benar. Tapi Abdul tak tahu mengapa kawan-kawannya selalu menge- jeknya sebagai bujang lapuk, hanya karena dia belum kawin. Orang tu- anya sendiri, terutama ibunya, juga begitu. Seolah-olah bersekongkol dengan kawan-kawannya itu; ham- pir di setiap kesempatan selalu menanyainya apakah dia sudah mendapatkan calon pendamping atau belum. Abdul selalu menang- gapi semua itu hanya dengan senyum-senyum. Jangan salah sangka! Tampang Abdul tidak jelek. Bahkan diband- ing rata-rata kawannya yang sudah lebih dahulu kawin, tampang Abdul terbilang sangat manis. Apalagi bila tersenyum. Sarjana ekonomi itu. Kurang apa? "Terus teranglah, Dul. Sebenarnya cewek seperti apa sih yang kau idamkan?" tanya Andi menggoda, saat mereka berkumpul di rumah Pak Arya yang biasa dijadikan tem- pat mangkal teman-temannya itu. "Kalau tahu maumu, kita kan bisa membantu, paling tidak mem- berikan informasi-informasi." "Iya, Dul," timpal Udi, "Kalau kau cari yang cantik, adikku punya kawan cantik sekali. Mau kuke- nalkan? Jangan banyak pertimban- ganlah! Dengar-dengar kiamat sudah dekat lho, Dul." "Mungkin dia cari cewek yang hafal Quran ya, Dul?!" celetuk Eko sambil ngakak. "Wah kalau iya, kau mesti meminta jasa ustadz kita, Kang Amin ini. Dia pasti mempun- yai banyak kenalan santri-santri perempuan, termasuk yang hafizhah." "Apa ada ustadz yang rela meny- erahkan anaknya yang hafizhah kepada bujang lapuk yang nggak bisa ngaji seperti Abdul ini?" tukas Edy mengomentari. "Tenang saja, Dul!" ujar Kang Amin, "Kalau kau sudah berminat, tinggal bilang saja padaku." "Jangan-jan- gan kamu im- poten ya, Dul?" tiba- tiba Yopi yang baru beberapa bulan kawin ikut meledek. Abdul meninju lengan Yopi, tapi tidak mengatakan apa- apa. Hanya tersenyum kecut. "Tidak sehebat dengan tampilann- mu," celetuk Pak Arya ikut nimbrung sehabis menyeruput kopinya. "Tampang boleh, sudah punya penghasilan lumayan, sarjana lagi, sama cewek kok takut! Aku carikan bagaimana?" "Jawab dong, Dul!" kata Bu Arya yang muncul menghidangkan pisang goreng dan ka- cang rebus, mencoba menyemangati Abdul yang tak berkutik dikerubut kawan- kawannya. "Biar saja, Bu," jawab Abdul pendek tanpa nada kesal. "Kalau capek kan berhenti sendiri." Memang Abdull orangnya baik. Setiap kali diledek dan digoda kawan-kawannya soal kawin begitu, dia tidak pernah marah. Bahkan diam-diam dia bersyukur kawan-kawannya memperhatikan dirinya. Dan bukannya dia tidak pernah berpikir untuk mengakhiri masa lajangnya; takut pun tidak. Dia pernah mendengar sabda Nabi yang menganjurkan agar apabila mempunyai sesuatu hajat yang masih baru rencana jangan disiar- siarkan. Sudah sering--sampai bosan-- Abdul menyatakan keyaki- nannya bahwa jodoh akan datang sendiri, tidak perlu dicari. Dicari ke mana-mana pun, jika bukan jodoh pasti tidak akan terwujud. Jodoh seperti halnya rezeki. Mengapa orang bersusah-payah memburu rezeki, kalau rezeki itu sudah diten- tukan pembagiannya dari atas. Harta yang sudah di tangan seseorang pun kalau bukan rezekinya akan lepas. Dia pernah membaca dalam buku "Hikam"-nya Syeikh Ibn Athaillah As-Sakandarany sebuah ungkapan yang menarik, "Kesungguhanmu dalam memperjuangankan sesuatu yang sudah dijamin untukmu, membuktikan padamnya mata-hati dari dirimu." Setiap teringat ungkapan itu, Abdul merasa seolah-olah disindir oleh tokoh sufi dari Iskandariah itu. Diakuinya dirinya selama ini sibuk-- kadang-kadang hingga berkelahi dengan kawan--mengejar rezeki, sesuatu yang sebetulnya sudah di- jamin Tuhan untuknya. Sementara dia selalu berusaha untuk berlaku lurus menjadi manusia yang baik, sesuatu yang dituntut Tuhan. "Suatu ketika mereka akan tahu juga," katanya dalam hati. * SYAHDAN, pada suatu hari, keti- ka teman-teman Abdul berkumpul di rumah Pak Arya seperti biasanya, Kang Amin bercerita panjang lebar tentang seorang "pintar" yang baru saja ia kunjungi. Kang Amin me- mang mempunyai kesukaan men- gunjungi orang-orang yang diden- garnya sebagai orang pintar; apakah orang itu kiai, tabib, paranormal, dukun, atau yang lain. "Aku ingin tahu," katanya menjelaskan tentang kesukaannya itu, "Apakah mereka itu memang mem- punyai keahlian seperti yang aku dengar, atau hanya karena pintar- pintar mereka membohongi masyarakat seba- gaimana juga ter- jadi di dunia poli- tik." Karena ke- sukaan- nya inilah, oleh kawan- kawannya Kang Amin di- juluki pakar "orang pintar". "Meskipun belum tua benar, orang-orang me- manggilnya mbah. Mbah Abi. Orangnya nyentrik. Kadang-kadang menemui tamu ote-ote, tanpa memakai baju. Kadang-kadang dines pakai jas segala. Tamunya luar biasa; datang dari segala penjuru tanah air. Mulai dari tukang becak hingga menteri. Bahkan menurut penuturan orang-orang dekatnya, presiden pernah mengundangnya ke istana. Bermacam-macam keperluan para tamu itu; mulai dari orang sakit yang ingin sembuh, pejabat yang ingin naik pangkat, pengusaha pailit yang ingin lepas dari lilitan utang, hingga caleg nomor urut sepatu yang ingin jadi. Dan kata orang- orang yang pernah datang ke Mbah Abi, doa beliau memang mujarab. Sebagian di antara mereka malah percaya bahwa beliau adalah orang pilihan." Pendek kata, menurut Kang Amin, Mbah Abi ini memang lain. Dibanding orang-orang "pintar" yang pernah ia kunjungi, mbah yang satu ini termasuk yang paling meyakinkan kemampuannya. "Nah, kalau kalian berminat," kata Kang Amin akhirnya, "Aku siap mengantar." "Wah, ide bagus ini," sahut Pak Arya sambil merangkul Abdul. "Kita bisa minta tolong atau mini- mal minta petunjuk tentang jejaka kasep kita ini. Siapa tahu jodohnya memang melalui Mbah Amin itu." "Setujuuu!" sambut kawan-kawan yang lain penuh semangat seperti teriakan para wakil rakyat di gedung parlemen. Hanya Abdul sendiri yang, seperti biasa, hanya diam saja, sambil senyum-senyum kecut. Sama sekali tak ada tanda-tanda dia keber- atan. Apakah sikapnya itu karena dia menghargai perhatian kawan- kawannya dan tak mau mengece- wakan mereka, atau sebenarnya dia pun setuju tapi malu, atau sebab lain, tentu saja hanya Abdul yang tahu. Tapi ketika mereka mem- intanya untuk menetapkan waktu, dia tampak tidak ragu-ragu menye- butkan hari dan tanggal; meski se- andainya yang lain yang menye- butkannya, se- muanya juga akan menyetujuinya, kare- na hari dan tanggal itu merupakan waktu pe- nentu mereka semua. * BEGITULAH. Pagi-pagi pada hari tanggal yang ditentukan, dip- impin Kang Amin, mereka beramai- ramai mengunjungi Mbah Abi. Ternyata benar seperti cerita Kang Amin, tamu Mbah Abi memang luar biasa banyaknya. Pekarangan rumahnya yang luas penuh dengan kendaraan. Dari berbagai plat nomor mobil, orang tahu bahwa mereka yang berkunjung datang dari berbagai daerah. Rumahnya yang besar dan kuno hampir seluruh ruangnya merupakan ruang tamu. Berbagai ragam kursi, dari kayu antik hingga sofa model kota, diatur membentuk huruf U, menghadap dipan beralaskan kasur tipis di mana Mbah Abi duduk menerima tamu- tamunya. Di dipan itu pula konon si mbah tidur. Persis di depannya, ada tiga kursi diduduki mereka yang mendapat giliran matur. Ternyata juga benar seperti cerita Kang Amin, Mbah Abi memang nyentrik. Agak deg-degan juga rom- bongan Abdul cs melihat bagaimana "orang pintar" itu memperlakukan tamu-tamunya. Ada tamu yang baru maju ke depan, langsung dibentak dan diusir. Ada tamu yang disuruh mendekat, seperti hendak dibisiki tapi tiba-tiba "Au!" si tamu digigit telinganya. Ada tamu yang diberi uang tanpa hitungan, tapi ada juga yang dimintai uang dalam jumlah tertentu. Giliran rombongan Abdul cs di- isyarati disuruh menghadap. Kang Amin, Pak Arya, dan Abdul sendiri yang maju. Belum lagi salah satu dari mereka angkat bicara, tiba-tiba Mbah Abi bangkit turun dari dipan- nya, menghampiri Abdul. "Pengumuman! Pengumuman!" teri- aknya sambil menepuk-nepuk pun- dak Abdul yang gemetaran. "Kenalkan ini calon menantu saya! Sarjana ekonomi, tapi nyufi!" Kemudian katanya sambil menga- cak-acak rambut Abdul yang disisir rapi, "Sesuai yang tersurat, kata sudah diucapkan, disaksikan malaikat, jin, dan manu- sia. Apakah kau akan menerima atau menolak takdirmu ini?" "Ya, Mbah!" jawab Abdul mantap. "Ya bagaimana? Jadi maksudmu kau menerima anakku sebagai istrimu?" "Ya, menerima Mbah!" sahut Abdul tegas. "Ucapkan sekali lagi yang lebih tegas!" "Saya menerima, Mbah!" "Alhamdulillah! Sudah, kamu dan rombonganmu boleh pulang. Beritahukan keluargamu besok lusa suruh datang kemari untuk mem- bicarakan kapan akad nikah dan walimahnya!" Di mobil ketika pulang, Abdul pun dikeroyok kawan-kawannya. "Lho, kamu ini bagaimana, Dul?" kata Pak Arya penasaran. "Tadi kamu kok ya ya saja, seperti tidak kau pikir." "Kau putus asa ya?" timpal Udi. "Atau jengkel diledek terus sebagai bujang lapuk, lalu kau mengambil keputusan asal-asalan begitu?" "Ya kalau anak Mbah Abi cantik," komentar Yopi, "Kalau pincang atau bopeng, misalnya, bagaimana?" "Pernyataanmu tadi disak- sikan orang banyak lho," kata Eko mengingatkan. "Lagi pula kalau kau ingkar, kau bisa kualat Mbah Abi nanti!" "Jangan-jangan kau diguna-gu- nain Mbah Abi, Dul!" kata Andi khawatir. Seperti biasa, Abdul hanya diam sambil senyum-senyum. Kali ini tidak seperti biasa, Kang Amin juga diam saja sambil senyum-senyum penuh arti.*** \PERJALANAN hidup seseorang terkadang sulit diprediksi. Banyak di antara mereka yang mengawalinya dengan penderitaan, kemiskinan, lan- tas menuai sukses, bergelimpang harta, dan hidup bahagia. Seperti Iing Solihin (60 tahun). Bagi sebagian orang, ia hanya sosok peker- ja ulet yang mampu mengelola sebuah kolam pemancingan yang berorentasi kesenangan, tanpa banyak unsur bisnis, dan menjadi pengusaha yang memasok batu bara ke sejumlah perusahaan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Padahal, di balik itu, ternyata ada pengalaman hidupnya yang menarik untuk disimak. Tiga puluh lima tahun lalu atau tepatnya di usia 25 tahun, Iing hanyalah pemuda biasa, yang hanya memiliki keahlian menyetir mobil di Sumedang, tempat kelahirannya, tanpa pekerjaan tetap. Bosan dengan kondisi itu, menginjak usia 26 tahun, ia nekad merantau ke Cirebon. Tidak ada sanak dan keluarga pada waktu itu. Hari per- tama di Cirebon, ia terpaksa tidur di samping emperan Pom Bensin Pesisir. "Tak ada yang istimewa saat tidur. Bagi saya pada waktu itu, hanya den- gan beralaskan tikar dan dua tangan sebagai batal, sudah sangat nyaman," ujarnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, ia harus bekerja serabutan di Pelabuhan Cirebon. Kebetulan pada waktu itu, aktivitas di pelabuan masih ramai. Jadi soal makan tidak ada masalah. Hanya saja, untuk tidur, ham- pir enam bulan ia tidur di pom bensin. Nasib berbicara lain. Satu tahun ke- mudian, ia dipercaya sebuah perusahaan di pelabuhan untuk menjadi sopir truk, yang mengangkut ikan hasil tangkapan nelayan ke Jawa Tengah, Bandung, atau Jakarta. Namun membawa kendaraan berat, apalagi dengan jarak tempuh be- gitu jauh, dan dilakukan hampir setiap hari, membuatnya kelelahan. Ia lantas memutuskan keluarm, dan memilih menjadi sopir elf. Tujuh tahun tinggal di Cirebon, ia menikah dengan Tuniah, gadis asli Cirebon. Bosan menjadi sopir angkutan umum, ia beralih ke usaha lain yang lebih menguntungkan, yakni menjadi pemasok batu bara. Karena keter- batasan modal, ia memulai usahanya dengan menjadi pengepul batu bara dari para pemulung. Batu bara yang terkumpul ia kirim ke pengusaha yang membutuhkannya sebagai bahan bakar produksi. Usahanya terus berkembang. Ia bahkan mampu mem- beli batu bara langsung dari bandar. Wajib berusaha Soal pengelolaan kolam pemancin- gan, ia memulainya setelah melihat potensi di areal milik PDAM Kota Cirebon. Ia juga tertantang oleh ledekan rekan-rekannya karena setiap memancing tidak pernah mendapatkan ikan. Ia lantas bertekad meningkatkan kemampuannya memancing, sekaligus memiliki kolam pemancingan sendiri. Tak disangka, kolam pemancingan yang semula hanya untuk sendiri, diminati para pecinta mancing lain- nya. Sampai seka- rang, terutama pada hari libur, kolam pe- mancingan miliknya ramai dikunjungi. Soal kunci meraih kesuksesan seperti sekarang ini, Iing mengata- kan, semua tergantung pada diri s e n d i r i . M e s k i n a s i b seseorang sudah digariskan Tuhan, manusia wajib berusaha. Tak cukup itu, dalam menjalaninya, juga harus penuh kesabaran, keulatan, dan ke- beranian, terutama keberanian menco- ba. Bila seseorang ingin mencapai sesuatu, tapi tidak mencobanya, itu sama saja bohong. Setiap keputusan itu ada risiko. Tapi jangan menyerah. Mulailah mencoba sesuatu dengan penuh perhitungan. Karena di tengah kesulitan pasti ada jalan keluar. Bahkan bisa saja, penderitaan yang di- lalui saat menggapai tujuan, akan di- rasakan lebih nikmat ketika sudah berhasil. "Saya sudah merasakan betapa manisnya meraih sesuatu yang be- rawal dari penderitaan, perjalanan hidup yang berliku, dan ter- kadang penuh air mata," ujarnya setengah mener- a wa n g . - As e p Iswayanto/MD K Sajak C Ce er r p pe en n Arief Rachman MITRA DIALOG Akt ual Tegas dan Beri mbang HARI AN UMUM SABTU - PAHING ( 13 JUNI 2009 ) 19 JUMADIL AKHIR 1430 H HALAMAN 9 Alamat e-mail pengiriman naskah cerpen, artikel dan puisi: mdnews7@yahoo.co.id Fahruroji Terbanglah, Meski Cintamu Seusia Kunang-kunang maka bergegaslah, dik, menanggal selusin gelisah yang kau himpun dari tiap jengkal tanah, sebab di sini aura cinta teramat lem- bab udara negeri ini telah berkarat, meski telah kau balut segala hasrat perempuan bertudung aurat, sekali ini kesabaran mesti sebaris dengan deras gerimis? maka terbanglahlah, dik, melesat selama belum patah sayap, selagi langit tak berawan matahari sangat perawan mengepak sayap cinta seputih bulir-bulir busa dipermainkan bocah-bocah di jengah rumputan padang melukis angan pada seputih awan melayang-layang, sesungguh- nya keluguan cintamu telah mengajarkan bagaimana semestinya aku telanjang. suatu saat, akulah bulirmu yang kausentuh- mainkan di tengah hamparan kemilau hati silau matahari hingga angin memecah ilalang membelah kebekuan mimpi kita, engkau hanyalah tanah bagi akar menghu- jam rumah buat musafir memejam, dik, saat malam terlelap dan segalanya terasa lan- skap, dan sesuatu tiba-tiba berbisik seresik dedaun berisik: -kupecahkan rindu bulat bening mataku, perempuan bercadar penca- har jiwa-jiwa yang lapar- meski cintamu seu- sia kunang-kunang, aku terkapar di altar saat sepiku kaupenggal. Bumiayu, 2009 Rumah Tak Berpenghuni 1 menyusup kedalaman ruas-ruas hatimu jelas, engkau hanya ilalang tumbuh dibukit gersang dalam dendam kemarau panjang menghisap pori-pori bumi kudapati kau telah nisbi meski gerimis belum henti di hati namun embun cintamu selekas engkau pergi 2 berburu di belantaramu melewati purba sungai, desah angin yang kaukirim berbukit hantu tebing cintamu menjulang jurang kubidikan laras cintaku dan saat sesuatu bersarang aku mengerang di tubir hatimu teramat curam seperti virus ia memburu sarang kematianku 3 duhai, rumah tinggal tempatku pulang aku sangat merasai mimpimu namun sulit kugapai mataharimu menyemai kesetiaanmu nyata kesetiaanmu tak setua sunyi sungai kuketuk pintu berkali-kali namun tak kutemui penghuni di hati? Bumiayu 2009 SELASA, 29 Januari 2008, bagi saya adalah hari yang melelahkan, lantaran ekspos media massa yang berlebihan mengenai meninggalnya mantan Presi- den H. M. Soeharto (HMS). Memasuki hari ketiga, sepertinya tidak ada yang layak dibincangkan kecuali HMS. Ba- yangkan, dengan tujuh hari berkabung, perintah pengibaran bendera setengah tiang, HMS sudah dipatok jadi "pahlawan". Meminjam istilah majalah Tempo-- suka atau tidak suka, sejak masuk RSPP hingga wafat, ia masih seorang master dengan kuasa penuh. Pejabat tinggi ke- luar masuk membesuknya. Turun naik fungsi jantungnya, menelan berita apa pun yang berkejaran di Indonesia. Mungkin kita saat itu lupa persaingan Barack Obama vs Hillary Clinton, mungkin juga lupa korban lumpur La- pindo yang masih meradang. Semua seakan milik HMS. Saya tiba-tiba dikejutkan SMS Nurha- diyanto, keponakan saya yang berusia 13 tahun, dan baru kelas 1 SMP di Ta- ngerang. "Wak, pinjam buku Bung Kar- no, Penyambung Lidah Rakyat Indo- nesia." Tentu saja saya kagum sembari heran, apakah SMS itu atas perintah orang tuanya atau bukan. Namun ketika ditelefon, ia menjawab, "Habis capek, Wak, beritanya Pak Harto semua. Untuk perbandingan, aa mau kenal Bung Karno." Luar biasa! Soal SMS keponakan juga saya ceri- takan kepada Suryana, teman dan saha- bat yang kini menjadi Anggota Komisi II DPR RI. Suryana berkomentar, "Tua ya, pikirane. Lantaran buku yang saya mili- ki ketika SMAitu kini entah di mana, saya berusaha pinjam. Bukan apa-apa. Itu supaya keponakan saya memahami sosok Bung Karno bukan dari saya, tetapi dari Cindy Adams yang berdialog lang- sung dengan sang proklamator. Hari melelahkan akibat tak berim- bangnya pemberitaan media massa itu pun semakin melelahkan. Sebab, sete- lah HMS wafat, penyiar televisi dengan mata sembab semakin bersemangat menyiarkan kebaikan dan kisah sukses- nya. Jam tayang ditambah, rating meningkat mengalahkan sinetron mana pun. Usaha "menggoreng" perasaan rakyat lewat TVbisa dikatakan berhasil. Bagi saya, HMS bukan pahlawan, bukan pejuang, bukan orang hebat den- gan track record bagus. Ia seorang anggota KNIL alias spion (mata-mata) Belanda. Teringat tragedi 1965 yang terkubur dengan kepergian HMS, teringat pula betapa murah harga nyawa manusia, dan sebagainya. Belum lagi tersumbatnya demokratisasi atas nama stabilitas nasional yang digiring melalui senapan. Dalam keadaan itu, ada SMS mampir yang berbunyi, "Tolak hari berkabung nasional. Tolak pengibaran bendera sete- ngah tiang. Soeharto penjahat HAM." Pengirimnya, dr. Ribka Tjiptaning yang "heboh" dengan buku pertamanya, Aku Bangga Jadi Anak PKI. Beruntung saya masih punya banyak teman yang tidak menokohkan HMS bagai dewa yang untouchable (tak tersentuh). Bahkan Fadjroelrachman, in- telektual dan aktivis yang terus meroket itu dengan enteng menyebut Indonesia bukan negara halal bihalal. Ungkapan itu katanya sekaligus untuk mengusut kasus korupsi dan kejahatan lain yang ditinggalkan HMS bagi negeri tercinta ini. Rengasdengklok Untuk mengurai kelelahan di atas, rumah penculikan Bung Karno dan Bung Hatta 13 Agustus 1945 yang di- lakukan sejumlah pemuda, antara lain Sukarni, jadi alternatif. Rumah itu kini tidak terletak seperti semula, karena dipindahkan sejarak 100 meter dari pinggir Kali Citarum. Ia terletak di Kampung Bojong Tugu Desa Re- ngasdengklok Kecamatan Rengasdeng- klok Kabupaten Karawang, tepatnya di Jalan Pahlawan. Berbincang dengan penduduk setem- pat (saya lupa menanyakan namanya), nenek berusia 80-an yang sudah be- rangkat haji dan kini menjaga warung kecil dekat kediaman Djiaw Kie Song, berhasil mengurai kelelahan. Katanya, Indonesia tidak akan merdeka tanpa Bung Karno. Waktu penculikan itu, ia tergolong perawan tanggung (katanya, keur meumeujeuhna (bahasa Sunda). Sambil minum kopi, dan menghisap se- batang rokok, sang nenek terus bertutur tentang peristiwa 64 tahun lalu itu; ten- tang penjagaan ketat; tentang hiruk pikuk warga Rengasdengklok yang ingin melihat wajah ganteng Bung Karno; tentang rumah Kie Song yang bersejarah itu. Ketemu juga rumah papan itu, tak jauh dari situs Monumen Kebulatan Tekad Rengasdengklok. Ah, lagi-lagi saya tidak suka istilah yang terus disam- paikan Harmoko menjelang pemilihan presiden (HMS). Kata Suryana, harus- nya bernama Monumen Ikrar Merdeka. Memasuki Jalan Pahlawan, ada garu- da besi yang menandakan pentingnya jalan kecil itu. Rumah papan dengan ha- laman luas saat itu tertutup, tapi lantas dibukakan sesaat setelah diberi tahu warga setempat. Tak ada kesan mewah, apalagi berlebihan. Kursi tua di ruang tamu, altar kayu dilengkapi foto-foto Bung Karno, Bung Hatta, Ibu Fatmawati, dan tentu saja foto Djiaw Kie Song dengan kacamata lensa bundarnya. Kamar depan bagian kanan, tutur cucu perem- puan Diaw Kie Song, adalah tempat tidur Bung Karno. Dan kamar bagian kiri adalah tempat tidur Bung Hatta. Ranjangnya sudah "diamankan" di Museum Sri Baduga Maharaja di Bandung, sebagai bagian penting per- jalanan sejarah kemerdekaan RI. Tapi di altar kayu itu ada gambar Megawati Soekarnoputri yang diberi bingkai kaca. Rumah papan yang sederhana dengan cat tembok putih biru muda itu pun lebih sering sepi dari ingatan sejarah. Terlebih di zaman kini yang diam-diam menggiring manusia untuk melupakan sejarah, mungkin karena masa depan jauh lebih penting daripada masa lalu. Rumah Djiaw Kie Soeng juga luput dari liputan media massa, selain luput dari pemeliharaan situs sejarah Pemda Kabupaten Karawang. Betapa tidak. Jangankan rumah Kie Song, situs monumen dengan pekik Merdeka yang diabadikan kepalan tinju tangan kiri di tengahnya, terkunci. Mana mungkin naik ke pagar besi, malu diton- ton orang lain. Kami hanya melihat re- lief sepenggal kisah penculikan dari luar pagar. Ada relief diskusi, Bung Karno dan Ibu Fat sambil memangku Guntur Soekarnoputra, relief pesawat terbang, pengibaran bendera merah putih, juga rumah Djiaw Kie Song. Djiaw Kie Song meninggal dunia tahun 1964. Ada fotonya waktu bersala- man dengan Ibu Fatmawati di Istana Negara. Sebelum pamit kepada tuan rumah, di buku tamu saya menulis: Merdeka itu kiri sebagai perlawanan terhadap kapi- talisme. Catatan pendek itu tak lupa saya tandatangani. Juga oleh Suryana. Terpikir seketika, seandainya Pemda Kabupaten Karawang serius mengelola situs ini secara profesional. Pertama, se- diakan panduan sejarah Rengasdengklok 13 Agustus 1945, bisa berupa buku atau lainnya. Kedua, buat semacam loket pembayaran bagi pen- gunjung. Ketiga, ada pemandu yang menuntun keingintahuan pengunjung. Keempat, biasakan pelajar (khususnya di Kabupaten Karawang) mengetahui situs ini dan menuliskannya sebagai la- poran. Kelima, buka jalur kendaraan angkutan umum ke dan dari situs. Kami menumpang becak untuk keluar area. Perawatan barang sejarah tentu saja penting untuk merangkai kembali jali- nan masa lalu sebagai bagian integral ke-Indonesiaan. Situs sejarah yang bete- baran di Indonesia, mau tidak mau, harus dipelihara dan disemaikan makna di balik situs kepada generasi penerus. Bukan saja untuk diingat, juga untuk dipelajari dan dipatrikan semangat na- sionalisme.*** Projek BICARA mengenai projek, pasti kita dihadap- kan pada beragam asumsi atau pemikiran. Soalnya, projek bisa diidentikkan dengan kepentin- gan rakyat, lobi, pekerjaan, dan fee. Bahkan projek pun bisa mengandung unsur penyimpangan, sehingga tidak hanya merugikan pemerintah selaku pengelola anggaran, juga rakyat sebagai penerima manfaat. MESKIPUNtidak semua projek dikerjakan secara menyimpang, peluang ke arah itu selalu terbuka. Terjadinya penyimpangan itu tidak bergantung pada satu orang, melainkan kolektif, mulai dari oknum pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) "pemi- lik" projek, keterlibatan oknum anggota dewan yang ingin mencari "uang sampingan", oknum kontrak- tor yang ingin cepat dan untung besar, serta masih banyak lagi. Selama pendistribusian projek dilakukan tanpa mengindahkan aturan yang berlaku, penyimpangan demi penyimpangan akan terus terjadi. Ujung- ujungnya, rakyatlah yang dirugikan. Karena projek yang mereka rasakan sudah berkurang kualitas dan kuantitasnya. Alhasil, hasil projek menjadi cepat rusak, mubazir, dan tidak memberi manfaat secara maksimal. Kondisi seperti ini tidak perlu terjadi jika OPD, kontraktor, dan DPRD, mematuhi tugas pokok dan fungsinya. Semua instansi/lembaga seharusnya berperan dengan baik, dan tidak mementingkan diri sendiri. OPD dapat melakukan lelang/tender terbuka atau tunjuk langsung (juksung) secara transparan, tidak meminta fee dari projek yang diberikan. DPRD yang memiliki fungsi pengawasan melakukan mon- itoring apakah mekanisme pengadaan projek di- lakukan secara benar dan sesuai aturan. Anggota dewan tidak menguasai projek atau menjual projek hanya untuk mendapatkan fee, yang kisarannya 10 persen dari nilai projek. Demikian juga dengan kontraktor. Ia mendapatkan projek secara fair, tidak main suap atau memberikan down payment (DP) kepada pejabat tertentu untuk menguasai projek yang diinginkan. Kontraktor juga mampu mengerjakannya sesuai bestek, tidak mengu- rangi kuantitas barang yang digunakan ataupun me- manipulasi material untuk mendapatkan keuntungan lebih. Rakyat selaku penerima manfaat juga sebaiknya kritis. Bila diketahui projek di lingkungan tempat tinggalnya tidak bermutu baik, hendaknya men- gadukan masalah tersebut ke pihak berwajib. Dengan begitu, setidaknya akan memberikan efek jera kepa- da mereka yang coba-coba merekayasa projek demi kepentingan sesaat. Beberapa hari terakhir, koran ini menyoroti adanya dugaan penyimpangan dalam projek-projek APBD Kota Cirebon 2009, terutama pengelompokan projek ke dalam istilah plat merah. Plat merah memang identik dengan milik pemerintah. Namun sejauh mana kebenarannya, tentu harus dibuktikan. Namun dengan sorotan yang muncul, ada baiknya pihak berwenang menelusuri apakah terjadi penyimpangan seperti yang dikomentari banyak pihak. Rakyat tidak boleh dikorbankan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Kepentingan rakyat di atas segala-galanya. Sehingga siapapun yang merekayasa rakyat untuk kepentingan diri sendiri, harus menda- pat sanksi hukum.*** Bila Anda ingin mengungkapkan tanggapan, usulan, kritikan, atau apa saja yang menyangkut segala hal yang terjadi di hadapan kita, kami persilahkan mengirimkannya dalam bentuk surat pembaca. Selain surat itu diketik rapi, kami mohon pengirim menuliskan identitas secara lengkap. Jangan lupa, sertakan salinan bukti diri seperti fotocopy KTP, SIM, kartu pelajar dsb. Redaksi Persoalan Ibadah Haji ENTAH sampai kapan persoalan seputar ibadah haji akan teratasi sepenuhnya. Yang jelas, dari tahun ke tahun, meski pemerintah berjanji meningkatkan pelayanannya, tetap saja masalah demi masalah ter- jadi. Yang paling dirugikan tentu saja para jemaah haji. Maksud hati ingin beribadah secara khusuk di Tanah Suci, dan pulang sebagai haji yang mabrur, kenyataan berbicara lain. Mereka direpotkan oleh be- ragam masalah, dari mulai saat pendaftaran, persia- pan, keberangkatan, kegiatan di Tanah Suci, sampai kembali ke Tanah Air. Menurut berbagai pemberitaan di media massa, masih begitu banyak jemah calon haji (calhaj) yang tertipu oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab, sehingga tak hanya gagal menunaikan ibadah haji, juga kehilangan banyak harta benda, bahkan nyawa. Yang bisa berangkat pun kerap jadi santapan para penipu, sehingga terkatung-katung di Tanah Suci. Berita terbaru menyebut soal adanya unsur babi (enzim tripsin) dalam vaksin meningitis yang diberikan pemerintah Arab Saudi. Setiap jemaah haji wajib menjalani vaksinasi jenis ini. Jika benar, beta- pa menyedihkan. Meskipun bisa berlindung di balik hukum boleh di tengah keterpaksaan, hal itu tetap tak bisa dibiarkan. Munculnya berbagai persoalan itu hendaknya menyadarkan semua pihak bahwa penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air tidak beres. Perlu upaya nyata dan menyeluruh. Saya bahkan setuju jika penyelenggaraan ibadah haji diserahkan kepada pihak swasta, atau lembaga khusus di luar pemerintah. Muhadi, Majasem, Kota Cirebon Komisaris Utama : H. Kartono Sarkim Komisaris : Budi Maulani Wahidin, H. Usman Rachmatika Kosasih Direktur : Deni Kahdar Gunandi General Manajer : HM. Wasikin Marzuki Pemimpin Umum : Deni Kahdar Gunandi Pemimpin Redaksi/Penanggungjawab: Diding A. Karyadi Redaktur: Dadang Suherman YR, Dudung AH, Ruddy Apriantho, Anto Sulistyanto, Saefullah, Noly Alamsyah, Taufik Hidayat, Adhijaya Prasetyo Redaktur Teknik & Perwajahan: SM Annas Sohef Sekretaris Redaksi : Diah Rodiah BPPTI : Suhartono, Aris Efendi Staf Redaksi Cirebon: Arif Rohidin, Johana, Alif, Epih Pahlevi, A. Rifai, Toni, Asep Iswayanto, Ghiok Riswoto Fotografer : Shanty, Andi Arifin INDRAMAYU : Khaerudin, Ichsan J, Hendra S, Abu Bakar, Alim Munandar KUNINGAN: Eman Sulaeman, Raharja, Nunung Khasanah,Yan Irwandi. MAJALENGKA : Tati Purnawati. Pra-Cetak : Wawan Hermawan, Hermansyah, Roby Yanuardi, Ibnu Jafar. Manajer Pemasaran dan Promosi : Moch. Ai Nurdin Manajer Umum dan Personalia : Tata Samsu Brata Manajer Keuangan dan Akuntansi: Nita Yulianti Asisten Manajer Keuangan: Ahmad Mustahri Asisten Manajer Akuntansi: Uni Wahyuni Promosi : Stanney Williams Iklan : Yana Heryana. Sirkulasi : Jaja Subagja Alamat Redaksi: Jl. RA Kartini no.7 Cirebon Tlp. (0231) 204440, 210541 Fax.(0231) 201315, 210533 Kotak Pos 350 Cirebon 45123 http://www.mitra-dialog.com, E-mail : redaksi@mitra-dialog.com, opini@mitra-dialog.com Penerbit : PT Berkah Pikiran Rakyat,SIUPP No.316/SK/Menpen/SIUPP/1997 Tgl. 12 Agustus 1997. Perwakilan HU. Mitra Dialog/Grup Pikiran Rakyat : JAKARTA : Jl. Gajah Mada 101 Tlp. (021) 6301288 (Hunting), 6339313 Fax. (021) 6320291 Telex 41453 PR JKT. CIAMIS: Jl. Sudirman 67 Tlp. (0265) 71339. TASIKMALAYA: Jl. Dinding Ari Raya I No.7 Komplek Perum Panglayungan Tlp. (0265)- 331947/335677/339308. GARUT: Jl. Papandayan No.50 Tlp. (0262) 231171. BOGOR: Bogor Baru Blok A II No. 11 Tlp. (0251) 311013. SUKABUMI: Jl. Sriwijaya 11 Tlp. (0266) 222682. KUNINGAN: Jl. Siliwangi No.206 Tlp. (0232) 871776. INDRAMAYU: Jl. Sudirman No. 94 Tlp (0234) 271665. KARAWANG: Jl.Cakradireja No.7B Tlp. (0267) 40258. PURWAKARTA: Jl. Ibrahim Singadilaga No 59 Tlp. (0264) 200183. PURWOKERTO: Jl. Brigjen Entjung No. 27 A Tlp.(0281) 621872. SUBANG: Jl. Otista No. 46 Tlp. (0260) 414636. SERANG: Jl. Jend. A.Yani No.72, Tlp. (0254) 200803, 0254-205590. YOGYAKARTA: Jl. Bausasran DN III/715 Tlp. (0274) 586913 Fax. (0274) 517657. DICETAK OFFSET: PT. GRANESIA, Jl. Soekarno-Hatta 147 Bandung 40223 Tlp. (022) 637755 (Hunting System), Fax. (022) 631004. Oleh Dadang Kusnandar MITRA DIALOG Akt ual Tegas dan Beri mbang MITRA DIALOG Akt ual Tegas dan Beri mbang HARI AN UMUM SABTU - PAHING ( 13 JUNI 2009 ) 19 JUMADIL AKHIR 1430 H HALAMAN 8 Sorotan Surat Pembaca Inspirasi HARI AN UMUM Djiaw Kie Song Meraih Sukses dan Mencoba SEMAR memetik setangkai daun jati untuk dijadikan kipas sekadar untuk menghilangkan gerah tubuhnya. Kembali ia bersandar di batang pohon sambil mengipas- ngipaskan sehelai daun jati itu. "Yang baru saja saya tembangkan adalah tem- bang Pangkur, Ris." "Pangkur? Apakah mak- sudnya, Bapa?" Semar kembali tersenyum. Sambil menikmati kipas-kipas angin itu kadang terlihat Semar menguap dengan begitu bebasnya. "Apakah Pangkur juga sebuah perlambang dari fase kehidupan manusia di muka bumi?" "Kau benar, Ris." "Kalau begitu, apakah makna dari fase Pangkur ini?" Semar kembali tersenyum. "Pangkur itu artinya sudah mungkur atau membelakangi kehidupan dunia yang bergelimang kemegahan dunia dan berlebih-lebihan. Kemewahan dunia itu bagai ular yang sangat ganas, Ris. Bisanya begitu mematikan sekaligus begitu menggoda. Ketika kita sudah dililit dunia dengan segala kemegahan- nya, maka kita akan sangat kesulitan untuk melepaskannya. Itulah kemegahan dunia. Akan tetapi kemegahan dunia yang ditandai dengan tiga ta, harta, tahta, dan wanita itu akan membelit siapa pun yang mencintai dunia," jelas Semar pan- jang lebar. "Apakah kita harus miskin, Bapa?" "Tentu tidak, Ris." "Kenapa dunia dengan tiga ta itu harus dihindari?" "Bukan dihindari, tetapi harus diantipasi." "Kenapa demikian, Bapa?" Semar sedikit menghela nafas. Ia kembali men- gibas-ngibaskan sehelai daun jati itu lagi pertanda tubuhnya kembali didera kegerahan. "Ketahuilah Ris, tiga ta tersebut sesungguhnya kalau tidak bisa kita antisi- pasi maka akan menjadi hijab menuju kesejatian Hyang Maha Tunggal." Curis masih tersenung. Wajahnya terlihat berkerut pertanda sedang mencerna kata-kata Semar. Ia masih terdiam dan pandangannya masih melolong jauh ke depan. Di kejauhan para puna- kawan masih berebut ma- kanan dan bakaran sing- kong. Ceblok yang rajin menanam hanya mengge- leng-gelengkan kepalanya tatkala menyaksikan sau- dara-saudaranya yang ha- nya rajin rebutan makanan tak berebut menanam. Curis mengalihkan pan- dangannya ke arah kebiru- an langit yang disaput gulungan awan putih. Matahari sudah agak con- dong ke barat. Sebaris burung-burung terbang melintas membelah langit. Dari kejauhan terdengar suara kicauannya yang sal- ing bersahutan. Koloni burung-burung itu seperti sedang bermigrasi mencari musim yang ia idamkan. Sebuah gerak instingnya yang membuat mereka harus berpindah, meskipun ke tempat yang amat jauh. (Bersambung) Bingkai Cirebon Punakawan Cerbon (110) Made Casta Abdul dan Mbah Abi Abdul dan Mbah Abi Biodata Nama : Iing Solihin Tempat/tanggal lahir : Sumedang, 21 Januari 1949 Tempat Tinggal : Gang Nelayan Pesisir Kel. Panjunan Kec. Lemahwungkuk Kota Cirebon Istri : Tuniah (50 tahun) Anak : Leni Nuraeni (30 tahun) Lena Nuraena (27 tahun) Irawan (25 tahun) Bankit Sanjaya (23 tahun) Sutrisna (15 tahun) Pekerjaan : pemasok batu bara, pengelola kolam pemancingan di Penampungan Limbah Air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Cirebon. Hal 8-9 Sabtu 4/13/03 8:50 PM Page 1 "TIDAAAK...!" Teriak Iti Carniti, ketika melihat ibunya pulang dari negeri orang. Sudah sepuluh tahun tiga bulan Ibu Mimin Mintarsih bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di negeri seberang dan kini kembali pulang tanpa roh. Rohnya dicabut bukan krena kuasa Tuhan, tapi kuasa ma- jikan yang tidak punya perasaan manusiawi. Iti terus histeris, tetang- ga turut menangis, air mata mengalir deras dan basah. Iti kini hidup sebatang kara, ayah- nya sudah pergi mendahului ibunya dua bulan yang lalu. Mengenai cerita Iti, kini ia hidup tanpa keluarga dan tanpa saudara. Semua bintang mengambil tawanya, terbang ke atas tinggalkan semua. Hanya Iti sendiri di alam yang ramai. Dalam hidupnya, Iti yang sekarang menginjak usia 12 tahun baru dua kali menatap wajah ibunya dalam bentuk nyata, bukan sebatas potret wajah ibunya, yang dipajang apik dalam bingkai. Dan di perte- muan ketiga ini, perasaan Iti bukan bahagia tapi perasaan yang hancur, remuk, runtuh menjadi satu. Ketika ayah Iti masih hidup, ayahnya selalu mengatakan, "Iti harus jadi anak yang solehah di sini, karena Ibu Mimin sekarang sedang bekerja menjadi peri baik hati di istana yang megah di negeri se- berang, Ibu Peri Mimin harus menjaga putri serta pangeran dari raja dan ratu yang sangat kaya raya." Bagi Iti yang masih kecil, yang pikiran- nya penuh dengan imajinasi level tinggi, selalu menganggap benar kalau ibunya pergi menjadi peri baik hati untuk menjaga putri serta pangeran dari raja dan ratu yang kaya raya di istana yang megah. Halusinasi dan bayan- gan yang selalu menari- nari di pikiran Iti adalah Ibu Mimin bekerja den- gan gaun dan sayap putih yang indah dengan tongkat ajaib yang berca- haya warna-warni dan bisa mengabulkan semua per- mintaan. Tapi semua itu hanyalah perkataan ayahnya yang ingin menjaga perasaan buah hatinya, karena tidak mungkin kalau ayahnya menceritakan bahwa ibunya bekerja menjadi TKWdi negeri seberang se- bagai pembantu rumah tangga. Iti Carniti pun bangga kepada ibunya yang sekarang bekerja men- jadi peri baik. Tak heran kalau Iti bercita-cita sama dengan ibunya, "Iti juga ingin menjadi peri baik seperti ibu, kalau Iti sudah besar nanti," jawab Iti setelah ayahnnya menanyakan apa cita-cita Iti kalau sudah besar nanti. Saat itu ayah Iti hanya bisa terlon- go-longo dengan pernyataan dari cita-cita anaknya. Ayah Iti tidak bisa berbuat apa-apa, ingin melarang tak mungkin, ingin merubah tak bisa. Ayahnya hanya bisa pasrah. Keesokan harinya ayahnya Iti menanyakan hal yang sama, "Apa cita-cita Iti kalau sudah besar nanti?" Ayahnya berharap cita-cita Iti akan berubah, maklum yang namanya cita-cita bagi anak-anak biasanya se- lalu berubah-ubah, terkadang ingin menjadi guru, ingin jadi penulis keesokan harinya berubah ingin jadi presiden. Tapi tidak bagi Iti Carniti, entah apa yang merasuki pikirannya se- hingga cita-citanya tidak pernah berubah. Ayah Iti pun membujuk Iti dengan harapan Iti merubah cita-ci- tanya. Ini dilakukan karena apa yang di cita-citakan Iti berlebihan, bagaimana tidak, tiap ada yang menanyakan cita-cita Iti, baik itu di sekolah, di lingkungan rumah dan di mana saja, Iti selalu menjawab cita- citanya ingin seperti ibu, menjadi peri di negeri seberang, di istana yang megah. Ayah Iti marah-marah, mukanya mendadak merah. "Iti sayang, men- jadi peri seperti ibu itu bukan cita- cita, tapi jalan hidup yang harus di- jalani dengan ikhlas, cita-cita itu harapan profesi, misalkan ingin menjadi guru, ingin jadi dokter dan lainnya." Ayah Iti berkata kepada Iti dengan nada marah. "Lalu apa cita-cita ibu dulu Yah, sebelum menjadi peri?" tanya Iti pada ayahnya, sambil meminta maaf karena sudah membuat ayah- nya menjadi marah. "Ibumu pernah cerita kepada ayah, kalau cita-citanya se- lalu berubah-ubah. Saat SD saja ibumu punya 69 cita-cita, dan cita-cita yang terakhir saat kelas enam SD adalah ingin berprofesi sebagai penulis cer- pen dan novel yang terkenal, dengan banyak karya fenomenal serta di- tunggu-tunggu karya berikutnya. Dan setelah itu ibumu berhenti bercita-cita karena putus sekolah dan sekarang menjadi peri," kata ayah. "Ooo... ya sudah sekarang Iti mau melanjutkan cita-cita ibu, boleh gak yah?" ungkap Iti Crniti secara spon- tan. "Sayang, sebenarnya ayah bin- gung dan heran sama kamu, kenapa kamu ngefans berat dengan ibumu, sehingga cita-cita dan jalan hidup ibumu yang berhenti dilanjutkan sama kamu, ayah juga tidak tahu apakah itu bisa," kata ayah yang sedang dirundung rindu kepada ibu yang tak kunjung ada kabar untuk kembali pulang. Tapi kini ayah sudah istirahat den- gan tenang, saat ibu kembali pulang. Dan sayang ibu pulang juga untuk beristirahat dengan tenang. Semua tidur di bawah batu nisan saat aku hadir untuk ziarah ke tempat terakhir ayah dan ibu yang berdampingan dan di tengah-tengah disediakan tempat peristirahatan terakhir untuk Iti Carniti. Sedih memang suasana yang terjadi. Ibu peri mati di tangan majikan, siksaan yang membuat ibu mati, padahal sepuluh tahun sudah ibu mengabdi menjadi peri. Ibu peri di- tuduh mencuri, walau tuan putri yang mencuri, uang raja yang kaya raya dan kaya kuasa hilang. Ibu saya disiksa hingga mati. Ini bukan rekayasa, setidaknya buku harian ibu menjadi saksi bisu yang ampuh. Ternyata ibu selalu menulis buku harian, ibu peri me- mang penulis yang fenomenal. Tapi kasus ini tak berlanjut, sang majikan masih bisa berkeliaran tanpa huku- man. Dalam buku harian ibu menulis, "Tidak semua peri diman- ja, tidak pula semua peri disiksa. Kini aku alami apa itu yang namanya siksa ma- jikan, tuduhan tanpa bukti hingga membuatku menjadi seperti ini di negeri orang, sudah ku la- porkan kejadian ini, tapi tindak- lanjut yang tidak pasti, mak- lum warga asli selalu dibela. Tolong..., kini peri sedang disiksa tanpa henti." * LIMA tahun berlalu, usia Iti kini 17 tahun. Rutinitas Iti hanya ziarah ke kuburan orang tua dan menulis, menulis di buku harian Ibu Mimin Mintarsih. Iti hanya seorang diri, hidupnya diam berhenti di tempat setelah ditinggal orang tuanya, hidup tanpa bersosial, hidup tanpa berseko- lah. Hidup seorang diri. Semuanya serba seadanya. Makan dari tetang- ga, pakaian dai tetangga semuanya hibah dari tetangga yang merasa iba dengan keadaan Iti. hidup Iti me- mang berhenti. Iti berhenti dan hidupnya penuh dengan bisiskan, selama lima tahun Iti betah dengan bisikan-bisikan dari dunia lain, yang terdengar hanya, "Lanjutkan...ayo Iti Lanjutkan...!" Tapi Iti hanya diam tanpa melanjutkan hidup. Yang di- lanjutkan Iti adalah menulis di buku harian Ibu Mimin Mintarsih, ia hanya menulis rutinitas keseharian yang dilakukannya setelah ditinggal mati orang yang dikasihi dan dis- ayangi. Tetangga-tetangga di sekeliling Iti mulai tidak betah dengan rutinitas yang dilakukan Iti, maka dengan alasan kasihan dan berharap masa depan Iti akan berubah, dengan hara- pan bisa hidup mandiri dan tidak lagi mengandalkan dari tetangga. Iti yang baru berusia 17 tahun dikirim menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di negeri seberang, kini Iti melanjutkan menjadi peri. Iti yang hanya lulusan SD memang tak bisa berbuat banyak karena hanya peker- jaan yang tidak membuthkan ijazah. Iti pun senang ketika majikannya adalah orang yang sama dengan ma- jikan ibunya. Dalam hati Iti berkata, "Mungkin jodoh yang memperte- mukan Iti dengan majikan ibu." Sekarang Iti bekerja menjadi peri, pembantu rumah tangga Indonesia. Melanjutkan jalan cerita Ibu Mimin Mintarsih yang terhenti. Iti bisa tau kalau majikannya adalah majjikan yang sama dengan majikan ibu, karena sang majikan bercerita kalau dulu, ada pembantu rumah tangga yang berna- ma Mimin Mintarsih yang bekerja di sini dan mati kare- na mencuri. Dan sekarang mengancam Iti Carniti jangan men- curi harta di rumah ini, karena huku- mannya berat. "Ini kesem- patan bagus untuk membuk- tikan kebe- naran," kata Iti dalam hati, Iti me- mang berencana menjebloskan keluar- ga yang membunuh ibu ke penjara. Tapi belum bertemu dengan waktu yang tepat. "Mungkin inilah saatnya," kata Iti di dalam hati lagi. Hari demi hari, bulan demi bulan sudah dilewati Iti menjadi peri yang baik hati di istana yang megah. Bisikan-bisikan dari dunia lain pun terus menari-nari di atas kepalanya. "Lanjutkan...lanjutkan..., dan terkadang muncul juga bisikan- bisikan, "Lebih cepat lebih baik...", Lebih cepat lebih baik...!", hingga bisikan-bisikan "Pro rakyat...", "Dukung rakyat". Iti yang hanya lulusan SD yang tidak paham dengan bisikan-bisikan dari dunia lain yang selalu muncul tiga kali dalam sehari. Setelah bekerja seharian menjadi pembantu rumah tangga di negeri orang, rutinitas Iti adalah menulis buku harian di buku harian Ibu Mimin Mintarsih. Iti Carniti menulis, "Tiada yang berubah, setiap hari aku menjadi peri di istana. Bisikan-bisikan pun muncul tiap hari, aku tidak mengerti semenjak kematian orang tuaku, aku selalu mendapatkan bisikan-bisikan aneh, mulai dari lanjutkan, lebih cepat lebih baik, dan pro rakyat. Mengenai keluarga majikanku, tidak ada yang berubah, tenagaku memang dikuras habis untuk bekerja. Ingin rasanya aku balas dendam atas kematian ibuku." Iti Carniti pun merebahkan badan- nya di atas ranjang untuk sejenak beristirahat, sambil diiringi musik, terus memikirkan, apakah ada hubungannya bisikan-bisikan itu dengan rencana Iti untuk membuk- tikan kebenaran atas kematian ibun- ya. "Lanjutkan, apa maksudnya. Apakah aku harus melanjutkan jalan hidup Ibu yang terhenti karena mati, lalu apa yang harus aku lakukan, apakah aku harus balas dendam? Dan bisikan, lebih cepat lebih baik, apa maksudnya. Mungkin lebih cepat balas dendam akan lebih baik. Lalu bagaimana dengan bisikan pro rakyat? Mungkin jika aku membuk- tikan kebenaran itu, maka aku sudah mendukung rakyat atau pro rakyat Indonesia yang bekerja di negeri orang." Ahhh... Iti tertidur dengan lelap di atas buku harian. * PAGI hari, Iti Carniti terkapar tidak bernyawa di atas tempat tidurnya, tanpa sehelai baju, tanpa tahu penyebabnya. Iti Carniti kem- bali pulang ke Indonesia untuk dikubur di antara kuburan orang tu- anya. Iti kembali pulag untuk tidur dengan tenang. Buku harian menghi- lang, atau sengaja dihilangkan. Yang pasti bisikan itu masih ada di sekelil- ing kita.*** WARGA Desa Kubangkarang, Kec. Karangwareng, Kab. Cirebon, ini ser- ing diundang pada seminar arkeologi. Pengalamannya yang cukup banyak dalam hal pencarian fosil, menjadi alasan utama para pecinta benda berse- jarah mendengarkan penjelasan Muhammad Thamrin (58 tahun). Pencarian fosil, batu suiseki, dan batu unik lainnya, diawali Tahamrin sejak masih muda. Setelah bekerja se- bagai petugas kesehatan di lingkungan Pemkab Cirebon, ia banyak melayani masyarakat di bidang kesehatan di pelosok-pelosok. Ketertarikannya mencari fosil dan batu unik terjadi saat mengunjungi masyarakat di daerah pegunungan. Ia lantas bekerja seraya mencari batu. Sebagai pegawai negeri sipil (PNS), upah yang diterimanya waktu itu tidak sebanding dengan tenaga yang dikelu- arkannya. "Gaji yang sangat kecil mem- buat saya tidak tahan. Saya akhirnya keluar, dan memutuskan fokus ke pen- carian fosil," tutur Thamrin, saat berbin- cang ringan di kediamannya. Temuan Thamrin sempat mengge- gerkan para peneliti pada Pusat Arkeo- logi Bandung. Sejumlah ahli akhirnya melakukan penelitian pada hasil temuan Thamrin. Yang dibawa waktu itu gigi gajah purba, kerangka buaya purba, dan lainnya. Bahkan batu unik yang dite- mukan Tamrin juga diteliti. Hasilnya cukup mengejutkan. Tingkat kekerasan- nya mendekati batu intan. "Bunyi batu-batu di sini kalau dipukul pakai palu sama persis dengan besi. Batu di sini tidak jauh beda den- gan besi. Tingkat kekerasannya mendekati batu intan. Kalau saya butuh duit, saya jual batu-batu ini, karena cukup laku juga untuk membu- at batu ali," kata Thamrin. Thamrin memang terkenal sebagai pengoleksi sekaligus pemburu fosil. Fosil adalah tulang-belulang yang telah menjadi batu (membatu) di mana usianya mencapai ratusan bahkan jutaan ribu tahun. Ia mendapatkannya di sepa- njang perbukitan yang membentang dari Kec. Palimanan, Sumber, Beber, Sedong, Waled, hingga Kab. Kuningan. Fosil yang dikoleksinya sangat be- ragam, dari mulai gigi gajah purba (stegedon) hingga berbagai jenis ikan. Tentang penemuannya itu Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Barat juga mengakui bahwa yang ditemukan Thamrin adalah fosil. Bahkan fosil- fosil yang diangkat dari dalam tanah, diakui paling tua di Nusantara. Ribuan "Awalnya saya dikira orang gila, karena punya kesenangan yang tak lazim. Tetapi saya berkeyakinan, apa yang saya lakukan bukan perbuatan sia-sia. Hingga akhirnya, berbagai lem- baga penelitian datang dan membe- narkan hasil temuan saya," akunya. Menurutnya, fosil yang ada di rumahnya kini mencapai ribuan. Agar tetap terawat, harus disimpan di sebuah tempat yang representatif. Hanya saja, Thamrin mengaku kesulitan memban- gun museum karena terbentur masalah dana yang cukup besar. "Terus terang saya tidak sanggup membangun museum yang represen- tatif. Padahal niat saya itu mulia, yakni ingin memberikan yang terbaik bagi bangsa ini. Saya menilai, memberikan ilmu tentang sejarah masa silam adalah karya," paparnya. Thamrin menyayangkan sedikit orang yang peduli terhadap keberadaan fosil. Padahal dari segi ilmu penge- tahuan sangat berguna. "Justru yang di- terima saya adalah perlakuan tidak menyenangkan dari para oknum peja- bat yang menghilangkan fosil yang dibawa dengan dalih untuk pameran. Terakhir saya ketipu. Batu dan fosil saya dibawa ke luar negeri," pa- parnya.*** K Sajak C Ce er r p pe en n Subhan MITRA DIALOG Akt ual Tegas dan Beri mbang HARI AN UMUM SABTU - WAGE ( 20 JUNI 2009 ) 26 JUMADIL AKHIR 1430 H HALAMAN 9 Alamat e-mail pengiriman naskah cerpen, artikel dan puisi: mdnews7@yahoo.co.id Nurochman Sudibyo YS Gerhana Bulan Memasuki daerah yang kau diami, sampai jua suaramu terpelanting ke dalam masjid. Menggunting jiwa ini, kering sampai di wilayah yang tak terpetakan di negeri yang gaungnya dimitoskan dengan nyanyian dan seribu impian. Angin pun kembali datang saling menyapa burung-burung rindu kembali mencari sarangnya, sambil mengaitkan buah-buahan dan cerita kanak-kanak yang difosilkan oleh tanah kelahiran harapan pun terus mengembangkan sayapnya pada rembulan. Indramayu, 1999 Gerhana Bumi Sesudah senja datang. Kehidupan telah kuram- pungkan dengan mengalirkan jutaan virus akut dan kuhanyutkan menuju laut Oleh sebab air dalam diri ini, menggerakkan rasa yang terpenjara di buih-buih ombak amuk dan ambisimu, tak bisa kutinggalkan. Dengan seribu panah berhamburan menuju dadaku. Tiba-tiba selaksa cahaya menangkisnya di bumi yang gulana, tombak dan patahan busur, tumbuh begitu subur. Mencipta tanaman di atas karpet menghijau Mungkin karena kau telah lupa saat di persingga- han antara cuaca itu, surga yang direngkuh dalam setiap perjalanan. Selalu kau pahami dengan menyediakan perahu baru dan bidak yang kuyu sampai di tempat pilihan untuk persinggahan ini semua pemilik hati tak lagi berduri. Berlari men- gitari bumi doa-doa tak ada lagi. Ruhnya yang tengah dipendamkan dalam pasir jiwanya yang dingin. Indramayu, 1999 Kericuhan dalam Kamar Sewaan :FAS Kalau bukan kau yang menyeretku, tak akan kularikan kendaraan ini, dengan kendali hasrat beku dan sisa keringat juga daun-daun yang terus berguguran Kembali kau tiup kericuhan dalam kamar sewaan setelah mengusir burung-burung, dengan boneka jerami mainanmu. Berkostum petani yang koyak batin- nya. sebab buku-buku mengelupas sampulnya di atas kepala yang tersari dari realitas empirisme. Malam dan kefanaan siang- mu irama tarling itu, menjatuhbangunkan tidurmu yang kelam oleh deru suara kipas angin menambah dingin sunyi malam sepanjang kamar sewaan. Lelah dan lengang, disapa gerimis mengiris-iris alismu, tanda telah datang waktu pulang tapi sampai dengan pemilik rumah menutup semua kamar kau masih terbujur kaku di situ. Di pojok pintu yang membakar kamar menjadi kerajaan sunyi bagi siapa saja yang masih mengantungi botol- botol sisa racun dahagamu. Bujuk rayu dan tangan-tangan beku tengadah tak mau pedulikan darah yang bernanah di ketiak malam melengserkan kesadaran kita akan teriakkan anak-anak yang dipecahkan bohlam lima watt. Indramayu, 1999 SELAMA puluhan tahun, Indonesia merupakan salah satu bangsa yang se- lalu menjadi bulan-bulanan negara-ne- gara kuat, baik dalam ranah politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Carut marutnya sistem perekonomi- an bangsa ini tak lepas dari sikap para pemimpin yang terkesan "menggelar karpet merah" bagi tuan-tuan beram- but pirang (pihak asing, khususnya bangsa Barat). Pemerintah enggan be- ranjak dari sistem ekonomi neoliberal, dan selalu merujuk pada Washington Consensus (Kesepakatan Washington). Padahal Washington Consensus telah banyak ditinggalkan oleh negara- negara lain. Sistem ini tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Ia terlalu menyerahkan urusan pada mekanisme pasar, dan mengabaikan subsidi. Bahkan, ia juga telah ditinggalkan di negara kelahirannya, Amerika Serikat, karena dianggap sudah tidak dapat diandalkan. Pemerintah mengklaim bahwa perekonomian Indonesia tidak terjebak dalam kungkungan neoliberalisme. Indonesia menggunakan sistem ekono- mi terbuka yang berkeadilan sosial. Kenyataannya, pihak asing masih saja menghisap kekayaan negeri ini dengan nyaman. Indikatornya, masih begitu banyak perusahaan asing yang men- dominasi aset-aset vital bangsa ini. Pemerintah pun masih sangat tergan- tung pada lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti World bank (Bank Dunia), International Monetary Fund (Dana Moneter Internasional/IMF), dan World Trade Organization (Organisasi Perdagangan Dunia/WTO). Besarnya pengaruh asing dalam percaturan bangsa ini, tak ayal ikut memengaruhi dinamika politik dalam negeri. Sejatinya, kekayaan bumi pertiwi ini mampu memakmurkan rakyatnya tanpa campur tangan para tuan bule. Yang terjadi saat ini justru kebalikan- nya. "Bukan karena perekonomian kita yang tidak cukup kuat menahan inter- vensi asing, melainkan lantaran pemer- intahnya yang tidak mau melepaskan diri dari sistem ekonomi neoliberal," kata Direktur Eksekutif Conit Advisory Group, Hendri Saparini. Hal ini bisa dilihat dari jumlah utang negara kepada lembaga-lembaga keuangan dunia. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, realisasi per- tambahan utang pemerintah selama lima tahun terakhir mencapai Rp 420 triliun. Sehingga total utang mencapai Rp 1.695 triliun, dibandingkan Rp 1.275 triliun pada tahun 2004. Artinya, tambahan utang pertahun rata-rata Rp 84 triliun. Menyangkal Menurut Hendri, untuk membayar cicilan bunga utang, pemerintah ter- paksa gencar menjual obligasi, dan surat utang. Namun penerbitan surat utang juga diiringi pengenaan bunga tinggi untuk menarik minat pembeli di tengah ketatnya likuiditas global saat ini. Pemerintah tentu saja menyangkal, seperti yang dikutip dalam www.pres- idenby. Informasi utang negara pada IMF dipangkas habis pada masa pe- merintahan tahun 2004. Tengok saja pada tahun 1998, utang Indonesia kepada IMF sebesar 9,1 miliar dolar AS. Pada tahun 2006, dua tahun sete- lah masa kepemimpinannya, SBY mengklaim berhasil melunasi seluruh utang negara sebesar 7,8 triliun dolar AS. Tak hanya itu, tingkat kemiskinan dinyatakannya terus berkurang. Pada tahun 1998, angka kemiskinan menca- pai 24,2 persen. Pada masa awal kepemimpinan 2004, pemerintah menyatakan, tingkat kemiskinan turun menjadi 16,7 persen, dan pada 2008 tinggal 15,4 persen dari total penduduk negeri ini. Pertumbuhan ekonomi setali tiga uang. Saat Susilo Bambang Yudhoyono tampil pada tahun 2004, pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 5,1 persen. Bandingkan den- gan pertmbuhan ekonomi 1998 yang minus 13,1 persen. Cadangan devisa yang semula 33,8 miliar dolar AS, pada tahun 2008 naik menjadi 9,1 persen. Sehingga pembangunan di Indonesia mengalami kemajuan sig- nifikan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir (1998-2008). Namun Hendri tidak sepakat dengan semua pernyataan itu. Utang negara, menurutnya, melonjak Rp 392 triliun di masa pemerintahan SBY. Kebijakan ekonomi neoliberal yang tidak tepat mengakibatkan tergerusnya APBN 2009, sehingga defisit Rp 51 triliun. Oleh karena itu, ia menyebutkan bahwa APBN tahun ini adalah APBN krisis. "Masyarakat tidak banyak mengerti soal ini. Jika masyarakat tahu, pasti mereka tidak mau kebijakan neolib- eral ini dilanjutkan," kata Hendri. Dampaknya, menurut Hendri, tingkat elektabilitas masyarakat bisa anjlok pada pemilu nanti. Senada dengan Hendri, mantan Menteri Keuangan, Fuad Bawazier, mengungkapkan, sampai saat ini, me- mang masih ada kebiasaan lama pen- guasa, yakni menganggap kemudahan berutang sebagai keberhasilan. Hal it- ulah yang menyebabkan utang luar negeri terus meningkat. "Padahal utang luar negeri yang se- makin bertambah akan memberatkan perekonomian bangsa," tukas Fuad. Di sisi lain, program Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan Dana Stimulus Fiskal, dinilai sebagai kebi- jakan yang tidak tepat, karena mengambil uang negara. "BLT bukan program untuk menye- jahterakan rakyat secara berkesinam- bungan. BLT hanya proyek untuk pencitraan diri saja. Ini budget untuk pemilu saja," cetusnya. Stimulus fiskal, menurut Fuad, bisa dibilang serupa tapi tak sama. Pemerintah menggunakan metode stimulus yang efek berantainya (multi- plier effect) paling rendah diband- ingkan cara lain. Oleh karena itu, ne- gara-negara lain di dunia enggan menggunakan metode tersebut. Sebagai gambaran, pemerintah men- gucurkan Rp 73,3 triliun sebagai stim- ulus fiskal. Rinciannya, stimulus per- pajakan Rp 56,3 triliun, dan stimulus belanja negara Rp 17,0 triliun. Stimulus perpajakan terdiri atas penu- runan tarif PPh, pajak pertambahan nilai dan bea masuk ditanggung pe- merintah (PPN dan BM DTP) dan in- sentif terkait PPh Pasal 21 dan Pasal 25. Adapun stimulus belanja negara Rp 17,0 triliun terdiri atas belanja in- frastruktur Rp 12,2 triliun, dan Rp 4,8 triliun untuk subsidi langsung dan sub- sidi energi. Titik nadir Penyaluran stimulus diharapkan mampu menjaga pertumbuhan do- mestik bruto nasional. Tingkat kon- sumsi masyarakat akan melonjak kare- na pekerjanya tidak terkena pajak penghasilan. Kemudian, membuka la- pangan pekerjaan dengan maraknya proyek infrastruktur. Akibatnya, imbas krisis keuangan global tidak sampai membuat negara ini gulung tikar. Memang anggaran stimulus bakal membuat perekonomian bangsa ini merangkak naik. Sayangnya semua ini dibarengi minimnya multiplier effect. Bandingkan dengan metode direct spending atau belanja langsung. Intinya, perekonomian Indonesia akan mengalami titik nadir pada tahun 2010 apabila pemerintah tetap mem- pertahankan sistem ekonomi neoliber- al dalam membangun bangsa ini. Indonesia akan terlepas dari beleng- gu perbudakan bangsa asing, jika saja kita semua sadar bahwa kita sedang di- injak-injak oleh mereka, kemudian memberanikan diri untuk berjalan di atas kaki sendiri dalam menempuh ke- jayaan ibu pertiwi.*** *) Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Komunikasi Jurusan Dakwah STAIN Cirebon dan pegiat ilmu perbandingan agama Gaji Ke-13 BELUMlama ini, puluhan ribu pegawai negeri sipil (PNS) di Kota dan Kab. Cirebon menerima gaji tambahan atau biasa disebut gaji ke-13. Sebuah "kado" istimewa yang diberikan pemerintah terhadap para "bawahannya". PEMBERIAN gaji ke-13 tak pelak mengundang suka cita. Ada yang memanfaatkannya untuk mem- beli peralatan sekolah putra-putrinya. Ada yang membeli telefon seluler (ponsel) tipe terbaru. Bahkan ada yang memakainya untuk liburan karena sebentar lagi akan memasuki masa liburan sekolah. Tidak ada pihak yang keberatan terkait pencairan gaji ke-13. Semua pihak setuju jika PNS diberi bonus tambahan tersebut. Kalaupun ada hanya bernuansa politis, karena pemberian gaji itu sebelum masa Pemilu Presiden 8 Juli 2009. Sebuah perhelatan akbar yang akan membawa bangsa ini kepada pemimpin baru untuk lima tahun ke depan. Terlepas dari hiruk pikuk gaji ke-13, ada baiknya kita sedikit merenung akan makna di balik perhatian pemerintah itu, yakni upaya meningkatkan kinerja aparatur pemerintah, yang notabene sebagai abdi masyarakat dan abdi negara. Sebuah peran yang memberi banyak peluang amal jika digunakan se- bagai pengabdian yang tulus dan amanah. Soalnya pengabdian tersebut berkaitan dengan pelayanan pub- lik. Namun seperti yang sudah-sudah, peningkatan kualitas pelayanan yang disodorkan aparatur pemer- intah tampaknya masih banyak yang justru mengun- dang keluh kesah masyarakat. Ini berarti, mutu pelayanan masih setengah hati atau justru aparaturlah yang ingin dilayani masyarakat. Peningkatan kualitas pelayanan tampaknya perlu dilakukan karena pemerintah seakan terus meman- jakan para PNS, bukan hanya pada gaji ke-13, tetapi juga pada kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat otomatis, dan masih banyak lagi. Dengan kata lain, kalangan PNS harus "sadar diri" dengan cara mengimbanginya melalui peningkatan mutu pelayanan. Bila terjadi sinergitas antara perhatian pemerintah dengan para personelnya, tidak akan terdengar lagi keluhan masyarakat atas buruknya pelayanan di selu- ruh organisasi perangkat daerah (OPD), dan, tentu saja, pendapatan asli daerah (PAD), seiring tingkat disiplin pegawai yang bisa diandalkan. Koran ini tentu berharap banyak jika aparatur pe- merintah dapat bekerja secara maksimal. Karena mereka digaji dengan uang rakyat. Jika kemudian mereka bekerja asal-asalan atau tidak becus melayani rakyat, sama artinya dengan mengkhianati keper- cayaan rakyat dan menghambur-hamburkan uang rakyat. Hal inilah yang mesti dihindari agar negeri ini tumbuh menjadi negeri yang bisa bersaing di percat- uran internasional.*** Bila Anda ingin mengungkapkan tanggapan, usulan, kritikan, atau apa saja yang menyangkut segala hal yang terjadi di hadapan kita, kami persilahkan mengirimkannya dalam bentuk surat pembaca. Selain surat itu diketik rapi, kami mohon pengirim menuliskan identitas secara lengkap. Jangan lupa, sertakan salinan bukti diri seperti fotocopy KTP, SIM, kartu pelajar dsb. Redaksi Kecewa Artikel SAYA salah seorang pelanggan "MD". Saya ingin menyampaikan kekecewaan sehubungan dengan ke- munculan dua artikel bermasalah pada bulan ini. Artikel pertama berjudul "Siapakan Syetan Sebenarnya?" terbit pada hari Jumat (5/6) dengan nama penulis Sunardi. Tapi keesokan harinya muncul artikel dengan judul dan isi sama tapi den- gan penulis Abdul Karim S.Pd.I. Sepekan kemudi- an, muncul tulisan berjudul "Facebook: Antara Haram dan Halal" dengan penulis Abdul Karim S.Pd.I. Masalahnya kali ini, tulisan yang sama den- gan penulis yang sama, muncul pula di Radar Cirebon. Bagi saya, dan pembaca lainnya, kemunculan ar- tikel-artikel itu sangat merugikan. Hak pembaca untuk mendapat materi berbeda tak terpenuhi. Saya minta klarifikasi redaksi "MD" soal ini. Bambang Supriyanto, Leuwimunding, Majalengka Dari redaksi: Terima kasih atas perhatiannya. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan Anda. Soal artikel "Siapakah Syetan Sebenarnya?", kesalahan ada pada kami. Dengan begitu banyaknya artikel di arsip, kemungkinan artikel karya Abdul Karim ini tertimpa oleh artikel lain karya Sunardi. Untuk itu, redaksi sudah menyampaikan permohonan maaf se- cara terbuka di bawah artikel yang benar pada hari Sabtu (6/6). Sementara soal artikel ganda berjudul "Facebook: Antara Haram dan Halal", tanggung jawab bukan pada kami, tapi pada penulisnya. Kami tak mungkin memantau semua artikel di media massa lain. Etikanya, penulis memang tak boleh mengirim ar- tikel yang sama ke dua atau lebih media massa. Kalau pengiriman telanjur dilakukan, misalnya kare- na tak sengaja, penulis harus segera membatalkan salah satunya guna menghindari pemuatan ganda. Penulis yang diketahui menulis artikel sama di dua atau lebih media massa, harus menyampaikan klar- ifikasi secara terbuka di media massa bersangkutan. Jika tidak, redaksi media massa itu berhak menolak artikel yang bersangkutan di kemudian hari.*** Komisaris Utama : H. Kartono Sarkim Komisaris : Budi Maulani Wahidin, H. Usman Rachmatika Kosasih Direktur : Deni Kahdar Gunandi General Manajer : HM. Wasikin Marzuki Pemimpin Umum : Deni Kahdar Gunandi Pemimpin Redaksi/Penanggungjawab: Diding A. Karyadi Redaktur: Dadang Suherman YR, Dudung AH, Ruddy Apriantho, Anto Sulistyanto, Saefullah, Noly Alamsyah, Taufik Hidayat, Adhijaya Prasetyo Redaktur Teknik & Perwajahan: SM Annas Sohef Sekretaris Redaksi : Diah Rodiah BPPTI : Suhartono, Aris Efendi Staf Redaksi Cirebon: Arif Rohidin, Johana, Alif, Epih Pahlevi, A. Rifai, Toni, Asep Iswayanto, Ghiok Riswoto, Andi Kurniadi, Ibnu Saechu, Syarif Kamal, Erika Lia Lestari, Ade Nurjanah Fotografer : Shanty, Andi Arifin INDRAMAYU : Khaerudin, Ichsan J, Hendra S, Abu Bakar, Alim Munandar KUNINGAN: Eman Sulaeman, Raharja, Nunung Khasanah,Yan Irwandi. MAJALENGKA : Tati Purnawati, Dandie Sofyan Efendi Pra-Cetak : Wawan Hermawan, Hermansyah, Roby Yanuardi, Ibnu Jafar. Manajer Pemasaran dan Promosi : Moch. Ai Nurdin Manajer Umum dan Personalia : Tata Samsu Brata Manajer Keuangan dan Akuntansi: Nita Yulianti Asisten Manajer Keuangan: Ahmad Mustahri Asisten Manajer Akuntansi: Uni Wahyuni Promosi : Stanney Williams Iklan : Yana Heryana. Sirkulasi : Jaja Subagja Alamat Redaksi: Jl. RA Kartini no.7 Cirebon Tlp. (0231) 204440, 210541 Fax.(0231) 201315, 210533 Kotak Pos 350 Cirebon 45123 http://www.mitra-dialog.com, E-mail : redaksi@mitra-dialog.com, opini@mitra-dialog.com Penerbit : PT Berkah Pikiran Rakyat,SIUPP No.316/SK/Menpen/SIUPP/1997 Tgl. 12 Agustus 1997. Perwakilan HU. Mitra Dialog/Grup Pikiran Rakyat : JAKARTA : Jl. Gajah Mada 101 Tlp. (021) 6301288 (Hunting), 6339313 Fax. (021) 6320291 Telex 41453 PR JKT. CIAMIS: Jl. Sudirman 67 Tlp. (0265) 71339. TASIKMALAYA: Jl. Dinding Ari Raya I No.7 Komplek Perum Panglayungan Tlp. (0265)- 331947/335677/339308. GARUT: Jl. Papandayan No.50 Tlp. (0262) 231171. BOGOR: Bogor Baru Blok A II No. 11 Tlp. (0251) 311013. SUKABUMI: Jl. Sriwijaya 11 Tlp. (0266) 222682. KUNINGAN: Jl. Siliwangi No.206 Tlp. (0232) 871776. INDRAMAYU: Jl. Sudirman No. 94 Tlp (0234) 271665. KARAWANG: Jl.Cakradireja No.7B Tlp. (0267) 40258. PURWAKARTA: Jl. Ibrahim Singadilaga No 59 Tlp. (0264) 200183. PURWOKERTO: Jl. Brigjen Entjung No. 27 A Tlp.(0281) 621872. SUBANG: Jl. Otista No. 46 Tlp. (0260) 414636. SERANG: Jl. Jend. A.Yani No.72, Tlp. (0254) 200803, 0254-205590. YOGYAKARTA: Jl. Bausasran DN III/715 Tlp. (0274) 586913 Fax. (0274) 517657. DICETAK OFFSET: PT. GRANESIA, Jl. Soekarno-Hatta 147 Bandung 40223 Tlp. (022) 637755 (Hunting System), Fax. (022) 631004. Oleh Irkham Fahmi, AS MITRA DIALOG Akt ual Tegas dan Beri mbang MITRA DIALOG Akt ual Tegas dan Beri mbang HARI AN UMUM SABTU - WAGE ( 20 JUNI 2009 ) 26 JUMADIL AKHIR 1430 H HALAMAN 8 Sorotan Surat Pembaca Inspirasi HARI AN UMUM Bangsaku Budak Neoliberalisme Muhammad Thamrin Kumpulkan Ribuan Fosil "DUNIA itu bagaikan ular, Ris," celetuk Semar setelah beberapa waktu terdiam dan sepertinya memberikan kesempatan kepada Curis untuk men- gunyah kata-katanya. Mendengar celetukan Semar seperti itu, karuan saja Curis yang terkejut. Ia sedikit terperanjat dan setelah kesadarannya kem- bali utuh, kembali bulat pada topik pembicaraan, ia pun kali ini mendapatkan pernyataan yang juga tidak mudah untuk ditelan den- gan pikirannya saat itu. Menyaksikan Curis yang sedikit terperanjat, Semar pun kemudian mengulangi kata-katanya. "Benar, Ris. Dunia itu seperti ular." "Benarkah, Bapa?" tim- pal Curis sambil memper- baiki sikap duduknya. Ia kini duduk bersimpu seperti layaknya seorang murid atau seorang cantrik yang bersiap untuk mener- ima titah atau penjelasan sang guru. "Berbahaya dan berbisa," sambung Semar datar. Tatap matanya men- embs kelebatan hutan Astina. "Bukankah dunia men- janjikan kenikmatan, kemegahan, dan kegemer- lapan yang menggiurkan siapa pun?" "Dunia memang akan membuat kilau-kilau kegemerlapan yang amat sangat memukau dan didamba oleh banyak orang. Tetapi ketahuilah, Ris. Semakin engkau meneguknya maka kamu akan semakin kehausan yang tiada tara. Semakin engkau mampu meraih- nya, enkau akan semakin merasa kekurangan, semakin engkau membu- runya maka semakin engkau tak mendapatkan- nya. Lama kelamaan engkau akan dililit. Seluruh tubuhmu akan dililit oleh kuat kuasanya hingga tertundukkan olehnya. Tubuhmu akan remuk redam dalam kuasanya yang begitu kuat. Bahkan tidak hanya tubuhmu yang tertun- dukkan olehnya. Lama kelamaan pikiranmu akan rontok luluh dalam logi- ka-logika duniawi. Hidup menjadi sangat kering karena kali ini pikiranmu hanya berpikir untuk kemegahan duniawi." Semar menghela nafas sejenak. "Saat-saat mencekam berikutnya adalah ketika kali ini jiwamu yang juga sudah tertundukkan. Jiwamu pun kemudian akan menjadi limbung, tak berdaya dalam pagutan gigi-gigi berbisanya. Jiwamu terkapar! Tak sanggup lagi mencerna kebenaran dengan kesu- cian ruhmu. Hati nuran- imu terbungkam. Kebenaran dalam hatimu adalah kemegahan duni- awi semata. Bisa ular itu telah merasuk ke seluruh ragamu, ke seluruh piki- ranmu, dan ke seluruh jiwamu. Kau akan berkali- kali dipagut dan tak per- nah sampai kepada Hyang Maha Tunggal." Curis masih mengang- guk-anggukkan kepalanya sambil mencoba untuk mengerti setiap kata-kata yang diucapkan Semar. "Lalu apakah yang sebaiknya kita lakukan?" (Bersambung) Bingkai Cirebon Punakawan Cerbon (111) Made Casta Bisikan Peri Bisikan Peri Biodata Nama: Muhammad Thamrin Lahir: Sindanglaut, 6 September 1951 Alamat: Jl. Raya Desa Kubangdeleg, Kec. Karangwareng, Kab. Cirebon Pendidikan: SDN Sindanglaut SMPN Karangsuwung SMAN Sindanglaut Sekolah Penjenang Kesehatan Bogor (semester akhir) Isteri: Kartini Anak: Usnul Dianingrum Ade Saeful Bahri Nurbaetillah Hal 8-9 Sabtu 4/20/03 9:03 PM Page 1 ENAMbelas tahun cinta mereka terpisah. Enam belas tahun komu- nikasi mereka terputus. Tempat yang memisahkan mereka, keadaan juga yang memisahkan mereka. Setelah sekian lama cinta mereka tenggelam terputus oleh kehidupan masing-masing, tumbuh kembali, walaupun mereka sama-sama telah mengarungi rumah tangga. "Apa kabar sayang? Masih ingat sama siapa coba?" Tiba-tiba suara dari kejauhan terdengar. Rina kaget juga mendengar suara itu. Lama sekali Rina mengingat- ingat suara itu. Suara yang tak asing bagi telinga Rina, tapi Rina lupa. "Astaga, Bob Kau kah ini?" Antara ya dan bukan Rina menebaknya. "Alhamdulillah, ternyata Rina masih ingat. Gimana kabarnya? Berapa tahun kita gak ketemu, ya?" Lama Rina terdiam ga menjawab, beribu kata yang ingin Rina ungkap- kan. Senang sedih bercampur. "Rin, jawab. Bob kangen suara kamu!" "Ya, apa kabar juga?" Gugup juga Rina men- jawabnya. "Tau dari mana nomor Rina?" "Ada dech, informan Bob kan banyak," timpal Bob. Bob menceritakan segala macam pe- ngalamannya sela- ma putus hubungan sama Rina. Bob mencari tahu ke sana ke mari alamat maupun nomor yang bisa dihubungi. Ke teman-teman Rina maupun Bob yang barangkali mengetahuinya. Sementara Rina mengamininya sambil tak henti-hentinya me- ngeluarkan air mata. Haru, tidak menyangka kalau perjuangan Bob begitu besar. "Tahu gak, walaupun Bob sudah punya istri dan dua anak, cinta Bob hanya buat Rina." "Gila, keluarga kamu mau dike- manain? Jangan gombal, ah!" "Sungguh, istri Bob juga tahu," tambah Bob. "Ga mungkin. Istri mana yang mau cinta suaminya buat orang lain. Lagian Rina sudah punya keluarga sendiri. Jangan mimpi!" Bantah Rina. "Rin, sebelum menikah dulu, saya ngomong ke istri, saya mau nikah sama Lia hanya karena kasihan orang tua yang terus menerus nyu- ruh Bob nikah, tapi hati saya hanya untuk Rina bukan untuk Lia," jelas Bob. "Lia sendiri mau menerimanya?" tanya Rina. "Mungkin Lia juga mau karena orang tua Bob," sambil lari-lari ke atas kapal, Bob mencari sinyal. "Tunggu sebentar, jangan ditutup. Maklum, di tengah laut sinyal gak bagus," pinta Bob. Lama suara dari kejauhan menghilang, Rina pun menunggu- nya dengan sabar. "Tahun baru Bob pulang. Kita ketemu yuk! Nanti Bob ke rumah." "Jangan, suami Rina lagi di luar kota." "Ya sudah, sesampai di Jakarta nanti Bob nelefon lagi. Untuk meyakinkan Rina, Lia tau siapa di hati Bob," jelas Bob. "Jangan gila Bob, ingat anak istri! Yang lalu biar berlalu, kita sudah punya keluarga masing-masing, Rina gak mau menghancurkan kelu- arga kita, keluarga Rina juga keluar- ga Bob," pinta Rina. "Rin, Bob sudah berusaha, tapi Rina gak bisa hilang dari lubuk hati terdalam Bob. Sampai Bob berusaha berobat ke sana ke mari, biar Rina lenyap dari kehidupan Bob. Tetep gak bisa. Tolong Rin, kali ini Rina jangan mangkir dari Bob," pinta Bob. "Rina ngerti. Tapi Bob juga harus ngertiin keadaan Rina sekarang. Gak mungkin Rina meninggalkan suami dan anak. Rina juga gak mau rumah tangga Bob berantakan kare- na Rina." "Percaya gak, salat istikharoh Bob lakukan berpuluh-puluh kali, Rina dan Rina jawabnya. Mungkin kita jodoh Tuhan, apa pun rintangan- nya pasti bersatu. Percaya!" Tiba-tiba suara Bob menghi- lang. Mungkin karena masalah sinyal. Hari demi hari Rina menjalani kehidupan seperti biasa, layaknya seorang ibu rumah tangga, mengurus anak-anak, masak, beres-beres rumah. Untuk mengisi kejenuhannya dengan ruti- nitas di rumah, Rina keliling berjualan pakaian yang bayarannya mingguan. Kalau anak-anak libur sekolah, kadang mereka jalan-jalan sambil ngecek rekening kiriman suami. Betapa kagetnya Rina, pas ngecek ada tambahan yang gak seperti biasanya. Rina cepat-cepat menelefon Anwar. "Assalamualaikum. Apa kabar Mas? Ada perkembangan usaha?" Rina langsung nanya begitu. "Waalaikum salam. Alhamdulillah Mas baik. Ibu sama anak-anak gi- mana?" Anwar balik nanya. "Maaf ibu, ibu nanya perkemba- ngan usaha Mas? Sabar ya, usaha Mas sekarang lagi ada cobaan. Sekarang Mas belum bisa transfer," jelas Anwar. Rina kaget mendengar penjelasan Anwar. Kalau begitu, siapa yang mentransfer segitu banyaknya uang? "Gak apa-apa Mas, masih ada cadangan," Rina belum bisa mem- beritahu Anwar jumlah yang ada di rekening tabungannya. "Hati-hati Mas, jaga kondisi. Cobaan yang sedang kita hadapi kita serahkan sama-sama pada Allah. Sudah dulu ya Mas, anak- anak belum mandi nih. Assalamualaikum," Rina berusaha menenangkan Anwar. "Waalaikum salam. Hati-hati juga ibu sama anak-anak, ya!" Rina masih bingung dengan isi rekeningnya. Terlintas juga Bob yang ngirim, soalnya Bob pernah ngomong mau nambahin modal usaha Rina. Tapi gak mungkin, Bob kan gak tahu nomor rekening Rina. Lama Bob gak nelefon. Rina pun menganggapnya waktu itu hanya kabar biasa, layaknya seorang teman yang sudah lama gak bertemu maupun kontak. Telefon maupun SMS dari teman-teman merupakan salah satu kesukaan Rina dalam mengisi kesehariannya. Walaupun Bob sudah nelefon Rina, tapi Rina gak kepikiran SMS-an atau nelefon balik ke Bob. Rina paling suka SMS-an sama Endang, sahabat SMA-nya dulu. Kali ini Rina curhat masalah telefon dari Bob bulan lalu, Endang menanggapinya de- ngan canda. "CLBK dong, Rin," canda Endang. "Gak juga ah. Biasa aja tuh. Yang Rin penasaran, dari mana Bob tau nomor Rina," jawab Rina. "Ya, akulah yang ngasih tahu. Waktu itu kebetulan ketemu di Jakarta, malahan Bob nanyain nomor rekening Rina, katanya mau bikin surprise ke Rina," celoteh Endang. "Pantesan. Eh, mungkin gak sih Bob sudah ngisi tabungan Rina, soalnya kemarin Rin ngecek sal- donya nambah, sementara Mas Anwar belum ngirim?" tanya Rina. "Mungkin saja. Coba tanya lang- sung ke Bob!" perintah Endang. "Males ah, ngontaknya. Nanti kegeeran," jelas Rina. "Uuuh, dari dulu gengsi kamu tuh gak berubah, ya." "He..he..he. Endang sudah tahu kan sifat Rin. Ya, kapan-kapan Rina ngontak Bob, tapi gak sekarang- sekarang. Sudah dulu, ya! Jemput anak dulu nih. Assalamualaikum." "Waalaikum salam. Hati-hati ya nyonya!" Terjawab sudah, siapa yang ngisi tabungan Rina, tapi Rina gengsi nelefon langsung nanyain ke Bob. Apalagi kalau ingat gombalnya Bob waktu nelefon Rina, SMS-nya pun membuat Rina semakin risi. Tapi rasa penasaran Rina gak cukup hanya curhat ke Endang, akhirnya Rina SMS Bob. Gak ada basa-basi, langsung nanyain kiriman uang ke rekeningnya. "Maaf kalau Rina merasa tersing- gung. Bob kan pernah janji mau nambahin modal usaha Rina. Walaupun jumlahnya gak layak buat modal usaha, tapi lumayan buat nambah-nambah," jelas Bob, dalam balasan SMS-nya mengenai per- tanyaan Rina. TAHUN baru tiba. Ketika sedang santai nonton TV, bunyi telefon berdering. Bob memenuhi janjinya, nelefon kembali. Tapi kali ini suara perempuan. Kaget Rina meneri- manya. "Assalamualaikum. Mba Rina ini Lia, istrinya Mas Bob. Apa kabar Mba?" Suara Lia terdengar lembut. "Baik, Lia sendiri gimana kabarnya?" jawab Rina. "Alhamdulillah, Mba." Lama mereka terdiam. Lia bi- ngung mengawali percakapan. Sementara Rina takut salah ucap. "Perasaan, gak asing sama suara Mba. Kapan dan di mana kita per- nah ketemu," Lia me- ngawali percakapan. Rina masih belum nyambung. Masih terdiam dan bi- ngung. "Mba, Lia ingin kita nyatu, bak adik kakak, saling menyayangi dan saling meperhatiin. Menikahlah sama Mas Bob!" Suara Lia lirih memo- hon. Semakin kaget Rina mendengar kepolosan Lia. "Istigfhar Lia, gak mungkin. Mba sudah punya keluarga sendiri. Mau dikemanain anak suami Mba. Jangan berpiki- ran begitu, kita bersaudara boleh-boleh saja, tapi jangan ada ke- mauan Mba menikah sama Mas Bob," tegas Rina. "Tapi Mba, jelas-jelas Mas Bob mau Mba jadi istrinya juga. Saya ikhlas Mba, sungguh! Makanya kenapa saya nelefon Mba, mumpung Mas Bob pulang. Mau ya, Mba?!" "Astaghfirullah Lia, gak mungkin. Mba gak mau. Memang Mba sama Mas Bob dulu pernah berhubungan, tapi itu kan dulu. Sekarang kita sudah punya urusan masing-masing. Mba menolak permintaan Lia, Lia juga harus ngertiin Mba. Bisa saja Mas Bob nguji kita. Sudahlah, kita saudaraan saja ya!" jelas Rina. "Rin, mau dong! Sia-sia usaha Bob sama Lia ini," tiba-tiba Bob merebut telefon Lia. Rina menutup telefon Bob. Marah, kesel, juga bingung. Gak munafik, di hati kecil Rina juga masih tersimpan Bob. Apa boleh buat, Rina sudah jadi nyonya Anwar, jadi gak mungkin menerima keinginan Lia maupun Bob. Pagi buta Rina dibangunkan suara klakson mobil berulang-ulang di depan rumah. Betapa kaget Rina, dibukanya pintu rumah berhadapan dengan sesosok mayat ditandu banyak orang. Gak kuasa menahan sedih, Rina tak sadarkan diri. Kenapa tiba-tiba? Yang ditunggu bukan mayatnya tapi hidupnya. Sakit rasanya Rina menerima kenyataan ini. Anwar mengalami kecelakaan di tempat kerjanya sam- pai ajal menjemputnya. Tanpa amanat, tidak ada tanda-tanda atau firasat apapun Anwar pergi untuk selamanya. Hampa rasanya Rina menjalani hidup tanpa suami, walaupun ter- biasa ditinggal jauh sama suami. Luka dalam hatinya masih mem- bekas. Kuburan Anwar masih basah, Rina dikejutkan dengan kedatangan serombongan tamu. Tak asing wajah salah seorang tamu itu bagi Rina. Bob datang bersama keluarga bermaksud melamar Rina. Kali ini Rina gak bisa menolak. Itulah ke- hidupan. Kun fayaqun.*** Subang, Januari 2008 ANDEN adalah wajah keberhasilan. Berkat tangan dingin pria kelahiran Cirebon, 25 Agustus 1959, itu puluhan petinju berkualitas lahir, beberapa di antaranya menorehkan prestasi, baik di tingkat lokal, regional, bahkan nasion- al. Salah satu petinju binaannya, Polly Carpus Dao, pernah menjadi juara na- sional versi Asosiasi Tinju Indonesia (ATI). Sementara beberapa petinju lain meraih prestasi di ajang Sarung Tinju Emas (STE), sarung Tinju Perak (STP), atau Pekan Olah Raga Provinsi (Porprov). Yang luar biasa, prestasi itu diraih tanpa dukungan memadai, baik dana maupun sarana dan prasarana. Untuk pendanaan, Anden lebih banyak mero- goh koceknya sendiri. Sementara untuk menyiasati keterbatasan sarana dan prasarana, ia bahkan menyulap ke- diamannya sendiri di Jl. Sukasari V No. 59 Kota Cirebon sebagai kawah candradimuka bagi para petinju bi- naannya. Selain menjadi tempat berlatih, beberapa petinju bahkan men- jadikan tempat menumpang hidup. Anden adalah wajah idealisme. Ia benar-benar mendermakan hidupnya untuk tinju. Ia tak pernah berpikir untuk beralih ke bidang lain. Sebab, baginya, tinju bukan sekadar olah raga, tapi juga jalan hidup. Mampu menghasilkan para petinju berkualitas dan berprestasi menjadi ke- bahagiaan tersendiri baginya. Ia tak pernah berpikir soal imbalan atau balas jasa. Salah satu bukti idealismenya adalah keteguhan dia menetap dan melatih di Cirebon. Sebagai putra Cirebon, ia ingin membaktikan dirinya untuk daer- ahnya sendiri. Ia ingin putra-putri Cirebon mengharumkan nama daerah- nya melalui tinju. Ia beberapa kali menerima tawaran melatih di daerah lain, termasuk Kota Bandung yang siap memberinya peng- hasilan dan fasilitas menggiurkan. Namun ia menolaknya. Bagi sejumlah kalangan, idealisme Anden barangkali terasa aneh. Bahkan memilih tetap hidup sederhana (untuk tidak mengatakan sulit) di Cirebon, dan menolak peluang hidup enak di luar daerah, barangkali bisa disebut bodoh. Tapi itulah Anden, sosok yang teguh pada prinsipnya. Anden adalah wajah anti-kemu- nafikan. Ia tak mau berbasa-basi dalam segala hal. Ia adalah tipikal asli Cirebon. Segala perkataan dan perbu- atannya selalu terfokus ke tujuan, tanpa tedeng aling-aling. Jika ada yang ia rasakan mengganjal, ia langsung mengutarakannya. Jika ada yang ia rasakan mengganggu, ia langsung mengusirnya. Berkali-kali ia mengatakan kata-kata "dasar boled kabeh" saat ditanya ten- tang kepedulian pihak pemerintah dan swasta terhadap dunia pertinjuan. Pada setiap rapat bidang olah raga yang melibatkan dirinya, ia pun tak segan- segan "ngoceh" dalam bahasa Cerbon. Salah satu kalimat andalannya adalah, "Sing penting wud-e!" (Yang pent- ingnya duitnya!) Menyukai tinju Sebelum merasakan kebanggaan dan kepuasan menjadi pelatih tinju, ia sem- pat merasakan beratnya perjalanan untuk menuju kesuksesan. "Berkat niat yang tulus, serta perjuangan yang berat, akhirnya kami bisa menikmati kebanggan dan kepuasan," ungkap Anden. Putra ketiga dari empat ber- saudara itu mulai meniti karier tin- junya di usia 15 tahun. Ia menga- ku mencintai olah raga tinju karena keluarga besarnya yang mayoritas me- nyukai tinju. Namun hanya dirinya yang menekuni dunia itu. Tahun 1974, ia mulai bertinju, dan bergabung dengan Sasana Tinju Ra- jawali Cirebon, di bawah asuhan pe- latih Muhamad Afif. Berkat presta- sinya, pada tahun 1980, ia sempat mendapatkan gelar "Best KO" saat mampu menumbangkan empat la- wannya dengan KO pada Kejuaraan Tinju Amatir Junior "Wali Kota Cup", di Gelanggang Remaja Jakarta Utara (GRJU). Pada tahun 1981, Anden be- ralih ke profesional, dan ber- gabung dengan Sasana Tunju Sunda Kelapa Jakarta. Selama perjalanan kariernya di sasana tersebut, pada tahun 1984, Anden berhasil meraih peringkat 3 nasional untuk kelas bantam. Pada Tahun 1985, ia diangkat pelati- hnya, Martin Walewangko, menjadi asistennya. Karena pada tahun 1984 ia telah menerima sertifikasi kepelatihan dari OPBF, pada tahun 1987 ia kem- bali ke tempat kelahirannya, dan mulai bergabung dengan Sasana Tinju Caru- ban, Kota Cirebon. Atas permintaan manajernya, alm. Letkol. Wiradi, ia diminta menjadi pelatih di sasana milik manajernya itu. Pada tahun 1991 hingga 1996, An- den sempat berangkat ke Kabupaten Indramayu. Ia mengaku, selama 5 ta- hun melatih di Sasana Tinju In- dramayu, ia sempat melatih tim Porda (sekarang Proprov) sebanyak dua kali. Pada tahun 1997, ia kembali ke Cirebon, dan melatih atlet tinju Ka- bupaten Cirebon hingga tahun 2006. Pada tahun itulah, Anden bersama kawan lamanya, yaitu Chary, Kenedi, serta Yudi, mulai membangun sasana sendiri. Anden mengaku bangga dan menda- p a t k a n kepuasan tersendiri ketika melihat anak asuhnya berlaga dan berhasil mengalahkan lawan-lawannya, apala- gi meraih medali. Tapi ia merasa sedih ketika keberhasilan anak asuhannya yang turut mengharumkan nama daer- ah, tidak dihargai.*** K Sajak C Ce er r p pe en n April Pusa Rifa MITRA DIALOG Akt ual Tegas dan Beri mbang HARI AN UMUM SABTU - KLIWON ( 6 JUNI 2009 ) 12 JUMADIL AKHIR 1430 H HALAMAN 9 Alamat e-mail pengiriman naskah cerpen, artikel dan puisi: mdnews7@yahoo.co.id Nurochman Sudibyo YS Lagu Serunai Padi Sulit mengerti betapa berat menahan air mata yang meluncur dari bola matamu meski telah kubentangkan jarak untuk tak terlam- pau jauh rindu ini terkapar begitu saja tanpa raga seperti milir udara laut menampar hamparan padi lekuk gemulainya pertontonkan kulitnya yang keemasan dan malai padi pun kini bahwa aroma gelisah cinta harapan terpendam tumbuh dalam lumpur kesuburan Sampai pada embun malam menggeriap seperti tirai yang kasmaran disentuh ujung jemarimu membatas jarak di perahu sujudku lalu air mata ini pantaskah kususur dalam taha- jud panjangku sedang gairah telah kurunut menuju sepi mihrab- mu bahkan bulu romaku tak terasa berdiri di lautan tanpa canda Inilah syair misteri itu lantunan hidup yang tak terarah singgasana sepi bersemayamkan lumut dan noktah hijau sampai kesejukan mengurungku dalam kamar ketidakpastian gerimis telah menandai usai siaran di televisi meninggalkan suara-suara yang memekak telin- ga juga senyumanmu, berlari begitu datang rasa rindu mengibarkan doa-doa bagi kesabaranmu. Indramayu, 1993 Lagu Purnama Purnama yang memantul ke kaca jendela adalah sajakku tentang malam saat dua ekor merpati kawin, melepas cumbu kejaran, mandi nur rembulan. Indramayu, 1993 Doa Langit Dari langit yang tak mampu kujamah, kupandan- gi tanah amsalku sinarnya tercurah ke bumi, mengalir bersama doa para pertapa. Diberangkatkan oleh penunggang kuda kelana meninggalkan jejak sepatu menjadi fosil sejarah dan peradaban. Indramayu, 1993 Racun dan Busa Air yang mengalir dalam labirin beku, kian menindihiku, ke dalam dingin plasenta menggedor-gedor jantungku, membawa langkah limbung ke langit-langitmu mengajak bercengkrama tentang angin dan bunga bunga. Kunikmati mandi di lautan penuh busa Air yang kuteguk bukan hanya racunmu Ini darahku sendiri, lalu kau gerogoti lapisan dagingku hingga aku terkulai lemas sebab terus menerus menari tanpa sadar itu dupa dosa-dosa. Sampai kini belum kutemukan penawar racunnya agar aku tak terus menerus terongrong begini. Indramayu, 1993 BERBICARA tentang muslim dan non-muslim dengan menggunakan pen- dekatan sosial, kita tidak terlepas dari perspektif subjektif. Karena pandangan kita tentang mereka sudah berlandas pada sejauh mana pemahaman kita ter- hadap nilai Islam itu sendiri. Dalam konteks internal saja terkadang kita masih mempunyai penilaian-penilaian subjektif terhadap sesama muslim yang berbeda aliran. Namun sesuai dengan perkembangan zaman, penilaian-penila- ian yang cenderung negatif terhadap faham lain yang berbeda itu berangsur- angsur lebur dalam imajinasi tasamuh (toleransi) tanpa batas antar umat Islam. Siapakah muslim? Muslim secara loghowi adalah pelaku Islam atau orang yang melakukan ajaran Islam. Adapun arti secara ishtilahi adalah orang yang menyaksikan dan meyakini bahwa Allah adalah satu-sat- unya Tuhan, dan mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah rasul bagi-Nya. Bisa juga dalam kondisi tertentu mus- lim berarti tunduk, taat pada ajaran agama yang dibawa Muhammad agar selamat dunia dan akhirat. Tunduk dan taat berarti takluk dan tidak memper- tanyakan, tidak rewel terhadap semua perintah dan larangan-Nya. Muslim mungkin saja bisa dikate- gorikan kepada dua hal: muslim se- belum nabi, dan muslim setelah nabi menjadi rasul. Beberapa ulama muslim sebelum nabi sudah banyak disinggung di dalam al-Qur'an, dari mulai Nabi Adam sampai Nabi Isa, para ahli kitab yang taat pada Injil dan Taurat serta Zabur, beserta kaum-kaum taat yang ikut nabi-nbai sebelum Muhammad. Namun pemahaman muslim sebelum nabi ini hanya beberapa orang yang benar-benar taat serta taqwa pada Allah, yang sudah diterangkan oleh kitab yang dibawa nabi mereka. Setelah Nabi Muhammad menjadi rasul maka aturan-aturan Islam sudah lebih jelas pada kitab hadits dan ijma' ulama, sehingga seluruh umat yang taqwa pada Allah dan taat hadits Muhammad bisa digolongkan pada mus- lim modern. Adapun bagi yang tunduk pada kitab selain al-Qur'an dan al-Hadits belum bisa dikategorikan sebagai agama Allah -dalam konteks keislaman- namun masih dalam budaya yang mengambil akar agama-agama sebelum Islam. Secara faktual, sebenarnya agama- agama sebelum itu sudah berafiliasi di dalam Islam (al-Qur'an) sehingga bisa dikatakan bahwa tidak ada agama yang paling sempurna selain Islam, tidak ada agama sesudah Islam, hingga tidak ada tuhan selain Allah. Siapakah non-muslim? Non-muslim secara spesifik adalah orang yang tidak memeluk agama Islam dan bahkan berlawanan dengan Islam (atheis). secara umum arti non-muslim adalah orang yang tidak melakukan dan meyakini Allah sebagai tuhan dan ajaran-Nya, dan tidak mengaku Muhammad sebagai rasul, serta tidak memercayai semua yang diajarkannya. Faham non-muslim era dahulu (zaman nabi) lebih mudah didefinisikan bahwa mereka adalah orang yang ada di sekitar nabi yang tidak masuk golongan- nya, serta tidak melaksanakan apa yang dilakukannya dan diperintahkannya walaupun mereka dalam satu pemerin- tahan (daulah) nabi. Sering sekali orang- orang yang demikian disebut dengan orang kafir, musyrik, kaum jahiliyah, dan seterusnya. Apakah syetan ada? Mungkinkah syetan ada? Jawabannya adalah ada. Syetan adalah manusia yang berjenis nyata, dan memiliki sifat bertentangan dengan malaikat serta tuhannya. Syetan sekarang bukan lagi jenis yang terpisah dan tidak terlihat, namun sudah nyata dalam bentuk manusia, sudah nyata dan ada di sekelil- ing manusia itu sendiri. Syetan sudah tidak lagi dipuja dan ditakuti. Syetan sudah menyatu manunggaling kawula iblis. Syetan hadir tidak di malam hari saja, tapi juga hadir pada semua waktu, baik siang, pagi maupun malam. Tadinya pagi milik malaikat, tadinya siang milik manusia, sekarang sudah berubah. Syetan sudah ada pada semua waktu dan zaman. Begitupun, sekarang secara ritual mempercayai adanya kekuatan ghaib dengan tidak memujanya namun bersa- habat dengan mereka. Di era sekarang, sudah semakin sulit membedakan mana manusia sebagai orang yang takut pada syetan dan mana syetan yang menghara- pkan dipuja dan diikuti. Karena di era sekarang sudah terjadi afiliasi dan pem- bauran antar fisik manusia dan sifat syetan tersebut. Sebagai pembuktian, secara tidak langsung, orang tidak sadar bahwa dirinya memuja syetan dengan cara menjadikan uang sebagai tujuan hidup. Orang tidak sadar bahwa melakukan maksiat sudah semakin wajar. Orang sudah tidak sadar dengan jauhnya mere- ka dari ritual-ritual ibadah pada tuhan- nya merupakan pembauran diri dengan syetan. Orang tidak sadar bahwa mere- ka adalah perwujudan/jelmaan dari syetan. Sekarang, syetan yang menyatu dengan manusia. Bahkan syetan sudah tidak bangga lagi. Karena di era sekarang, manusia sudah begitu mudah memuja syetan. Itu semua keinginan syetan, seperti yang sudah dijanjikan syetan pada awal penciptaan Adam. Siapakah syetan sebenarnya? Syetan adalah api yang sangat panas, menghalangi umat untuk bersujud, mengganggu, mengaku lebih baik, menggelincirkan orang, musuh yang nyata, menjanjikan (menakut-nakuti) dengan kemiskinan dan menyuruh berbuat kejahatan. Syetan yang terkutuk, hanyalah syaitan yang menakut-nakuti. Syetan adalah teman yang seburuk-bu- ruknya. Syetan bermaksud menyesatkan dengan penyesatan yang sejauh-jauh- nya. Syetan membisikkan pikiran jahat. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan. Syetan itu menimbulkan perselisihan. Kita ambil satu contoh sifat syetan yang nyata, yakni enggan dan takabur. Enggan dan takabur merupakan sifat enggan dan membangkang yang sangat tenar. Keengganan syetan bukan menyembah tuhan tetapi keengganan dalam artian pada ketidaktaatan syetan untuk bersujud atau bisa diartikan berek- spresi senang karena telah diciptakan makhluk sempurna. Syetan merasa bahwa dirinya lebih awal diciptakan daripada adam. Karena keengganan itu- lah syetan membangkang. Karena syetan merasa bahwa dirinya diciptakan dari api, sehingga tidak selazimnya sen- ior kalah oleh junior, api kalah dengan debu. Kaitanya dengan manusia muslim dan non-muslim adalah: apakah ada orang yang berprinsip dan berbuat demikian? Jawabannya, ada dan nyata. Kita lihat di sekeliling kita. Betapa banyak anak enggan disuruh oleh orang tuanya, sampai-sampai mengatakan sesuatu yang tak layak, seperti "ah!". Betapa banyak rakyat yang tidak taat pada pemimpinnya sampai mengekspre- sikan ketidaktaatannya dengan kerusakan. Padahal jelas-jelas dalam al- Qur'an difirmankan, "Janganlah mem- buat kerusakan di bumi." Betapa banyak umat yang tidak taat pada firman tuhan dan bahkan sampai mencela, "Tuhan tidak adil", "Tuhan pilih kasih", dan lain sebagainya. Kita bisa saja enggan menuruti pe- rintah orang tua. Kita bisa saja kesal pada UU. Kita bisa saja ragu pada apa yang di- wahyukan. Karena banyak manusia tidak mengetahui perumusan, maksud, dan tu- juan perintah orang tua, UU, dan wahyu tuhan. Tapi itu semua sekaligus kita dila- rang untuk melakukan pembangkangan, meluapkan kata-kata sampai merusak hati suci orang tua, dan melakukan uca- pan-ucapan dan tindakan yang men- coreng wahyu. Maka siapakah syetan sebenarnya (setan yang nyata)???*** Mano Vs TKI KASUS Manohara Odelia Pinot atau Mano nyaris menenggelamkan hingar bingar kampanye tiga pasangan calon presiden (capres) yang tengah menjaring simpati masyarakat. Mencuatnya kasus penyiksaan yang dialami istri Tengku M. Fakhry dari Kesultanan Kelantan Malaysia ini memang benar- benar membuat heboh. HALitu tentu tak lepas dari pemberitaan ekstra gencar yang dilakukan media massa, baik cetak maupun elek- tronik. Bukan hanya melalui sesi pemberitaan di layar kaca, Mano pun laris manis memenuhi undangan televisi untuk diwawancarai. Tak heran jika kasus tersebut terus menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Tak tanggung-tanggung, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga ikut berkomentar. Semua orang dari seluruh kalangan tampaknya ikut "menikmati" kasus yang dialami Mano. Boleh jadi, hal itu lantaran perempuan beru- sia 17 tahun tersebut memiliki wajah cantik dan memikat. Apalagi sebelumnya Mano dikenal sebagai model. Jadi mungkin Anda sependapat jika ada pihak yang berkata, "Bukan Mano kalau tidak bisa menarik perha- tian publik." Kendati sebagian orang mungkin penasaran atas semua itu. Karena kasus yang dialami Mano belum menyentuh ranah hukum. Soalnya, pernyataan Mano yang menyebut dirinya mengalami siksaan lahir dan batin oleh suaminya, tak kunjung diselesaikan melalui jalur hukum. Bahkan ibunda Mano, Desy Fajarina, tidak memenuhi panggilan polisi guna dimintai keterangan. Terlepas dari kasus yang menimpa Mano, di tengah masyarakat sebenarnya banyak peristiwa yang "lebih" dari Mano, yakni penyiksaan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mengadu nasib di luar negeri. Beruntung jika Mano masih bisa kembali ke Indonesia dengan kondisi fisik yang masih "mulus", dan nyawa masih melekat di badan. Di lain sisi, banyak TKI, terutama tenaga kerja wanita (TKW) yang pulang tinggal nama. Ada juga yang masih bisa bernapas, tetapi kondisi fisiknya menge- naskan. Misalnya ada yang kakinya mengecil atau kulit- nya terkelupas karena siksaan majikannya. Satu hal yang patut digarisbawahi, Mano bukanlah TKI atau orang yang mengadu nasib karena desakan ekonomi, tetapi dinikai putra mahkota Kerajaan Kelantan yang pasti kaya raya. Sementara para TKI bekerja untuk memperbaiki kehidupan dan menyum- bang devisa bagi negara. Hanya saja, keberpihakan pemerintah tampaknya masih tebang pilih. Para TKI, sekalipun pulang tinggal nyawa, masih kurang mendapat tanggapan, perhatian, apalagi pembelaan. Rupanya para pemimpin kita lebih asyik bermain kata-kata daripada memberikan kerja nyata. Kita boleh prihatin atas kasus penyiksaan yang menimpa Mano. Tapi apakah hati kita juga tergerak tatkala ada TKW yang pulang karena mendapat penyiksaan yang jauh lebih "kejam" dari Mano? Jawabannya pasti ada di hati nurani masing-masing. Koran ini tentu berharap pemerintah memberikan porsi yang adil bagi seluruh warganya, tidak perlu melihat status atau kedudukan warga tersebut. Yang pasti, baik Mano maupun para TKWharus men- dapat perhatian, perlindungan, dan kenyamanan yang sama. Mereka semua adalah warga negara Indonesia, yang keberadaannya dilindungi undang-undang. Semoga, kasus Mano tidak melupakan kewajiban pemerintah untuk melindungi warganya secara keseluruhan.*** Bila Anda ingin mengungkapkan tanggapan, usulan, kritikan, atau apa saja yang menyangkut segala hal yang terjadi di hadapan kita, kami persilahkan mengirimkannya dalam bentuk surat pembaca. Selain surat itu diketik rapi, kami mohon pengirim menuliskan identitas secara lengkap. Jangan lupa, sertakan salinan bukti diri seperti fotocopy KTP, SIM, kartu pelajar dsb. Redaksi Pelajaran dari Kasus Prita KASUS Prita yang diadukan RS Omni Inter- nasional Tangerang patut menjadi pelajaran bagi kita semua. Berdasarkan pemberitaan, hampir se- mua kalangan memberikan dukungan pada Prita. Ia dianggap sebagai korban sistem peradilan di Ta- nah Air yang kacau balau. Ia juga dianggap seba- gai korban keangkuhan pihak RS Omni. Menurut saya, Prita boleh saja merasa jadi kor- ban. Padahal sedikit banyak ia juga punya salah. Keluhan yang disampaikan kepada publik memili- ki efek berbeda dengan keluhan biasa. Hal itu ber- dampak buruk terhadap nasib RS Omni. Ia seha- rusnya berintrospeksi. Pihak RS juga hendaknya berintrospeksi. Dari- pada mengadukan Prita, tekad memperbaiki laya- nan yang disampaikan kepada publik, jauh lebih baik. Mengadukan Prita adalah perjudian besar. Salah-salah, nama RS lebih terpuruk lagi. Pihak pemerintah dan penegak hukum juga harus berintrospeksi. Mereka harus lebih tepat dan bijak dalam mengambil langkah-langkah hukum. Susanti, Permata Harjamukti, Cirebon Pengaruh Survei SAAT pengambil keputusan menyatakan survei sebagai kegiatan yang sah selama rangkaian Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden dan wakilnya (Pilpres), hampir semua kalangan bersorak. Sebab, hal itu bisa diartikan sebagai keme- nangan demokrasi, kemenangan kebebasan berpen- dapat, kemenangan dunia keilmuan, dst. Saya termasuk orang yang gembira sekaligus sedih soal aktivitas lembaga survei ini. Saya gembira, kare- na seperti kebanyak orang, saya pun mendambakan keterbukaan dan kebebasan dalam banyak hal. Aktivitas lembaga survei memberikan akses lebih bagi banyak orang, termasuk saya, untuk mendapat infor- masi terkini soal banyak hal, termasuk elektabilitas partai, para caleg, dan capres-cawapres. Aktivitas lem- baga survei juga menjadi sarana pendidikan tersendiri. Tapi saya sedih, karena ada kecenderungan aktivi- tas lembaga survei yang seharusnya diutamakan untuk pendidikan, banyak diselewengkan menjadi aktivi- tas memengaruhi publik. Publik yang semula berpikir A, dirayu bahkan dipaksa untuk berpikir B. Andi Siswandi, Kedawung, Kab. Cirebon Komisaris Utama : H. Kartono Sarkim Komisaris : Budi Maulani Wahidin, H. Usman Rachmatika Kosasih Direktur : Deni Kahdar Gunandi General Manajer : HM. Wasikin Marzuki Pemimpin Umum : Deni Kahdar Gunandi Pemimpin Redaksi/Penanggungjawab: Diding A. Karyadi Redaktur: Dadang Suherman YR, Dudung AH, Ruddy Apriantho, Anto Sulistyanto, Saefullah, Noly Alamsyah, Taufik Hidayat, Adhijaya Prasetyo Redaktur Teknik & Perwajahan: SM Annas Sohef Sekretaris Redaksi : Diah Rodiah BPPTI : Suhartono, Aris Efendi Staf Redaksi Cirebon: Arif Rohidin, Johana, Alif, Epih Pahlevi, A. Rifai, Toni, Asep Iswayanto, Ghiok Riswoto Fotografer : Shanty, Andi Arifin INDRAMAYU : Khaerudin, Ichsan J, Hendra S, Abu Bakar, Alim Munandar KUNINGAN: Eman Sulaeman, Raharja, Nunung Khasanah,Yan Irwandi. MAJALENGKA : Tati Purnawati. Pra-Cetak : Wawan Hermawan, Hermansyah, Roby Yanuardi, Ibnu Jafar. Manajer Pemasaran dan Promosi : Moch. Ai Nurdin Manajer Umum dan Personalia : Tata Samsu Brata Manajer Keuangan dan Akuntansi: Nita Yulianti Asisten Manajer Keuangan: Ahmad Mustahri Asisten Manajer Akuntansi: Uni Wahyuni Promosi : Stanney Williams Iklan : Yana Heryana. Sirkulasi : Jaja Subagja Alamat Redaksi: Jl. RA Kartini no.7 Cirebon Tlp. (0231) 204440, 210541 Fax.(0231) 201315, 210533 Kotak Pos 350 Cirebon 45123 http://www.mitra-dialog.com, E-mail : redaksi@mitra-dialog.com, opini@mitra-dialog.com Penerbit : PT Berkah Pikiran Rakyat,SIUPP No.316/SK/Menpen/SIUPP/1997 Tgl. 12 Agustus 1997. Perwakilan HU. Mitra Dialog/Grup Pikiran Rakyat : JAKARTA : Jl. Gajah Mada 101 Tlp. (021) 6301288 (Hunting), 6339313 Fax. (021) 6320291 Telex 41453 PR JKT. CIAMIS: Jl. Sudirman 67 Tlp. (0265) 71339. TASIKMALAYA: Jl. Dinding Ari Raya I No.7 Komplek Perum Panglayungan Tlp. (0265)- 331947/335677/339308. GARUT: Jl. Papandayan No.50 Tlp. (0262) 231171. BOGOR: Bogor Baru Blok A II No. 11 Tlp. (0251) 311013. SUKABUMI: Jl. Sriwijaya 11 Tlp. (0266) 222682. KUNINGAN: Jl. Siliwangi No.206 Tlp. (0232) 871776. INDRAMAYU: Jl. Sudirman No. 94 Tlp (0234) 271665. KARAWANG: Jl.Cakradireja No.7B Tlp. (0267) 40258. PURWAKARTA: Jl. Ibrahim Singadilaga No 59 Tlp. (0264) 200183. PURWOKERTO: Jl. Brigjen Entjung No. 27 A Tlp.(0281) 621872. SUBANG: Jl. Otista No. 46 Tlp. (0260) 414636. SERANG: Jl. Jend. A.Yani No.72, Tlp. (0254) 200803, 0254-205590. YOGYAKARTA: Jl. Bausasran DN III/715 Tlp. (0274) 586913 Fax. (0274) 517657. DICETAK OFFSET: PT. GRANESIA, Jl. Soekarno-Hatta 147 Bandung 40223 Tlp. (022) 637755 (Hunting System), Fax. (022) 631004. Oleh Abdul Karim, S.Pd.I MITRA DIALOG Akt ual Tegas dan Beri mbang MITRA DIALOG Akt ual Tegas dan Beri mbang HARI AN UMUM SABTU - KLIWON ( 6 JUNI 2009 ) 12 JUMADIL AKHIR 1430 H HALAMAN 8 Sorotan Surat Pembaca Inspirasi HARI AN UMUM Siapakah Syetan Sebenarnya? Anden adalah Tinju, Tinju adalah Anden SEMAR kembali berse- nandung dengan irama yang aneh dan mungkin lebih tepat disebut parau atau sumbang. Tapi Curis yakin bahwa lelaki tambun itu tidak sedang sem- barangan bersenandung. Sesaat kemudian ia berhen- ti bersenandung dan mulai membukakan kelopak matanya. Kerut-kerut di wajahnya begitu jelas ter- gurat sebagai garis-garis kebijaksanaan. Semar memandangi Curis dengan penuh bangga. Sesaat kemudian pandangannya tertuju kepada kerumunan punakwan lain yang masih saja berebut singkong bakar dan kadang kelakarnya memecah keheningan. "Apakah Bapa Semar masih mau menjelaskan kepadaku tentang tak-tik perang Supit Urang?" desak Curis tanpa basa- basi. Maklum, rasa penasarannya begitu menggedor-gedor dinding hatinya. Untuk itulah ia langsung bertanya dengan penuh harap sebuah jawa- ban yang gamblang. Semar menyaksikan Curis yang didera rasa penasaran itu pun masih terus mengulum senyum. "Maukah, Bapa?" Semar masih senyum- senyum. "Ayo, dong Bapa Semar..." "Kau serius?" "Jangan sekali-kali menggantungkan rasa penasaranku begini rupa sih Bapa." Semar masih tersenyum dan bahkan kini ia terkekeh-kekeh menyak- sikan Curis yang ditelikung rasa penasaran. "Begini, Ris," kilah Semar. "Gelar Supit Urang adalah tata prajurit yang membentuk seperti badan udang. Ada pasukan yang membentuk capit di kanan dan kiri. Posisi inilah yang paling berbahaya. Pasukan- pasukan lainnya memben- tuk badan hingga ekor. Begitulah gelar Supit Urang," jelas Semar sambil diikuti kelak tawanya yang lebar. "Apakah kau masih penasaran, Ris?" tanya Semar sambil menggoda. Curis yang tahu dirinya sedang digoda kemudian hanya terdiam dan memba- likkan tubuhnya meman- dang hamparan tegalan dan tebing-tebing menghijau nun jauh di arah timur. Semar kemudian kembali mendendangkan sebuah tembang: Tulus mukti awibawa Baudhengdha sung prabu nyakrawati Prabu estri sabdanipun Marang pepatihira Saptaditya pan kinon ngulati gupuh Manusa kang salah rupa Sigaran ireng lan puti Belum usai Semar mendendangkan tembang, Curis pun segera mendekati Semar yang masih bersan- dar di bawah batang pohon. Curis menatap Semar den- gan penuh harap. Ia meny- impan sebuah tanya tapi belum jelas ia harus bertanya apa. Yang jelas ia merasa tertarik dengan tem- bang yang baru saja diden- dangkan Semar. "Ini tidak bicara perang, Ris." "Iya, Bapa. Saya tahu itu." "Apakah kau tertarik?" "Benar, Bapa." (Bersambung) Bingkai Cirebon Punakawan Cerbon (109) Made Casta Buritan Buritan Biodata Nama : Anden Mukali Tempat/tanggal lahir : Cirebon, 25 Agustus 12959 Istri : Atiek Kastuti Anak : 1. Miranti Feskali Mukali 2. Novita Andriani Mukali 3. Tri Wulan Handayani Mukali Artikel ini merupakan ralat atas artikel Jumat (5/6). Nama penulis yang benar adalah Abdul Karim S.Pd.I, bukan Sunardi. Mohon maaf kepada yang bersangkutan. (Red) Hal 8-9 Sabtu 4/6/03 9:06 PM Page 1