A.
Pengertian.
Varises adalah vena normal yang mengalami dilatasi akibat pengaruh
peningkatanan tekanan vena. Varises ini merupakan suatu manifestasi yang dari
sindrom insufiensi vena dimana pada sindrom ini aliran darah dalam vena
mengalami arah aliran retrograde atau aliran balik menuju tungkai yang kemudian
mengalami kongesti.
Varises adalah pemanjangan, berkelok-kelok dan pembesaran suatu vena.
Vena varikosa ekstremitas bawah adalah kelainan yang sangat lazim, yang
mengenai 15-20 % populasi dewasa (Sabiston 1994). Varises vena adalah distensi,
dan bentuk berlekuk-lekuk dari vena-vena superficial (safena) dari kaki (Engram
B., 1999). Varises tungkai bawah adalah pemanjangan, berkelok-kelok,
pembesaran suatu vena superficial, profunda dan kommmunikan pada titik Dodd
(pertengahan paha), Byod (sebelah medial lutut) dan gastronemicus (tempat
keluarnya vana saphena parva)
Bentuk ringan dari insufisiensi vena hanya menunjukkan keluhan berupa
perasaan yang tidak nyaman, menggangu atau penampilan secara kosmetik tidak
enak, namun pada penyakit vena berat dapat menyebabkan respon sistemuk berat
yang dapat menyebabkan kehilangan tungkai atau berakibat kematian.
Keadaan insufisiensi vena kronis akhirnya akan menyebabkan terjadinya
perubahan kronis kulit dan jaringan lunak yang dimulai dengan bengkak ringan.
Perjalanan sindrom ini akhirnya akan menghasilkan perubahan warna kulit,
dermatitis stasis, selulitis kronis atau rekuren, infark kulit, ulkus, dan degenerasi
ganas. Komplikasi berat yang dapat muncul sebagai akibat dati insufisiensi vena
dapat berupa ulkus pada tungkai yang kronis dan sulit menyembuh, phlebitis
berulang, dan perdarahan yang berasal varises, dan hal ini dapat diatasi dengan
penanganan dan koreksi pada insufisiensi vena itu sendiri.
Kematian dapat terjadi sebagai akibat dari perdarahan yang bersumber dari
varises vena friabel, tapi kematian yang diakibat oleh varises vena paling dekat
dih ubungkan dengan adanya troboemboli vena sekunder. Pasien dengan varises
vena mempunyai risiko tinggi mengalami trobosis vena profunda (deep vein
thrombosis,DVT) karena menyebabkan gagguan aliran darah menjadi aliran darah
statis yang sering menyebabkan phlebitis superfisial kemudian berlanjut menjadi
perforasi pembuluh darah vena termasuk pembluluh darah vena profunda. Pada
penatalaksaan penderita dengan varises vena perlu diperhatikan kemungkinan
adanya DVT karena adanya tromboemboli yang tidak diketahui dan tidak diterapi
akan meningkatkan terjadinya mortalitas sekitar 30-60%.
Varises vena baru mungkin dapat muncul setelah adanya episode DVT
yang tidak diketahui yang menyebabkan kerusakan pada katup vena. Pada pasien
ini adanya faktor risiko yang mendasari untuk terjadinya tromboemboli dan
memiliki risiko tinggi untuk terjadi rekurensi.
B. INSIDENSI
a. Riwayat keluarga bisa didapatkan dalam sekitar 15% klien.
b. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada wanita (rasio wanita terhadap
pria 5:1), dengan banyak wanita menentukan bahwa saat mulainya varices
terlihat dan simtomatik pada waktu kehamilan.
c. Umur > 37 tahun pada wanita
d. Obesitas > 115% dari BBR (Berat Badan Relatif)
e. Orthostatik (berdiri lama)
C
ETIOLOGI
Berbagai faktor intrinsik berupa kondisi patologis dan ekstriksi yaitu
faktorlingkungan bergabung menciptakan spektrum yang luas dari penyakit vena.
Penyebab terbanyak dari varises vena adalah oleh karena peningkatan
tekanan vena superfisialis, namun pada beberapa penderita pembentukan varises
vena ini sudah terjadi saat lahir dimana sudah terjadi kelenahan pada dinding
pembuluh darah vena walaupun tidak adanya peningkatan tekanan vena. Pada
pasien ini juga didapatkan distensi abnormal vena di lengan dan tangan.
Herediter merupakan faktor penting yang mendasari terjadinya kegagalan
katup primer, namun faktor genetik spesifik yang bertanggung jawab terhadap
terjadi varises masih belum diketahui. Pada penderita yang memiliki riwayat
refluks pada safenofemoral junction (tempat dimana v. Safena Magna bergabung
dengan v. femoralis kommunis) akan memiliki risiko dua kali lipat. Pada penderita
kembar monozigot, sekitar 75 % kasus terjadi pada pasangan kembarnya. angka
prevalensi varises vena pada wanita sebesar 43 % sedangakan pada laki-laki
sebesar 19 %.
Keadaan tertentu seperti berdiri terlalu lama akan memicu terjadinya
peningkatan tekanan hidrostatik dalam vena hal ini akan menyebakan distensi
vena kronis dan inkopetensi katup vena sekunder dalam sistem vena superfisialis.
Jika katup penghubung vena dalam dengan vena superfisialis di bagian proksimal
menjadi inkopeten, maka akan terjadi perpindahan tekanan tinggi dalam vena
dalam ke sistem vena superfisialis dan kondisi ini secara progresif menjadi
ireeversibel dalam waktu singkat.
Setiap orang khususnya wanita rentan menderita varises vena, hal ini
dikarenakan pada wanita secara periodik terjadi distensi dinding dan katup vena
akibat pengaruh peningkatan hormon progrestron. Kehamilan meningkatkan
kerentangan menderita varises karena pengaruh faktor hormonal dalam sirkulasi
yang dihubungkan dengan kehamilan. Hormon ini akan meningkatkan
kemampuan distensi dinding vena dan melunakkan daun katup vena. pada saat
bersaan, vena harus mengakomodasikan peningkatan volume darah sirkulasi. Pada
akhir kehamilan terjadi penekanan vena cava inferior akibat dari uterus yang
membesar. penekanan pada v. cava inferior selanjutnya akan menyebabkan
hipertensi vena dan distensi vena tungkai sekunder. berdasarkan mekanisme
tersebut varises vena pada kehamilan mungkin akan menghilang setelah proses
kelahiran. pengobatan pada varises yang sudah ada sebelum kehamilan akan
menekan pembentukan varises pada vena yang lain selama kehamilan.
Umur merupakan faktor risiko independen dari varises. Umur tua terjadi
atropi pada lamina elastis dari pembuluh darah vena dan terjadi degenerasi lapisan
otot polos meninggalkan kelemahan pada vena sehingga meningkatkan
kerentanan mengalami dilatasi.
Varises vena juga dapat terjadi apabila penekanan akibat adanya obstruksi.
Obstruksi akan menciptakan jalur baypass yang penting dalam aliran darah vena
ke sirkulasi sentral, maka dalam keadaan vena yang mengalami varises tidah
dianjurkan untuk di ablasi.
D. KLASIFIKASI
Vena varikosa diklasifikasikan (Sabiston 1994):
a. Vena varikosa primer, merupakan kelainan tersendiri vena superficial
ekstremitas bawah
b. Vena varikosa sekunder, merupakan manifestasi insufisiensi vena profunda dan
disertai dengan beberapa stigmata insufisiensi vena kronis, mencakp edema,
perubahan kulit, dermatitis stasis dan ulserasi.
E. TANDA DAN GEJALA
malam hari.
Terjadi peningkatankepekaan terhadap cedera dan infeksi.
Apabila terjadi obstruksi vena dalam pada varises, pasien akan menunjukkan
tanda dan gejala insufisiensi vena kronis; edema, nyeri, pigmentasi, dan ulserasi.
Gejala subjektif biasanya lebih berat pada awal perjalanan penyakit, lebih
ringan pada pertengahan dan menjadi berat lagi seiring berjalannya waktu.Gejala
yang muncul umunya berupa kaki terasa berat, nyeri atau kedengan sepanjang
vena, gatal, rasa terbakar, keram pada malam hari, edema, perubahan kulit dan
kesemutan. Nyeri biasanya tidak terlalu berat namun dirasakan terus-menerus dan
F. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan darah
vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan dalam kapiler
vena superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar,
akhirnya melewati katup vena ke vena profunda yang kemudian ke sirkulasi
sentral menuju jantung dan paru. Vena superficial terletak suprafasial, sedangkan
vena vena profunda terletak di dalam fasia dan otot. Ven perforate mengijinkan
adanya aliran darah dari ven asuperfisial ke\ vena profunda.
Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik
keatas melawan gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasikan
suatu mekanisme pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena
profunda sekitar 5 atm. Tekanan sebesar 5 atm tidak akan menimbulakan distensi
pada vena profunda dan selain itu karena vena profunda terletak di dalam fasia
yang mencegah distensi berlebihan. Tekanan dalam vena superficial normalnya
sangat rendah, apabila mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan
menyebabkan distensi dan perunbahan bentuk menjadi berkelok-kelok.
Keadaan lain yang meyebabkan vena berdilatasi dapat dilihat pada pasien
dengan dialisis shunt dan pada pasien dengan arterivena malformation spontan.
Pada pasien tersebut terjadi peningkatan tekanan dalam pembuluh darah vena
yang memberikan respon terhadap vena menjadi melebar dan berkelok-kelok.
Pada pasien dengan kelainan heresiter berupa kelemahan pada dinding pembuluh
darah vena, tekanan vena normal pada pasien ini akan menyebabkan distensi
venambuluh vena paling sering dan vena menjadi berkelok-kelok.
Peningkatan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh terjadinya
insufisiensi vena dengan adanya refluks yang melewati katup vena yang
inkompeten baik terjadi pada vena profunda maupun pada vena superficial.
Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat disesbabkan oleh
adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh karena
thrombosis intravascular atau akibat adanya penekanan dari luar pembuluh darah.
Pada pasien dengan varises oleh karena obstruksi tidak boleh dilakukan ablasi
Keterangan :
Distensi vena ekstremitas bawah yang berdinding relative tipis secara berlebihan ,
terus-menerus dan lama, menimbulkan pembesaran dimensi tranversa dan
longitudinal. Pembesaran longitudinal mengakibatkan berkelok-keloknya vena
subkutis yang khas, distensi transversa mengakibatkan pembendungan yang
terlihat dan dapat dipalpasi yang bertanggung jawab untuk gambaran kosmetik
dan simtomatik. Patofisiologi vena varikosa adalah kehilangan kompetensi katup.
G. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik system vena penuh dengan kesulitan karena sebagian
besar sistem vena profunda tidak dapat dilakukan pemeriksaan langsung seperti
inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Pada sebagian besar area tubuh,
pemeriksaan pada system vena superfisial harus mencerminkan keadaan sistem
vena profunda secara tidak langsung.
Pemeriksaan vena dapat dilakukan secara bertahap melalui inspeksi,
palpasi, perkusi, dan pemeriksaan menggunakan Doppler. Hasil pemeriksaan
Inspeksi
Inspeksi tungkai dilakukan dari distal ke proksimal dari depan ke
belakang. Region perineum, pubis, dan dinding abdomen juga dilakukan inspeksi.
Pada inspeksi juga dapat dilihat adanya ulserasi, telangiektasi, sianosis akral,
eksema, brow spot, dermatitis, angiomata, varises vena prominent, jaringan parut
karena luka operasi, atau riwayat injeksi sklerotan sebelumnya. Setiap lesi yang
terlihat seharusnya dilakukan pengukuran dan didokumentasikan berupa
pencitraan. Vena normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan pergelangan
kaki. Pelebaran vena superfisial yang terlihat pada region lainnya pada tungkai
biasanya merupakan suatu kelainan. Pada seseorang yang mempunyai kulit yang
tipis vena akan terlihat lebih jelas.
Stasis aliran darah vena yang bersifat kronis terutama jika berlokasi pada
sisi medial pergelangan kaki dan tungkai menunjukkan gejala seperti perubahan
struktur kulit. Ulkus dapat terjadi dan sulit untuk sembuh, bila ulkus berlokasi
pada sisi media tungkai maka hal ini disebabkan oleh adanya insufusiensi vena.
Insufisiensi arteri dan trauma akan menunjukkan gejala berupa ulkus yang
berloksi pada sisi lateral.
b.
Palpasi
Palapsi merupakan bagian penting pada pemeriksaan vena. Seluruh
permukaan kulit dilakukan palpasi dengan jari tangan untuk mengetahui adanya
dilatasi vena walaupun tidak terlihat ke permukaan kulit. Palpasi membantu untuk
menemukan keadaan vena yang normal dan abnormal. Setelah dilakukan perabaan
pada kulit, dapat diidentifikasi adanya kelainan vena superfisial. Penekanan yang
lebih dalam dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan vena profunda.
Palpasi diawali dari sisi permukaan anteromedial untuk menilai keadaan
SVM kemudian dilanjutkan pada sisi lateral diraba apakah ada varises dari vena
nonsafena yang merupakan cabang kolateral dari VSM, selanjutnya dilakukan
palpasi pada permukaan posterior untuk meinail keadaan VSP. Selain pemeriksaan
vena, dilakukan juga palpasi denyut arteri distal dan proksimal untuk mengetahui
adanya insufisiensi arteri dengan menghitung indeks ankle-brachial. Nyeri pada
saat palpasi kemungkinan adanya suatu penebalan, pengerasan, thrombosis vena.
Empat puluh persen DVT didapatkan pada palpasi vena superfisialis yang
mengalami thrombosis.
c.
Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui kedaan katup vena superficial.
Caranya dengan mengetok vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang
yang menjalar sepanjang vena di bagian proksimal. Katup yang terbuka atau
inkopeten pada pemeriksaan perkusi akan dirasakan adanya gelombang tersebut.
1)
Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran
darah retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam system
vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya
obstruk si vena profunda. Hal ini penting karena apabila aliran darah pada vena
profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk menjaga volume aliran
darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan terapi pembedahan
maupun skeroterapi.
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose
tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises.
Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superficial saja.
Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan
pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan normal
aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang mengalami
varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi pada vena profunda akan
mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan distesi.
Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian pasien
diposisikan dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet terpasang.
Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai diangkat, vena
yang melebar tidak dapat kembali ke ukuran semula.
2)
Tes Trendelenburg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks
vena superficial dengan pasien dengan inkopetensi katup vena profunda. Tes ini
dilakukan dengan cara mengangkat tungkai dimana sebelumnya dilakukan
pengikatan pada paha sampai vena yang mengalami varises kolaps. Kemudian
pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak dilepaskan. Interpretasinya
adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps tetap kolaps atau melebar secara
perlahan-lahan berarti adanya suatu inkopenten pada vena superfisal, namun
apabila vena tersebut terisi atau melebar dengan cepat adannya inkopensi pada
katup vena yang lebih tinggi atau adanya kelainan katup lainnya.
3)
PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Konservatif, simtomatik dan nonoperatif :
1. Menghindari berdiri dalam waktu yang lama
2. penurunan berat badan dan aktivitas otot seperti berjalan
3. Penggunaan kaos penyokong ringan yang nyaman, Pemasangan stocking
elastis yang pas karena obliterasi vena superficial (vena safena mmana)
4. Konservatif :
a.
b.
c.
KOMPLIKASI
Komplikasi mencakup :
Trauma pada nervus safenus dan suralis dengan diserta hiperestesia kulit
Pembentukan hematoma subkutis dan kadang-kadang stripiing arteri tak
sengaja
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM VASKULER : VARISES
I. Pengkajian Preoperasi
Pengkajian focus preoperative meliputi :
a. Identitas
Kelainan ini lebih sering ditemukan pada wanita (rasio wanita terhadap pria 5:1),
dengan banyak wanita menentukan bahwa saat mulainya varices terlihat dan
simtomatik pada waktu kehamilan.
b. Alasan masuk rumah sakit
Kosmetik, gejala simtomatik lainnya seperti : kelelahan dan sensasi berat, kram,
nyeri , odema, Perdarahan spontan/akibat trauma dan Hiperpigmentasi
c. Riwayat penyakit
Profokatif, pemanjangan, berkelok-kelok dan pembesaran suatu vena
KUlaitatif, kuantitatif, semakin berat
Regio ekstremitas bawah (kedua kaki)
g.Pengkajian Psikologis
Persepsi
Perawat bertanggung jawab untuk menentukan pemahaman klien tentang
infomrasi (sifat operasi, semua pilihan alternative, hasil yang diperkirakan dan
kemungkinan komplikasi), yang kemudian diberitahukan kepada ahli bedah
apaakah diperlukan informasi lebih banyak (Informed consent). Pengalaman
pembedahan masa lalu dapat meningkatkan kenyamanan fisik dan psikis serta
mencegah komplikasi.
2.
Status emosi
Respon klien, keluarga dan orang terdekat pada tindakan pembedahan tergantung
pengalaman masa lalu, strategi koping, system pendukung dan tingkat
pembedahan. Kebanyakan klien yang mengantisipasi mengalami pembedahan
1.
RASIONAL
1.
1. Dasar untuk menemukan dan pemcehan
masalah.
2. Dorong pengungkapan masalah atau rasa
2. Perasaan cemas yang diungkapakan pada
cemas
orang yang dipercaya akan memberikan
dampak lega dan merasa aman.
3. jawab pertanyaan yang berhubungan dengan 3. Pertanyaan yang dijawab dan dimengerti
penatalaksanaan keperawatan dan perawatan
akan mengurangi rasa cemasnya.
medis
4. Persiapan yang matang dapat menengkan
4. Selesaikan persiapan pasien sebelum masuk
suasana lingkungan sebelum operasi.
ke kamar operasi
5. Lingkungan rebut memuat stress.
6. Lingkungan yang dimengerti akan
1.
2.
3.
Balance cairan
4.
RASIONAL
Pencatatan perdarahan selama operasi <
250 cc, pulsasi nadi pedalis merupakan
data pendukung tentang perfusi jaringan
masih baik.
Salah satu tanda penurunan pefusi
jairngan menurun adalah tensi menurun,
suhu akral dingin dan nadi meningkat.
CAiran masuk dan perdarahan serta
output lainnya perlu diperhiutngkan untuk
memenuhi kebutuhan balance cairan
Saturasi oksiegen > 95% menunjukkan
perfusi jaringan perifer masih baik.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Persiapan operasi secara seaseptik dan antiseptic1. Aseptik merupakan cara untuk
membuat ruang antikontminasi. Dan
alat-alat bersih dan tak terkontaminasi,
sehingga pajangan infeksi minimal.
2. Dasar doek operasi dilandasi dengan perlak,
2. Darah dan rembsean darah merupakan
plastic atau bahan lain yang kedap air
media yang paling baik dalam
perkembangan kuman atau bakteri
3. Perwatan darah (kasa steril/penyedot cairan atau 3. Darah bekas insisi, lligasi dibersihkan
darah)
untuk mencegah perdarahan yang
tercecer, tromboplebitis.
4. Tambahkan doek diatas doek yang penuh
4. Penambahan doek untuk mencegah
dengan perdarahan
infeksi atau kontaminasi.
5. Paskaoperasi :
1) Risiko terhadap aspirasi berhubungan dengan somnolen dan peningkatan
skeresi sekunder intubasi
Tujuan : tidak terjadi aspirasi
Kriteria :
Jalan nafas lancar
Tidak ada tanda-tanda syok
Sekresi tidak ada
Tanda-tanda vital normal (tensi 130/80, nadi 88 kali/menit, RR 16-20
kali/menit)
INTERVENSI
1.
Atur posisi klien tanpa bantal, ekstensi dan
miring kanan/kiri
2.
3.
4.
5.
RASIONAL
1. Poisis ini untuk meluruskan jalan
nafas sehingga pemenuhan akan
oksigen terpenuhi dan jalan nafas
bersih dan lancer
2. Lidah tertekuk dan muntahan dapat
menghambat/membuntui jalan
nafas.
3. Hipotensi, dyspneu dan apneu
merupakan tanda terjadinya syok.
4. Jalan nafas yang penuh dengan
secret peru dihilangkan untuk jalan
nafas spontan paska ekstubasi.
2) Nyeri berhubungan dengan sekunder terhadap trauma pada jaringan dan saraf
bekas operasi stripping
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria :
Klien tenang dan tidak menyeringai
Klien mengerti factor penyebabnya seperti yang telah dijelaskan pada
preoperasi
INTERVENSI
RASIONAL
3.
3. Anjurkan klien nafas panjang dan
dalam
4. Observasi luka
5. Terapi analgetik
III. INTERVENSI
a.
b.
diindikasikan.
R/ Meningkatkan vasodilatasi dan aliran balik vena dan perbaikan edema lokal.
c.
Intervensi :
1) Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan
masa depan.
R/ Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/kesalahan konsep dan
menghadapinya secara langsung.
2) Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaimana orang terdekat menerima
keterbatasan.
R/ Isyarat verbal/nonverbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor
pada bagaimana pasien memandang dirinya.
3) Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.
R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum
terjadi.
4) Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu
memperhatikan tubuh/perubahan.
R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptif,
membutuhkan intervensi lebih lanjut/dukungan psikologis.
5) Susun batasan pada perilaku maladaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
perilaku positif yang dapat membantu koping.
R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat
meningkatkan perasaan harga diri.
6) Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal
aktivitas.
R/ Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian dan
partisipasi dalam terapi.
IV. EVALUASI
1. Nyeri hilang atau terkontrol.
2. Mempertahankan integritas kulit.
3. Menunjukkan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
4. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan
berat badan