Anda di halaman 1dari 10

Varieses Vena Tungkai

I. Pengertian
Varises adalah pelebaran vena secara berkelok-kelok pada ekstrimitas bawah (Tierney,
2008). Vena normal yang mengalami dilatasi akibat pengaruh peningkatanan tekanan vena.
Varises ini merupakan suatu manifestasi yang dari sindrom insufisiensi vena dimana pada
sindrom ini aliran darah dalam vena mengalami arah aliran retrograde atau aliran balik
menuju tungkai yang kemudian mengalami kongesti (Beale, 2005).
Varises adalah pemanjangan, pelebaran dan berkeloknya sistem vena yang disertai
gangguan sirkulasi darah didalamnya (Sjamsuhidajat, 2005). Pelebaran pembuluh balik
(vena) yang berkelok-kelok dan ditandai oleh katup didalamnya yang tidak berfungsi lagi
(FKUI, 2005). Varises adalah pelebaran pembuluh balik yang berkelok-kelok dan ditandai
oleh katup didalamnya yang tidak berfungsi. (Mansjoer, 2005). Vena varikosa adalah
pelebaran dari vena yang menonjol dan berliku-liku pada ekstrimitas bawah, sering pada
distribusi anatomis dari vena safena magna dan parva (Pierce, 2006).

II. Faktor Predisposisi
Menurut Tierney (2008), faktor predisposisi varises vena tungkai adalah :
a. Faktor herediter mempengaruhi wanita sebesar 43% sedangkan laki-laki 19%.
b. Kehamilan (hormon progesterone menyebabkan dilatasi vena pasif).
c. 75% pada wanita dengan umur 60-69 tahun.
d. Obesitas.
e. Pekerjaan yang membutuhkan berdiri lama/pekerjaan yang kurang gerakan.
f. Hormonal (menopause).
g. Peradangan.

III. Klasifikasi
Menurut sumber yang ada, klasifikasi varises vena di bedakan menjadi:
a. Menurut FKUI (2005), berdasarkan penyebabnya varises vena dibagi menjadi:
1. Varises primer merupakan jenis terbanyak (85%). Penyebabnya tidak diketahui secara pasti,
hanya diduga karena kelemahan dinding vena sehingga terjadi pelebaran.
2. Varises sekunder disebabkan oleh peninggian tekanan vena tepi akibat suatu kelainan
tertentu. Kelainan tersebut berupa sindrom pasca-plebitis (kegagalan vena menahun), fistula
arteri vena, sumbatan vena dalam karena tumor atau trauma serta anomali vena dalam/vena
penghubung akibat kelainan-kelainan tersebut di atas.

b. Menurut Sjamsuhidajat (2005), manifestasi klinis varises vena tungkai adalah :
1. Varises trunkal, merupakan varises vena safena magna dan vena safena parva.
2. Verises retikular, merupakan verises yang menyerang cabang vena safena magna atau parva
yang umumnya kecil dan berbelok hebat.
3. Varises kapilar, merupakan varises kapiler vena subkutan yang tampak sebagai kelompok
serabut halus dari pembuluh darah.

c. Menurut Sjamsuhidajat (2005), gradasi keluhan klinis varises vena tungkai adalah :
1. Stadium I : Keluhan samar tidak khas
2. Stadium II : Pelebaran vena
3. Stadium III : Varises tampak jelas
4. Stadium IV :.Kelainan kulit dan atau tukak karena sindrom insufisiensi vena menahun

d. Menurut Sjamsuhidajat (2005), derajat sindrom insufisiensi vena kronik:
1. Derajat I : Pelebaran vena
2. Derajat II : Hiperpigmentasi dan atrofi kulit
3. Derajat III : Ulkus varikosum

IV. Gambaran Klinis
a. Gejala
Beratnya gejala yang disebabkan oleh varises vena tidak berhubungan secara nyata
dengan jumlah dan ukuran varises. Varises vena berat dapat menghasilkan gejala yang tidak
subyektif. Tumpul, nyeri memberat atau merasakan kelelahan pada saat berdiri adalah
keluhan yang paling lazim. Kegatalan yang dihubungkan dengan dermatitis eksema dapat
terjadi di atas pergelangan kaki (Tierney, 2008).
Gejala subjektif biasanya lebih berat pada awal perjalanan penyakit, lebih ringan pada
pertengahan dan menjadi berat lagi seiring berjalannya waktu. Beratnya gejala tidak
berkorelasi dengan ukuran pelebaran vena yang terlihat atau dengan jumlah volume refluks
yang terjadi. Gejala yang muncul umunya berupa kaki terasa berat, nyeri atau kedengan
sepanjang vena, gatal, rasa terbakar, keram pada malam hari, edema, perubahan kulit dan
kesemutan. Nyeri biasanya tidak terlalu berat namun dirasakan terus-menerus dan memberat
setelah berdiri terlalu lama (Beale, 2005).
Rasa pegal pada ekstrimitas yang akan bertambah bila berdiri lama dan kurang bila
ekstrimitas ditinggikan, kadang terjadi penyulit berbentuk koreng didaerah mata kaki yang
sukar sembuh didahului oleh kelainan kulit berupa eksim yang sering disertai perdangan.
Perdarahan dapat terjadi kalau kulit diatas varises perifer menjadi sangat tipis, biasanya
disertai trauma ringan dan keluhan dari segi kosmetika (Beale, 2005).

b. Tanda
Vena yang melebar, berkelak-kelok dan memanjang di bawah kulit pada paha dan
tungkai umumnya terlihat dengan mudah saat individu berdiri, meskipun pada pasien yang
sangat gemuk palpasi mungkin diperlukan untuk mendeteksi keberadaan pada lokasi mereka.
Perubahan jaringan sekunder mungkin tidak ada pada varises berat, tetapi juga durasinya
pada varises panjang, pigmentasi keabu-abuan dan thinning pada kulit diatas pergelangan
kaki sering ada (Tierney, 2008).
Pembengkakan dapat terjadi, tetapi stasis pada vena kronis parah seperti pembengkakan
parah, fibrosis, pigmentasi dan ulserasi pada bawah distal biasanya menunjukkan keadaan
postflebitis. Dopler ultrasonografi atau scanner duplex berguna secara diagnosis untuk
mendeteksi lokasi dengan tepat katup yang inkompeten. Katup yang inkompeten
menyebabkan refluk darah dari femoral, poplietal, atau vena dalam yang lebih perifer ke
dalam vena superfisial, pengetahuan ini berguna untuk memperbaiki teknik pembedahan
lebih tepat dengan hasil yang lebih baik. Dengan berdasarkan test Trendelenbrug berguna
untuk membedakan insufisiensi vena superfisial sekunder dengan katup safenofomeral
inkompeten yang berkaitan dengan perforator vena inkompeten. Tungkai dinaikkan
merupakan upaya untuk mengurangi volume darah pada tungkai. Pada penaikan posisi ini,
tourniquet elastis di tempatkan pada sekitar distal paha. Jika varises berkaitan dengan katup
safenofomeral, varises masih akan datar atau tidak dapat dideteksi ketika pasien berdiri. Jika
pada saat berdiri varises segera menjadi jelas, penyebab mayor adalah perforator inkompeten
(Tierney, 2008).
Pasien dengan varises vena mungkin menunjukkan komplikasi varises akut berupa
perdarahan varises, dermatitis, tromboflebitis, selulitis, dan ulkus. Pasien mungkin juga
datang ke dokter untuk berkonsultasi karena terjadi perburukan dari gejala kronis. Beberapa
pasien datang untuk mendapatkan informasi tentang implikasi medis dari varises vena, yang
lainnya murni datang karena adanya keluhan kosmetik (Beale, 2005).

V. Komplikasi
Jika kasus ringan, atrofi dan pigmentasi kulit di temukan pada atau di atas pergelangan
kaki, ulserasi sekunder dapat terjadi, sering sebagai akibat dari trauma kecil atau bukan
trauma. Ulser kadang menyebar ke dalam variks dan tidak hilang apabila tungkai dinaikkan
dan tekanan lokal dipakai pada bagian yang mengalami pendarahan (Tierney, 2008).
Dermatitis stasis kronis dengan infeksi jamur atau bakteri mungkin menjadi sebuah
masalah. Tromboplebitis dapat berkembang dalam varises, terutama pada pasien setelah
operasi, wanita hamil atau setelah melahirkan atau wanita yang menggunakan kontrasepsi
oral. Trauma lokal atau posisi duduk yang terlalu lama dapat juga menyebabkan thrombosis
vena superfisial. Perluasan pada thrombosis ke dalam sistem dalam dengan jalan perforasi
vena atau melewati safenofomeral-junction dapat terjadi, mengakibatkan tromboplebitis
dalam dan dengan resiko emboli pulmo (Tierney, 2008).
Dasar terjadinya komplikasi pada pasien vena tungkai adalah gangguan hemodinamik
vena tepi. Bila gangguan tersebut segera diatasi, maka penyulit tidak akan terjadi. Komplikasi
yang sering ditemukan adalah pigmentasi disekitar pergelangan kaki (akibat endapan pigmen
hemosiderin pada kulit), dermatitis dan plebitis perifer berulang. Perdarahan karena varises
jarang terjadi tapi akan menyebabkan pasien segera berobat. Lipodermatosklerosis perubahan
kulit berupa pigmentasi dan indurasi jaringan lemak akibat reaksi inflamasi yang diduga
merupakan suatu prerulcer bisa ditemukan pada varises lanjut atau kegagalan vena menahun.
Lokasinya disekitar pergelangan kaki, sesuai dengan lokasi tukak vena. Bila gangguan
hemodinamik vena tepi terus berlangsung, akhirnya akan terbentuk tukak vena disekitar
pergelangan kaki (biasanya dibawah dan dibelakang dari malleolus medialis atau lateralis),
berbentuk lonjang biasanya lebih dari satu, pinggirnya landai dasarnya rata dan ditutupi
keropeng. Sekitar luka kulit berwarna lebih gelap dari sekitarnya (pigmentasi). Emboli
merupakan komplikasi varises yang paling jarang terjadi, tetapi bisa menyebabkan kematian
bila memasuki sirkulasi pulmonal (FKUI, 2005).

VI. Pemeriksaan Klinis
a. Uji Trendelenberg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks vena
superfisial dengan pasien dengan inkompetensi katup vena profunda. Tes ini dilakukan
dengan cara mengangkat tungkai dimana sebelumnya dilakukan pengikatan pada paha sampai
vena yang mengalami varises kolaps. Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan
tetap tidak dilepaskan. Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps tetap
kolaps atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu inkompeten pada vena
superfisal, namun apabila vena tersebut terisi atau melebar dengan cepat adannya inkompensi
pada katup vena yang lebih tinggi atau adanya kelainan katup lainnya (Beale, 2005).
Uji tredelenberg positif berarti terdapat pengisian vena safena yang patologis. Bila
vena segera terisi dari proksimal ke distal, berarti katup vena safenofomeral maupun katup di
dalam vena safena magna insufisien sehingga darah mengalir balik ke distal dari vena
femoralis melalui vena safena. Hal ini berlaku pada vena safena magna maupun vena safena
parva (Sjamsuhidajat, 2005).
Bila vena lambat sekali terisi ke proksimal, berarti katup komunikans baik. Vena terisi
oleh darah dari peredaran darah kulit dan subkutis. Bila vena cepat terisi, misalnya dalam
waktu 30 detik, berarti terdapat insufisiensi katup vena komunikans. Oleh karena itu perlu
dicari katup mana yang insufisiens dengan cara mengulang pengkajian sambil meletakkan
beban karet pada beban yang berbeda di atas tungkai atas, kemudian dilihat pada kedudukan
bebat yang mana pengisian vena yang cepat terjadi. Di tingkat itu, dari bebat ke distal
terdapat vena komunikans yang katupnya tidak memadai (Sjamsuhidajat, 2005).

b. Uji Perthes
Pemeriksaan untuk menilai katup vena penghubung atau vena dalam. Penderita berdiri
beberapa saat lalu dipasang ikatan elastis di bawah lutut untuk membendung vena tepi.
Kemudian pasien melakukan gerakan berjingkat beberapa kali agar otot-otot betis
berkontraksi sehingga darah dipompa dari sinusoid vena otot dan vena sekitarnya. Bila vena
yang terletak di distal dari ikatan kempis/kosong berarti katup-katup vena penghubung dan
vena dalam berfungsi baik dan tidak ada sumbatan. Sebaliknya bila vena tepi bertambah lebar
berarti katup-katup tersebut mengalami kegagalan atau terdapat sumbatan pada vena dalam.
Modifikasi pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan balutan elastis mulai dari
pangkal jari kaki sampai kepangkal paha, kemudian pasien berjalan di tempat beberapa saat.
Bila tibul nyeri di tungkai/betis sumbatan vena dalam perlu dicurigai (varises sekunder),
terutama bila kelainan sistem arteri pada pasien dapat disingkirkan (FKUI, 2005).
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran darah
retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam system vena yang
mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya obstruksi vena profunda.
Hal ini penting karena apabila aliran darah pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini
penting untuk menjaga volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan
terapi pembedahan maupun skleroterapi (Beale, 2005).
Tidak boleh dilakukan tindak bedah pengeluaran varises atau terapi sklerosis bila
sistem vena dalam tertutup karena jalan darah satu-satunya akan tertutup dengan
pembadahan.bila katup vena safena magna insufisien, pada perabaan fosa ovalis akan teraba
getaran gelombang ketika pasien batuk keras. Getaran dari toraks teraba di pangkal vena
safena magna melalui vena kava inferior, vena illiaka dan vena femoralis (Sjamsuhidajat,
2005).

c. Auskultasi Menggunakan Doppler
Pemeriksaan menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui arah aliran darah
vena yang mengalmi varises, baik itu aliran retrograde, antegrade, atau aliran dari mana atau
ke mana. Probe dari doppler ini diletakkan pada vena kemudian dilakukan penekanan pada
vena disisi lainnya. Penekanan akan menyebabkan adanya aliran sesuai dengan arah dari
katup vena yang kemudian menyebabkan adanya perubahan suara yang ditangkap oleh probe
Doppler. Pelepasan dari penekanan vena tadi akan menyebabkan aliran berlawanan arah akut.
Normalnya bila katup berfungsi normal tidak akan ada aliran berlawanan arah katup saat
penekanan dilepaskan, akhirnya tidak akan nada suara yang terdengar dari Doppler (Beale,
2005).

d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium saat ini tidak bermanfaat dalam menegakkan diagnosis atau
terapi varises vena.

e. Pemeriksaan Imaging
Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi dan memetakan
seluruh area yang mengalami obstruksi dan refluks dalam system vena superficial dan system
vena profunda. Pemeriksaan yang dapat dialkukan yaitu venografi dengan kontras, MRI, dan
USG color-flow dupleks. USG dupleks merupakan pemeriksaan imaging standar yang
digunakan untuk diagnosis sindrom insufisiensi vasirses dan untuk perencanaan terapi serta
pemetaan preoperasi. Color-flow USG (USG tripleks) digunakan untuk mengetahui keadaan
aliran darah dalam vena menggunakan pewarnaan yang berbeda (Beale, 2005).
Pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik yaitu menggunakan Magnetic Resonance
venography (MRV) digunakan untuk pemeriksaan kelainan pada sistem vena profunda dan
vena superfisial pada tungkai bawah dan pelvis. MRV juga dapat mengetahui adanya kelainan
nonvaskuler yang menyebabkan nyeri dan edema pada tungkai. Venografi dengan kontras
merupakan teknik pemeriksaan invasive. Saat ini venografi sudah mulai ditinggalkan dan
digantikan dengan pemeriksaan USG dupleks sebagai pemeriksaan rutin penyakit vena.
Sekitar 15% pasien yang dilakukan pemeriksaan venografi ditemukan adanya DVT dan
pembentukan trombosis baru setelah pemberian kontras (Beale, 2005).

VII. Pencegahan
Tidak ada satu cara tertentu untuk mencegah terbentuknya varises, dapat dilakukan
tindakan agar penyakit ini tidak meluas dan memperkecil kemungkinan terjadi komplikasi.
Pertama-tama harus dicegah bersiri lama tanpa bergerak. Berdiri diam akan mengurangi
kemungkinan aliran kembali darah vena. Kecuali itu akan terjadi peninggian tekanan dalam
vena (FKUI, 2005).
Pemakaian kaus kaki yang elastic akan menekan system vena perifer (termasuk
varisesnya), yang bersama kontraksi otot kaki akan mencegah pelebaran dinding vena.
Dengan banyak berjalan otot betis akan bekerja sebagai pompa dan memperbaiki aliran vena
kearah jantung. Juga dengan berbaring sambil meninggikan kaki aka menurunkan tekanan
vena (FKUI, 2005).
Olah raga secara teratur untuk meningkatkan kekuatan otot kaki dan vena. Jaga berat
badan tetap ideal. Kurangi penggunaan sepatu hak tinggi. Bila terpaksa menggunakannya,
istirahat dan menggerak-gerakkan kaki setiap 15 menit. Hindari berdiri terlalu lama. Bila
pekerjaan mengharuskan berdiri, pindahkan beban dari satu kaki ke kaki lainnya setiap
beberapa menit. Jangan duduk sambil menyilangkan kaki terlalu lama karena dapat
menghambat peredaran darah. Jangan menggunakan pakaian sempit atau ketat pada bagian
pinggang, paha, dan kaki. Biasakan mengonsumsi vitamin C dan E, selain baik untuk
pembuluh darah, serta membantu mengurangi rasa sakit dan kram. Banyak makan bergizi,
berkadar serat tinggi, buah dan sayur, untuk memperlancar buang air besar (Salim, 2007).
Kurangi konsumsi garam untuk menghindari pembengkakan. Hindari makanan pedas
karena dapat merangsang pelebaran pembuluh darah. Lakukan senam kaki, sambil duduk,
putar pergelangan kaki searah jarum jam, lalu putar dengan arah yang berlawanan selanjutnya
angkat kaki dan tekuk pada lutut ke arah depan dan belakang. Angkat kaki saat beristirahat.
Berdiri dan bergerak setiap 45 menit bila Anda bepergian dengan pesawat terbang, atau saat
duduk bekerja seharian berhenti dan berjalan sebentar sedikitnya setiap 45 menit bila
bepergian jauh dengan mobil. Mandi dengan air panas dan dingin bergantian sangat baik
untuk peredaran darah (Salim, 2007).

VIII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan varises bertujuan untuk menghilangkan akibat dari katup yang tidak
berfungsi lagi. Ada 3 cara yang dapat diterapkan sendiri sendiri atau bersamaan :
a. Penatalaksanaan non-operatif
Memakai balutan elastis dari ujung kaki sampai ke paha dengan maksud memberikan
penekanan yang merata untuk membantu aliran darah vena. Hasilnya akan bertambah baik
bila penderita disuruh banyak jalan. Terutama pada varises sewaktu hamil cara ini paling
baik. Pemakaian kaos kaki elastis akan memberikan penekanan yang lebih merata dan mudah
diganti. Juga pada perawatan koreng karena varises, cara in dapat diterapkan (Mansjoer,
2005).
Kompresi menggunakan kaos kaki elastis (medium atau sangat berat) untuk memberi
bantalan eksternal pada vena kaki proksimal dan tungkai atas tetapi tidak termasuk lutut
merupakan tindakan non-operasi yang paling baik pada penatalaksanaan vena varises (untuk
sebagian besar pasien, kompresi tinggi 20-30 mmHg biasanya sesuai). Ini berguna untuk
mencegah perkembangan varises pada stadium awal penyakit. Ketika kaos kaki digunakan
selama beberapa jam, berdiri dan menaikkan tungkai jika memungkinkan merupakan kontrol
yang baik untuk mencegah komplikasi dan perkembangan penyakit. Tindakan ini bagus
diterapkan pada pasien yang telah lanjut usia, pasien yang menolak atau menunda
pembedahan / operasi, wanita yang berencana mempunyai anak dan pasien asimtomatik
ringan (Tierney, 2008).
Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan hemodinamik pasien
dengan varises vena dan mengilangkan edema. Kaus kaki dengan tekanan 20-30 mmHg
(grade II) memberikan hasil yang maksimal. Pada penelitian didapatkan sekitar 37%-47%
pasien yang menggunakan kaus kaki ini selama 1 tahun setelah menderita DVT mencegah
terjadi ulkus pada kaki. Kekurangan menggunakan kaos kaki ini adalah dari segi harga yang
relatif mahal, kurangnya pendidikan pasien, dan kosmetik yang kurang baik. Pada penelitian
randomize controlled trial compression menggunakan stoking (grade I dan II) dibandingkan
dengan kontrol penggunaan kaus kaki ini mengurangi terjadinya refluks VSM dan
mengurangi keluhan dan gejala varises pada wanita hamil namun tidak ada perbedaan
terhadap pembentukan varises vena (Beale, 2005).

b. Penatalaksanaan operatif
Vena safena magna pada ekstrimitas yang terlibat diikat pada percabangannya dengan
vena femoralis dan dipotong, kemudian dengan memakai alat khusus dikeluarkan beserta
cabang-cabangnya yang menderita varises. Hal tersebut juga dilakukan pada vena safena
parva bila vena tersebut ada varisesnya. Demikian juga dengan vena komunikans yang rusak
katupnya diikat. Jahitan kulit diusahakan dengan adaptasi kulit sebaik mungkin. Mobilisasi
dan berjalan tanpa menekuk lutut dimulai sehari setelah operasi. Pada varises dengan koreng
tindakan pembedahan lebih baik daripada perawatan tanpa operasi (Mansjoer, 2005).
Terapi bedah pada varises vena yang terdiri dari eksisi varises dan ligasi pada
safenofomeral junction serta cabang-cabangnya apabila diindikasikan. Gambaran yang akurat
pada yang terakhir diperlukan untuk mencegah varises berulang pada vena yang sebelumnya
tidak terkena. Segmen vena yang tidak inkompeten dan mengalami varises tidak harus
diligasi atau dihilangkan, mereka mungkin diperlukan sebagai cangkok erteri untuk
kehidupan pasien untuk waktu yang akan datang (Tierney, 2008).
Ulkus varises yang kecil pada umumnya sembuh dengan perawatan lokal, elevasi
ekstrimitas yang sering dan kompresi dengan pembalut atau beberapa bentuk kompresi
dengan menggunakan sepatu hak tinggi untuk pasien rawat jalan. Baik untuk melakukan
prosedur stripping sampai terjadi penyembuhan dan dermatitis stasis terkendali. Bebrapa
ulkus memerlukan cangkok kulit (Tierney, 2008).
Indikasi bedah pada varises primer tungkai adalah kelainan yang bersifat progresif,
adanya komplikasi dan pertimbangan kosmetik. Sebelum tindakan bedah komplikasi varises
yang terjadi diobati terlebih dahulu. Tujuan pembedahan adalah menghilangkan gejala,
mengurangi atau mencegah komplikasi, memulihkan fisiologi vena dan memperbaiki
penampilan (kosmetik). Untuk mencapai hasil yang memuaskan, dianjurkan kombinasi
metode pembedahan dengan sklerotik (FKUI, 2005).
Kontraindikasi tindakan pembedahan adalah usia lanjut atau keadaan umum buruk,
berat badan berlebihan, trombloplebitis aktif, tukak vena terinfeksi, kehamilan, sumbatan
arteri menahun pada tungkai bersangkutan dan tumor besar intra abdomen (FKUI, 2005).
Komplikasi tindak bedah pada varises safena adalah perdarahan, infeksi, edema
tungkai, kerusakan pada kulit (n. safena atau n. suralis), limfokel, thrombosis vena dalam
(FKUI, 2005).

c. Suntikan sklerotik
Penyuntikan bahan sklerotik dianjurkan bila penderita tidak mau dioperasi atau bila
varisesnya masih sedikit dengan diameter kurang dari 1 mm. seringkali varises ini hanya
terdapat di lutut saja. Perawatan dengan suntikan sklerotik ini merupakan pilihan satu-satunya
pada varises dengan alasan kosmetik (FKUI, 2005).
Skleroterapi dilakukan dengan menyuntikkan substansi sklerotan kedalam pembuluh
darah yang abnormal sehingga terjadi destruksi endotel yang diikuti dengan pembentukan
jaringan fibrotik (Beale, 2005).
Dua macam larutan yang banyak dipakai adalah monoetanolamin oleat (diberikan 2
mL) dan fenol 2% dalam gliserin 30% (dosis maksimum 6 mL). Larutan disuntikkan dibagian
distal. Dibagian proksimal dipasang torniquet agar obat tidak segera masuk ke sirkulasi
umum dan bisa bekerja lokal semaksimal mungkin (Mansjoer, 2005).

Anda mungkin juga menyukai