Anda di halaman 1dari 15

1

Rinosinusitis Maksilaris Akut


Celine Martino / 102011005 / B5 / celine_ccey@yahoo.com
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna no. 6 Jakarta Barat 11510 www.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Rinosinusitis berasal dari 2 kata, yaitu rinitis dan sinusitis, adalah suatu infeksi pada
hidung dan sinus paranasal. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, infeksi dapat berlangsung
akut maupun kronis, dengan batasan waktu kurang atau lebih dari 12 minggu.
Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, differential diagnosis, working
diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, penatalaksanaan, komplikasi,
serta prognosis, tinjauan pustaka ini mencoba untuk menjelaskan faktor yang mempengaruhi
pasien datang dengan keluhan pada skenario 13, yaitu pilek tidak sembuh-sembuh, mengeluh
sering sakit kepala, serta terdapat nyeri di sekitar pipi bila ditekan. Dengan demikian diambil
hipotesis bahwa OS menderita Rinosinusitis Maksilaris Akut.

Pembahasan
Skenario 13
Seorang perempuan usia 28 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan pilek
tidak sembuh-sembuh sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh sering sakit kepala,
serta terdapat nyeri di sekitar pipi bila ditekan.
A. Anamnesis
Anamnesis atau wawancara medis merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan
pasien, baik secara langsung pada pasien yang bersangkutan atau secara tidak langsung
melalui keluarga maupun relasi terdekatnya. Setelah anamnesis, kita dapat merumuskan
masalah-masalah pasien dan dilanjutkan dengan proses pengkajiannya. Kemudian ditetapkan
rencana pengelolaan terhadap pasien, yaitu rencana pemeriksaan untuk diagnosis,
2

pengobatan, maupun penyuluhannya, dan diikuti dengan pelaksanaan rencana tersebut
beserta evaluasi atau tindak lanjutnya.
1

Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu penyakit atau kelainan di telinga, hidung,
dan tenggorok diperlukan kemampuan dan keterampilan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan organ-organ tersebut. Kemampuan ini merupakan bagian dari pemeriksaan fisik
yang merupakan syarat bila terdapat keluhan atau gejala yang berhubungan dengan kepala
dan leher. Banyak penyakit sistemis yang bermanifestasi di daerah telinga, hidung, dan
tenggorok demikian juga sebaliknya. Untuk mendapatkan kemampuan dan keterampilan ini,
perlu latihan yang berulang.
2

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang tenang tersedia sebuah meja
kecil tempat meletakkan alat-alat pemeriksaan dan obat-obatan atau meja khusus ENT
instrument unit yang sudah dilengkapi dengan pompa pengisap, kursi pasien yang dapat
berputar dan dinaikturunkan tingginya serta kursi untuk memeriksa dan meja tulis.
2

Data anamnesis, terdiri atas beberapa kelompok data penting sebagai berikut:
Identitas. Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis
kelamin, nama orang tua atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa
dan agama.
3

Keluhan Utama. Keluhan utama merupakan bagian paling penting dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Anamnesis ini biasanya memberikan informasi terpenting untuk
mencapai diagnosis banding, dan memberikan wawasan vital mengenai gambaran keluhan
yang menurut pasien paling penting.
4
Pada skenario 13, keluhan utama pasien adalah pilek
tidak sembuh-sembuh, mengeluh sering sakit kepala, serta terdapat nyeri di sekitar pipi bila
ditekan.
Keluhan utama penyakit atau kelainan di hidung adalah sumbatan hidung, sekret di
hidung dan tenggorok, bersin, rasa nyeri di daerah muka dan kepala, perdarahan dari hidung,
dan gangguan penghidu.
2

Sumbatan hidung dapat terjadi oleh beberapa faktor. Apakah keluhan sumbatan ini
terjadi terus menerus atau hilang timbul, pada satu atau kedua lubang hidung atau bergantian.
Adakah sebelumnya riwayat kontak dengan bahan alergen, trauma hidung, pemakaian obat
3

tetes hidung dekongestan untuk jangka waktu yang lama, perokok, atau peminum alkohol
berat. Apakah mulut dan tenggorok merasa kering.
2

Sekret di hidung pada satu atau kedua rongga hidung, bagaimana konsistensi sekret
tersebut, encer, bening seperti air, kental, nanah, atau bercampur darah. Apakah sekret ini
keluar hanya pada pagi hari atau pada waktu-waktu tertentu misalnya pada musim hujan.
Sekret hidung yang disebabkan karena infeksi hidung biasanya bilateral, jernih sampai
purulen. Sekret yang jernih seperti air dan jumlahnya banyak, khas untuk alergi hidung. Bila
sekretnya kuning kehijauan biasanya berasal dari sinusitis hidung, dan bila bercampur darah
dari satu sisi, hati-hati adanya tumor hidung. Pada anak bila sekret yang terdapat hanya satu
sisi dan berbau, kemungkinan terdapat benda asing di hidung. Sekret dari hidung yang turun
ke tenggorok disebut sebagai post nasal drip kemungkinan berasal dari sinus paranasal.
2

Bersin yang berulang-ulang merupakan keluhan pasien alergi hidung. Perlu
ditanyakan apakah bersin ini timbul akibat menghirup sesuatu yang diikuti keluar sekret yang
encer dan rasa gatal di hidung, tenggorok, mata, dan telinga.
2

Rasa nyeri di daerah muka dan kepala yang ada hubungannya dengan keluhan di
hidung, pipi, dan tengah kepala dapat merupakan tanda-tanda infeksi sinus (sinusitis). Rasa
nyeri atau rasa berat ini dapat timbul bila menundukkan kepala dan dapat berlangsung dari
beberapa jam sampai beberapa hari.
2
Perdarahan dari hidung yang disebut epitaksis dapat berasal dari bagian anterior atau
posterior rongga hidung. Perdarahan dapat berasal dari satu atau kedua lubang hidung. Sudah
berapa kali dan apakah mudah dihentikan dengan cara memencet hidung saja. Adakah
riwayat trauma sebelumnya dan menderita penyakit kelainan darah, hipertensi, dan
pemakaian obat-obatan anti koagulansia.
2
Gangguan penghidu dapat berupa hilangnya penciuman (anosmia) atau berkurang
(hiposmia). Perlu ditanyakan apakah sebelumnya ada riwayat infeksi hidung, infeksi sinus,
trauma kepala, dan keluhan ini sudah berapa lama.
2

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS). RPS adalah cerita kronologis, terinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang
berobat.
2

4

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD). RPD penting untuk mencatat secara rinci semua
masalah medis yang pernah timbul sebelumnya dan terapi yang pernah diberikan, seperti
adakah tindakan operasi dan anastesi sebelumnya, kejadian penyakit umum tertentu.
4

Riwayat Pribadi dan Sosial. Secara umum menanyakan bagaimana kondisi sosial,
ekonomi dan kebiasaan-kebiasaan pasien seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, dan hal
yang berkaitan. Asupan gizi pasien juga perlu ditanyakan, meliputi jenis makanannya,
kuantitas dan kualitasnya. Begitu pula juga harus menanyakan vaksinasi, pengobatan, tes
skrining, kehamilan, riwayat obat yang pernah dikonsumsi, atau mungkin reaksi alergi yang
dimiliki pasien. Selain itu, harus ditanyakan juga bagaimana lingkungan tempat tinggal
pasien. Sedangkan riwayat sosial penting untuk memahami latar belakang pasien, pengaruh
penyakit yang diderita terhadap hidup dan keluarga mereka. Selain itu yang juga perlu
diperhatikan adalah riwayat berpergian (penyakit endemik).
4

Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga berguna untuk mencari penyakit yang pernah
diderita oleh kerabat pasien karena terdapat kontribusi genetik yang kuat pada berbagai
penyakit.
4

B. Pemeriksaan Fisis
Tujuan pemeriksaan fisis umum adalah mendapatkan atau mengidentifikasi keadaan
umum pasien saat diperiksa, dengan penekanan pada tanda-tanda kehidupan (vital sign),
keadaan sakit, keadaaan gizi, dan aktivitas baik dalam keadaan berbaring atau pun berjalan.
Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan,
dan suhu tubuh. Derajat kesadaran juga perlu diidentifikasi bersamaan dengan keadaan umum
pasien.
1

Pemeriksaan hidung. Bentuk luar hidung diperhatikan apakah ada deviasi atau
depresi tulang hidung. Adakah pembengkakan di daerah hidung dan sinus paranasal. Dengan
jari dapat dipalpasi adanya krepitasi tulang hidun pada fraktur os nasal atau rasa nyeri tekan
pada peradangan hidung dan sinus paranasal.
2

Memeriksa rongga hidung bagian dalam dari depan disebut rinoskopi anterior.
Diperlukan spekulum hidung. Pada anak dan bayi kadang-kadang tidak diperlukan. Otoskop
dapat dipergunakan untuk melihat bagian dalam hidung terutama untuk mencari benda asing.
Vestibulum hidung, septum terutama bagian anterior, konka inferior, konka media, konka
5

superior serta meatus sinus paranasal, dan keadaan mukosa rongga hidung harus
diperhatikan. Begitu juga rongga hidung sisi yang lain.
2

Untuk melihat bagian belakang hidung dilakukan pemeriksaan rinoskopi posterior
sekaligus untuk melihat keadaan nasofaring. Untuk melakukan pemeriksaan rinoskopi
posterior diperlukan spatula lidah dan kaca nasofaring yang telah dihangatkan untuk
mencegah udara pernapasan mengembun pada kaca. Mula-mula diperhatikan bagian
belakang septum dan koana, kemudia melihat konka superior, konka media, dan koana
inferior, serta meatus superior dan meatus media. Dapat juga diidentifikasi torus tubarius,
muara tuba Eustachius, dan fosa Rossenmuler. Daerah nasofaring lebih jelas terlihat bila
pemeriksaan dilakukan dengan memakai nasofaringoskop.
2

Udara melalui kedua lubang hidung lebih kurang sama dan untuk mengujinya dapat
dengan cara meletakkan spatula lidah dari metal di depan kedua lubang hidung dan
membandingkan kiri dan kanan.
2

Pemeriksaan sinus paranasal. Dengan inspeksi, palpasi, dan perkusi daerah sinus
paranasal serta pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior saja, diagnosis kelainan sinus
sulit ditegakkan. Pemeriksaan transiluminasi mempunyai manfaat yang sangat terbatas dan
tidak dapat menggantikan peranan pemeriksaan radiologik. Pada pemeriksaan transiluminasi
sinus maksila dan sinus frontal, dipakai lampu khusus sebagai sumber cahaya dan
pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang gelap. Transiluminasi sinus maksila dilakukan
dengan memasukkan sumber cahaya ke rongga mulut dan bibir dikatupkan sehingga sumber
cahaya tidak tampak lagi. Setelah beberapa menit tampak daerah infra orbita terang seperti
bulan sabit. Untuk pemeriksaan sinus frontal, lampu diletakkan di daerah bawah sinus frontal
dekat kantus medius dan di daerah sinus frontal tampak cahaya terang.
2

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada sinus
yang sakit.
5



6









Gambar 1. Gambaran suatu sinus yang opak.
5
Pemeriksaan mikrobiologik atau biakan hapusan hidung dilakukan dengan mengambil
sekret dari meatus medius. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan
flora normal atau kuman patogen, seperti Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus dan
Haemofilus influenza. Selain itu mungkin ditemukan juga virus atau jamur.
5
Untuk menilai kompleks osteometal dilakukan pemeriksaan dengan CT scan.
2

D. Differential Diagnosis
Sinus Ethmoidalis. Sinus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, sering
kali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Karena dinding lateral labirin ethmoidalis (lamina
papirasea) seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis
orbita.
5
Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap
sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan.
5
Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang
nyeri bola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post
nasal drip, dan sumbatan hidung.
5
Sinusitis Frontalis. Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan
infeksi sinus ethmoidalis anterior.
5
7

Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokalisai di atas alis mata,
biasanya pada pagi hari, dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan
mereda hingga menjelang malam.
5
Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin
terdapat pembengkakan supra orbita.
5
Sinusitis Sfenoidalis. Pada sinusitis sfenoidalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex,
oksipital, di belakang bola mata, dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim
menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala
infeksi sinus lainnya.
5

E. Working Diagnosis

Rinosinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau
infeksi virus, bakteri maupun jamur. Secara klinis, rinosinusitis dapat dikategorikan sebagai
rinosinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu,
rinosinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan rinosinusitis kronis
bila berlangsung lebih dari 3 bulan.
6

Rinosinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada yaitu
maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
6
Namun
pada tinjauan pustaka ini, akan lebih dibahas mengenai sinus maksilaris, yaitu sesuai keluhan
pada skenario 13.
Sinus maksilaris disebut juga antrum Highmore, yang telah ada saat lahir. Saat lahir
sinus bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai
ukuran maksimal yaitu 15 ml saat dewasa. Merupakan sinus terbesar dan terletak di maksila
pada pipi yang berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os
maksilaris yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksilaris, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya
adalah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium
8

sinus maksilaris berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus
semilunaris melalui infundibulum etmoid.
6
Sinus maksilaris ini sering terinfeksi oleh karena merupakan sinus paranasalis yang
terbesar, letak ostiumnya yang lebih tinggi dari dasar sehingga aliran sekret dari sinus
maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar dari anatomi sinus maksila sangat
berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu P1 dan P2 dan M1, M2 dan M3, kadang-
kadang juga gigi caninus, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sehingga
infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis dan karena ostium sinus maksila
terletak di meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah
tersumbat.
6

F. Etiologi
Penyebab sinusitis akut ialah (1) rinitis akut, (2) infeksi faring, seprti faringitis,
adenoiditis, tonsilitis akut, (3) infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3 serta P1 dan P2
(dentogen), (4) berenang dan menyelam, (5) trauma dapat menyebabkan perdarahan mukosa
sinus paranasal, (6) barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa.
5

Sedangkan rinitis sendiri dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan iritan seperti debu,
asap atau gas yang bersifat iritatif.
7

G. Epidemiologi
Sinusitis baik yang akut maupun kronis, mempunyai prevalensi
cukup tinggi di masyarakat. Data terbaru tahun 1999 dari bagian THT dan
bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, menunjukkan
prevalensi sinusitis maksila akut yang cukup tinggi pada penderita ISNA
anak-anak, yaitu 25%. Angka ini adalah 2-3 kali lipat dari angka-angka di
literatur luar negeri. Data lain dari sub bagian Rhinologi THT FKUI/RSUPN
Dr.Cipto Mangunkusumo, juga menunjukkan angka sinusitis yang tinggi
yaitu, 247 pasien (50%) dari 496 pasien rawat jalan yang datang pada
tahun 1996.
8

9

H. Patofisiologi
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain (1)
sebagai pengatur kondisi udara, (2) sebagai penahan suhu, (3) membantu keseimbangan
kepala, (4) membantu resonansi suara, (5) peredam perubahan tekanan udara dan (6)
membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.
5
Fungsi sinus paranasal dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pertahanan
mukosilier, ostium sinus yang tetap terbuka dan pertahanan tubuh baik lokal maupun
sistemik.

Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut
lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir
menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
5





Gambar 2. Pergerakan silia dalam drainase cairan sinus.
5









10














Gambar 3. Perubahan silia pada sinusitis.
5

Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan
saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka
terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif
dan lendir yang di produksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang
baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi
hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.
1
Bakteri yang sering
ditemukan pada sinusitis kronik adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Moraxella catarrhalis, Streptococcus B hemoliticus, Staphylococcus aureus, kuman anaerob
jarang ditemukan.
1
Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista.
5



11







Gambar 4. Perubahan mukosa pada sinus yang terinfeksi.
5
Reaksi peradangan berjalan menurut tahap-tahap tertentu yang khas. Pelebaran
kapiler darah akan memperlambat aliran darah sehingga akan mengeluarkan fibrin dan
eksudat serta migrasi leukosit menembus dinding pembuluh darah membentuk sel-sel nanah
dalam eksudat. Tetapi bilamana terjadi pada selaput lendir, maka pada saat permulaan
vasodilatasi terjadi peningkatan produksi mukus dari kelenjar mukus sehingga nanah yang
terjadi bukan murni sebagai nanah, tetapi mukopus.
5

I. Gejala Klinis
Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik ialah
demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang
berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri
didaerah infraorbita dan kadang-kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi.
Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan
penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun
tidur dan dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring
sudah ditiadakan.
5
Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan
di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis
dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak
mukopus atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di
nasofaring (post nasal drip).
5


12






Gambar 5. Pus pada meatus medius.
5






Gambar 6. Pembengkakan pipi pada pasien sinusitis.
5
J. Penatalaksanaan
Pengobatan umum
5
1. Istirahat
Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan sebaiknya
beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur mempunyai suhu dan
kelembaban udara tetap.
2. Higiene
Harus tersedia sapu tangan kertas untuk mengeluarkan sekrat hidung. Perlu
diperhatikan pada mulut yang cenderung mengering , sehingga setiap selesai
makan dianjurkan menggosok gigi.
3. Medikamentosa
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-14 hari, meskipun
gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang diberikan ialah golongan penisilin.
13

Diberikan juga obat dekongestan lokal berupa tetes hidung, untuk memperlancar
drainase sinus. Boleh diberikan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri
Pengobatan lokal
5
1. Inhalasi
Inhalasi banyak menolong penderita dewasa karena mukosa hidung dapat istirahat
dengan menghirup udara yang sudah dihangatkan dan lembab.
2. Pungsi percobaan dan pencucian
Apabila cara diatas tak banyak menolong mengurangi gejala dan menyembuhkan
penyakitnya dengan cepat, mungkin karena drainase sinus kurang baik atau
adanya kuman yang resisten. Kedua hal tersebut dapat diketahui dengan pungsi
percobaan dan pencucian. Dengan anestesi lokal, trokar dan kanula dimasukkan
melalui meatus inferior dan ditusukkan menembus dinding naso-antral. Kemudian
dimasukkan cairan garam faal steril ke dalam antrum dan selanjutnya isi antrum
dihisap kembali kedalam tabung suntikan. Apabila setelah dua sampai tiga kali
pencucian infeksi belum sirna, maka mungkin diperlukan tindakan antrostomi
intranasal.





Gambar 7. Pungsi dan irigasi sinus maksila.
5
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi
komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret
tertahan oleh sumbatan.
5
K. Komplikasi
14

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau kronis dengan eksaserbasi akut,
berupa komplikasi orbita atau intrakranial.
2
Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal, dan maksila.
Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat
timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita, dan selanjutnya
dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus.
2

Kelainan intrakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural, atau subdural, abses
otak, dan thrombosis sinus kavernosus.
2
Komplikasi juga dapat tejadi pada sinusitis kronis, berupa osteomielitis, dan abses
subperiostal, serta kelainan paru.
2


L. Prognosis
Sinusitis secara primer tidak menyumbang angka kematian kecuali terkomplikasi.
Sekitar 40% kasus sembuh sendiri tanpa bantuan antibiotik. Angka kesembuhan spontan dari
sinusitis viral mencapai 98%. Beberapa studi menunjukkan perbaikan sampai 25% kasus
sinusitis frontalis dengan pengobatan yang tepat dan operasi.
9
Kesimpulan
Melalui tinjauan pustaka diatas telah dipaparkan apa yang menimbulkan keluhan
pasien pada skenario 13, yaitu pilek tidak sembuh-sembuh, mengeluh sering sakit kepala,
serta terdapat nyeri di sekitar pipi bila ditekan. Dengan demikian diambil hipotesis bahwa OS
menderita Rinosinusitis Maksilaris Akut. Rinosinusitis atau secara populer dikenal
sebagai sinusitis adalah penyakit peradangan mukosa yang melapisi
hidung dan sinus paranasal. Penyebab tersering adalah infeksi saluran
nafas atas akibat virus yang disertai infeksi sekunder oleh bakteri patogen
dari traktus respiratorius bagian atas. Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang, differential diagnosis, working diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi,
gejala klinis, penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis, tinjauan pustaka ini mencoba
untuk menjelaskan faktor yang mempengaruhi sehingga pasien datang dengan keluhan
tersebut, dan bagaimana cara diagnosis serta terapi yang benar dan baik.
15

Daftar Pustaka
1. Markum HMS. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Interna Publishing;
2011.h.11-25, 47-8, 61, 155-65.
2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddim J, Restuti RD. Telinga hidung tenggorok
kepala dan leher. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007.h.139-53.
3. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010.h.181-3.
4. Gleadle Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007.h.12-21.
5. Mangunkusumo, Endang, Nusjirwan R. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. 5
th
Ed. Jakarta: Gaya Baru; 2004.h.120-124.

6. Cody, Taylor. Pemeriksaan hidung dan sinus-sinus, penyakit telinga hidung dan
tenggorokan. Jakarta: EGC; 2004.
7. Disease of ear, nose, and throat. Edisi 4. New Delhi: Gopson Paper Ltd; 2007.h.145-8.
8. 8. Rusdy GM. Sinus paranasal sinusitis dalam radiologi diagnostik.
Cetakan kedua, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Cendekia Press
Yogyakarta; 2008.h. 116-9.
9. Soetjipto D, Mangunkusomo E. Sinus paranasal. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2007.h.145-9.

Anda mungkin juga menyukai