Anda di halaman 1dari 34

DAFTAR PUSTAKA

Pengertian Daftar Pustaka


Definisi daftar pustaka atau bibliografi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah daftar yang mencantumkan judul buku, nama pengarang, penerbit dan
sebagainya yang ditempatkan pada bagian akhir suatu karangan atau buku dan disusun
berdasarkan abjad. Daftar sendiri didefinisikan sebagai catatan sejumlah nama atau hal
yang disusun berderet dari atas ke bawah. Menurut Gorys Keraf (1997 :213) yang
dimaksud dengan daftar kepustakaan atau bibliografi adalah sebuah daftar yang berisi
judul buku-buku, artikel-artikel, dan bahan-bahan penerbitan lainnya yang mempunyai
pertalian dengan sebuah karangan yang tengah digarap. Melalui daftar pustaka yang
disertakan pada akhir tulisan, para pembaca dapat melihat kembali pada sumber aslinya.
Daftar pustaka disusun menurut urutan abjad nama belakang penulis pertama. Daftar
pustaka ditulis dalam spasi tunggal. Antara satu pustaka dan pustaka berikutnya diberi
jarak satu setengah spasi. Baris pertama rata kiri dan baris berikutnya menjorok ke dalam.
FUNGSI DAFTAR PUSTAKA

a. Memberikan informasi bahwa pernyataan dalam karangan itu bukan hasil pemikiran penulis
sendiri, tapi hasil pemikiran orang lain.
b. Memberikan informasi selengkapnya tentang sumber kutipan sehingga dapat ditelusuri bila
perlu.
c. Apabila pembaca berkehendak mendalami lebih jauh pernyataan yang dikutip, dapat membaca
sendiri referensi yang menjadi sumber kutipan.
d. Memberikan arah bagi para pembaca buku atau karya tulis yang ingin meneruskan kajian atau
untuk melakukan pengecekan ulang terhadap karya tulis yang bersangkutan.
e. Memberikan apresiasi atau penghargaan terhadap penulis buku atau karya tulis yang dirujuk
terhadap hasil karyanya yang turut menyumbang peran dalam penulisan karya tulis yang kita
tulis.
f. Menjaga profesionalitas penulis terhadap karya yang dia buat.

Unsur-Unsur Daftar Pustaka
Unsur-unsur daftar pustaka agar tidak ada kesulitan dalam penyusunan daftar pustaka,
tiap penulis harus mengetahui pokok-pokok mana yang harus dicatat. Pokok yang paling
penting yang harus dimasukkan dalam sebuah bibliografi adalah:
1. Nama penulis atau nama pengarang, yan
Alisyahbana, Sultan Takdir. 1957. Sejarah Perjuangan dan
Pertumbuhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Rakyat g dikutip secara lengkap.
Apabila nama penulis terdiri lebih dari satu kata, maka nama yang paling belakang
diletakkan di depan.
Misal : nama penulis Sultan Takdir Alisyahbana maka di tulis dalam daftar pustaka :
.
Apabila penulisnya ada 2 penulis, maka yang dibalik cukup nama penulis yang
pertama saja.
Misal : nama penulis Madyo Ekosusilo dan Bambang Triyanto maka di tulis dalam
daftar pustaka :
Ekosusilo, Madyo dan Bambang Triyanto. 1995. Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah. Semarang: Dahara Prize.
Apabila penulisnya lebih dari 2 penulis, maka yang ditulis cukup nama penulis yang
pertama saja dan diberi singkatan dkk. (dan kawan-kawan) atau et.al.
Misal :
Ghiselli E. et al 1981. Measurement Theory for The
Behavioral Sciences. San Francisco: WH. Freeman and Company
Apabila dalam sebuah daftar pustaka terdapat dua atau lebih buku yang ditulis oleh
penulis yang sama, maka pengurutannya berdasarkan tahun terbitnya, dan nama
penulis cukup ditulis sekali dan selanjutnya digantikan dengan garis.
Pemisahan antara nama belakang dan nama depan menggunakan tanda koma (,).
Setelah unsur nama penulis diakhiri tanda titik (.).
2. Judul buku, termasuk judul tambahannya.
Semua huruf pertama dari tiap kata ditulis dengan huruf kapital, kecuali kata tugas.
Jika daftar pustaka diketik dengan komputer, maka judul ditulis dengan huruf miring.
Jika ditulis tangan, maka diberi garis bawah.
Pemisahan antara judul buku dengan tahun terbit menggunakan tanda titik.
3. Data publikasi seperti tahun terbit, tempat terbit, nama penerbit, cetakkan ke-berapa,
nomor jilid, dan tebal (jumlah halaman) buku tersebut.
a. Tahun terbit
Apabila ada 2 buku atau lebih yang ditulis oleh penulis yang sama, maka yang
dituliskan lebih dulu adalah yang tahun terbitnya paling dulu.
Apabila buku tersebut tidak diketahui tahun terbitnya, maka cukup ditulis dengan
(tanpa tahun).
b. Tempat terbit
Cukup menyebutkan kota lokasi penerbit buku.
Pemisahan antara unsur tempat terbit dengan nama penerbit menggunaka titik dua (:).
c. Nama penerbit
Cukup menuliskan nama perusahaan penerbitnya.
Setelah unsur nama penerbit diakhiri tanda titik(.).
4. Untuk sebuah artikel diperlukan pula judul artikel yang bersangkutan, nama majalah,
jilid, nomor dan tahun.
Berikut ini contoh pembuatan tahun dalam daftar pustaka
Informasi dari sebuah buku :
Tahun Penerbitan : 1988
Judul Buku : Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia
Penulis : Sabarti Akhadiah
Kota diterbitkan : Jakarta
Penerbit : PT. Gelora Aksara Permata
Maka dalam daftar pustaka kita tuliskan seperti di bawah ini :
Akhadiah, Sabarti. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta:
PT. Gelora Aksara Permata.
Teknik Penulisan Daftar Pustaka
Ada beberapa cara atau teknik penulisan daftar pustaka, sebagai berikut :
a. Cara Penulisan Daftar Pustaka Textbook (1)
Penulis perorangan : nama penulis (disusun balik), tahun terbit, judul buku (cetak
miring atau garisbawahi), edisi dan volume, nama penerbit, tempat penerbit (kota),
halaman yang dibaca.
Kumpulan karangan beberapa penulis dengan editor : nama penulis (disusun balik),
ahun terbit, judul karangan . Bab diikuti kata dalam atau in, judul buku (cetak miring
atau garisbawahi), nama editor, edisi, nama penerbit, tempat penerbit (kota)
b. Cara Penulisan Daftar Pustaka Textbook (2)
Buku yang ditulis/dibuat oleh lembaga : nama lembaga, tahun terbit, judul buku (cetak
miring atau garisbawahi), edisi dan volume, nama penerbit, tempat penerbit (kota),
halaman yang dibaca.
Buku terjemahan : nama penulis (disusun balik), tahun terbit, judul buku (cetak miring
atau garisbawahi), penerjemah, nama penerbit, tempat penerbit (kota), halaman yang
dibaca.
c. Cara Penulisan Daftar Pustaka Jurnal dan Disertasi/Tesis (1)
Artikel yang disusun oleh penulis : nama penulis (disusun balik), tahun terbit, judul
artikel, nama majalah/jurnal (cetak miring atau garisbawahi), volume majalah/jurnal
diikuti tanda :, halaman yang dibaca.
Artikel yang disusun oleh lembaga : nama lembaga, tahun terbit, judul artikel, nama
majalah/jurnal (cetak miring atau garisbawahi), volume majalah/jurnal diikuti tanda :,
halaman yang dibaca.
d. Cara Penulisan Daftar Pustaka Jurnal dan Disertasi/Tesis (2)
Kelompok makalah yang dipresentasikan dalam seminar/konferensi/simposium : nama
penulis (disusun balik), tahun penyajian, judul makalah, nama forum penyajian (cetak
miring atau garisbawahi), kota, bulan dan tanggal penyajian.
Kelompok disertasi/tesis : nama penulis (disusun balik), tahun terbit, judul
disertasi/thesis (ceta miring atau garisbawahi), tempat penerbitan (kota),universitas, kata
disertasi atau tesis.
e. Cara Penulisan Daftar Pustaka dari Internet
Kelompok makalah/informasi dari Internet (apabila ada nama penulis) : nama penulis
(disusun balik), tahun penyajian, judul makalah/informasi, alamat Internet.
Kelompok makalah/informasi dari Internet (apabila tidak ada nama penulis) : nama
lembaga yang menulis, tahun penyajian, judul makalah/informasi, alamat Internet.
Pengertian Catatan Kaki
I. Catatan kaki
Catatan kaki adalah daftar keterangan khusus yang ditulis di bagian bawah setiap lembaran atau
akhir bab karangan ilmiah. Catatan kaki biasa digunakan untuk memberikan keterangan dan
komentar, menjelaskan sumber kutipan atau sebagai pedoman penyusunan daftar bacaan/
bibliografi.

Pengertian Drama
Pengertian Drama | Drama berasal dari kata Yunani, draomai yang berarti berbuat, bertindak,
bereaksi, dan sebagainya. Jadi, kata drama dapat diartikan sebagai perbuatan atau tindakan.
Seraca umum, pengertian drama adalah karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan
maksud dipertunjukkan oleh aktor. Pementasan naskah drama dikenal dengan istilah teater.
Dapat dikatakan bahwa drama berupa cerita yang diperagakan para pemain di panggung.
Selanjutnya, dalam pengertian kita sekarang, yang dimaksud drama adalah cerita yang
diperagakan di panggung berdasarkan naskah. Pada umumnya, drama mempunyai dua arti, yaitu
drama dalam arti luas dan drama dalam arti sempit. Dalam arti luas, pengertian drama adalah
semua bentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertunjukkan di depan orang banyak.
Dalam arti sempit, pengertian drama adalah kisah hidup manusia dalam masyarakat yang
diproyeksikan ke atas panggung.

Unsur-unsur drama
Tema adalah ide pokok atau gagasan utama sebuah cerita drama
Alur yaitu jalan cerita dari sebuah pertunjukkan drama mulai babak pertama
hingga babak terakhir
Tokoh drama atau pelaku drama terdiri dari tokoh utama dan tokoh pembantu.
Tokoh utama atau peran utama disebut primadona sedangkan peran pembantu
disebut figuran
Watak adalah perilaku yang diperankan oleh tokoh drama. Watak protagonis
adalah watak (periku) baik yang diperankan oleh tokoh drama, contohnya :
penyabar, kasih sayang, santun, pemberani, pembela yang lemah, baik hati dan
sebagainya. Sedangkan watak antagonis adalah watak (perilaku) jahat yang
diperankan oleh tokoh drama, contohnya : sifat iri dan dengki, kejam, penindas
dan sebagainya
Latar atau setting adalah gambaran tempat, waktu dan situasi peristiwa dalam
cerita drama
Amanat drama adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada
penonton. Amanat drama atau pesan disampaikan melalui peran para tokoh
drama.

Sejarah drama sebagai tontonan sudah ada sejak zaman dahulu. Nenek moyang kita sudah
memainkan drama sejak ribuan tahun yang lalu. Bukti tertulis yang bisa dipertanggung jawabkan
mengungkapkan bahwa drama sudah ada sejak abad kelima SM. Hal ini didasarkan temuan
naskah drama kuno di Yunani. Penulisnya Aeschylus yang hidup antara tahun 525-456 SM. Isi
lakonnya berupa persembahan untuk memohon kepada dewa-dewa. Sejarah lahirnya drama di
Indonesia tidak jauh berbeda dengan kelahiran drama di Yunani. Keberadaan drama di negara
kita juga diawali dengan adanya upacara keagamaan yang diselenggarakan oleh para pemuka
agama. Intinya, mereka mengucapkan mantra dan doa.

Ada beberapa jenis drama tergantung dasar yang digunakannya. Dalam pembagian jenis
drama, biasanya digunakan tiga dasar, yakni: berdasarkan penyajian lakon drama, berdasarkan
sarana, dan berdasarkan keberadaan naskah drama. Berdasarkan penyajian lakon, drama dapat
dibedakan menjadi delapan jenis, yaitu:
Tragedi: drama yang penuh dengan kesedihan
Komedi: drama penggeli hati yang penuh dengan kelucuan.
Tragekomedi: perpaduan antara drama tragedi dan komedi.
Opera: drama yang dialognya dinyanyikan dengan diiringi musik.
Melodrama: drama yang dialognya diucapkan dengan diiringi melodi/musik.
Farce: drama yang menyerupai dagelan, tetapi tidak sepenuhnya dagelan.
Tablo: jenis drama yang mengutamakan gerak, para pemainnya tidak mengucapkan
dialog, tetapi hanya melakukan gerakan-gerakan.
Sendratari: gabungan antara seni drama dan seni tari.
Berdasarkan sarana pementasannya, pembagian jenis drama dibagi antara lain:
Drama Panggung: drama yang dimainkan oleh para aktor dipanggung.
Drama Radio: drama radio tidak bisa dilihat dan diraba, tetapi hanya bisa didengarkan
oleh penikmat.
Drama Televisi: hampir sama dengan drama panggung, hanya bedanya drama televisi
tak dapat diraba.
Drama Film: drama film menggunakan layar lebar dan biasanya dipertunjukkan di
bioskop.
Drama Wayang: drama yang diiringi pegelaran wayang.
Drama Boneka: para tokoh drama digambarkan dengan boneka yang dimainkan oleh
beberapa orang.
Jenis drama selanjutnya adalah, berdasarkan ada atau tidaknya naskah drama. Pembagian jenis
drama berdasarkan ini, antara lain:
Drama Tradisional: tontonan drama yang tidak menggunakan naskah.
Drama Modern: tontonan drama menggunakan naskah.
Menganalisis Drama

BAB I
PENDAHULUAN

Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata - mata sebuah imitasi
(dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada
hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang
kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan
yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar
manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu, 2004: 2).
Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam
kategori Sastra adalah: Novel cerita/cerpen (tertulis/lisan), syair, pantun, sandiwara/drama,
lukisan/kaligrafi.
Drama / teater adalah salah satu sastra yang amat popular hingga sekarang. Bahkan di zaman ini
telah terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang teater. Contohnya sinetron, film layar lebar,
dan pertunjukan pertunjukan lain yang menggambarkan kehidupan makhluk hidup.
Selain itu, seni drama / teater juga telah menjadi lahan bisnis yang luar biasa. Dalam hal ini,
penyelanggara ataupun pemeran akan mendapat keuntungan financial serta menjadi terkenal, tetapi
sebelum sampai ke situ seorang penyelenggara atau pemeran harus menjadi insan yang profesionalitas
agar dapat berkembang terus.
Berdasarkan ulasan di atas, maka penulis membuat makalah ini guna membantu para pembaca
yang ingin menekuni dunia drama. Selain tentang pengertian dan unsur unsur drama, makalah ini juga
memuat catatan tentang manfaat drama serta dilengkapi juga dengan panduan bagaimana akting yang
baik.
Demikian gambaran isi makalah ini dari penulis. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih.
Selamat Membaca!!


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Drama
Kata drama berasal dari bahasa Yunani Draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak. Jadi
drama bisa berarti perbuatan atau tindakan.
Arti pertama dari Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, actiom (segala yang terlihat di
pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (axcting), dan ketegangan pada para pendengar.
Arti kedua, menurut Moulton Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented
in action).
Menurut Ferdinand Brunetierre : Drama haruslah melahirkan kehendak dengan action.
Menurut Balthazar Vallhagen : Drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sifat manusia
dengan gerak.
Arti ketiga drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada
pentas dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan penonton (audience)
Adapun istilah lain drama berasal dari kata drame, sebuah kata Perancis yang diambil oleh
Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah.
Dalam istilah yang lebih ketat, sebuah drama adalah lakon serius yang menggarap satu masalah yang
punya arti penting meskipun mungkin berakhir dengan bahagia atau tidak bahagia tapi tidak
bertujuan mengagungkan tragedi. Bagaimanapun juga, dalam jagat modern, istilah drama sering
diperluas sehingga mencakup semua lakon serius, termasuk didalamnya tragedi dan lakon absurd.
Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh-
tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian action.
Meskipun merupakan satu bentuk kesusastraan, cara penyajian drama berbeda dari bentuk
kekusastraan lainnya. Novel, cerpen dan balada masing-masing menceritakan kisah yang melibatkan
tokoh-tokoh lewat kombinasi antara dialog dan narasi, dan merupakan karya sastra yang dicetak.
Sebuah drama hanya terdiri atas dialog; mungkin ada semacam penjelasannya, tapi hanya berisi
petunjuk pementasan untuk dijadikan pedoman oleh sutradara. Oleh para ahli, dialog dan tokoh itu
disebut hauptext atau teks utama; petunjuk pementasannya disebut nebentext atau tek sampingan.
Contoh;
Chaterina ( bergegas masuk, membawa berita bagus ); Raina ! ( ia mengucapkan Raina, dengan tekanan
pada i ) Raina ! ( ia menunjuk ketempat tidur, berharap menemukan Raina disitu ) Mengapa, di mana.!
( Raina menoleh kedalam ruangan).
Fase-fase dalam kurung diatas adalah petunjuk permainan untuk sutradara dan pemain. Ini
memandu para aktor dan sutradara maupun tetang penataan perlengkapan panggung. George Bernard
Shaw ( 1856 1950 ), pelopor realisme dalam sejarah drama Inggris, memberi petunjuk secara panjang
lebar pada nebentext-nya yang ditemukan dalam kebanyakan naskahnya karena ia tidak ingin
interprestasi lakon-lakonnya menyeleweng dari apa yang sebenarnya ia kehendaki.
Tidak adanya narasi dalam drama bisa digantikan oleh akting para pemain yang, dengan
menghubunkan diri mereka sendiri dengan perlengkapan, perlampuan dan iringan musik, menciptakan
suasan dan menghidupkan panggung itu menjadi dunia yang amat nyata. Disamping itu, penjelasan
tentang tokoh disampaikan melalui dialog antara tokoh yang membicarakan tokoh lain. Pada puisi, daya
ekpresi dan irama mentepati posisi yang dominan. Oleh karena itu, puisi tidak bercerita. Jika balada
bertumpu pada narasi, sebab sebenarnya balada adalah kisah, atau cerita yang dinyanyikan. Contohnya,
mahabarata dan ramayana dalam bentuk tembang. Puisi yang dibaca dengan baik menjadi dramatik,
seperti yang dilakukan Rendra, aktor baik. Maka Tidak tidak diragukan lagi drama kadang dianggap
diambil dari kata dramen yang berarti sesuatu untuk dimainkan.Mungkin drama memperoleh hampir
semua efektivitasnya dari kemampuannya untuk mengatur dan menjelaskan pengalaman manusia. Oleh
karenanya, drama, seperti halnya karya sastra pada umumnya, dapat dianggap sebagai interprestasi
penulis lakon tentang hidup. Unsur dasar drama-perasaan,hasrat, konflik dan rekonsilasi merupakan
unsur utama pengalaman manusia.
Dalam kehidupan nyata, semua pengalaman emosional tersebut merupakan kumpulan berbagai
kesan yang saling ada hubungannya. Bagaimanapun juga, dalam drama, penulis lakon mampu
mengorganisir semua pengalaman ini ke dalam satu pola yang bisa dipahami. Penonton melihat materi
kehidupan nyata yang disajikan dalam bentuk yang padat makna dengan menghapus hal-hal yang tidak
penting dan memberi tekanan kepada hal-hal yang penting.
Penulis lakon menulis drama untuk dipentaskan, ia menulis drama itu dengan membayangkan
action dan ucapan para aktor diatas panggung. Jadi ucapan dan action yang terwujud dalam dialog itu
adalah bagian paling penting, yang tanpa itu drama bukan benar-benar sebuah lakon. Karena itu, sebuah
drama mewujudkan action, emosi, pemikiran, karakterisasi, yang perlu digali dari dialog-dialog itu.
Adalah satu keharusan bagi seorang sutradra untuk menganalisis drama sebelum memanggugkan drama
itu.
B. Sejarah Drama
Kebanyakan dari kita mengira bahwa drama berasal dari Yunani Kuno. Namun demikian, sebuah
buku yang berjudul A History of the theatre menunjukan pada kita bahwa pemujaan pada Dionisus, yang
kelak diubah kedalam festival drama di Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang bertanggal
4000SM. Adalah naskah Abydos Passion Play yang terkenal. Tentu saja para pakar masih meragukan
apakah teks itu drama atau bukan sebelum Gaston Maspero menunjukan bahwa dalam teks tersebut
ada petunjuk action dan indikasi berbagai tokohnya.
Ada tiga macam teori yang mempersoalkan asal mula drama. Menurut Brockett, drama mungkin
telah berkembang dari upacara relijius primitif yang dipentaskan untuk minta pertolonga dari Dewa.
Upacara ini mengandung banyak benih drama. Para pendeta sering memerankan mahluk superaalami
atau binatang; dan kadang kadang meniru action berburu, misalnya. Kisah-kisah berkembang sekitar
beberapa ritus dan tetap hidup bahkan setelah upacara itu sendiri sudah tidak diadakan lagi. Kelak mite-
mite itu merupakan dasar dari banyak drama.
Teori kedua memberi kesan bahwa himne pujian dinyanyikan bersama didepan makam seorang
pahlawan. Pembicara memisahkan diri dari koor dan memperagakan perbuatan-perbuatan dalam
kehidupan almarhum pahlawan itu. Bagian yang diperagakan makin lama makin rumit dan koor tidak
dipakai lagi. Seorang kritisi memberi kesan bahwa sementara koor makinlama makin kurang penting,
muncul pembicara lain. Dialog mulai terjadi ketika ada dua pembicara diatas panggung.
Teori ketiga memberi kesan bahwa drama tumbuh dari kecintaan manusia untuk bercerita.
Kisah kisah yang diceritakan disekeliling api perkemahan menciptakan kembali kisah kisah perburuan
atau peperangan, atau perbuatan gagah seorang pahlawan yang telah gugur. Ketiga teaori itu
merupakan cikal-bakal drama. Meskipun tak seorang pun merasa pasti mana yang terbaik, harus diingat
bahwa ketiganya membicarakan tentang action. Konon, action adalah intisari dari seni pertunjukan.
C. Unsur unsur Drama
Unsur-unsur dalam drama meliputi :
1) Tema : gagasan/ide/dasar cerita.
2) Alur : tahapan cerita yang bersambungan. Meliputi Pemaparan, pertikaian, penggawatan, klimaks, peleraian.
Dilihat dari cara menyusun : alur maju/lurus, alur mundur, alur sorot balik, alur gabungan.
3) Tokoh : Pemain/orang yang berperan dalam cerita.
Tokoh dilihat dari watak : protagonis, antagonis, dan tritagonis
Tokoh dilihat dari perkembangan watak : tokoh bulat dan tokoh datar.
Tokoh dilihat dari kedudukan dalam cerita : tokoh utama(sentral) dan tokoh bawahan (sampingan).
4) Latar : bagian dari cerita yang menjelaskan waktu dan tempat kejadian ketikatokoh mengalami peristiwa
Latar terbagi dalam :
- latar sosial : latar yang berupa, waktu, suasana, masa, bahasa.
- latar fisik : latar yang berupa benda-benda di sekitar tokoh misal, rumah, ruang tamu, dapur, sawah, hutan,
pakaian/ baju.
5) Amanat : pesan atau sisipan nasihat yang disampaikan pengarang melalui tokoh dan konflik dalam suatu
cerita.
Hal mendasar yang membedakan antara karya sastra puisi, prosa, dan drama adalah pada
bagian dialog. Dialog adalah komunikasi antar tokoh yang dapat dilihat (bila dalam naskah drama) dan
didengar langsung oleh penonton, apabila dalam bentuk drama pementasan.
D. Struktur Drama
Seorang Aristoteles, filsuf Yunani yang hidup sekitar 300 S.M. telah menulis Poetics. Untuk
mengenali plot, karakter, pikiran, diksi, musik dan spektakel dari tragedi. Kelak identifikasi itu dianggap
sebagai falsafah dasar dari strukturalisme yang oleh T.S. Eliot disebut the Formalistick Approach.

Strukturdramatik :
Eksposisi : Isinya pemaparan masalah utama atau konflik utama yang berkaitan dengan posisi diametral
antara protagonis dan antagonis. Hasil akhir : Antagonis berhasil menghimpun kekuatan yang lebih
dominan.
Raising Action : Isinya menggambarkan pertentangan kepentingan antar tokoh. Hasil akhir : Protagonis
tidak berhasil melemahkan Antagonis. Antagonis mengancam kedudukan Protagonis. Krisis diawali.
Complication : Isinya perumitan pertentangan dengan hadirnya konflik sekunder. Pertentangan
meruncing dan meluas, melibatkan sekutu kedua kekuatan yang berseteru. Hasil akhir : Antagonis dan
sekutunya memenangkan pertentangan. Kubu protagonis tersudut.
Klimaks : Isinya jatuhnya korban dari kubu Protagonis, juga korban dari kubu Antagonis. Hasil akhir :
Peristiwa-peristiwa tragis dan menimbulkan dampak besar bagi perimbangan kekuatan antar kubu.
Resolusi : Isinya hadirnya tokoh penyelamat, bisa muncul dari kubu protagonis atau tokoh baru yang
berfungsi sebagai penyatu kekuatan kekuatan konflik, sehingga situasi yang kosmotik dapat tercipta
kembali. Pada tahap ini, pesan moral disampaikan, yang biasanya berupa solusi moral yang berkaitan
dengan tema atau konflik yang sudah diusung.
Berikut contoh penggunaan struktur drama dalam Drama Romeo Juliet.
Pada awal plot kita ada eksposisi. Ini memberi penonton informasi yang diperlukan tentang
peristiwa sebelumnya, situasi sekarang atau tokoh-tokohnya. Dalam kebanyakan lakon, sudah sejak
awal pengarang memberi tekanan kepada satu pertanyaan atau konplik penting. Pada awal kisah Romeo
and Juliet, Shakespeare telah menyajikan pertengkaran antara Sampson, Gregory lawan Baltazar dan
Abraham, satu penjelasan yang memberi Leitmotive kepada tema, konplik dan rekonsiliasinya.
Gregory : Anda berkelahi, ya ?
Abraham : Berkelahi? Ah, ngak, nggak!
Sampson : Tapi kalau ya, saya memihak anda, saya mengabdi sebaik anda
Abraham : ah, tak akan lebih baik.
Sampson : Baiklah
Gregory : (kesamping kepada Sampson, melihat Tybalt keluar panggung)
Katakanlah lebih baik. Itu salah satu dari orang majikanku datang.
Sampson : Ya, lebih baik.
Abraham : Bohong!
Sampson : Cabut pedangmu, kalau kamu lelaki. Gregory, ingat hantamanmu.
( mereka berkelahi ).
Dialog diatas menciptakan suasana babak itu dan suatu pelukisan singkat tapi lengkap tenatang
konplik antara keluarga Montague versus keluarga Capulet yang akan menimbulkan bencana itu.
Terkadang juga ada eksposisi tentang tokoh-tokoh. Sebuah film berjudul Jango versus Santana
dapat dijadikan contoh. Film itu dimulai dengan sebuah pemandangan. Sebidang tanah tandus dengan
pohon-pohon kaktus tumbuh disana-sini. Sementara fokus kamera bergerak kearah kanan, seorang
lelaki dengan baju kotor dan basah kuyup tampak berlutut didepan sebuah makam. Lelaki itu berdiri dan
kamera mengambil gambarnya dalam teknik medium. Posisi enface memberikan gambaran jelas tokot
itu. Ia tak mengalami kemalangan, tapi ia menghadapinya dengan tegar. Pelukisan singkat tapi hampir
lengkap dari tokoh tersebut memberi titik awal yang jelas untuk memulai film itu.
Dalam eksposisi itu, unsur-unsur konpliknya statis. Melalui satu insiden yang merangsang maka
action mulai bergerak. Disini konflik dramatik besar mulai jelas menyatukan kejadian kejadian dalam
lakon itu. Insiden yang merangsang dalam Romeo and Juliet tampak ketika Tybalt mengenali Romeo dan
ingin menantang berkelahi. Presiden dari stimulasi itu terjadi ketika inang memberi tahu Juliet bahwa
Romeo adalah anggota keluarga Montague. Unsur statis dalam eksposisi itu mulai bergerak dan konflik
sehari-hari antara Sampson versus Abraham makin lama makin menjadi makin serius. ( Babak I ) timbul
serentetan konflik ketika Romeo membocorkan rahasianya kepada teman-temannya, memanjat tembok
kebun keluarga Capulet, dan menunggu Juliet muncul dijendelanya waktu gadis itu muncul, keduanya
saling mengungkapkan cinta dan memutuskan untuk kawin lari ( Babak II). Makin lama lakon itu makin
tegang sampai pendeta sampai pendeta Laurence berharap, setelah menyeleggarakan upacara
pernikahan, pertikaian antara keluarga itu akan berakhir dan Romeo berpendapat begitu. Kisah cinta
sederhana antara pemuda dan pemudi itu sekarang berkembang menjadi idealisme yang melibatkan
masalah besar yang dihadapi kedua orang tua itu. Tidak diragukan bahwa konflikasi tersebut menuju
suatu krisi, satu titik balik ketika informasi yang sebelumnya dirahasiakan sedikit sebagian terungkap
dan masalah dramatik itu bisa dijawab.
Meskipun Juliet sudah menikah dengan Romeo, ia tidak berterus terang pada ayahnya. Oleh
karenanya itu, Capulet tetap menjalankan rencananya untuk menikahkan Juliet dengan Paris. Karena
pernikahan akan berlangsung pada hari kamis, pendeta Laurence mengusulkan agar pada hari rabu
Juliet harus menelan ramuan yang akan membuatnya mati suri; sementara Laurence akan mengirimkan
pesan pada Romeo untuk menyelamatkan Juliet dari makam keluarga Capulet, karena ia merasa yakin
gadis itu akan dimakamkan disana. Capulet, karena ditentang oleh putrinya, memutuskan untuk
mengajukan pernikahan itu sehari. Rencana itu membuat Juliet harus segera mereguk racun tadi. Agar
rencananya tidak terhalang, ia menyuruh inang keluar dan tanpa pikir panjang langsung mereguk racun
tadi. Paginya inang menemukan Juliet sudah tak bernyawa. Laurence dan Paris tiba; tapi upacara
pernikahan harus diubah menjadi upacara pemakaman ( Babak IV ).
Bagian terakhir dari lakon itu, sering disebut resolusi, berkembang dari krisis sampai tirai ditutup
untuk terakhir kalinya. Ini terkadang mengumpulkan berbagai alur action dan membawa situasinya ke
suatu keseimbangan baru, dengan demikian hasilnya bisa jadi memuaskan, tapi mungkin juga
mengecewakan harapan penonton.
Karena tidak tahu bahwa Jliet hanya kelihatannya mati, Balthazar tiba di Mantua sebelum
pendeta tiba dan memberi tahukan tentang kematian Juliet. Mendengar itu Romeo membeli racun
untuk bunuh diri dimakam Juliet. Setelah membunuh Paris, Romeo mereguk racun itu. Ketika terjaga,
Juliet menemukan Romeo yang sudah mati dan bunuh diri. Pertikaian kedua keluarga itu berakhir di atas
dua kekasih yang sudah mati ( Babak V )
E. Kelengkapan Drama
Naskah drama : skrip yang dijadikan panduan pemain sebelum pentas.
Penulis naskah : orang yang menulis skenario dan dialog dalam bentuk jadi naskah drama
Sutradara : orang yang memimpin atau yang mengatur suatu kelompok drama.
Pemain : orang yang berperan melakonkan cerita
Lighting : pengatur cahaya dalam pementasan
Tata busana/make up : bagian kelengkapan drama yang bertugas merias dan memakaian propertis
pakaian
Tata suara : pengatur suara untuk memunculkan efek tertentu dalam pementasan
Tata panggung : kelengkapan drama yang mengatur latar setiap adegan
Panggung : tempat bagi pemain untuk melakonkan cerita
F. Jenis jenis Drama
Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu drama baru dan drama lama.
1. Drama Baru / Drama Modern
Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada mesyarakat yang
umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.
2. Drama Lama / Drama Klasik
Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istanan
atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya.
Macam-Macam Drama Berdasarkan Isi Kandungan Cerita :
1. Drama Komedi
Drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan.
2. Drama Tragedi
Drama tragedi adalah drama yang ceritanya sedih penuh kemalangan.
3. Drama Tragedi Komedi
Drama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya.
4. Opera
Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian.
5. Lelucon / Dagelan
Lelucon adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa penonton.
6. Operet / Operette
Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek.
7. Pantomim
Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa
pembicaraan.
8. Tablau
Tablau adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik
wajah pelakunya.

9. Passie
Passie adalah drama yang mengandung unsur agama / relijius.
10. Wayang
Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang. Dan lain sebagainya.
G. AKTING YANG BAIK
Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak. Dialog yang baik ialah dialog
yang :
1. terdengar (volume baik)
2. jelas (artikulasi baik)
3. dimengerti (lafal benar)
4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
5. Gerak yang balk ialah gerak yang :
6. terlihat (blocking baik)
7. jelas (tidak ragu-ragu, meyakinkan)
8. dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan)
9. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
Penjelasan :
1. Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh.
2. Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas dan terang
meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata-kata yang diucapkan menjadi tumpang
tindih.
3. Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang dipakai .
Misalnya berani yang berarti tidak takut harus diucapkan berani bukan ber-ani.
4. Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan yang
sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah.
5. Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang
lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi.
6. Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian besar belakang
tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut

a. Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan.
b. Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan.
c. Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain mengelompok di satu
tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya:
Bagian kanan lebih berat daripada kiri
Bagian depan lebih berat daripada belakang
Yang tinggi lebih berat daripada yang rendah
Yang lebar lebih berat daripada yang sempit
Yang terang lebih berat daripada yang gelap
Menghadap lebih berat daripada yang membelakangi
Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai sesuai
adegan yang berlangsung; Jelas, tidak ragu-ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa gerak yang
dilakukan jangan setengah-setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu-ragu terkesan kaku
sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting. Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam
bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang
yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb. Menghayati berarti
gerak-gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk
pula bentuk dan usia.
H. PERKEMBANGAN DRAMA DI INDONESIA
Perkembangan drama di Indonesia tak sesemarak dan setua perkembangan puisi dan prosa. Kalau
puisi dan prosa mengenal puisi lama dan porsa lama, tak demikianlah dengan drama. Genre sastra
drama di Indonesia benar-benar baru, seiring dengan perkembangan pendidikan di Indonesia, muncul
pada tahun 1900-an.
Sastra drama di Indonesia ditulis pada awal abad 19, tepatnya tahun 1901, oleh seorang
peranakan Belanda bernama F. Wiggers, berupa sebuah drama satu babak berjudul Lelakon Raden Beij
Soerio Retno. Untuk selanjutnya bermunculanlah naskah-naskah drama dalam bahasa Melayu Rendah
yang ditulis oleh para pengarang peranakan Belanda dan atau Tionghoa.
Selanjutnya, anak Indonesia sendiri yang mulai menulis drama. Berikut ini Anda akan disuguhi
beberapa dramawan Indonesia dari mulai Rustam Effendi (lahir 1903) sampai dengan Hamdy Salad (lahir
1961).
Tahun
Kelahiran
Pengarang
Pengarang Judul
1903
1905
1906
1916
1918
1920
1921
1926
1928
1933
1934
1935
1937
1938
1938
1941
Rustam Effendi
Sanusi Pane
Abu Hanifah
Trisno Sumarjo
D. Jayakusuma
Utuy Tatang Sontani
Usmar Ismail
Asrul Sani
Mohammad
Diponegoro
Misbach Yusa Biran
D. Sularto
Rahman Age
Motinggo Busye
Ajip Rosidi
Saini KM
Arifin C. Noer
Bebasari
Kertajaya
Taufan di Atas Asia
Tumbang
Rama Bargawa
Bunga Rumah Makan
Leburan Seniman
Mahkamah
Iblis
Bung Besar
Domba-domba Revolusi
Pembenci Matahari
Malam Jahanam
Masyitoh
Egon
Dalam Bayangan Tuhan
atawa Interogasi
1942
1943
1944
1945
1946
1949
1955
1959
1961
Vredi Kasram Marta
Aspar Paturusi
Putu Wijaya
Wisran Hadi
Akhudiat
N. Riantiarno
Yono Daryono
Arthur S. Nalan
Hamdy Salad

Syeh Siti Jenar
Perahu Nuh II
Dam
Cindua Mato
Jaka Tarub
Sampek Engtay
Ronggeng-ronggeng
Syair Ikan Tongkol
Perempuan dalam Kereta



I. MANFAAT DRAMA/TEATER
Banyak hal yang dapat kita raih dalam bermain drama, baik fisik maupun psikis. Pembicaraan ini
tidak akan memisahkan secara rinci antara bermain drama dan teater, karena keduanya merupakan satu
kesatuan yang utuh. Di bawah ini akan diuraikan manfaat bermain drama atau teater.
a. Meningkatkan pemahaman
Meningkatkan pemahaman kita terhadap fenomena dan kejadian-kejadian yang sering kita
saksikan dan kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kita menyadari bahwa memahami orang lain
merupakan pekerjaan yang paling sulit dan membutuhkan waktu. Untuk itu drama/teater merupakan
salah satu cara untuk memecahkannya. Dengan bermain drama atau berteater kita selalu berkumpul
dengan orang-orang yang sama sekali berbeda dengan diri kita. Dari segi individual differences inilah kita
dituntut untuk memahami orang lain. Pemahaman kita kepada orang lain tidak hanya dilihat dari
orangnya, melainkan keseluruhan orang tersebut. Meliputi sifat, watak, cara berbicara, cara bertindak
(tingkah laku), cara merespon suatu masalah, merupakan keadaan yang harus kita pahami dari orang
tersebut.

b. Mempertajam kepekaan emosi
Drama melatih kita untuk menahan rasa, melatih kepekaan rasa, menumbuhkan kepekaan, dan
mempertajam emosi kita. Rasa kadang kala tidak perlu dirasakan, karena sudah ada dalam diri kita.
Perlu diingat bahwa rasa, sebagai sesuatu yang khas, perlu dipupuk agar semakin tajam. Apa yang ada
dihadapan kita perlu adanya rasa. Kalau tidak, maka segala sesuatu yang ada akan kita anggap wajar
saja. Padahal sebenarnya tidak demikian. Kita semakin peka terhadap sesuatu tentu saja melalui latihan
yang lebih. Rasa indah, seimbang, tidak cocok, tidak asyik, tidak mesra adalah bagian dari emosi. Oleh
karena itu, perasaan perlu ditingkatkan untuk mencapai kepuasan batin.
Drama menyajikan semua itu. Peka panggung, peka kesalahan, peka keindahan, peka suara atau
musik, peka lakuan yang tidak enak dan enak, semua berasal dari rasa. Semakin kita perasa semakin
halus pula tanggapan kita terhadap sesuatu yang kita hadapi.
c. Pengembangan ujar
Naskah drama sebagai genre sastra, hampir seluruhnya berisi cakapan. Cakapan secara tepat,
intonasi, maka ujar kita semakin jelas dan mudah dipahami oleh lawan bicara. Kejelasan tersebut dapat
membantu pendengar untuk mencerna makna yang ada. Harus ada kata yang ditekankan supaya
memudahkan pemaknaan. Dimana kita memberi koma (,) dan titik (.). hampir keseluruhan konjungsi
harus diperhatikan selam kita berlatih membaca dalam bermain drama. Suara yang tidak jelas dapat
berpengaruh pada pendengar dan lebih-lebih pemaknaan pendengar atau penonton. Di sini perlu
adanya kekuatan vokal dan warna vokal yang berbeda dalam setiap situasi. Tidak semua situasi
memerlukan vokal yang sama. Tidak semua kalimat harus ditekan melainkan pasti ada yang
dipentingkan. Drama memberi semua kemungkinan ini. Sebagai salah satu karya sastra yang harus
dipentaskan dan berisi lakuan serta ucapan.
d. Apresiasi dramatik.
Apresiasi dramatik dikatakan sebagai pemahaman drama. Realisasi pemahaman ini adalah
dengan pernyataan baik dan tidak baik. Kita bisa memberi pernyataan tersebut jika kita tidak pernah
mengenal drama. Semakin sering kita menonton pementasan drama semakin luas pula pemahaman kita
terhadap drama atau teater. Karena itulah, kita dituntut untuk lebih meningkatkan kecintaan kita
terhadap drama. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh wawasan dramatik yang lebih baik.
e. Pembentukan Postur Tubuh
Postur berkaitan erat dengan latihan bermain drama, latihan ini dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu dasar dan lanjut. Yang termasuk latihan dasar ini adalah latihan vokal dan latihan olah
tubuh. Yang terkait dengan postur adalah olah tubuh. Kelenturan tubuh diperlukan dalam bermain
drama, sebab bermain drama memerlukan gerak-gerik. Gerak-gerik inilah yang nantinya dapat
membentuk postur tubuh kita sedemikian rupa.
f. Berkelompok (Bersosialisasi)
Bermain drama tidak mungkin dilaksanakan sendirian, kecuali monoplay. Bermain drama, secara
umum, dilakukan secara berkelompok atau group. Betapa sulitnya mengatur kelompok sudah kita
pahami bersama, bagaimana kita bisa hidup secara berkelompok adalah bergantung pada diri kita
sendiri.
Masing-masing orang dalam kelompok drama memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama. Tak ada
yang lebih dan tak ada yang kurang, semuanya sama rendah dan sama tinggi, sama-sama penting. Untuk
itu, drama selalu menekankan pada sikap pemahaman kepada orang lain dan lingkungannya.
Kelompok drama harus merupakan satu kesatuan yang utuh. Semua unsur dalam drama tidak ada yang
tidak penting, melainkan semuanya penting. Rasa kebersamaan, memiliki, dan menjaga keharmonisan
kelompok merupakan tanggung jawab dan tugas semua anggota kelompok itu. Bukan hanya tugas dan
tanggung jawab ketua kelompok. Baik buruknya pementasan drama tidak akan dinilai dari salah seorang
anggota kelompok tetapi semua orang yang terlibat dalam pementasan. Oleh karena itu, perlu adanya
kekompakan, kebersamaan, dan kesatuan serta keutuhan.
g. Menyalurkan hobi
Bermain drama dapat juga dikatakan sebagai penyalur hobi. Hobi yang berkaitan dengan sastra
secara umum dan drama khususnya. Dalam drama terdapat unsur-unsur sastra. Drama sebagai seni
campuran (sastra, tari, arsitektur).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
- Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya. Akan
tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian action.
- Sebuah buku yang berjudul A History of the theatre menunjukan pada kita bahwa pemujaan pada
Dionisus, yang kelak diubah kedalam festival drama di Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang
bertanggal 4000SM. Adalah naskah Abydos Passion Play yang terkenal.
- Unsur unsur Drama
- Tema
- Alur
- Tokoh
- Latar
- Amanat
- Manfaat drama/teater :
Menyalurkan hobi
Berkelompok (Bersosialisasi)
Pembentukan Postur Tubuh
Apresiasi dramatik.
Pengembangan ujar
Mempertajam kepekaan emosi
Meningkatkan pemahaman
B. Saran
- Hendaknya pihak sekolah menambah kegiatan ekstrakurikuler di bidang seni drama, agar siswa
mendapat bimbingan dan lebih dapat mengekspresikan bakatnya.
- Hendaknya sekolah mengadakan pagelaran / pertunjukan drama, agar siswa lebih matang dalam
mengembangkan bakat seni dramanya.
Contoh Analisis Naskah Drama Sepasang Merpati Tua Karya Bakdi Sumanto
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sastra pada dasarnya merupakan jelmaan dari kehidupan nyata manusia. Memahami satra hampir sama
nilainya dengan memahami hidup orang yang melahirkan sastra.
Dilihat dari segi jenisnya, karya sastra terbagi menjadi tiga yaitu puisi, prosa dan drama. Ketiga jenis
karya sastra ini memiliki ciri dan kekhasan masing-masing. Sastra juga dianggap sebagai hal yang
istimewa karena perpaduan imajinasi, kreativitas, kecakapan, pengetahuan, serta wawasan yang luas.
Dari ketiga jenis karya sastra ini, drama merupakan karya sastra yang mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Drama terlahir dari penulis yang terinspirasi oleh realita dari kehidupan masyarakat sekitar
penulis, baik dari pengalaman penulis sendiri maupun pengalaman orang lain.
Drama merupakan kisah kehidupan manusia yang dikemukakan di pentas berdasarkan naskah,
menggunakan percakapan, gerak laku, unsur-unsur pembantu seperti dekor, kostum, rias, lampu, musik,
serta disaksikan oleh penonoton. Drama yang termasuk sastra modern terbentuk dari beberapa unsur
yang saling berkaitan dan saling mendukung. Unsur-unsur pembentuk drama ada dua, yaitu unsur
intrinsik dan ekstrinsik.
Adapun kajian yang menjadi fokus pada makalah ini adalah tentang unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto. Hal penting dilakukannya kajian terhadap
unsur-unsur pembentuk drama yaitu untuk mengetahui pesan yang hendak disampaikan pengarang
dalam naskah drama, dan akan terwujud setelah nantinya menelaah stu persatu unsur drama serta
ditariknya kesimpulan dari kajian ini.







1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang akan menjadi permasalahan dan fokus yang akan dibahas yaitu:
1.2.1. Bagaimana unsur intrinsik dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi
Soemanto?
1.2.2. Bagaimana unsur ekstrinsik dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang
ada dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto.

1.4. Manfaat

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil analisis naskah drama ini adalah :

1.4.1. Sebagai bahan bacaan bagi peminat sastra pada dewasa ini
1.4.2. Sebagai apresiasi sastra
1.4.3. Sebagai bahan yang memudahkan penikmat sastra untuk memahami unsur pembentuk karya
sastra khususnya pada drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto















BAB II
PEMBAHASAN
Adapun unsur-unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang ada dalam naskah drama Sepasang Merpati
Tua karya Bakdi Soemanto adalah sebagai berikut:

3.1. Unsur Intrinsik

3.1.1. Tema
Dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto temanya adalah sosio-politik.
Ini bisa dilihat dari kutipan dialog yang bercetak tebal berikut :
Nenek : Nah, paling terhormat jadilah diplomat wakil republik kita tercinta di PBB (Kakek geleng
kepala)
Nenek : Aku sungguh tidak mengerti cita-citamu, Pak.
Kakek : Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan saja
Nenek : Ah, gila. Itu pekerjaan gila.
Kakek : Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos manapun di dunia ini. Tapi
pemerintah belum punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di kolong jembatan,
bukan? Ini tidak adil. Maka aku menyatakan diri. Maka aku menyediakan diri untuk mewakili
pemerintahan ini sebagai diplomat kolong jembatan.
Nenek : Tapi kau akan terhina
Kakek : Selama kedudukan adalah diplomat, di manapun ditempatkan sama saja terhinanya, sama
saja mulianya
Nenek : Aku tidak rela kalau kau ditempatkan di pos terhina itu.
Kakek : Kau belum tahu, justru paling mulia di antara pos-pos di manapun juga.
Nenek : Kau sudah tidak waras.
Kakek : Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong.
Pandai meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan itu perlu dibujuk agar
hidup baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri-sendiri. Tidak
sekedar dihalau, diusir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi tidakan-tindakan
kasar ini, perlu ada wakil yang bisa membujuk.
3.1.2. Alur/Plot
Adapun alur yang ada dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto adalah alur
maju. Hal ini dapat kita lihat pada pengaluran berikut ini
1. Nenek menyinggung pekerjaan kakek yang tidak lain hanyalah bersolek.
2. Kakek membaca koran menyendiri dan nenek merasa diabaikan
3. Nenek menghampiri kakek lalu duduk di sebelahnya dan menyandarkan kepalanya di bahu kakek
sebelah kiri.
4. Kakek merasa tindakan nenek adalah suatu demonstrasi
5. Nenek merasa diolok-olok
6. Kakek menyangkal prasangka nenek bahkan memuji tindakan nenek dengan membandingkan
keberanian nenek dengan Ibu Kartini.
7. Nenek mengatakan bahwa kakek berbicara seperti professor
8. Kakek mengatakan memang dulunya dia bercita-cita ingin menjadi professor malah dikatakannya
pula bahwa ia sudah berhasil meskipun tidak secara formal.
9. Kakek merasa menjadi professor karena seringnya didatangi mahasiswa dan guru besar untuk
mengajaknya diskusi.
10. Nenek tidak setuju dengan cita-cita kakek menjadi professor, bahkan menyarankan agar kakek
menjadi seirang diplomat.
11. Kakek bersedia menjadi diplomat dan dia bersedia ditugaskan di pos mana saja.
12. Nenek mengharapkan kakek ditempatkan di pos yang terhormat seperti di PBB.
13. Kakek lebih bersedia jika ditempatkan sebagai wakil pemerintah untuk berbicara kepada mereka di
bawah kolong jembatan.
14. Nenek tidak mau karena gengsi.
15. Nenek tiba-tiba tidak setuju kalau kakek menjadi diplomat
16. Kakek pergi mengambil teko, menuang kopi, lalu meminumnya.
17. Nenek memandang tindakan kakek yang membuka toples lalu memakan makanannya.
18. Nenek mengomentari tndakan kakek yang kurang sopan dan menganggap kakek sudah ingin
pindah pekerjaan
19. Kakek ingin menjadi teknokrat
20. Nenek menyarankan teknkrat dalam bidang ekonomi, politik, dan militer.
21. Kakek lebih memilih menjadi teknokrat dalam bidang persampahan
22. Nenek mempertanyakan pikiran kakek yang bukan-bukan.
23. Kakek mengatakan bahwa tak sanggup lagi melihat kenyataan-kenyataan yang hanya tipuan
belaka.
24. Nenek semakin pusing mendengar bicara kakek.
25. Kakek menjelaskan bahwa tokoh-tokoh seperti Aristoteles, Chairil Anwar dan lain-lain harus
dipancarkan kembali karya mereka.
26. Nenek menyuruh kakek menyudahi bicara kakek yang bukan-bukan nanti penyakit napas kakek
kambuh lagi.
27. Nenek bertanya kepada kakek kapan mereka akan mati
28. Kakek mengatakan mereka harus bersiap-siap.
29. Lonceng berbunyi dua belas kali.
30. Nenek tidak mengerti dengan loceng yang berbunyi
31. Kakek mengatakan bahwa kebiasaan, ukuran, dan konsep tidak terlalu cocok.
32. Nenek tidak paham dan menanyakan cara untuk mengerti maknanya
3.1.3. Tokoh dan Penokohan.

Adapun tokoh yang terdapat dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto
ada dua orang, yaitu kakek dan nenek.
Penokohan dalam drama ini yaitu tokoh kakek digambarkan sebagai lelaki yang cerdas, kritis terhadap
pemerintah, peduli terhadap rakyat kecil dan masyarakat sekitar. Agar lebih jelasnya saya akan
memaparkan kutipan dialog yang memperkuat argumen saya tentang karakter kakek satu persatu.
Untuk karakter kakek yang cerdas dapat dibuktikan pada kutipan dialog yang bercetak tebal berikut :
Nenek : Kau memperolok-olok aku di depan orang banyak begini. Siapa aku ini?
Istrimu bukan? Kalau aku dapat malu, kan kau juga ikut dapat malu toh. Hu hu hu
Kakek : Bukan maksudku memperolok-olok kau, Bu. Aku justru memuji tindakanmu yang berani.
Nenek : (Tiba-tiba berhenti manangis). Berani? Aku pemberani?
Kakek : Ya, kau pantas disejajarkan dengan ibu kita kartini.
Nenek : Ibu Tin?
Kakek : Bukan, bukan bu tin, Ibu kita Kartini.
Nenek : Tetapi, kan ibu kita Kartini juga bisa kita sebut Bu Tin, kan. Apa salahnya?
Kakek : Hush, diam! Ingat ini di depan orang banyak. Maka jangan main semborono dengan
sebutan-sebutan yang multi interpretable.

Selanjutnya karakter kakek yang kritis terhadap pemerintah dapat dibuktikan pada dialog yang
bercetak tebal berikut :
Kakek : Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan saja
Nenek : Ah, gila. Itu pekerjaan gila.
Kakek : Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos manapun di dunia ini. Tapi
pemerintah belum punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di kolong jembatan,
bukan? Ini tidak adil. Maka aku menyatakan diri. Maka aku menyediakan diri untuk mewakili
pemerintahan ini sebagai diplomat kolong jembatan.
Selanjutnya untuk karakter kakek yang peduli terhadap masyarakat dapat dibuktikan pada kutipan
dialog yang bercetak tebal berikut :
Nenek : Tapi kau akan terhina
Kakek : Selama kedudukan adalah diplomat, di manapun ditempatkan sama saja terhinanya, sama
saja mulianya
Nenek : Aku tidak rela kalau kau ditempatkan di pos terhina itu.
Kakek : Kau belum tahu, justru paling mulia di antara pos-pos di manapun juga.
Nenek : Kau sudah tidak waras.
Kakek : Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong. Pandai meyakinkan
orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan itu perlu dibujuk agar hidup baik-baik.
Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri-sendiri. Tidak sekedar dihalau,
diusir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi tidakan-tindakan kasar ini, perlu ada
wakil yang bisa membujuk
Sedangkan karakter kakek yang peduli terhadap lingkungan sekitar dapat dibuktikan pada dialog
yang bercetak tebal berikut :
Nenek : Mau pindah pekerjaan?
Kakek : Ya.
Nenek : Apa?
Kakek : Teknokrat.
Nenek : Gila.
Kakek : Aku mau jadi teknokrat dalam bidang.
Nenek : Ekonomi?
Kakek : Bukan!
Nenek : Politik?
Kakek : Bukan
Nenek : Militer?
Kakek : Bukan
Nenek : Lalu apa?
Kakek : Bidang persampahan
Nenek : Apa?
Kakek : Bidang sampah-sampah! Ini perlu sekali, salah satu sebab adanya banjir di kota ini, karena
orang-orang kurang tahu artinya selokan-selokan itu. Kau lihat di jalan-jalan yang sering tergenang air
itu. Coba selokan itu kita keduk, sampahnya luar biasa banyaknya
(Nenek termenung)

Sedangkan karakter tokoh nenek digambarkan sebagai wanita yang romantis, gengsi, dan cengeng.
Sama halnya dengan karakter kakek, agar lebih jelasnya akan saya uraikan pembuktiannya satu persatu
melalui kutipan dialog. Untuk karakter nenek yang romantis, tergambar pada dialog yang tercetak tebal
berikut

Nenek : (Berdiri menghampiri Kakek, lalu duduk di sebelahnya, lalu menyandarkan kepalanya ke
bahu Kakek sebelah kiri).
Kakek : Gila. Malah demonstrasi.
Nenek : Sekali waktu memang perlu.
Kakek : Ya, tapi kan bukan untuk saat ini?
Nenek : Kukira justru!
Kakek : Duilah apa-apaan ini.
Nenek : Agar orang tetap tahu, aku milikmu.
Kakek : Siapa mengira kita sudah cerai?
Nenek : Ah, wanita. Bagaimanapun sudah tua, aku tetap wanita. (Berdiri, pergi ke kursi dan duduk).
Dunia wanita yang hidup dalam angan-angan, takut kehilangan, tapi menuntut kenyataan-kenyataan.

Selanjutnya karakter nenek yang cengeng dapat dibuktikan pada dialog yang bercetak tebal berikut
:
Nenek : Ah, wanita. Bagaiamanapun sudah tua, aku tetap wanita. (Berdiri, pergi ke
kursi dan duduk). Dunia wanita yang hidup dalam angan-angan, takutkehilangan, tapi menuntut
kenyataan-kenyataan.
Kakek : Bagus!
Nenek : Apa maksudmu?
Kakek : Tindakan terpuji, itu namanya.
Nenek : He, apa sih maksudmu, Pak?
Kakek : Mengaku dosa di depan orang banyak!
Nenek : Hu hu hu (Menangis)
Kakek : He, ada apa kau, Bu? Ada apa? Digigit namuk rupanya?
Nenek : Kau memperolok-olok aku di depan orang banyak begini. Siapa aku ini?
Istrimu bukan? Kalau aku dapat malu, kan kau juga ikut dapat malu toh.
Huhu hu

Selanjutnya karakter gengsi nenek dapat dibuktikan pada dialog yang bercetak tebal berikut :
Nenek : Ah bagaimana, nanti kalau aku arisan dan ditanya teman-teman
bagaiamana jawabku, Pak. Coba bayangkan, bayangkan
Kakek : Istriku, aku mengerti, bagaimana kau akan turun gengsi nanti. Tapi kau tidak.
usah khawatir, kalau kau datang ke arisan yang lima ribuan, dan kau ditanya orang-orang apa
pekerjaanku jawab saja diplomat, titik. Kolong jembatannya tidak usah disebut, kalau kau datang ke
arisan yang seratusan, saya kira tak ada salahnya kalau kau ngomong diplomat kolong jembatan
Nenek : Tapi kalau teman-teman arisan lima ribuan tanya, di mana posnya?
Kakek : Ah (memegangi kepala). Begini, diplomat bagian sosial hebat toh?
Nenek : Masak ada diplomat sosial?
Kakek : kau ini bagaimana, diplomat itu serba mungkin asal kau pintar main lidah,
beres. Coba, kau kan tahu ada diplomat pimpong, ada diplomasi SPP, diplomasi macam-macam saja ada.
3.1.4. Latar/Setting
Adapun latar (latar waktu dan tempat) yang ada dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya
Bakdi Soemanto adalah di ruang tengah menjelang malam. Ini dapat dibuktikan pada penggalan narasi
drama yang bercetak tebal di bawah ini yaitu :
Panggung menggambarkan sebuah ruangan tengah rumah sepasang orang tua. Di atas sebelah kiri ada
meja makan kecil dengan dua buah kursi. Di atas meja ada teko, sepasang cangkir, dan stoples berisi
panganan. Agak di tengah ruangan itu terdapat sofa, lusuh warna gairahnya. Di belakang terdapat pintu
dan jendela.
Waktu drama ini dimulai, Nenek duduk sambil menyulam. Sebentar-bentar ia menengok ke belakang,
kalau-kalau suaminya datang. Saat itu hari menjelang malam.

3.1.5. Sudut Pandang (Point of View)
Adapun sudut pandang yang digunakan oleh pengarang dalam naskah drama Sepasang Merpati
Tua karya Bakdi Soemanto adalah sudut pandang orang ketiga tunggal dimana pengarang
menggunakan sapaan ibu-bapak. Ini dapat dilihat pada kutipan dialog-dialog bercetak tebal berikut :

Kakek : (Masuk). Bagaimana kalau aku pakai kopiah seperti ini, Bu?
Nenek : Astaga! Tuan rumah mau pesiar ke mana menjelang malam begini?
Kakek : tidak kemana-mana. Cuma mau duduk-duduk saja, sambil baca koran.
Nenek : mengapa membaca koran mesti pakai kopiah segala?
Kakek : Agar komplit, Bu
Nenek : yaaah. Waktu dulu kau jadi juru tulis, empat puluh tahun lampau. Tapi
sekarang, kopiah hanya bernilai tambah penghangat belaka.
Kakek : (Berjalan menuju ke meja, mengambil koran, lalu pergi ke sofa, membuka
lembarannya)

Dan pada dialog lain berikut

Kakek : Bagus!
Nenek : Apa maksudmu?
Kakek : Tindakan terpuji, itu namanya.
Nenek : He, apa sih maksudmu, Pak?
Selanjutnya kedudukan tokoh adalah sudut pandang pengarang serba tahu di mana pengarang
mengetahui segala seluk-beluk dan isi rumah, aktivitas nenek dan seluk-beluk kehidupan tokoh. Ini
dapat dilihat pada narasi pengenalan cerita. Kutipannya yaitu:

Panggung menggambarkan sebuah ruangan tengah rumah sepasang orang tua. Di atas sebelah kiri ada
meja makan kecil dengan dua buah kursi. Di atas meja ada teko, sepasang cangkir, dan stoples berisi
panganan. Agak di tengah ruangan itu terdapat sofa, lusuh warna gairahnya. Di belakang terdapat pintu
dan jendela.
Waktu drama ini dimulai, Nenek duduk sambil menyulam. Sebentar-bentar ia menengok ke belakang,
kalau-kalau suaminya datang. Saat itu hari menjelang malam.

3.1.6. Amanat

Adapun amanat yang dapat diambil dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi
Soemanto adalah seperti pada petikan dialog yang tercetak tebal berikut :

Kakek : Manusia harus menghayati hidupnya, bukan menghayati disiplin mati itu
doktrin-doktrin itu harusharus
Nenek : Suamiku, sudahlah nanti penyakit napasmu kumat lagi. Kalau kau terlalu semangat begitu
Kakek : Kreatifitas harus dibangkitkan. Bukan dengan konsep-konsep tetapi dengan
merangsangnyadengan menggoncangkan jiwanya agar tumbuh keberaniannya menjadi diri sendiri.
Tidak menjadi manusia bebek. Yang cuma meniru, meniru, meniru(kakek rebah, nenek menjerit).
3.2. Unsur Ekstrinsik
Adapun unsur-unsur yang membangun naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi
Soemanto dari luar (unsur ekstrinsik) adalah memuat nilai-nilai sosio-politik. Nilai-nilai ini dapat dilihat
pada kutipan-kutipan dialog yang tercetak tebal berikut :
Kakek : Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan saja
Nenek : Ah, gila. Itu pekerjaan gila.
Kakek : Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos manapun di dunia ini. Tapi pemerintah belum
punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di kolong jembatan, bukan? Ini tidak adil.
Maka aku menyatakan diri. Maka aku menyediakan diri untuk mewakili pemerintahan ini sebagai
diplomat kolong jembatan.








BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari pembahasan tadi, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa
1) Tema yang terdapat dalam dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto
adalah sosio-politik.
2) Alur/Plot yang ada dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto adalah alur
maju.
3) Tokoh dan penokohan. Tokohnya ada dua, yaitu kakek yang berwatak kritis, cerdas, realistis, dan
peduli terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar dan nenek yang berwatak romantis, gengsi,
cengeng, takut kehilangan orang yang dicintainya, dan pemahamannya lambat.
4) Latar/setting yang ada dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto adalah
di ruangan tengah rumah dan terjadi pada malam hari.
5) Sudut Pandang yang digunakan dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto
adalah sudut pandang orang ketiga tunggal dan pengarang serba tahu
6) Amanat yang ada dalam naskah drama Sepasang Merpati Tua karya Bakdi Soemanto adalah
Kreatifitas harus dibangkitkan. Bukan dengan konsep-konsep tetapi dengan merangsangnyadengan
menggoncangkan jiwanya agar tumbuh keberaniannya menjadi diri sendiri. Tidak menjadi manusia
bebek. Yang cuma meniru, meniru, meniru
4.2. Saran-saran
Adapun saran yang dapat saya berikan pada para pembaca adalah agar sekiranya makalah ini bisa
dijadikan bahan acuan atau referensi untuk penganalisis drama berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai