Anda di halaman 1dari 11

ULKUS VENA

Nama-nama anggota kelompok :

Mayor Jimmy R.Lafina (16061079)


Beria Indah Esau (16061081)
Melisa Kaluasi (16061084)
Shania Elkana Tumilaar (16061080)
Indasari Tumuwo (16061072)
Alfarengga Makahinda (16061071)
Ayunisari Musaling (16061077)
Davied Wowor (16061059)

1. Apa yang di maksud dengan ulkus vena?


Ulkus vena merupakan ulkus atau luka yang terjadi akibat gangguan fungsi katup vena,
dan biasanya terjadi di area kaki atau tungkai sehingga disebut juga ulkus tungkai.

2. Apa yang menyebabkan ulkus vena?


1) Kerusakan katup vena
2) Infusiensi vena
3) Malformasi arteriovena kongenital
4) Kontraksi otot betis tidak efektif

3. Tuliskan jenis atau klasifikasi ulkus berdasarkan penyebab!


1) Kerusakan katup vena karena kelainan kongenital, trauma, infeksi berulang, atau
inflamasi akibat trombosis vena dalam deep vein thrombosis (DVT) menghasilkan
aliran balik darah atau perembesan darah melalui kapiler di sekitar vena;
2) Infusiensi vena akibat penggumpalan darah pada DVT atau kegemukan,
kehamilan atau massa di daerah panggul;
3) Malformasi arteriovena kongenital yang mengakibatkan hubungan abnormal
arteri dan vena atau;
4) Kontraksi otot betis tidak efektif karena kelemahan otot imobilitas atau
keterbatasan mobilitas sendi pergelangan kaki akibat penyakit neuromuskuler
artritis dan trauma sebelumnya;

Beberapa faktor diatas menyebabkan tekanan dalam vena meningkat. Tubuh


membutuhkan gradien tekanan antara arteri dan vena agar jantung memompa darah ke depan
melalui arteri dan ke dalam vena. Ketika hipertensi vena ada, arteri tidak lagi memiliki
tekanan signifikan lebih tinggi dari vena, dan darah tidak dipompa secara efektif masuk atau
keluar dari daerah tersebut. Hipertensi vena juga dapat meregangkan vena dan
memungkinkan protein darah bocor ke ruang ekstravaskular, mengisolasi molekul matriks
ekstraseluler (ECM) dan faktor pertumbuhan, mencegah mereka membantu menyembuhkan
luka. Kebocoran fibrinogen dari vena serta defisiensi fibrinolisis juga dapat menyebabkan
fibrin menumpuk di sekitar pembuluh, mencegah oksigen dan nutrisi mencapai sel.
Insufisiensi vena juga dapat menyebabkan sel darah putih (leukosit) menumpuk di pembuluh
darah kecil, melepaskan faktor inflamasi dan spesies oksigen reaktif (ROS, radikal bebas)
dan selanjutnya berkontribusi pada pembentukan luka kronis. Penumpukan sel darah putih
dalam pembuluh darah kecil juga dapat menyumbat pembuluh darah, yang selanjutnya
berkontribusi pada iskemia. Penyumbatan pembuluh darah oleh leukosit ini mungkin
bertanggung jawab atas "fenomena tanpa reflow", di mana jaringan iskemik tidak pernah
sepenuhnya ditiru. Membiarkan darah mengalir kembali ke anggota tubuh, misalnya dengan
mengangkatnya, diperlukan tetapi juga berkontribusi terhadap cedera reperfusi. Komorbiditas
lain juga bisa menjadi akar penyebab tukak vena. Adalah di crus bahwa ulkus stasis vena
klasik terjadi. Stasis vena terjadi akibat kerusakan sistem katup vena di ekstremitas bawah
dan dalam kasus ekstrem memungkinkan tekanan di vena lebih tinggi daripada tekanan di
arteri. Tekanan ini menghasilkan transudasi mediator inflamasi ke jaringan subkutan
ekstremitas bawah dan kerusakan jaringan berikutnya termasuk kulit. Luka pada ekstremitas
bawah distal yang timbul dari penyebab yang tidak berhubungan langsung dengan
insufisiensi vena (misalnya, goresan, gigitan, luka bakar, atau sayatan bedah) akhirnya gagal
menyembuhkan jika penyakit vena yang mendasarinya (seringkali tidak terdiagnosis) tidak
ditangani dengan baik.

4. Tuliskan stadium atau tingkat keparahan dari ulkus vena!

4. Tuliskan stadium atau tingkat keparahan dari ulkus vena!

0 : Tidak ada luka sama sekali

1 : Adanya edema pada kaki.

2 : Adanya luka pada sub kulit dan ligament.

3 : Luka sampai tulang.

5. Di area manakah ulkus vena terjadi?

Area tungkai atau kaki

6. Bagaimanakah cara pengkajian ulkus vena sehingga dapat di ketahui tingkat keparahannya?

Anamnesis

Anamnesis yang perlu dikaji pada pasien antara lain:

 Gejala seperti nyeri, bengkak, adanya ulkus, atau perubahan warna kulit pada ekstremitas
bawah
 Riwayat varises, deep vein thrombosis (DVT), flebitis, atau trauma tungkai bawah
 Kaji faktor risiko seperti usia, jenis kelamin, serta aktivitas fisik seperti terlalu lama
berdiri atau duduk, keterbatasan anggota gerak bawah, dan gaya hidup sedenter
 Adanya riwayat kehamilan multipel, obesitas, atau hipertensi
 Riwayat insufisiensi vena atau varises pada keluarga

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan pada pasien meliputi inspeksi kulit dan vena tungkai
bawah, palpasi sepanjang dilatasi vena dan otot betis, pengukuran diameter betis, serta
pemeriksaan spesifik seperti Brodie-Trendelenburg test (atau tes Trendelenburg) dan ankle
brachial index (ABI).

Inspeksi

Inspeksi yang penting yaitu inspeksi tungkai bawah dalam posisi berdiri, inspeksi kulit, dan
evaluasi ulkus.

 Inspeksi tungkai bawah dalam posisi berdiri dilakukan untuk menilai adanya dilatasi vena
superfisial, telangiektasis, varises, serta edema tungkai bawah (umumnya pitting dan
tidak mengenai kaki depan atau forefoot).
 Inspeksi kulit dilakukan untuk menilai adanya hiperpigmentasi, dermatitis stasis,
atrophie blanche, dan lipodermatosclerosis. Atrophie blanche adalah penyembuhan luka
berupa skar putih pada kulit karena kurangnya suplai darah
 Deskripsikan ulkus: lokasi, ukuran, karakteristik, banyaknya, dan tipe eksudat yang ada,
adanya nyeri dan skalanya, serta dasar ulkus

Palpasi

Palpasi yang penting dilakukan yaitu:

 Palpasi konsistensi otot betis dan pengukuran diameternya, dibandingkan dengan sisi
tungkai yang sehat
 Palpasi adanya nyeri tekan sepanjang vena yang terdilatasi

Pemeriksaan Spesifik

Pemeriksaan spesifik yang perlu dilakukan yaitu tes Trendelenburg untuk membedakan
inkompetensi atau refluks vena terjadi superfisial atau dalam, serta pengukuran ankle brachial
index (ABI) untuk menyingkirkan kemungkinan ulkus.

Tes Trendelenburg :
Tes Trendelenburg dilakukan dengan cara:

 Pasien dalam posisi supinasi, fleksi panggul tungkai untuk mengosongkan vena
 Gunakan torniquet atau lakukan kompresi manual terhadap vena superfisial untuk
mengoklusi vena superfisial
 Pasien diminta berdiri
 Bila terdapat inkompetensi atau refluks vena superfisial, dilatasi vena superfisial akan
muncul setelah >20 detik
 Bila terdapat inkompetensi atau refluks vena dalam atau keduanya, dilatasi vena akan
segera muncul

Ankle Brachial Index:

Evaluasi ankle brachial index (ABI) dilakukan dengan cara:

 Mengukur tekanan sistolik pada kedua lengan (arteri brakialis) dan pada tungkai yang
sakit (di kedua arteri kaki : arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior).
 Pilih angka sistolik tertinggi dari salah satu lengan, dan angka sistolik tertinggi dari salah
satu arteri kaki.
 Bandingkan tekanan sistolik tertinggi pada kaki dengan tekanan sistolik tertinggi arteri
brakialis, hitung hasil sampai 2 angka desimal.
 Nilai ABI normal 0,9-1,4. Kemungkinan terjadi peripheral arterial disease jika ABI
>0.9, dan peripheral arterial disease berat jika ABI <0,5

Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang perlu antara lain deep vein thrombosis (DVT), lymphedema, lipedema,
dan gagal jantung.

Deep Vein Thrombosis (DVT)

Pada anamnesis, perlu ditinjau adanya faktor risiko DVT, seperti imobilisasi dalam waktu lama,
kejadian thromboemboli sebelumnya, atau riwayat DVT. Pada pemeriksaan fisik, bisa tampak
pitting edema mencakup seluruh tungkai bawah. Pemeriksaan penunjang berupa USG atau
contrast venography untuk menemukan adanya oklusi vena dalam.

Lymphedema

Pada anamnesis lymphedema, perlu diidentifikasi adanya riwayat kanker, pengobatan kanker
yang dijalani, gejala infeksi, serta pembengkakan yang dapat terjadi di area lengan, tungkai, atau
genitalia. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
regional, edema tungkai mencakup kaki depan (forefoot) hingga jari-jari kaki, awalnya pitting
namun lama-kelamaan bisa menjadi non pitting, serta bisa terdapat eritema irregular seiring
kanal limfatik (limfangitis).

Lipedema

Pada anamnesis didapatkan pembesaran atau pembengkakan lengan dan tungkai bilateral secara
bersamaan. Area ekstremitas bawah yang sering terkena adalah bokong dan paha. Pada
pemeriksaan fisik, ditemukan non pitting edema pada tungkai bawah sebatas pergelangan kaki,
dan adanya cuff of tissue pada ankle.

Gagal Jantung

Pada gagal jantung, ditemukan gejala seperti dyspnea on effort, orthopnea, dan paroxysmal
nocturnal dyspnea,serta terdapat riwayat kelainan jantung atau infark miokard sebelumnya.
Pemeriksaan fisik menunjukkan peningkatan tekanan vena jugular (JVP), batas jantung melebar,
suara jantung tambahan, dan ronkhi terutama pada basal paru (tanda edema paru). Selain itu juga
dapat ditemukan shifting dullness (ascites), hepatojugular refluks, dan pitting edema tungkai
bilateral.

Kaki Gajah

Kaki gajah, dikenal juga sebagai elephantiasis atau filariasis limfatik, adalah infeksi kelompok
cacing filaria yang disebarkan vektor nyamuk. Gejala filariasis akut meliputi demam filaria
selama 3-5 hari, dan pembesaran kelenjar getah bening. Gejala kronis meliputi limfedema,
elefantiasis, chyluria, chylocele, chyloascitis, dan chylotoraks. Diagnosis ditegakkan dengan
menemukan mikrofilaria pada pemeriksaan apusan darah tepi.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang berperan dalam menegakkan insufisiensi vena kronik adalah
dengan pemeriksaan radiologi, terutama dengan USG duplex. Meskipun demikian, pencitraan
lainnya seperti venografi dan Doppler juga memiliki peranan dalam mendiagnosis insufisiensi
vena kronik. Ultrasonografi / USG

USG duplex saat ini adalah pemeriksaan pilihan untuk menegakkan diagnosis insufisiensi vena
kronik. Color-flow duplex dapat membantu menilai aliran darah baik menuju transducer (merah)
atau menjauhi transducer (biru), sehingga sensitif dan spesifik untuk mengevaluasi pola refluks
vena.

Venografi dengan kontras masih menjadi standar baku untuk diagnosis deep vein thrombosis
(DVT), namun USG duplex lebih sering dipilih sebagai pemeriksaan awal karena lebih tidak
invasif. USG duplex sangat tergantung pada kemampuan operator, namun jika digunakan oleh
operator yang ahli dapat memiliki sensitivitas dan spesifitas yang hampir sama dengan venografi.

Arah aliran penting dinilai karena adanya aliran ke arah kaki menjadi patokan adanya refluks.
Adanya refluks didefinisikan dengan durasi aliran refluks >0,5 detik untuk vena superfisial dan 1
detik untuk vena dalam. Durasi yang lebih lama memang berhubungan dengan derajat penyakit
yang lebih berat, namun tidak berhubungan dengan berat-ringan gejala klinis yang ditimbulkan.

Phlebografi (Venografi dengan Xray dan Kontras)

Phlebografi adalah metode pencitraan untuk mengevaluasi vena, dengan menggunakan media
kontras dan sinar Xray. Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sudah tergantikan oleh
USG duplex, yang lebih mudah, cepat, tidak invasif, tidak menggunakan kontras sehingga
menghindari reaksi alergi, serta memiliki ketepatan diagnostik yang sama atau lebih baik dari
phlebografi.

Venous Plethysmography
Venous plethysmography adalah pemeriksaan noninvasif untuk mengevaluasi refluks, obstruksi,
dan gangguan pompa otot dengan menilai venous filling index (indeks pengisian vena).
Pemeriksaan ini sudah mulai jarang dilakukan karena adanya USG duplex. Ada 3 metode venous
plethysmography, yaitu photoplethysmography (atau light reflection rheography), air
plethysmography, dan venous occlusion plethysmography.

 Photoplethysmography: pengukuran durasi pengisian vena (venous filling time) pada


pleksus vena subkutan melalui banyaknya sinar inframerah yang dipantulkan
haemoglobin kapiler. Tingginya pengisian menandakan refluks.
 Air plethysmography: pengukuran perubahan volume vena dengan manset/cuff berisi
udara yang dipasang di tungkai bawah.
 Venous occlusion plethysmography: oklusi drainase vena dengan manset/cuff pada
tungkai atas dan manset lain di tungkai bawah (sebagai strain gauge atau pengukur
tegangan) untuk menilai kapasitas vena dan drainase vena. [1,2,8]

Computed Tomography (CT) atau Magnetic Resonance Venography (MRV)

Perkembangan teknologi venografi dengan CT scan atau magnetic resonance venography


(MRV) adalah pencitraan vena (venografi) dengan kontras, yang perlu direncanakan sedemikian
rupa waktunya, agar memperoleh visualisasi vena yang memadai. CT atau MRV unggul
terutama untuk area yang sulit dievaluasi oleh modalitas lainnya. MRV adalah pemeriksaan yang
paling sensitif dan spesifik untuk mengevaluasi vena superfisial dan vena dalam pada area
tungkai dan pelvis, sekaligus menemukan penyebab edema tungkai akibat jaringan lunak
nonvaskular. Venografi dengan CT atau MRV dapat dilakukan bila hasil USG duplex
inkonklusif. [2,8]

Ambulatory Venous Pressure Monitoring (AVP)

Ambulatory venous pressure (AVP) adalah baku emas dalam menilai hemodinamik dari
insufisiensi vena kronik. Pemeriksaan AVP dilakukan dengan memasang jarum yang terhubung
ke pengukur tekanan ke vena dorsalis pedis. AVP bermanfaat dalam mengevaluasi derajat dan
luaran klinis insufisiensi vena kronik, terutama melalui parameter mean AVP dan refill time.
Akan tetapi, teknik ini dianggap tidak mampu merefleksikan tekanan vena dalam secara akurat.
AVP mulai ditinggalkan karena invasif dan tidak praktis, apalagi setelah adanya USG duplex.

7. Bagaimana cara mencegah terjadinya luka atau ulkus vena?

Stoking kompresi muncul untuk mencegah pembentukan ulkus baru pada orang dengan riwayat
ulkus vena.

8. Apakah intervensi yang dapat dilakukan pada ulkus vena yang sesuai dengan OTEK?

Intervensi Berdasarkan SIKI

1. Diagnosa : Gangguan Integritas Kulit dan Jaringan


Intervensi :
 Observasi luka : Lokasi luka, luas luka, kedalaman luka, warna kemerahan dan
tanda – tanda infeksi.
 Lakukan teknik perawatan luka dengan prinsip steril.
 Jaga kulit agar tetap bersih.
 Edukasi kepada keluarga tentang perawatan luka yang baik dan benar.
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat topical.
2. Diagnosa : Nyeri Akut
Intervensi :
 Observasi lokasi, durasi, frekuensi nyeri
 Observasi respon nyeri verbal.
 Lakukan teknik relaksasi nafas dalam untuk meredakan nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu ruangan yang terlalu
dingin).
 Edukasi kepada pasien cara meredakan nyeri
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesic.

9. Sebutkan dan jelaskan hal-hal yang dapat menghambat proses penyembuhan luka atau ulkus
vena!

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka


> Secara umum

- usia : luka cenderung lebih lama sembuh pada orang dengan lanjut usia dikarenakan proses
regenerasi sel telah menurun

- nutrisi : tubuh membutuhkan asupan protein, karbohidrat, lemak baik, vitamin C, vitamin E,
vitamin K, vitamin D, magnesium, zat besi, dan seng selama proses penyembuhan luka agar
supaya proses penyembuhan luka berlangsung dengan normal dan maksimal

- obat-obatan : obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka seperti obat
kortikosteroid yang berfungsi menekan sistem imun dimana jika sistem imun menurun proses
penyembuhan luka pun akan terhambat.

- overaktivitas : aktivitas yang berlebih dapat menyebabkan tubuh kelelahan dan berefek pada
menurunnya sistem imun dan menyebabkan luka lama sembuh.

- status penyakit : penyakit penyerta tertentu dapat menghambat proses penyembuhan luka
seperti diabetes dikarenakan kadar glukosa dalam darah yang tinggi sehingga aliran darah
menjadi tidak lancer sehingga luka tidak mendapatkan asupan nutrisi dan oksigen yang cukup.

- merokok : Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat mengganggu aliran darah sehingga
proses penyembuhan luka terhambat.

> keadaan luka

- hipoksia : Ulkus vena sangat berpotensi terjadi hipoksia atau kekurangan oksigen pada
jaringan, hal ini dikarenakan aliran darah dari jantung melalui arteri tidak lancer diakibatkan
tekanan pada vena lebih tinggi dibandingkan tekanan pada arteri. Hal tersebut berdampak pada
luka yang tidak mendapat asupan oksigen yang cukup melalui aliran darah dari pembuluh arteri.

- dehidrasi : saat dehidrasi, kondisi kult akan lebih kering dimana luka akan lebih lambat proses
penyembuhannya dibandingkan kulit yang lembab

- eksudat berlebihan : eksudat yang berlebihan berhubungan dengan adanya infeksi bakteri yang
akan berdampak pada proses penyembuhan luka dimana tubuh akan bereaksi untuk
memproduksi limfosit yang berlebihan ditambah dengan tumpukan bakteri dan jaringan mati
akan membentuk lapisan yang menutupi area luka sehingga menghambat regenerasi sel
dibawahnya.

- jaringan nekrotik yg berlebihan : dapat membentuk lapisan yang menutupi area luka sehingga
menghambat regenerasi sel dibawahnya

- benda asing : Seperti adanya jaringan nekrotik, adanya benda asing dapat menghambat proses
penyembuhan. Luka yang kotor juga dapat menyebabkan terjadinya infeksi bakteri.

- hematoma : hematoma menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke luka sehingga luka lama
sembuh.

- trauma berulang : trauma berulang dapat menyebabkan proses penyembuhan atau fase
penyembuhan terulang kembali pada tahap awal dimana terjadinya luka baru.

10. Apakah nutrisi yang di perlukan untuk proses penyembuhan luka atau ulkus vena?

Nutrisi yang berperan penting bagi proses penyembuhan luka yaitu protein, lemak yang baik,
karbohidrat, vitamin C, vitamin E, vitamin K, dan vitamin A yang mengandung antioksidan,
kalsium, magnesium, seng, dan zat besi. Protein dan lemak dibutuhkan dalam proses
penyembuhan luka karena berfungsi dalam perbaikan sel, contohnya untuk protein adalah
telur, daging , ikan dan kacang-kacangan, untuk lemak baik yaitu alpukat, kacang-kacangan,
minyak zaitun, dan biji-bijian. Sementara karbohidrat diperlukan untuk diubah menjadi
energi sebagai gantinya tubuh tidak menggunakan protein dan lemak, contohnya nasi,
kentang, dan umbi-umbian. Vitamin C, vitamin A, dan vitamin E mengandung antioksidan
yang berfungsi untuk memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak contoh makanannya adalah
tomat, papaya, jeruk, sayur-sayuran hijau seperti brokoli, wortel, dan lain-lain. Sementara
vitamin K berfungsi dalam mengurangi peradangan, contoh makanannya adalah kembang
kol, brokoli, bayam, dan sawi. Kalsium, magnesium, seng, dan zat besi juga membantu
dalam prosem penyembuhan luka atau fase penyembuhan luka, contohnya adalah susu, keju,
bayam, dan yogurt.

Anda mungkin juga menyukai