Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dalam hal perawatan gigi pasien, kita sebagai dokter gigi harus
memperhatikan keadaan kondisi tubuh pasien sebelum datang maupun pada
saat datang dengan menganamnesa contohnya untuk mengetahui penyakit
yang pernah dialami atau yang sedang dialami pasien. Dengan anamnesa,
dokter gigi bisa waspada dan hati hati saat perawatan gigi pasien serta dapat
memikirkan tindakan yang cepat dan tepat bila kemungkinan terburuk yang
terjadi disaat pertengahan perawatan gigi pasien. Untuk itu dokter gigi harus
mengetahui dan memahami segala macam penyakit serta tindakan dokter gigi
dari tiap tiap penyakit yang ada.

1.2. Rumusan Masalah
1) Apa saja penyakit sistemik yang mugkin muncul pada compromise medis?
2) Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan sebelum perawatan?
3) Bagaimana tindakan yang harus dilakukan jika terjadi kegawatdaruratan
pada saat perawatan?

1.3. Tujuan
1) Mengetahui macam-macam penyakit sistemik yang perlu diperhatikan pada
compromise medis.
2) Mengetahui dan memahami hal-hal yang yang perlu diperhatikan sebelum
perawatan.
3) Mengetahui dan memahami tindakan yang dilakukan jika terjadi
kegawatdaruratan pada saat perawatan.

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tujuan Compromise Medis
2.1.1 Memberikan tindakan pertolongan pertama kepada pasien
2.1.2 Menstabilkan keadaan pasien
2.1.3 Mengurangi rasa nyeri dan cemas serta ketidaknyamanan pasien
2.1.4 Memberikan perawatan yang sesuai agar dokter gigi dapat lebih berhati-
hati dengan adanya kondisi sistemik pasien
2.1.5 Untuk dapat melanjutkan perawatan gigi yang dikeluhkan oleh pasien
2.1.6 Mengantisipasi dan mengendalikan situasi saat pemeriksaan dan
perawatan
2.2. Kegawatdaruratan di Bidang Kedokteran Gigi Anak


3



4




5




(http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/kegawatdaruratan_di_bidang_
kedokteran_gigi_anak.pdf)




6

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Epilepsi
3.1.1. Gejala Klinis Epilepsi
Epilepsi terbagi atas dua bentuk yang umum, yaitu:
(1) Grand mal
Biasanya mengakibatkan kekejangan dengan hilangnya koordinasi.
(2) Petit mal
Mengakibatkan hilangnya kesadaran tetapi tanpa kekejangan dan kehilangan
kontrol yang nyata. Pasien dalam keadaan berdiri, bahkan tidak akan
kehilangan keseimbangan, hanya kelihatan memeiliki ekspresi kosong
selama beberapa saat.
Kedua bentuk epilepsi ini umumnya berakhir dengan sendirinya dan yang
dibutuhkan hanyalah menunggu sampai kesadaran muncul kembali.
Tanda-tanda Klinis
- Hilangnya kesadaran petit mal
- Kontraksi otot-otot secara umum (tahap kronis)
- Kejang-kejang tubuh yang tidak dapat dikontrol (tahap kronis) grand mal
- interkontinen
3.1.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Epilepsi
1) Edukasi mengenai perawatan yang dilakukan kepada pasien.
2) Mengkondisikan ruangan senyaman mungkin agar pasien tidak nervous,
karena nervous dapat memicu kambuhnya epilepsi.
3) Perawatan diberikan 90 menit setelah pasien makan.
4) Jikan pasien sangat nervous, sebaiknya diberikan obat penenang tambahan.
7

3.1.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Epilepsi
1) Petit mal:
- Proses penyembuhan pada serangan petit mal berlangsung cepat, dan tidak
ada pencegahan khusus yang perlu dilaksanakan. Jika perawatan gigi sudah
dimulai, maka dapat dilanjukan kembali.
- Semua peralatan disekitar penderita harus disingkirkan
2) Grand mal:
- Penanganan seperti pada pasien tidak sadar
- Sangat penting untuk mengangkat seluruh benda-benda yang lepas dari
dalam mulut, terutama geligi tiruan penuh, dan melindungi lidah dari
kerusakan.
- Semua peralatan disekitar penderita harus disingkirkan
- Dapat memberikan alat bantu pernafasan Brook
- Tahap klonik/ kejang jarang berakhir lebih dari beberapa menit dan diikuti
dengan keadaan mengantuk yang akan berlangsung selama beberapa menit
sampai beberapa jam, dimana selama masa tersebut pasien akan berbicara
dengan ucapan yang tidak jelas, mengeluh sakit kepala dan umumnya
merasa tidak sehat. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka sebaiknya
dipersingkat.
- Kadang-kadang pada epilepsi yang tidak stabil, serangan mungkin
berlangsung lama atau diikuti dengan serangan lain dalam waktuy yang
cepat. Apabila hal ini terjadi, dengan fase klonik berlangsung lebih dari 10
menit, maka diperlukan advis medis dari dokter ahli atau bantuan ambulans.
- Jika bantuan yang diharapkan belum datang, persediaan benzodiazepines
pada praktik dapat diberikan secara intravena. Diazepam atau midazolam
10mg yang diberikan secara intravena, secara perlahan dapat menggagalkan
serangan. Kadang-kadang bila dibutuhkan dosis yang lebih besar, mintalah
advis medis dari dokter ahli sebelum memberikan dosis yang melebihi
jumlah ini.

8

3.2. Asma
3.2.1. Gejala Klinis Asma
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas dengan sejumlah sel dan
elemen sel yang berperan. Inflamasi kronik hipereaktivitas saluran napas
meningkat episodik berulang : sesak napas, mengi, dada terasa berat dan
batuk terutama pada malam atau dinihari. Gejala episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi saluran napas yang difus dengan derajat bervariasi dan bersifat
reversibel baik secara spontan atau dengan pengobatan.
Strategi penatalaksanaan:
- Pendidikan penderita
- Identifikasi dan menghindari faktor pencetus
- Obat-obatan untuk mengontrol asma
- Penentuan klasifikasi asma
- Penatalaksanaan eksaserbasi akut yang adekuat
- Pemantauan dan pengobatan asma jangka panjang
- Latihan fisik atau kebugaran jasmani
3.2.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Asma
1) Posisikan pasien harus tenang dan rileks
2) Mempersiapkan bronkodilator pada penderita asma bronchial
3) Pada asma kardial dihindarkan penambahan vasokonstriktor
3.2.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Asma
1) Mempersiapkan IDT (Inhaler Dosis Terukur) aerosol
- IDT dikocok, tutup dibuka
- Inhaler dipegang tegak, ekspirasi pelan-pelan
- Inhaler di antara bibir yang rapat, inspirasi pelan-pelan, kanester ditekan
tarik napas dalam-dalam
- Tahan napas sampai 10 detik atau hitung 10x
2) Naikkan dosis inhaler 2 kali lipat saat kambuh
9

3) Menempatkan pasien dalam posisi senyaman mungkin dengan menegakkan
tubuh pasien dengan tangan terlentang.

3.3. Infark Miokard
Penyakit jantung mempunyai hubungan penting dengan praktek kedokteran gigi
karena banyak alasan, termasuk resiko bahwa pengobatan oral bisa
mengakibatkan endokarditis bakterialis, penjalaran nyeri insufisiensi koroner ke
wajah bagian bawah dan mandibulum, dan bahaya anestesi umum dan anestesi
lokal dengan adrenalin pada pasien demikian.

Infark miokardium adalah penyebab
kedaruratan utama pada pembedahan gigi dan pengenalan awal oleh ahli bedah
mulut mungkin bisa menyelamatkan jiwa seseorang.

3.3.1. Gejala Klinis Infark Miokard
Kebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan karena
rasa sakit didada. Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi dari
pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien
yang merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat berkembang
menjadi syok dan eadem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja
tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal.
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti
angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa
penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian.
Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tabu
bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang
berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut
terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal
dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa
kemudian menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan
berhari-hari. Nausea dan vomitus merupakan penyerta rasa sakit tsb dan bisa
hebat, terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya.
10

Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik,
mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia
menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas
(sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus
peptikum akut atau pancreatitis akut).
Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun hila pasien-
pasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya
gangguan pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya
sedikit menimbulkan rasa tidak enak/senang. Sekali-sekali pasien akan
mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan
bukanya tekanan pada substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi
cekukan/singultus akibat irritasi diapragma oleh infark dinding inferior.
pasien biasanya tetap sadar ,tetapi bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope
adalah jarang, ketidak sadaran akibat iskemi serebral, sebab cardiac output
yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi.Bila pasien-pasien ditanyai secara
cermat, mereka sering menyatakan bahwa untuk masa yang bervariasi
sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu ) ,rasa sakit anginanya menjadi
lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak terhadap pemberian nitrogliserin
atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak substernal yang tersamar
atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan /ancaman /pertanda).
Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa merupakan petunjuk
bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina) dan bahwasanya
dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.
Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan
berkeringat , kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok
tidak dijumpai.
Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau
inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi
demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102
11

derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun
,kembali normal pada akhir dari minggu pertama.
3.3.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Infark Miokard
1) Dalam 6 bulan pertama
Karena tingginya resiko rekurensi infark miokard dan aritmia pada pasien ini,
pekerjaan dokter gigi harus dibatasi pada perawatan paliatif saja. Pengobatan
gigi emergensi harus dibebaskan terkontrol, lingkungan dipantau.
Penggunaan vasokonstriktor pada anestesi lokal relatif dikontraindikasikan.
2) Dalam periode 6-12 bulan
Prosedur bedah sederhana dan non-bedah harus dilaksanankan dengan
penggunaan bijaksana anestesi lokal. Lidocaine 2% dengan lidokain
1:100.000, dan mepivacaine 2% dengan levonordefrin 1:20.000, harus
dibatasi sampai 2 Carpule untuk masing-masing pekerjaan. Prosedur elektif
kompleks, restoratif dan bedah, masih relatif dikontraindikasikan.
3) Periode > 1 tahun yang lalu
Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien ini masih memiliki penyakit arteri
koroner yang penting meskipun mereka stabil sepanjang tahun sebelumnya.
Mereka mampu, walaupun, lebih siap mentolerir prosedur pembedahan non-
gigi dibandingkan pasien-pasien dengan infark miokard yang lebih baru
terjadi. Jika pasien memiliki komplikasi infark miokard dengan gejala sisa
seperti aritmia dan gagal jantung kongestif, perencanaan gigi harus diubah
pada kenyataannya. Sebagai contoh pembuatan gigi palsu parsial yang mudah
dilepas akan lebih disukai dibandingkan protese tanam periodontal kompleks.
Lagi, pembatasan vasokonstriktor hingga 2 Carpule anestesi lokal
konvensional dengan epinefrin 1:100.000 atau levonordefrin 1:20.000 atau
yang sebanding masih direkomendasikan.


12

3.3.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Infark Miokard
1) Evaluasi gigi harus termasuk daftar riwayat lengkap seluruh tanggal infark
miokard yang dialami pasien.
2) Anamnesa juga harus mendata komplikasi setelah infark miokard. Riwayat
nyeri dada substernal juga harus menjadikan dokter gigi waspada terhadap
kemungkinan angina. Dispnoe, ortopnea, dispnoe nokturnal paroksismal, dan
edema perifer bisa mengindikasikan gagal jantung kongestif. Palpitasi atau
sinkop harusnya mengesankan kemungkinan aritmia atau kelainan kondiksi.
3) Terkadang dibutuhkan diskusi singkat dengan dokter pribadi pasien, untuk
mendefinisikan status medis pasien. Pemeriksaan fisik terbaru, EKG, dan
roentgenogram dada semuanya sumber informasi yang penting dimiliki
sebelum terapi gigi awal. Abnormalitas apapun harus dialamatkan dengan
tepat.
4) Pasien yang mengalami infark miokard akut tanpa komplikasi bisa
mentolerir prosedur-prosedur (tipe I sampai IV) durasi singkat setiap saat
mengikuti kejadian. Prosedur yang menimbulkan tekanan lebih baik ditunda
sampai 6 bulan setelah infark. Konsultasi dengan dokter disarankan.
5) Tampaknya tidak terdapat kontraindikasi pada penggunaan epinefrin dalam
konsentrasi 1:100.000 pada anestesi lokal pada pasien-pasien ini. Namun,
protokol untuk meminimalkan penggunaan vasokonstriktor harus
dilaksanakan. Komunikasi yang baik antara pasien-dokter gigi, mengurangi
stres, dan pemantauan adalah penting untuk manajemen tepat pada pasien
paska infark.

3.4. Trakeitis
3.4.1. Gejala Klinis Trakeitis
Trakeitis merupakan nyeri dada bagian tengah (tetapi sulit didiagnosa), terasa di
belakang sternum yang bertambah parah sewaktu batuk. Penyakit ini
kemungkinan diderita penderita ISPA dan batuk kering.
13

Rasa sakit pada daerah lateral dada yang menjadi lebih parah sewaktu batuk dan
menarik nafas yang dlam, mungkin menimbulkan pleurisi.
3.4.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Trakeitis
Rasa cemas yang mungkin timbul pada beberapa orang sewaktu perawatan
gigi atau bila pernah mengalami rasa sakit sewaktu dirawat oleh dokter gigi,
dapat menyebabkan hiperventilasi dan memeperhebat rasa skir
3.4.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Trakeitis
1) Baringkan dengan wajah di bawah
2) Bila memungkinkan lakukan oksigenasi
3) Bila tidak tertangani kirim ke rumah sakit
4) Posisikan setengah duduk bila ada tanda-tanda gagal jantung

3.5. Bronkitis
3.5.1. Gejala Klinis Bronkitis
Bronkitis adalah peradangan akut pada bronkus dan cabang-cabangnya, yang
mengakibatkan terjadinya edema dan pembentukan mukus. Walaupun diagnosis
bronkitis sering merupakan diagnosis yang sering dibuat, pada anak keadaan ini
agaknya bukan merupakan suatu penyakit tersendiri tetapi merupakan akibat dari
beberapa keadaan lain pada saluran napas atas dan bawah. Manifefstasi klinis
biasanya terjadi akut mengikuti suatu infeksi saluran napas atas.



14

3.5.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Bronkitis
Pada tindakan perawatan yang paling penting adalah mengontrol batuk dan
mengontrol lender dengan cara sering mengubah posisi, banyak minum, inhalasi,
nebulizer. Untuk tindakan medisnya jangan berikan antihistamin yang
berlebihan.
3.5.3. Kegawatdaruratan Pasien Bronkitis
Penatalaksanaanya apabila terjadi kegawatdaruratan hampir sama dengan
trakeitis. Yaitu:
1) Baringkan pasien dengan wajah di bawah
2) Berikan oksigen apabila mungkin
3) Mintalah bantuan medis atau ambulan.
4) Rawatlah pasien dalam posisi duduk, bila ada tanda-tanda gagal jantung
dengan dispnea dan sputum yang berbusa serta bercak darah.

3.6. Hipertensi
3.6.1. Gejala Klinis Hipertensi
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut: sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan
menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung
dan ginjal.
15

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
3.6.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dan penatalaksanaan
kegawatdaruratan pada Pasien Hipertensi
1) Peranan dokter gigi
Sebagai seorang dokter gigi, kita haruslah lebih berhati hati dengan pasien jenis
ini,oleh karena pasien ini cenderung mempunyai pendarahan yang berlebihan
bila dilakukan pencabutan gigi misalnya. Pasien yang menkonsumsi obat
hipertensi nampaknya mempunyai kepekaan yang lebih terhadap epinefrin yang
terkandung dalam larutan anestesia, dan nampaknya pasien ini juga
membutuhkan bantuan untuk berdiri dari supine posisi di dental chair.
2) efek samping obat hipertensi
Beberapa obat obatan juga menyebabkan dry mouth ( mulut kering ). Hal ini
tidak menguntungkan karena saliva atau air liur berfungsi sebagai pembilas
makanan, menetralkan asam dari bakteri, dan melumasi mulut. Bila saliva ini
berkurang makan hal ini memicu terjadinya cavities ( lubang gigi ), gum disease
( penyakit gusi ) dan iritasi pada mulut. Dan juga kemungkinan penderita akan
kesulitan untuk memakai denturenya karena support dari saliva ini yang tidak
memadai.
Beberapa obat hipertensi dapat mengakibatkan mulut kering atau mengganggu
indera pengecap. Golongan kalsium antagonis, kadang dapat menyebabkan gusi
membengkak dan menebal, hingga sulit mengunyah. Pada beberapa kasus,
gingivektomi mungkin diperlukan.

Perlu diperhatikan juga pada prosedur gigi
yang membutuhkan anestesi, terutama jika obat anestesi mengandung epinefrin.
Penggunaan epinefrin pada beberapa pasien hipertensi dapat menyebabkan
perubahan kardiovaskular, angina, serangan jantung, dan aritmia.
16

Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan lebih dari satu macam
golongan obat, misalnya: golongan obat anti hipertensi (mis: captopril) dan
golongan obat diuretik.
- Resiko-resiko yang dapat terjadi pada pencabutan gigi penderita hipertensi,
antara lain :
Resiko akibat Anestesi lokal pada penderita hipertensi. Larutan anestesi lokal
yang sering dipakai untuk pencabutan gigi adalah lidokain yang dicampur
dengan adrenalin dengan dosis 1:80.000 dalam setiap cc larutan. Konsentrasi
adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif rendah, bila dibandingkan dengan
jumlah adrenalin endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat terjadi stres atau
timbul rasa nyeri akibat tindakan invasif. Tetapi bila terjadi injeksi
intravaskular maka akan menimbulkan efek yang berbahaya karena dosis
adrenalin tersebut menjadi relatif tinggi. Masuknya adrenalin ke dalam
pembuluh darah bisa menimbulkan: takikardi, stroke volume meningkat,
sehingga tekanan darah menjadi tinggi. Resiko yang lain adalah terjadinya
ischemia otot jantung yang menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa
berakibat fatal yaitu infark myocardium. Adrenalin masih dapat digunakan
pada penderita dengan hipertensi asal kandungannya tidak lebih atau sama
dengan 1:200.000. Dapat juga digunakan obat anestesi lokal yang lain, yaitu
Mepivacaine 3% karena dengan konsentrasi tersebut mepivacaine mempunyai
efek vasokonstriksi ringan, sehingga tidak perlu diberikan campuran
vasokonstriktor.

3.7. Gagal Jantung
3.7.1. Gejala Klinis Gagal Jantung
Tanda dan gejala utama dari gagal jantung adalah nafas pendek, edema pulpo,
kongesti vena sistemik dan edema. Tidak semua penderita akan mempunyai
semua perubahan dan sangat penting mengenal gejala pada anak-anak dan
orang usia lanjut yang mungkin sedikit berbeda.
17

Denyut nadi tidak terkontrol (kurang dari 50x per menit saat serangan).
3.7.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Gagal Jantung
Denyut nadi, sangat penting dalam tanda klinis gagal jantung.
Respiratory (R), pernafasan pasien juga perlu diperhatikan.
3.7.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Gagal Jantung
Jika pasien kehabisan nafas bisa diberikan bantuan oksigen.
Jika keadaan semakin parah dan pasien pingsan karena kecemasan
perawatan dapat segera diteruskan, tapi jika karena kondisi klinis
penurunan denyut nadi dan pernafasan maka perawatan harus segera
dihentikan.

3.8. Diabetes Melitus
3.8.1. Gejala Klinis Diabetes Melitus
Komplikasi oral yang paling telihat pada diabetes baik tipe 1
maupun 2 dapat diamati pada pasien diabetes tak terkontrol. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa ketika hiperglikemia terkontrol baik,
manifestasi oral minimal dan manifestasi tersebut bahkan tidak terlihat
pada beberapa pasien. Penemuan intraoral antara lain penyakit
periodontal yang prevalensinya lebih parah dan lebih tinggi terlihat
dibandingkan dengan pada pasien non-diabetes, xerostomia, burning
mouth syndrome (BMS), candidiasis, penyembuhan luka yang tertunda
dan abnormal, peningkatan kecenderungan infeksi, penurunan aliran
saliva dan pembesaran glandula saliva.
Beberapa komplikasi ini dapat seara langsung berhubungan dengan
peningkatan cairan yang berkaitan dengan urinasi berlebihan pada pasien
diabetes tak terkontrol sedangkan lainnya, terutama zerostomia, dapat
18

dipengaruhi atau secara langsung tergantung pada tipe medikasi yang
diperoleh pasien.
Xerostomia, yang merupakan konsekuensi menurunnya aliran
saliva, dapat memacu burning mouth syndrome (BMS) dan karies, yang
juga memfasilitasi perkembangan candidiasis. Beberapa penelitian
menunjukkan peningkatan prevalensi karies pada pasien diabetes
sedangkan penelitian lain menunjukkan kebalikannya. Perkembangan
karies dapat dipengaruhi oleh kenaikan tingkat glukosa pada sekresi
saliva, terutama pada pasien diabetes tak terkontrol, sedangkan pada
pasien yang terkontrol hal tersebut dapat minimal karena asupan
karbohidrat yang rendah.
Secara statistik telah dibuktikan bahwa diabetes merupakan salah
satu faktor predisposisi perkembangan penyakit periodontal. Inflamasi
gingiva, meskipun dengan kadar plak yang rendah, lebih prevalen pada
pasien diabetes tak terkontrol daripada pasien non-diabetes. Penderita
diabetes terkontrol mempunyai prevalensi gingivitis yang sama dengan
pasien non- diabetes. Penderita diabetes dewasa muda dan remaja
mempunyai prevalensi inflamasi gingiva hipertrofi yang lebih tinggi dan
penyakit periodontal daripada pasien non-diabetes. Abses periodontal
rekuren juga termasuk penemuan tipikal pasien diabetes.
Manifestasi klinis panyakit periodontal pada pasien dewasa dan
dewasa muda lebih parah daripada yang diamati pada populasi non-
diabetes. Penemuan ini telah didokumentasikan dengan baik pada
populasi India Pima yang mempunyai prevalensi diabetes mellitus tipe 2
paling tinggi diantara kelompok etnis lainnya. Pasien dengan diabetes
mempunyai prevalensu attachment loss dan bone loss paling tinggi
dibandingkan dengan kontrol usia yang sama. Pasien diabetes juga
mempunyai kemungkinan peningkatan kerusakan periodontal dengan
19

subjek berusia 15 34 tahun berisiko dua kali lebih besar mengalami
kerusakan periodontal dibandingkan dengan subjek normal.
3.8.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Diabetes Melitus
1) Pasien diabetes tipe 1 dan 2 terkontrol biasanya dapat menerima
semua tindakan perawatan dental tanpa pencegahan tertentu.
2) Dokter gigi harus mengetahui tipe dan dosis insulin, termasuk
medikasi lainnya yang diminum pasien.
3) Dokter gigi sebaiknya mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat
serangan. hipoglikemik dan tanda dan gejala yang menyertai.
Kemungkinan serangan hipoglikemik meningkat jika telah terjadi
serangan sebelumnya (lihat tanda dan gelana hipoglikemia di bawah).
4) Dalam rangka menghindari episode hipoglikemia ketika mendapatkan
perawatan dental, dianjurkan untuk menjadwalkan pasien berdasarkan
waktu aktivitas insulin tertinggi yang bervariasi dari 30 menit hingga
8 jam setelah injeksi tergantung tipe insulinnya. Dengan demikian,
kunjungan tidak haruse selalu di pagi hari.
5) Pasien harus disarankan untuk tidak mengganti dosis dan waktu
administrasi insulin, serta tidak mengganti dietnya.
6) Disarankan untuk menyediakan jus jeruk di tempat praktik atau bentuk
lain glukosa, yang diberikan pada pasien yang menunjukkan tanda-
tanda awal hipoglikemia. Biasanya, dosis 6 oz semua jus buah atau
minuman lain mengandung karbohidrat dapat membalik gejala
hipoglikemi.
7) Jika pasien menerapkan monitoring glukosa darah mandiri, ia
dianjurkan untuk membawa glukometernya sendiri.
8) Tekanan emosi dan fisik meningkatkan jumlah kortisol dan epinefrin
yang disekresikan sehingga menginduksi hiperglikei. Dengan
demikian, jika pasien terlihat gelisah, sedasi pratindakan dapat
dipertimbangkan.
20

9) Jika prosedur jangka panjang, terutama bedah, hendak dilakukan,
sebaiknya berkonsultasi dengan dokter pasien.
10) Konsultasi dengan dokter pasien diwajibkan jika:
- Pasien mempunyai komplikasi sistemik diabetes seperti penyakit
jantung atau ginjal.
- Pasien kesulitan untuk mengontrol diabetes atau sedang
mengonsumsi dosis besar insulin.
- P asien mempunyai infeksi oral akut seperti abses periapikal atau
absesperiodontal.
11) Hospitalisasi mungkin diperlukan pada pasien poin 10a atau 10b di
atas.
12) Antibiotika sebaiknya diresepkan bagi pasien poin 10 di atas untuk
mencegah infeksi sekunder atau komplikasi infeksi pra-eksis dan
untuk mempercepat penyembuhan luka.
13) Perawatan kasus-kasus parah penyakit periodontal pada pasien
diabetes, bersamaan dengan prosedur bedah, mungkin memerlukan
penggunaan tetrasiklin sistemik. Tetrasiklin dapat membantu tidak
hanya kondisi periodontal, tetapi juga dapat mengontrol
hiperglikemia.
3.8.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Diabetes Melitus
Hipoglikemia
1) Jika pasien sadar, bujuklah agar minum-minuman yang mengandung gula.
Pilihaan yang baik adalah sari buah jeruk dengan tambahan gula.
2) Jika pasien dengan cepat kehilangan kesadaran, berikan injeksi glukagon 1
mg IM ini akan menaikkan guladarah sampai batas normal dalam beberapa
menit, dengan mengaktifkan glikogen hati. Sebaiknya sediakan satu ampul
glukagon pada setiap praktek dokter gigi.
3) Segera setelah pemberian glukagon, mintalah bantuan medis.

21

Hiperglikemia
1) Hiperglikemia prakoma atau yang sebenarnya tidaklah merupakan keadaan
yang sangat darurat, tidak seperti hipoglikemia. Jika ada keraguan akan
bentuk diabetes yang diderita, berikan glukosa secara oral seperti telah
diterangkan di atas, karena tidak akan menimbulkan gangguan pada diabetes
hiperglikemia, namun bisa menyelamatkan pasien hipoglikemia dari
kerusakan yang permanen.
2) Jika infeksi adalah faktor pencetus, pastikan bahwa infeksi ini dirawat
dengan baik.
3) Rujuk segera pasien kedokter ahli melalui telpon.

3.9. Alergi
3.9.1. Gejala Klinis Alergi
(1) Gatal-gatal pada seluruh badan yang mendadak
(2) Urtikaria yang mendadak
(3) Merah pada seluruh badan
(4) Kecemasan yang akut
(5) Pernapasan yang berbunyi
(6) Rasa tertekan pada dada dan sesak napas
(7) Sakit pada perut, mual, dan muntah
(8) Kelumpuhan/kolaps sirkulasi
(9) Kematian


22

3.9.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Alergi
Syok anafilaksis dapat terjadi dalam beberapa menit akibat pasien sensitif
terhadap obat-obatan tertentu dan dapat berkembang menjadi syok. Selalu
tanyakan kepada pasien sebelum memberikan obat apapun, apakah ia alergi
terhadap obat tertentu. Anafilaksis dapat terjadi tanpa riwayat alergi dan
serangan tidak terjadi dengan segera. Keadaan ini dapat terjadi setelah pasien
tidak lagi menerima obat itu.
3.9.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Alergi
1) Baringkan pasien pada posisi horizontal
2) Berikan injeksi adrenalin 1:1000 dengan perlahan-lahan secara intramuskular
untuk mencegah terjadinya syok dengan kecepatan 1 ml/menit. Jika
diijeksikan secara subkutan dengan cepat pada pasien yang syok, maka tidak
dapat diabsorbsi dengan sempurna karena adanya kegagalan sirkulasi perifer.
Tidak ada resiko fibrilasi ventrikular asalkan injeksi intramuskular cukup
dalam dan aspirasi sebelum injeksi menunjukkan bahwa pembuluh tidak
rusak tanpa disengaja. Sebaiknya injeksi diberikan dalam selang waktu 15
menit sampai kelihatan hasilnya.
3) Berikan injeksi hidrokortison suksinat 200mg IV untuk menekan respon
alergi yang berikutnya.
4) Berikan injeksi klorpeniramin maleat 10-20 mg IM untuk mengurangi
pelepasan histamin yang lebih banyak
5) Berikan oksigen
6) Minta bantuan medis dan atau bantuan ambulan



23

3.10. Anemia
3.10.1. Gejala Klinis Anemia
(1) Keletihan
(2) Mudah lelah bila berolahraga
(3) Sulit konsentrasi, atau mudah lupa
(4) Warna kulit dan bagian putih kornea mata tampak kekuning-kuningan
(5) Nyeri tulang
3.10.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Anemia
1) Pada compromised medis ini hal hal yang perlu diperhatikan adalah gejala
klinis yang tampak pada pasien sewaktu dating ke tempat praktek dokter gigi
diantaranya pada penderita anemia ini terdapat cirri khusus yaitu wajah yang
terlihat pucat, disertai dengan letih lemah dan lesu serta pada rongga mulut
pasien terlihat mukosa yang pucat serta adanya kandida.
2) Kekambuhan yang sewaktu waktu terjadi pada penderita anemia pada saat
melakukan perawatan gigi yaitu apabila terjadi pingsan,mual dan muntah
karena pada penderita anemia ini kurangnya nafsu makan sehingga proses
pengkosongan lambung sangat cepat.
3) Apabila terjadi demam tinggi pada saat ditengah tengah perawatan.
4) Terjadi pendarahan apabila melakukan tindakan bedah.
3.10.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Anemia
1) Apabila terjadi pingsan maka gunakan prinsip P,A,B,C,D yaitu
position,aitway dan breathing,coreective definitife,sebisa mungkin menjaga
jalan nafas dan meletakkan pasien senyaman mungkin.
2) Apabila pasien mengalami letih lemah dan lesu sebaiknya dihentikan
perawatan dan diberi minum yang hangat seperti the hangat dll.
3) Meminimalkan tindakan bedah karena apabila terjadi pendarahan maka
kondisi pasien akan semakin buruk.
24

4) Sediakan makan makanan yang bernutrisi tinggi sebagai asupan terhadap
pasien anemia,misalnya: susu,roti dll.

3.11. Hemofili
3.11.1. Gejala Klinis Hemofili
Dalam anamnesa biasanya akan di dapatkan riwayat adanya salah seorang
anggota keluarga laki-laki yang menderita penyakit yang sama yaitu adanya
perdarahan abnormal. Beratnya perdarahn bervariawsia akan tetapi biasanya
beratnya perdarahan itu sama dalam satu keluarga. Sering perdarahan akibat
sirkulasi adalah manifestasi pertama pada seseorang menderita hemofili. Oleh
karena perdarahan dimulai sejak kecil sehingga haemarhtros ( sebagai akibat
jatuh pada saat kelenjar berjalan yang menyebabkan perdarahan sendi
merupakan gejala yang paling sering dijumpai dari penderita hemofili ini.
3.11.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Hemofili
1) Perawatan periodontal
Perawatan periodontal dapat menjadi salah satu pencetus terjadinya perdarahan.
Pemberian periodontal dressing dengan atau tanpa topical antifibriolytic agents
dapat merupakan cara dalam menghentikan perdarahan. Pemakaian obat kumur
yang mengandung chlorhexidine gluconate dapat menjaga kebersihan mulut.
Pemberian penerangan secara lengkap bagi pasien sebelum tindakan merupakan
langkah awal yang baik, sehingga pasien akan mengerti kemungkinan
komplikasi-komplikasi yang akan terjadi.
2) Pemakaian geligi tiruan lepasan
Pasien dengan gangguan perdarahan dapat dianjurkan untuk menggunakan geligi
tiruan lepasan selama geligi tiruan itu nyaman dipakai. Perawatan periodontal
tetap perlu dilakukan untuk mempertahankan gigi yang masih ada.
3) Perawatan ortodonti
Pemakaian alat ortodonti lepasan dan cekat dapat dilakukan, namun tetap
diperhatikan kekuatan tekan yang akan mengenai gusi agar perdarahan tidak
25

terjadi. Menjaga kebersihan gigi dan mulut merupakan persyaratan utama agar
perdarahan spontan tidak terjadi.
4) Penambalan
Pemakaian matrix dan wedges saat penambalan perlu diperhatikan dengan
benar. Luka yang diakibatkan karena pemakaian yang salah dapat menjadi
masalah saat melakukan penambalan.
5) Perawatan endodontik
Perawatan endodontik konvensional sangat dianjurkan bagi pasien dengan
gangguan perdarahan, oleh karena pemakaian jarum endodontik yang melebihi
apeks akan menyebabkan perdarahan terus-menerus sehingga sehingga akan
mengendap di dalam saluran akar.
6) Anestesi dan penanggulangan rasa sakit
Rasa sakit pada gigi dapat ditanggulangi dengan memberikan parasetamol atau
asetaminofen. Penggunaan aspirin harus dihindari oleh karena dapat menjadi
menimbulkan penghambatan agregasi platelet. Apabila akan memberikan
NSAID hendaknya melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan ahli
hematologi oleh karena golongan obat ini dapat menimbulkan penghambatan
agregasi platelet. Anesthesi lokal dengan cara infiltrasi pada daerah bukal, intra
papilary, dan intraligamen tidak memerlukan obat anti hemostatik namun
anesthesi dengan cara blok mandibula dan infiltrasi lingual harus diberikan anti
hemostatik.
3.11.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Hemofili
1. Hentikan perawatan
2. Mengonsumsi makanan atau minum secukupnya.
3. Melakukan olahraga ringan.
4. Hindari penggunaan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan.




26

3.12. Hepatitis
3.12.1. Gejala Klinis Hepatitis
Semua pasien harus dianggap sebagai pembaha hepatitis, terutama hepatitis B,
sebab kebanyakan pembawa tidak terdiagnosa. Jika pasien menderita infeksi
akut hepatitis A dan B, (mmisalnya: jaundis) perawatan sebaiknya dilakukan
dirumah sakit. Pasien yang termasuk pada kelompok yang beresiko tinggi bisa
diidentifikasi dari riwayatnya. Gejala Hepatitis:
(1) Hepatitis A
Pada minggu pertama, individu yang dijangkiti akan mengalami sakit seperti
kuning, keletihan, demam, hilang selera makan, muntah-muntah, pusing dan
kencing yang berwarna hitam pekat. Demam yang terjadi adalah demam yang
terus menerus, tidak seperti demam yang lainnya yaitu pada demam berdarah,
tbc, thypus, dll.
(2) Hepatits B
Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah
demam, sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang putih/sklera).
Namun bagi penderita hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak tanda-
tanda tersebut, sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko.
(3) Hepatitis C
Penderita Hepatitis C sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak
menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya.
Namun beberapa gejala yang samar diantaranya adalah ; Lelah, Hilang selera
makan, Sakit perut, Urin menjadi gelap dan Kulit atau mata menjadi kuning
yang disebut "jaundice" (jarang terjadi). Pada beberapa kasus dapat ditemukan
peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan urine, namun demikian pada
penderita Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan normal.

27

3.12.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Hepatitis
1) Semua tenaga praktek dokter gigi yang berkontak dengan pasien sebaiknya
mendapat vaksinasi.
2) Lakukan pemeriksaan riwayat penyakit secara menyeluruh dan teliti untuk
setiap pasien dan perbaruhan secara teratur.
3) Atur agar pasien dirawat paling akhir.
4) Gunakan bahan dan peralatan yang disposibel (Sekali pakai) bila
memungkinkan. Lindungi kontrol peralatan dan pegangan lampu unit dengan
cling filem.
5) Pastikan bahwa seluruh peralatan yang nondisposibel sungguh-sungguh
bersih kemudian disterilkan dengan autoklaf.
6) Operator dan asisten harus memakai sarung tangan, masker, jubah dan kaca
mata.
7) Pastikan bahwa peralatan aspirasi mendorong udara keluar dari bangunan
praktek itu.
8) Beri perhatian khusus untuk mencegak luka tertusuk jarum suntik.
9) Buatlah semua bahan cetakan dengan silikon dan rendam dalam glutaraldehid
2% selama 3 jam.
10) Bakar seluruh sampah/barang-barang bekas pakai yang disposibel.
3.12.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Hepatitis
Penderita Hipertensi yang masuk dalam stage I dan stage II masih
memungkinkan untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi karena resiko
perdarahan yang terjadi pasca pencabutan relatif masih dapat terkontrol (Little,
1997). Pada penderita hipertensi dengan stage II sebaiknya di rujuk terlebih
dahulu ke bagian penyakit dalam agar pasien dapat dipersiapkan sebelum
tindakan.
Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan lebih dari satu macam
golongan obat, misalnya: golongan obat anti hipertensi (mis: captopril) dan
golongan obat diuretik.
28

Resiko-resiko yang dapat terjadi pada pencabutan gigi penderita hipertensi,
antara lain :
1) Resiko akibat Anestesi lokal pada penderita hipertensi
Larutan anestesi lokal yang sering dipakai untuk pencabutan gigi adalah lidokain
yang dicampur dengan adrenalin dengan dosis 1:80.000 dalam setiap cc larutan.
Konsentrasi adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif rendah, bila dibandingkan
dengan jumlah adrenalin endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat terjadi stres
atau timbul rasa nyeri akibat tindakan invasif. Tetapi bila terjadi injeksi
intravaskular maka akan menimbulkan efek yang berbahaya karena dosis
adrenalin tersebut menjadi relatif tinggi. Masuknya adrenalin ke dalam
pembuluh darah bisa menimbulkan: takikardi, stroke volume meningkat,
sehingga tekanan darah menjadi tinggi. Resiko yang lain adalah terjadinya
ischemia otot jantung yang menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa
berakibat fatal yaitu infark myocardium. Adrenalin masih dapat digunakan pada
penderita dengan hipertensi asal kandungannya tidak lebih atau sama dengan
1:200.000. Dapat juga digunakan obat anestesi lokal yang lain, yaitu
Mepivacaine 3% karena dengan konsentrasi tersebut mepivacaine mempunyai
efek vasokonstriksi ringan, sehingga tidak perlu diberikan campuran
vasokonstriktor.
2) Resiko akibat ekstraksi gigi pada penderita hipertensi
Komplikasi akibat pencabutan gigi adalah terjadinya perdarahan yang sulit
dihentikan. Perdarahan bisa terjadi dalam bentuk perdarahan hebat yang sulit
berhenti saat dilakukannya tindakan pencabutan gigi, atau bisa berupa oozing
(rembesan darah) yang membandel setelah tindakan pencabutan gigi selesai.




29

3.13. TBC
3.13.1. Gejala Klinis TBC
(1) Demam tidak terlalu tinggi berlangsung lama, biasa dirasakan pada malam
hari di sertai keringat malam.
(2) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
(3) Batuk selama lebih dari 3 minggu
(4) Malaise
(5) Pada anak-anak jika terjadi infeksi sekunder kearah otak dapat
mengakibatkan meningitis dengan gejala demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
3.13.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien TBC
1) Sebagai dokter gigi harus memperhatikan keadaan pasien mulai sejak awal
dating karena kebanyakan kasus TB tidak di ketahui oleh pasien tersebut.
2) Proteksi terhadap operator menjadi faktor utama dalam perawatan ini.
3) Bila sudah di ketahui pasien perawatan gigi dengan penyakit sistemik TB,
sebaiknya perawatan dilakukan pada saat keadaan pasien baik, tidak dalam
timbulnya gejala.
3.13.3 Kegawatdaruratan pada Pasien TBC
Dilakukan hanya jika pasien batuk darah maka dihentikan perawatan dan
diselesaikan dulu timbulnya gejala TBC.
3.14. Autis
3.14.1. Gejala Klinis Autis
(1) Gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal
- Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara.
- Mengeluarkan kata kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain yang
sering disebut sebagai bahasa planet.
- Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata kata dalam konteks yang
sesuai.
30

- Bicara tidak digunakan untuk komunikasi.
- Meniru atau membeo, beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian,
nada, maupun katakatanya tanpa mengerti artinya.
- Kadang bicara monoton seperti robot.
- Mimik muka datar.
- Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi
dengan cepat.
(2) Gangguan pada bidang interaksi sosial
- Menolak atau menghindar untuk bertatap muka .
- anak mengalami ketulian.
- Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk.
- Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang.
- Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan
mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya.
- Bila didekati untuk bermain justru menjauh .
- Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain.
- Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di
pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapum.
- Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan
terhadap orang tuanya.
(3) Gangguan pada bidang perilaku dan bermain
- Seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan
melakukan gerakan yang sama berulangulang sampai berjamjam.
- Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara
bermainnya juga aneh.
- Keterpakuan pada roda (dapat memegang roda mobilmobilan terus
menerus untuk waktu lama)atau sesuatu yang berputar.
- Terdapat kelekatan dengan bendabenda tertentu, seperti sepotong tali,
kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana- mana.
- Sering memperhatikan jari jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air
yang bergerak.
31

- Perilaku ritualistik sering terjadi .
- Anak dapat terlihat hiperaktif sekali, misal; tidak dapat diam, lari kesana
sini, melompat lompat, berputar putar, memukul benda berulang
ulang.
- Dapat juga anak terlalu diam.
(4) Gangguan pada bidang perasaan dan emosi
- Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak
merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang
menangis akan di datangi dan dipukulnya.
- Tertawa tawa sendiri , menangis atau marah marah tanpa sebab yang
nyata.
- Sering mengamuk tidak terkendali ( temper tantrum) , terutama bila tidak
mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan
dekstruktif.
(5) Gangguan dalam persepsi sensoris
- Menciumcium, menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja.
- Bila mendengar suara keras langsung menutup mata.
- Tidak menyukai rabaan dan pelukan . bila digendong cenderung merosot
untuk melepaskan diri dari pelukan.
- Rasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu
3.14.2. Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Autis
1) Anamesa pasien
2) Gejala klinis pasien
3.14.3. Kegawatdaruratan pada Pasien Autis
Jika pasien autis, lebih baik di bawa ke ahlinya. Bukan praktek dokter gigi lagi
melainkan membentuk sebuah tim dengan para ahlinya. Dan memerlukan
general anastesi untuk perawatan gigi anak autis.

32

BAB VI
PENUTUP

4.1.Kesimpulan

1. Penatalaksanaan kegawatdaruratan pada pasien anak harus mengutamakan
kecepatan dan kecekatan.
2. Macam-macam kasus yang termasuk kegawatdaruratan dalam bidang
kedoteran anak yaitu asma, epilepsy, infark miokard, trakeitis, bronchitis,
hipertensi, gagal jantung, diabetes mellitus, alergi, anemia, TBC, hemofili,
hepatitis, dan autis.
3. Epilepsy terbagi menjadi grand mal dan petit mal
4. Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas dengan sejumlah sel
dan elemen sel yang berperan.
5. Kegawatdaruratan pada pasien autis, jika pasien autis, lebih baik di bawa
ke ahlinya. Bukan praktek dokter gigi lagi melainkan membentuk sebuah
tim dengan para ahlinya. Dan memerlukan general anastesi untuk
perawatan gigi anak autis. Gejala Klinis Alergi adalah gatal-gatal pada
seluruh badan yang mendadak, urtikaria yang mendadak, merah pada
seluruh badan, kecemasan yang akut, pernapasan yang berbunyi






33

DAFTAR PUSTAKA

Juniper, Richard. Parkins, Brian J. 1996. Kedaruratan Dalam Praktik Dokter
Gigi. Jakarta : Hipokrates
Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC
Robbins, L. Stanley. 1995. Buku Ajar Patologi I. Jakarta : EGC
library.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri8.pdf
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2010/06/kegawatdaruratan_di_bidang_kedokteran_gigi_ana
k.pdf
pustaka.unpad.ac.id/wp.../gangguan_pendarahan_pada_perawatan_gigi.pdf
http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-hepatitis.html
http://ilmudoktergigi.blogspot.com/2009/02/pencabutan-gigi-pada-penderita.html
http://dokterkecil.wordpress.com/2008/09/30/penyakit-periodontal-dan-hipertensi/
http://drgdondy.blogspot.com/2008/12/test.html
http://mawarputrijulica.wordpress.com/2009/12/31/makalah-om-1/
www.infoibu.com/mod.php?mod=publisher&op...67
http://mediatangsel.com/gejala-anemia-pencegahan-anemia-dan-obat-anemia.html
http://www.infokedokteran.com/article/bronkitis-akut.html
http://forum.akperppni.ac.id/category/keperawatan-anak
http://minukdc.xtreemhost.com/index.php/download/19-mengenal-serba-serbi-
hemofilia.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hemofilia

Anda mungkin juga menyukai