6. Bagaimanakah cara pengkajian ulkus vena sehingga dapat di ketahui tingkat keparahannya?
Anamnesis
Gejala seperti nyeri, bengkak, adanya ulkus, atau perubahan warna kulit pada ekstremitas
bawah
Riwayat varises, deep vein thrombosis (DVT), flebitis, atau trauma tungkai bawah
Kaji faktor risiko seperti usia, jenis kelamin, serta aktivitas fisik seperti terlalu lama
berdiri atau duduk, keterbatasan anggota gerak bawah, dan gaya hidup sedenter
Adanya riwayat kehamilan multipel, obesitas, atau hipertensi
Riwayat insufisiensi vena atau varises pada keluarga
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan pada pasien meliputi inspeksi kulit dan vena tungkai
bawah, palpasi sepanjang dilatasi vena dan otot betis, pengukuran diameter betis, serta
pemeriksaan spesifik seperti Brodie-Trendelenburg test (atau tes Trendelenburg) dan ankle
brachial index (ABI).
Inspeksi
Inspeksi yang penting yaitu inspeksi tungkai bawah dalam posisi berdiri, inspeksi kulit, dan
evaluasi ulkus.
Inspeksi tungkai bawah dalam posisi berdiri dilakukan untuk menilai adanya dilatasi vena
superfisial, telangiektasis, varises, serta edema tungkai bawah (umumnya pitting dan
tidak mengenai kaki depan atau forefoot).
Inspeksi kulit dilakukan untuk menilai adanya hiperpigmentasi, dermatitis stasis,
atrophie blanche, dan lipodermatosclerosis. Atrophie blanche adalah penyembuhan luka
berupa skar putih pada kulit karena kurangnya suplai darah
Deskripsikan ulkus: lokasi, ukuran, karakteristik, banyaknya, dan tipe eksudat yang ada,
adanya nyeri dan skalanya, serta dasar ulkus
Palpasi
Palpasi konsistensi otot betis dan pengukuran diameternya, dibandingkan dengan sisi
tungkai yang sehat
Palpasi adanya nyeri tekan sepanjang vena yang terdilatasi
Pemeriksaan Spesifik
Pemeriksaan spesifik yang perlu dilakukan yaitu tes Trendelenburg untuk membedakan
inkompetensi atau refluks vena terjadi superfisial atau dalam, serta pengukuran ankle brachial
index (ABI) untuk menyingkirkan kemungkinan ulkus.
Tes Trendelenburg :
Tes Trendelenburg dilakukan dengan cara:
Pasien dalam posisi supinasi, fleksi panggul tungkai untuk mengosongkan vena
Gunakan torniquet atau lakukan kompresi manual terhadap vena superfisial untuk
mengoklusi vena superfisial
Pasien diminta berdiri
Bila terdapat inkompetensi atau refluks vena superfisial, dilatasi vena superfisial akan
muncul setelah >20 detik
Bila terdapat inkompetensi atau refluks vena dalam atau keduanya, dilatasi vena akan
segera muncul
Mengukur tekanan sistolik pada kedua lengan (arteri brakialis) dan pada tungkai yang
sakit (di kedua arteri kaki : arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior).
Pilih angka sistolik tertinggi dari salah satu lengan, dan angka sistolik tertinggi dari salah
satu arteri kaki.
Bandingkan tekanan sistolik tertinggi pada kaki dengan tekanan sistolik tertinggi arteri
brakialis, hitung hasil sampai 2 angka desimal.
Nilai ABI normal 0,9-1,4. Kemungkinan terjadi peripheral arterial disease jika ABI
>0.9, dan peripheral arterial disease berat jika ABI <0,5
Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang perlu antara lain deep vein thrombosis (DVT), lymphedema, lipedema,
dan gagal jantung.
Pada anamnesis, perlu ditinjau adanya faktor risiko DVT, seperti imobilisasi dalam waktu lama,
kejadian thromboemboli sebelumnya, atau riwayat DVT. Pada pemeriksaan fisik, bisa tampak
pitting edema mencakup seluruh tungkai bawah. Pemeriksaan penunjang berupa USG atau
contrast venography untuk menemukan adanya oklusi vena dalam.
Lymphedema
Pada anamnesis lymphedema, perlu diidentifikasi adanya riwayat kanker, pengobatan kanker
yang dijalani, gejala infeksi, serta pembengkakan yang dapat terjadi di area lengan, tungkai, atau
genitalia. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
regional, edema tungkai mencakup kaki depan (forefoot) hingga jari-jari kaki, awalnya pitting
namun lama-kelamaan bisa menjadi non pitting, serta bisa terdapat eritema irregular seiring
kanal limfatik (limfangitis).
Lipedema
Pada anamnesis didapatkan pembesaran atau pembengkakan lengan dan tungkai bilateral secara
bersamaan. Area ekstremitas bawah yang sering terkena adalah bokong dan paha. Pada
pemeriksaan fisik, ditemukan non pitting edema pada tungkai bawah sebatas pergelangan kaki,
dan adanya cuff of tissue pada ankle.
Gagal Jantung
Pada gagal jantung, ditemukan gejala seperti dyspnea on effort, orthopnea, dan paroxysmal
nocturnal dyspnea,serta terdapat riwayat kelainan jantung atau infark miokard sebelumnya.
Pemeriksaan fisik menunjukkan peningkatan tekanan vena jugular (JVP), batas jantung melebar,
suara jantung tambahan, dan ronkhi terutama pada basal paru (tanda edema paru). Selain itu juga
dapat ditemukan shifting dullness (ascites), hepatojugular refluks, dan pitting edema tungkai
bilateral.
Kaki Gajah
Kaki gajah, dikenal juga sebagai elephantiasis atau filariasis limfatik, adalah infeksi kelompok
cacing filaria yang disebarkan vektor nyamuk. Gejala filariasis akut meliputi demam filaria
selama 3-5 hari, dan pembesaran kelenjar getah bening. Gejala kronis meliputi limfedema,
elefantiasis, chyluria, chylocele, chyloascitis, dan chylotoraks. Diagnosis ditegakkan dengan
menemukan mikrofilaria pada pemeriksaan apusan darah tepi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang berperan dalam menegakkan insufisiensi vena kronik adalah
dengan pemeriksaan radiologi, terutama dengan USG duplex. Meskipun demikian, pencitraan
lainnya seperti venografi dan Doppler juga memiliki peranan dalam mendiagnosis insufisiensi
vena kronik. Ultrasonografi / USG
USG duplex saat ini adalah pemeriksaan pilihan untuk menegakkan diagnosis insufisiensi vena
kronik. Color-flow duplex dapat membantu menilai aliran darah baik menuju transducer (merah)
atau menjauhi transducer (biru), sehingga sensitif dan spesifik untuk mengevaluasi pola refluks
vena.
Venografi dengan kontras masih menjadi standar baku untuk diagnosis deep vein thrombosis
(DVT), namun USG duplex lebih sering dipilih sebagai pemeriksaan awal karena lebih tidak
invasif. USG duplex sangat tergantung pada kemampuan operator, namun jika digunakan oleh
operator yang ahli dapat memiliki sensitivitas dan spesifitas yang hampir sama dengan venografi.
Arah aliran penting dinilai karena adanya aliran ke arah kaki menjadi patokan adanya refluks.
Adanya refluks didefinisikan dengan durasi aliran refluks >0,5 detik untuk vena superfisial dan 1
detik untuk vena dalam. Durasi yang lebih lama memang berhubungan dengan derajat penyakit
yang lebih berat, namun tidak berhubungan dengan berat-ringan gejala klinis yang ditimbulkan.
Phlebografi adalah metode pencitraan untuk mengevaluasi vena, dengan menggunakan media
kontras dan sinar Xray. Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sudah tergantikan oleh
USG duplex, yang lebih mudah, cepat, tidak invasif, tidak menggunakan kontras sehingga
menghindari reaksi alergi, serta memiliki ketepatan diagnostik yang sama atau lebih baik dari
phlebografi.
Venous Plethysmography
Venous plethysmography adalah pemeriksaan noninvasif untuk mengevaluasi refluks, obstruksi,
dan gangguan pompa otot dengan menilai venous filling index (indeks pengisian vena).
Pemeriksaan ini sudah mulai jarang dilakukan karena adanya USG duplex. Ada 3 metode venous
plethysmography, yaitu photoplethysmography (atau light reflection rheography), air
plethysmography, dan venous occlusion plethysmography.
Ambulatory venous pressure (AVP) adalah baku emas dalam menilai hemodinamik dari
insufisiensi vena kronik. Pemeriksaan AVP dilakukan dengan memasang jarum yang terhubung
ke pengukur tekanan ke vena dorsalis pedis. AVP bermanfaat dalam mengevaluasi derajat dan
luaran klinis insufisiensi vena kronik, terutama melalui parameter mean AVP dan refill time.
Akan tetapi, teknik ini dianggap tidak mampu merefleksikan tekanan vena dalam secara akurat.
AVP mulai ditinggalkan karena invasif dan tidak praktis, apalagi setelah adanya USG duplex.
Stoking kompresi muncul untuk mencegah pembentukan ulkus baru pada orang dengan riwayat
ulkus vena.
8. Apakah intervensi yang dapat dilakukan pada ulkus vena yang sesuai dengan OTEK?
9. Sebutkan dan jelaskan hal-hal yang dapat menghambat proses penyembuhan luka atau ulkus
vena!
- usia : luka cenderung lebih lama sembuh pada orang dengan lanjut usia dikarenakan proses
regenerasi sel telah menurun
- nutrisi : tubuh membutuhkan asupan protein, karbohidrat, lemak baik, vitamin C, vitamin E,
vitamin K, vitamin D, magnesium, zat besi, dan seng selama proses penyembuhan luka agar
supaya proses penyembuhan luka berlangsung dengan normal dan maksimal
- obat-obatan : obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka seperti obat
kortikosteroid yang berfungsi menekan sistem imun dimana jika sistem imun menurun proses
penyembuhan luka pun akan terhambat.
- overaktivitas : aktivitas yang berlebih dapat menyebabkan tubuh kelelahan dan berefek pada
menurunnya sistem imun dan menyebabkan luka lama sembuh.
- status penyakit : penyakit penyerta tertentu dapat menghambat proses penyembuhan luka
seperti diabetes dikarenakan kadar glukosa dalam darah yang tinggi sehingga aliran darah
menjadi tidak lancer sehingga luka tidak mendapatkan asupan nutrisi dan oksigen yang cukup.
- merokok : Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat mengganggu aliran darah sehingga
proses penyembuhan luka terhambat.
- hipoksia : Ulkus vena sangat berpotensi terjadi hipoksia atau kekurangan oksigen pada
jaringan, hal ini dikarenakan aliran darah dari jantung melalui arteri tidak lancer diakibatkan
tekanan pada vena lebih tinggi dibandingkan tekanan pada arteri. Hal tersebut berdampak pada
luka yang tidak mendapat asupan oksigen yang cukup melalui aliran darah dari pembuluh arteri.
- dehidrasi : saat dehidrasi, kondisi kult akan lebih kering dimana luka akan lebih lambat proses
penyembuhannya dibandingkan kulit yang lembab
- eksudat berlebihan : eksudat yang berlebihan berhubungan dengan adanya infeksi bakteri yang
akan berdampak pada proses penyembuhan luka dimana tubuh akan bereaksi untuk
memproduksi limfosit yang berlebihan ditambah dengan tumpukan bakteri dan jaringan mati
akan membentuk lapisan yang menutupi area luka sehingga menghambat regenerasi sel
dibawahnya.
- jaringan nekrotik yg berlebihan : dapat membentuk lapisan yang menutupi area luka sehingga
menghambat regenerasi sel dibawahnya
- benda asing : Seperti adanya jaringan nekrotik, adanya benda asing dapat menghambat proses
penyembuhan. Luka yang kotor juga dapat menyebabkan terjadinya infeksi bakteri.
- hematoma : hematoma menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke luka sehingga luka lama
sembuh.
- trauma berulang : trauma berulang dapat menyebabkan proses penyembuhan atau fase
penyembuhan terulang kembali pada tahap awal dimana terjadinya luka baru.
10. Apakah nutrisi yang di perlukan untuk proses penyembuhan luka atau ulkus vena?
Nutrisi yang berperan penting bagi proses penyembuhan luka yaitu protein, lemak yang baik,
karbohidrat, vitamin C, vitamin E, vitamin K, dan vitamin A yang mengandung antioksidan,
kalsium, magnesium, seng, dan zat besi. Protein dan lemak dibutuhkan dalam proses
penyembuhan luka karena berfungsi dalam perbaikan sel, contohnya untuk protein adalah
telur, daging , ikan dan kacang-kacangan, untuk lemak baik yaitu alpukat, kacang-kacangan,
minyak zaitun, dan biji-bijian. Sementara karbohidrat diperlukan untuk diubah menjadi
energi sebagai gantinya tubuh tidak menggunakan protein dan lemak, contohnya nasi,
kentang, dan umbi-umbian. Vitamin C, vitamin A, dan vitamin E mengandung antioksidan
yang berfungsi untuk memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak contoh makanannya adalah
tomat, papaya, jeruk, sayur-sayuran hijau seperti brokoli, wortel, dan lain-lain. Sementara
vitamin K berfungsi dalam mengurangi peradangan, contoh makanannya adalah kembang
kol, brokoli, bayam, dan sawi. Kalsium, magnesium, seng, dan zat besi juga membantu
dalam prosem penyembuhan luka atau fase penyembuhan luka, contohnya adalah susu, keju,
bayam, dan yogurt.