Anda di halaman 1dari 6

Krisis Ekonomi dan Upaya Mencari Alternatif Sistem

Ekonomi

Written by Rimawan Pradiptyo, PhD, Universitas Gadjah Mada


Monday, 15 December 2008 03:22
Pengantar
Berulang kali perekonomian dunia digoncangkan oleh krisis ekonomi. Sejarah mencatat sejak
tahun 1797 hingga awal 1900-an, hampir dikatakan setiap belasan hingga dua puluhan tahun
sekali, perekonomian dunia yang ketika itu dikuasai negara-negara Eropa diguncang gempa.

Sejak tahun 1900-an perekonomian USA berkembang sangat pesat dan bahkan mulai menggeser
dominasi perekonomian negara-negara Eropa. Titik balik terjadi pasca Perang Dunia II, di mana
perekonomian negara-negara Eropa mengalami kontraksi hebat akibat perang, sementara posisi
US Dollar kemudian mampu menggeser Pounsterling sebagai mata uang utama dunia. Dominasi
perekonomian USA di dunia semakin tidak terbendung ketika satu per satu dari puluhan negara
bekas koloni Inggris merdeka satu per satu pasca PD II.

Perang dingin membawa rivalitas antara US dan Uni Soviet, tidak saja dari sisi kekuatan alat-alat
perang dan teknologi ruang angkasa, namun juga upaya memperebutkan hegemoni ekonomi.
Keruntuhan tembok Berlin di tahun 1989 menandai ketuntuhan perekonomian Uni Soviet dan
bekas negara-negara komunis di Eropa Timur. Sejak saat itulah dominasi perekonomian USA
seakan-akan hampir tak terbendung dan ketergantungan perekonomian dunia terhadap
perekonomian USA semakin dirasakan.

Karakteristik Krisis Ekonomi


Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi peningkatan inovasi
aktivitas dan metoda transaksi ekonomi. Sejalan dengan perkembangan tersebut, jeda waktu
terjadinya satu krisis ekonomi ke krisis ekonomi berikutnya ternyata semakin pendek. Meski
berbagai krisis yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor, namun ada benang merah yang bisa
ditarik dari berbagai krisis tersebut:
1. Krisis umumnya disebabkan oleh overestimation dari pelaku ekonomi bahwa
perekonomian akan terus berkembang secara mulus (tingkat bunga rendah, tingkat
pendapatan meningkat, harga rumah meningkat, dll) dan ini memberikan dasar bagi
penciptaan keuntungan dari aktivitas spekulasi.
2. Umumnya krisis terjadi pasca perang atau terkait dengan pendanaan perang. Pada saat
perang, pemerintah cenderung menggunakan kebijakan inflationary, sementara pada pasca
perang, pemerintah cenderung menerapkan tight monetary policy untuk mengendalikan
inflasi. Hal ini diperparah oleh kecenderungan peningkatan pengangguran akibat
penurunan permintaan mesin perang, dan kembalinya tentara dari medan perang.
3. Pada beberapa kali krisis disebabkan oleh kesalahan kebijakan pemerintah, namun
selebihnya terjadi akibat kecepatan perkembangan pasar di luar kendali dan
ketidakberdayaan pemerintah mengejar kecepatan aktivitas di sektor ekonomi.
4. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuka peluang sektor swasta untuk
menciptakan inovasi finansial yang seringkali justru menjadi sumber krisis. Permasalahan
menjadi semakin serius ketika pemerintah cenderung tertinggal dalam mengatur inovasi
baru di sektor finansial ini.
5. Krisis ekonomi dan perang selalu membawa kontraksi ekonomi, namun di sisi lain selalu
membawa perubahan struktural dengan munculnya peraturan maupun lembaga baru
sebagai reaksi terhadap krisis dan perang.
Khusus untuk krisis finansial 2008, sumber utama krisis adalah inovasi finansial yang tidak
terkontrol dan semakin jauhnya aktivitas spekulasi dari aktivitas ekonomi riil. Beberapa
pertanyaan substansial terkait dengan krisis finansial kali ini adalah:
• Apakah krisis kali ini bisa diprediksi sebelumnya? Apakah inovasi finansial bisa
dikendalikan dan bagaimana cara melakukannya?
• Bagaimana menciptakan keseimbangan antara peran pemerintah dan mekanisme pasar?
• Apakah diperlukan sistem ekonomi alternatif yang mampu mengatasi krisis-krisis serupa
di masa datang dan bagaimana sistem ekonomi alternatif tersebut?
Pertanyaan pertama dan kedua berhubungan satu sama lain. Pertanyaan ke tiga adalah pertanyaan
yang mungkin tidak akan terjawab sempurna dalam waktu beberapa tahun mendatang.

Mekanisme Pasar vs Peran Pemerintah


Pada dataran teoritis maupun empiris, para ekonom sepakat bahwa mekanisme pasar tidak
selamanya menciptakan alokasi yang paling efisien. Pasar tidak pernah bisa menyelesaikan
masalah eksternalitas, penyediaan barang publik dan upaya menjaga kelestarian common goods.
Dalam ilmu ekonomika, hal ini disebut dengan market failure atau kegagalan pasar. Ketika
market failur terjadi, maka peran pemerintah dalam perekonomian diperlukan.

Meski peran pemerintah diperlukan saat terjadi market failure, tidak berarti bahwa pemerintah
tidak memiliki kegagalan (government failure). Inefisiensi birokrasi dan BUMN, korupsi,
kelambanan pemerintah dalam bereaksi relatif terhadap perkembangan sektor swasta adalah
sebagian dari deretan kegagalan pemerintah.

Austrian Economics dan Public Choice Theory adalah dua teori besar yang menjelaskan
kegagalan pemerintah dalam mengatur perekonomian. Menurut Austrian Economics,
perekonomian selalu dinamis dan berubah setiap waktu. Terdapat time lag antara identifikasi
masalah ekonomi, perumusan kebijakan, implementasi kebijakan dan dampak kebijakan terhadap
perekonomian. Secara umum, diperlukan waktu antara 2-3 tahun bagi pemerintah untuk
mengidentifikasi masalah ekonomi dan mulai mengimplemtasikan kebijakannya. Diperlukan
waktu paling cepat 1-2 tahun tambahan untuk mengetahui dampak dari kebijakan yang telah
ditetapkan tadi. Permasalahannya, karena perekonomian berkembang dinamis, seringkali
kebijakan yang diterapkan tidak lagi sesuai dengan permasalahan yang dihadapi perekonomian
ketika itu (Kirzner, 1992).

Didasarkan pada Public Choice Theory, dalam sebuah negara demokrasi, keputusan merupakan
hasil interaksi kolektif antar berbagai elemen dalam sistem demokrasi tersebut. Di dalam sebuah
negara demokrasi ada lima pihak yang berperan dan masing-masing memiliki tujuan yang
berbeda yaitu:
Tabel 1: Pelaku dan Tujuan Pelaku pada Teori Public Choice
Pelaku Tujuan
Voters atau pemilih Memaksimumkan utilitas. Pemilih yang oportunis
akan mendukung partai politik/politisi yang
menguntungkannya
Partai Politik Memenangkan pemilu. Mereka tidak segan
menggunakan political business cycle (obral janji
sebelum pemilu dan menjadi ‘buta tuli’ terhadap
voters pasca pemilu).
Politisi Bisa terpilih lagi duduk di legislatif. Political
business cycle juga sering digunakan oleh para
politisi.
Birokrat Maksimumkan budget atau anggaran belanja
pemerintah
Interest groups Berusaha memenuhi tujuan organisasi, antara
lain:
<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]-->Tujuan
yang bersifat meningkatkan distibusi welfare
masyarakat
<!--[if !supportLists]-->• <!--[endif]--
>Mengejar keuntungan kelompok

Dalam suatu negara demokrasi, kebijakan pemerintah adalah hasil interaksi dari kelima unsur
demokrasi tersebut dan sayangnya para aktor tersebut memiliki tujuan yang berbeda-beda dan
tidak jarang bertentangan satu dengan yang lain. Adalah wajar jika terjadi bargaining dan tarik
ulur dari masing-masing pihak selama proses penetapan kebijakan tersebut. Tak pelak bahwa
kebijakan yang dihasilkan akan cenderung suboptimum, karena apapun kebijakan yang dibuat
harus memuaskan semua pihak (Mueller, 1978).

Untuk mengatasi market failure dan government failure, diperlukan pemetaan yang mampu
meminimumkan keduanya. Secara sederhana interaksi optimum antara mekanisme pasar dan
peran pemerintah bisa dijelaskan melalui tabel berikut:

Tabel 2: Matriks Peran Pemerintah dan Mekanisme Pasar


Mekanisme Pasar
Sukses Gagal
Peran Pemerintah Sukses (Sukses, Sukses) (Sukses, Gagal)
Gagal (Gagal, Sukses) (Gagal, Gagal)
Secara konsep penggabungan optimum antara peran pemerintah dan mekanisme pasar terlihat
sederhana. Namun demikian terdapat kompleksitas dalam menggabungkan keduanya. Terlihat
pada tabel di atas bahwa kemungkinan kesuksesan peran pemerintah dan mekanisme pasar
hanyalah 25% dari kemungkinan yang ada. Sisa dari probabilitas tersebut (75%) akan membawa
kegagalan atau inefisiensi dalam perekonomian.

Alternatif Sistem Ekonomi


Adalah sebuah tugas yang berat untuk merumuskan alternatif sistem ekonomi yang mampu
meminimasi krisis ekonomi ataupun sistem ekonomi yang cukup tangguh menghadapi dampak
krisis ekonomi. Tugas seperti ini tentunya bukanlah hal yang bisa dilakukan dalam sekejap mata.
Tentunya, kompleksitas perumusan dan implementasi sistem ekonomi alternatif tersebut semakin
memuncak sejalan dengan seberapa jauh perbedaan sistem yang baru relatif terhadap sistem yang
lama. Tak bisa dipungkiri bahwa akan terjadi dialektika pada dataran teoritis/filosofis maupun
pada tataran implentasinya.

Jika bangsa ini memang bertekat bulat untuk mencari alternatif sistem ekonomi yang sesuai
dengan jati diri dan budaya bangsa, maka pekerjaan berat ini harus dilakukan sekarang dan
mungkin diperlukan waktu puluhan tahun untuk menyelesaikannya. Selama proses ini, tentunya
banyak shock yang akan terjadi pada perekonomian, banyak kebijakan dan struktur ekonomi yang
mungkin berubah, dan juga perubahan tantangan yang muncul. Untuk mengatasi hal ini
diperlukan dua tim perumus yang bekerja secara simultan dan saling berkomunikasi secara
intensif, yaitu:
1. Tim Jangka Panjang. Tim ini berorientasi untuk merumuskan sistem ekonomi dan
outcome yang akan diinginkan dicapai dalam jangka panjang (300-400 tahun ke depan).
Tim ini merumuskan berbagai landasan pemikiran filosofis, menetapkan tujuan jangka
panjang dan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Tim Jangka Pendek. Orientasi tim ini adalah untuk mengatasi berbagai masalah untuk
kurun waktu 30-40 tahun ke depan. Tim ini dibutuhkan untuk menciptakan transisi yang
diharapkan mulus antara sistem ekonomi yang sekarang ini digunakan dengan sistem
ekonomi alternatif yang akan digunakan. Diperlukan berbagai penyesuaian selama masa
transisi ini, dan tentunya waktu yang diperlukan mungkin berkisar antara 20-30 tahun.
Berkaitan dengan sistem ekonomi alternatif, perkenankan saya memberikan sedikit pemikiran.
Saya berpendapat bahwa tujuan utama dari sistem ekonomi alternatif adalah untuk meningkatkan
economic sovereignity (kedaulatan ekonomi) bangsa Indonesia . Konsekuensinya adalah bahwa
apapun strategi yang digunakan, harus bertujuan untuk meningkatkan kedaulatan ekonomi. Meski
demikian, patut disadari bahwa kedaulatan ekonomi tidak bersifat mutlak, karena kemutlakan
kedaulatan ekonomi bisa menjerumuskan bangsa kepada sikap chauvinisme.

Berkaitan dengan upaya untuk menuju tujuan tersebut, saya mencoba menawarkan 8 pilar
strategi, yaitu:
1. Proses pembangunan ekonomi menitik beratkan pada pembangunan rakyat Indonesia, dan
redefinisi rakyat sebatas pada buruh (pekerja), petani dan nelayan . Strategi ini sejalan
dengan peribahasa ‘Kecepatan kereta kuda ditentukan oleh kuda terlemah’. Implikasinya
adalah jika kita menginginkan kereta melaju cepat, maka yang diperlukan adalah
meningkatkan kecepatan lari kuda terlemah, atau menempatkan kuda terlemah di posisi
yang tepat sejalan dengan bentuk dari lintasan.
2. Menggali jati diri bangsa Indonesia. Menurut pendapat saya, penggalian jati diri bangsa
Indonesia tidak terbatas pada Pancasila dan UUD 45. Pemahaman akan jati diri bangsa
akan sangat penting dalam merumuskan strategi-strategi pembangunan pada dataran yang
lebih operasional. Upaya mencari jati diri ini bisa dilakukan dengan melihat kembali
sejarah negara-negara yang pernah jaya dan Nusantara beserta faktor-faktor yang
menyebabkan keberhasilan mereka. Ketika jati diri bangsa ini telah dapat dirumuskan,
maka berbagai strategi pembangunan hendaknya bisa disesuaikan dengan budaya dan
nilai-nilai kearifan lokal.
3. Menjamin pemerataan dan keadilan distribusi akses pendidikan dan kesehatan kepada
semua rakyat. Pendidikan adalah hal yang memungkinkan setiap orang untuk melakukan
mobilitas sosial, sementara jaminan kesehatan adalah modal utama untuk meningkatkan
produktivitas dan kesejahteraan rakyat.
4. Menggunakan metoda berfikir yang rasional dan strategis. Hal ini bisa dilakukan dengan
memberikan porsi besar terhadap sektor pendidikan. Prasyarat penggunaan strategi ini
adalah adanya meningkatkan tradisi keilmuan di negara ini. Perbedaan pendapat bukanlah
hal yang tabu, dan para pemikir harus mampu menarik batas antara hubungan pribadi
dengan perdebatan ideologi maupun pemikiran dengan pemikir yang lain. Dari sisi
pemerintah, government failure bisa diminimasi dengan menerapkan Evidence-Based
Policy dalam pengambilan keputusannya. Basis dari Evidence-Based Policy adalah
penggunaan rigourous economic evaluation untuk merancang dan sekaligus mengevaluasi
kebijakan-kebijakan pemerintah. Diharapkan dalam jangka panjang, pemerintah sebagai
lembaga bisa ‘belajar’ baik dari kebijakan yang diterapkan di masa lampau maupun dari
kebijakan yang telah diterapkan oleh negara lain. Evidence-Based Policy akan
memisahkan mitos dari realitas, sehingga alokasi anggaran pemerintah bisa dilakukan
lebih efektif dan efisien.

Faktor pendukung lain yang seyogyanya dibangun pemerintah untuk meningkatkan


efektifitas dan efisiensi pembangunan ekonomi adalah pembangunan sistem
informasi/database yang reliable, mencakup dua hal:

- Single identity number (SIN)


- Geographical Information System (GIS) untuk perencanaan pembangunan dengan
melakukan data interfacing dari berbagai instansi pemerintah
5. Penegakan hukum yang memenuhi kaidah-kaidah rasionalitas dan bertujuan melindungi
rakyat yang taat akan hukum. Pada saat ini, hukum di Indonesia tidak memiliki efek jera.
Kasus Temasek adalah contoh klasik kelemahan hukum di Indonesia. Temasek terbukti
melanggar UU persaingan usaha dan didenda Rp 250 miliar. Ternyata, consumer surplus
yang hilang akibat praktik Temasek adalah sebesar Rp 14 triliun. Jika kita menggunakan
asumsi konservatif bahwa 50% dari consumer surplus yang hilang tersebut bisa
ditransformasi ke dalam laba perusahaan, maka Temasek untung Rp 7 triliun. Ini berarti
bahwa hukum yang berlaku memberikan hak re-offending 27 kali lagi kepada Temasek,
dan di setiap kali re-offending mereka bisa mengharapkan keuntungan sebesar Rp 7
triliun.
6. Mencari titik optimum antara peran pemerintah dan mekanisme pasar
7. Basis perekonomian adalah kelautan dan pertanian
8. Negara menguasai sumber daya alam di Indonesia dan pengelolaannya ditujukan untuk
meningkatkan economic sovereignity bangsa dan rakyat Indonesia.
Tentunya apa yang saya tawarkan ini masih jauh dari kesempurnaan dan diperlukan pemikiran
yang mendalam untuk memperbaikinya. Seperti halnya setiap teori yang diciptakan di dunia,
pemikiran ini terbuka untuk dikritisi dan diperbaiki. Adalah suatu keindahan jika kita bisa melihat
setiap ekonom Indonesia untuk memiliki pemikiran dan teori sendiri. Tentunya hal ini lebih indah
dari kenyataan bahwa saat ini banyak ekonom Indonesia yang cenderung konsumtif terhadap
teori namun enggan untuk menciptakan teori sendiri.

Daftar Pustaka
Hartley, Keith, and Hooper, Nick, (1997), Industrial and Policy I: Theory and Competition
Policy, in Curwen, Peter, Understanding the UK Economy, fourth edition, Macmillan, 1997.
Mueller, D, (1978), Public Choice; second edition, Cambridge UP.

Kirzner, I, (1992), Meaning of Market Process; Essay in Development of Modern Austrian


Economics, Routledge.

Pardede, R (2008), Asal Usul Krisis Keuangan 2007/8 Dampak dan Respond, Disampaikan pada
Seminar ISEI, 5 November 2008.

Anda mungkin juga menyukai