tangerang patut menjadi pelajaran bagi
kita semua. Berdasarkan pemberitaan, hampir se-
mua kalangan memberikan dukungan pada Prita.
Ia dianggap sebagai korban sistem peradilan di Ta-
nah Air yang kacau balau. Ia juga dianggap seba-
gai korban keangkuhan pihak RS Omni.
Menurut saya, Prita boleh saja merasa jadi kor-
ban. Padahal sedikit banyak ia juga punya salah.
Keluhan yang disampaikan kepada publik memili-
ki efek berbeda dengan keluhan biasa. Hal itu ber-
dampak buruk terhadap nasib RS Omni. Ia seha-
rusnya berintrospeksi.
Pihak RS juga hendaknya berintrospeksi. Dari-
pada mengadukan Prita, tekad memperbaiki laya-
nan yang disampaikan kepada publik, jauh lebih
baik. Mengadukan Prita adalah perjudian besar.
Salah-salah, nama RS lebih terpuruk lagi.
Pihak pemerintah dan penegak hukum juga
harus berintrospeksi. Mereka harus lebih tepat dan
bijak dalam mengambil langkah-langkah hukum.
Susanti, Permata Harjamukti, Cirebon
Pengaruh Survei
SAAT pengambil keputusan menyatakan survei
sebagai kegiatan yang sah selama rangkaian
Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden
dan wakilnya (Pilpres), hampir semua kalangan
bersorak. Sebab, hal itu bisa diartikan sebagai keme-
nangan demokrasi, kemenangan kebebasan berpen-
dapat, kemenangan dunia keilmuan, dst.
Saya termasuk orang yang gembira sekaligus sedih
soal aktivitas lembaga survei ini. Saya gembira, kare-
na seperti kebanyak orang, saya pun mendambakan
keterbukaan dan kebebasan dalam banyak hal.
Aktivitas lembaga survei memberikan akses lebih bagi
banyak orang, termasuk saya, untuk mendapat infor-
masi terkini soal banyak hal, termasuk elektabilitas
partai, para caleg, dan capres-cawapres. Aktivitas lem-
baga survei juga menjadi sarana pendidikan tersendiri.
Tapi saya sedih, karena ada kecenderungan aktivi-
tas lembaga survei yang seharusnya diutamakan untuk
pendidikan, banyak diselewengkan menjadi aktivi-
tas memengaruhi publik. Publik yang semula berpikir
A, dirayu bahkan dipaksa untuk berpikir B.
Andi Siswandi, Kedawung, Kab. Cirebon
Komisaris Utama : H. Kartono Sarkim Komisaris : Budi Maulani Wahidin, H. Usman Rachmatika Kosasih Direktur : Deni Kahdar Gunandi General Manajer : HM. Wasikin Marzuki
Pemimpin Umum : Deni Kahdar Gunandi Pemimpin Redaksi/Penanggungjawab: Diding A. Karyadi Redaktur: Dadang Suherman YR, Dudung AH, Ruddy Apriantho, Anto Sulistyanto, Saefullah, Noly Alamsyah, Taufik Hidayat, Adhijaya Prasetyo
Redaktur Teknik & Perwajahan: SM Annas Sohef Sekretaris Redaksi : Diah Rodiah BPPTI : Suhartono, Aris Efendi Staf Redaksi Cirebon: Arif Rohidin, Johana, Alif, Epih Pahlevi, A. Rifai, Toni, Asep Iswayanto, Ghiok Riswoto Fotografer : Shanty,
Andi Arifin INDRAMAYU : Khaerudin, Ichsan J, Hendra S, Abu Bakar, Alim Munandar KUNINGAN: Eman Sulaeman, Raharja, Nunung Khasanah,Yan Irwandi. MAJALENGKA : Tati Purnawati. Pra-Cetak : Wawan Hermawan, Hermansyah, Roby
Yanuardi, Ibnu Jafar.
Manajer Pemasaran dan Promosi : Moch. Ai Nurdin Manajer Umum dan Personalia : Tata Samsu Brata Manajer Keuangan dan Akuntansi: Nita Yulianti Asisten Manajer Keuangan: Ahmad Mustahri Asisten Manajer Akuntansi: Uni Wahyuni Promosi : Stanney Williams
Iklan : Yana Heryana. Sirkulasi : Jaja Subagja
Alamat Redaksi: Jl. RA Kartini no.7 Cirebon Tlp. (0231) 204440, 210541 Fax.(0231) 201315, 210533 Kotak Pos 350 Cirebon 45123 http://www.mitra-dialog.com, E-mail : redaksi@mitra-dialog.com, opini@mitra-dialog.com
Penerbit : PT Berkah Pikiran Rakyat,SIUPP No.316/SK/Menpen/SIUPP/1997 Tgl. 12 Agustus 1997. Perwakilan HU. Mitra Dialog/Grup Pikiran Rakyat : JAKARTA : Jl. Gajah Mada 101 Tlp. (021) 6301288 (Hunting), 6339313 Fax. (021) 6320291 Telex 41453 PR JKT. CIAMIS: Jl.
Sudirman 67 Tlp. (0265) 71339. TASIKMALAYA: Jl. Dinding Ari Raya I No.7 Komplek Perum Panglayungan Tlp. (0265)- 331947/335677/339308. GARUT: Jl. Papandayan No.50 Tlp. (0262) 231171. BOGOR: Bogor Baru Blok A II No. 11 Tlp. (0251) 311013. SUKABUMI: Jl. Sriwijaya
11 Tlp. (0266) 222682. KUNINGAN: Jl. Siliwangi No.206 Tlp. (0232) 871776. INDRAMAYU: Jl. Sudirman No. 94 Tlp (0234) 271665. KARAWANG: Jl.Cakradireja No.7B Tlp. (0267) 40258. PURWAKARTA: Jl. Ibrahim Singadilaga No 59 Tlp. (0264) 200183. PURWOKERTO: Jl. Brigjen
Entjung No. 27 A Tlp.(0281) 621872. SUBANG: Jl. Otista No. 46 Tlp. (0260) 414636. SERANG: Jl. Jend. A.Yani No.72, Tlp. (0254) 200803, 0254-205590. YOGYAKARTA: Jl. Bausasran DN III/715 Tlp. (0274) 586913 Fax. (0274) 517657.
DICETAK OFFSET: PT. GRANESIA, Jl. Soekarno-Hatta 147 Bandung 40223 Tlp. (022) 637755 (Hunting System), Fax. (022) 631004.
Oleh Abdul Karim, S.Pd.I
MITRA DIALOG
Akt ual Tegas dan Beri mbang
MITRA DIALOG
Akt ual Tegas dan Beri mbang
HARI AN UMUM
SABTU - KLIWON
( 6 JUNI 2009 ) 12 JUMADIL AKHIR 1430 H
HALAMAN 8
Sorotan
Surat Pembaca
Inspirasi
HARI AN UMUM
Siapakah Syetan Sebenarnya?
Anden adalah Tinju, Tinju adalah Anden
SEMAR kembali berse-
nandung dengan irama
yang aneh dan mungkin
lebih tepat disebut parau
atau sumbang. Tapi Curis
yakin bahwa lelaki tambun
itu tidak sedang sem-
barangan bersenandung.
Sesaat kemudian ia berhen-
ti bersenandung dan mulai
membukakan kelopak
matanya. Kerut-kerut di
wajahnya begitu jelas ter-
gurat sebagai garis-garis
kebijaksanaan. Semar
memandangi Curis dengan
penuh bangga. Sesaat
kemudian pandangannya
tertuju kepada kerumunan
punakwan lain yang masih
saja berebut singkong bakar
dan kadang kelakarnya
memecah keheningan.
"Apakah Bapa Semar
masih mau menjelaskan
kepadaku tentang tak-tik
perang Supit Urang?"
desak Curis tanpa basa-
basi. Maklum, rasa
penasarannya begitu
menggedor-gedor dinding
hatinya. Untuk itulah ia
langsung bertanya dengan
penuh harap sebuah jawa-
ban yang gamblang.
Semar menyaksikan
Curis yang didera rasa
penasaran itu pun masih
terus mengulum senyum.
"Maukah, Bapa?"
Semar masih senyum-
senyum.
"Ayo, dong Bapa
Semar..."
"Kau serius?"
"Jangan sekali-kali
menggantungkan rasa
penasaranku begini rupa sih
Bapa."
Semar masih tersenyum
dan bahkan kini ia
terkekeh-kekeh menyak-
sikan Curis yang ditelikung
rasa penasaran.
"Begini, Ris," kilah
Semar. "Gelar Supit Urang
adalah tata prajurit yang
membentuk seperti badan
udang. Ada pasukan yang
membentuk capit di kanan
dan kiri. Posisi inilah yang
paling berbahaya. Pasukan-
pasukan lainnya memben-
tuk badan hingga ekor.
Begitulah gelar Supit
Urang," jelas Semar sambil
diikuti kelak tawanya yang
lebar.
"Apakah kau masih
penasaran, Ris?" tanya
Semar sambil menggoda.
Curis yang tahu dirinya
sedang digoda kemudian
hanya terdiam dan memba-
likkan tubuhnya meman-
dang hamparan tegalan dan
tebing-tebing menghijau
nun jauh di arah timur.
Semar kemudian kembali
mendendangkan sebuah
tembang:
Tulus mukti awibawa
Baudhengdha sung
prabu nyakrawati
Prabu estri sabdanipun
Marang pepatihira
Saptaditya pan kinon
ngulati gupuh
Manusa kang salah rupa
Sigaran ireng lan puti
Belum usai Semar
mendendangkan tembang,
Curis pun segera mendekati
Semar yang masih bersan-
dar di bawah batang pohon.
Curis menatap Semar den-
gan penuh harap. Ia meny-
impan sebuah tanya tapi
belum jelas ia harus
bertanya apa. Yang jelas ia
merasa tertarik dengan tem-
bang yang baru saja diden-
dangkan Semar.
"Ini tidak bicara perang,
Ris."
"Iya, Bapa. Saya tahu
itu."
"Apakah kau tertarik?"
"Benar, Bapa."
(Bersambung)
Bingkai Cirebon Punakawan Cerbon (109)
Made Casta
Buritan
Buritan
Biodata
Nama : Anden Mukali
Tempat/tanggal lahir : Cirebon, 25 Agustus 12959
Istri : Atiek Kastuti
Anak : 1. Miranti Feskali Mukali
2. Novita Andriani Mukali
3. Tri Wulan Handayani Mukali
Artikel ini merupakan ralat atas artikel
Jumat (5/6). Nama penulis yang benar
adalah Abdul Karim S.Pd.I, bukan
Sunardi. Mohon maaf kepada yang
bersangkutan. (Red)
Hal 8-9 Sabtu 4/6/03 9:06 PM Page 1

Anda mungkin juga menyukai