Anda di halaman 1dari 43

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

INDUSTRI PENGOLAHAN KACANG METE


(Pola Pembiayaan Konvensional)














BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id

Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 1
DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2
2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan ................................ ............... 6
a. Profil Usaha ................................ ................................ ............... 6
b. Pola Pembiayaan ................................ ................................ ........ 6
3. Aspek Pemasaran ................................ ................................ ........ 8
a. Permintaan ................................ ................................ ................ 8
b. Penawaran ................................ ................................ ................. 8
c. Analisis Persaingan ................................ ................................ .... 10
d. Peluang Usaha ................................ ................................ ......... 10
e. Harga ................................ ................................ ..................... 11
f. Jalur Pemasaran ................................ ................................ ........ 12
g. Kendala Pemasaran ................................ ................................ ... 13
4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 15
a. Lokasi Usaha ................................ ................................ ............ 15
b. Fasilitas Produksi dan Peralatan ................................ .................. 15
c. Bahan Baku ................................ ................................ ............. 16
d. Tenaga Kerja ................................ ................................ ........... 16
e. Teknologi................................ ................................ ................. 16
f. Proses Produksi ................................ ................................ ......... 16
g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ................................ ................. 24
h. Kendala Produksi ................................ ................................ ...... 28
5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 30
a. Pemilihan Pola Usaha ................................ ................................ . 30
b. Asumsi Dasar Perhitungan ................................ .......................... 30
c. Biaya Investasi dan Operasional ................................ .................. 32
d. Kebutuhan Kredit dan Modal Kerja ................................ ............... 33
e. Proyeksi Produksi dan Cash Flow ................................ ................. 35
f. Proyeksi Rugi Laba dan Break Even Point ................................ ...... 35
g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ................................ ...... 36
h. Analisis Sensitivitas dan Kelayakan Proyek ................................ .... 36
6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 39
a. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ................................ 39
b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ .. 39
7. Penutup ................................ ................................ ..................... 40
a. Kesimpulan ................................ ................................ .............. 40
b. Saran ................................ ................................ ..................... 40
LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 42

Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 2
1. Pendahuluan
Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale Linn) berasal dari Brasil dan
termasuk dalam familia Anacardiaceae yang meliputi 60 genus dan 400
spesies baik dalam bentuk pohon maupun perdu. Tanaman jambu mete
disebut juga acajou atau anacardier (Perancis), cashew (Inggris), kajus atau
jambo nirung (Malaysia), kasoy atau kachui (Filiphina), caju atau mudiri
(India) dan ya-koi atau ya-ruang (Thailand). Di Indonesia jambu mete
memiliki nama yang berbeda di banyak daerah, yaitu jambu mete (Jawa),
jambu mede (sunda), jambu monyet (Jawa dan Sumatera), jambu jipang
atau jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan
boa frangsi (Maluku).

Foto 1: Jambu Mete (Anacardium occidentale L.)
Sumber: http://www.iptek.net.id
Di Indonesia, sektor pertanian termasuk perkebunan masih memegang
peranan cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor pertanian terhadap PDB
menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, yaitu rata-rata 4% per tahun.
Sektor pertanian diharapkan mampu menyediakan lapangan kerja,
menyediakan bahan baku bagi industri hasil pertanian dan meningkatkan
perolehan devisa negara dengan jalan meningkatkan volume dan nilai ekspor
hasil pertanian.
Sektor pertanian semakin penting dalam meningkatkan pertumbuhan
perekonomian nasional, mengingat makin terbatasnya peranan minyak bumi
yang selama ini merupakan sumber utama devisa negara. Selama tahun
1994-1995 sub sektor perkebunan menyumbang sekitar 12,7% dari
perolehan devisa yang dihasilkan dari sektor non-migas.
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 3
Keunggulan komparatif sektor perkebunan dibandingkan dengan sub sektor
non migas lain adalah ketersediaan lahan, iklim menunjang, dan
ketersediaan tenaga kerja. Kondisi tersebut merupakan hal yang dapat
memperkuat daya saing harga produk perkebunan Indonesia di pasaran
dunia.
Salah satu komoditas perkebunan yang berperan dalam menyumbang
perolehan devisa negara adalah biji jambu mete (cashewnut). Pada tahun
1997, ekspor biji jambu mete dari Indonesia telah mencapai 29.666 ton
dengan nilai US$ 19.152.000.
Luas areal perkebunan jambu mete di Indonesia pada tahun 1997 adalah
560.813 Ha dan tersebar di berbagai provinsi sebagaimana terlihat pada
Tabel 1.1.
Tabel 1.1.
Luas Areal Perkebunan Mete Di Indonesia, 1997
No. Propinsi
Luas Areal
(Ha)
Persentase
(%)
1 Sulawesi Tenggara 169.926,34 30,30
2 Nusa Tenggara Timur 112.162,60 20,00
3 Sulawesi Selatan 84.682,76 15,10
4 Jawa Timur 48.790,73 8,70
5 Nusa Tenggara Barat 41.500,16 7,40
6 Bali 20.750,08 3,70
7
Maluku, Sulawesi Tengah,
Jawa Tengah dan DIY
83.000,33 14,80
Total 560.813 100,00
Sumber: Agribisnis.deptan.go.id
Produksi gelondong jambu mete pada tahun 1991 adalah 57.274 ton dan
mengalami peningkatan menjadi 92.390 ton pada tahun 2000. Kacang mete
Indonesia hanya memiliki pangsa 0,98% di pasar internasional. Nilai ini jauh
lebih rendah dibandingkan negara lain seperti India (37,60%), Brazil
(11,96%), dan Tanzania (7,77%).
Lahan potensial yang dimanfaatkan untuk tanaman jambu mete di Kabupten
Wonogiri pada tahun 2002 tercantum pada Tabel 2.1.
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 4
Tabel 2.1.
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Diperinci Per Kecamatan
di Kabupaten Wonogiri, 2002
No. Kecamatan
Luas Areal (Ha) Produksi
Wose
(Ton)
Jml
KK
Petani
Ditanam Dipanen Rusak Jumlah
1 Pracimantoro 76 160 14 250 103 4,890
2 Paranggupito 170 51 7 228 49 663
3 Giritontro 122 135 26 283 129 2,041
4 Giriwoyo 42 193 29 264 185 2,041
5 Batuwarno 163 255 23 441 240 2,385
6 Karangtengah 5 34 12 51 32 239
7 Tirtomoyo 25 168 26 219 161 2,650
8 Nguntoronadi 63 176 19 258 169 2,170
9 Baturetno 43 243 24 310 213 2,170
10 Eromoko 181 277 11 469 265 5,814
11 Wuryantoro 76 160 14 250 154 2,333
12 Manyaran 79 186 12 277 178 3,153
13 Selogiri 26 342 19 387 328 2,361
14 Wonogiri 93 397 19 509 387 3,014
15 Ngadirojo 385 2,498 157 3,040 2,438 10,309
16 Sidoharjo 1,534 1,435 116 3,085 1,385 5,607
17 Jatiroto 1,531 1,446 113 3,090 1,388 3,299
18 Kismantoro 90 645 15 750 607 3,970
19 Purwantoro 335 414 21 770 389 4,704
20 Bulukerto 282 290 23 595 267 3,107
21 Puhpelem* - - - - - -
22 Slogohimo 430 431 16 877 405 4,148
23 Jatisrono 553 1,236 114 1,903 1,201 7,230
24 Jatipurno 161 515 23 699 496 3,873
25 Girimarto 180 810 13 1,003 778 4,450
Jumlah 2002 6.645 12.497 866 20.008 11.947 86.621
Jumlah 2001 7.236 12.033 787 20.056 3.544 87.980
Jumlah 2000 6.641 12.145 870 19.656 3.483 87.980
Jumlah 1999 6.645 12.445 870 19.960 3.584 87.980
Jumlah 1998 5.643 11.445 370 17.458 3.504 87.980
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Wonogiri
Ket. *) : Data Kecamatan Puhpelem masih tergabung dengan Kecamatan
Bulukerto
Penulisan buku ini didasarkan hasil survai di Desa Gunung Sari dan Tanjung
Sari, Kabupaten Wonogiri. Meskipun sebagian besar perkebunan Jambu Mete
berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di luar Pulau
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 5
Jawa. Pengolahan Mete di Wonogiri telah berkembang menjadi salah satu
sentra pengolahan mete karena didukung oleh kondisi geografis yang sesuai
untuk perkebunan jambu mete, di mana usaha pengolahan mete di Wonogiri
sebagian besar masih dalam skala kecil.
Usaha pengolahan kacang mete memberikan dampak positif terutama bagi
masyarakat di sekitar antara lain berupa penyediaan lapangan kerja.
Keunggulan lain usaha pengolahan mete adalah proses produksi yang tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan karena limbah proses produksi mete
berupa kulit biji mete dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produk
lain seperti pembuatan kampas rem dan kulit ari mete juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan campuran pakan ternak.
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 6
2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
a. Profil Usaha
Jambu mete termasuk tanaman yang cepat tumbuh dan tahan terhadap
tanah yang kering. Tanaman ini juga banyak digunakan sebagai tanaman
penghijauan dan pencegah erosi sebagaimana banyak ditemui di Kabupaten
Wonogiri. Tanaman jambu mete mempunyai nilai ekonomis tinggi karena
hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan. Bagian-bagian tanaman yang
dapat dimanfaatkan antara lain adalah biji mete (cashew nut), buah semu
(cashew apple), kulit biji, batang dan daun.
Di Kabupaten Wonogiri, usaha pengolahan mete sudah berkembang lama, di
mana usaha ini umumnya merupakan usaha skala kecil dan menengah yang
menggunakan teknologi sederhana. Bahan baku untuk pengolahan mete di
Kabupaten Wonogiri selain dihasilkan oleh Kabupaten Wonogiri juga
didatangkan dari Surabaya, Makassar dan Sumbawa. Output pengolahan
mete dari Wonogiri umumnya dipasarkan ke kota-kota besar di Pulau Jawa
seperti Jakarta, Semarang, Yogya, Klaten, dan Solo.
b. Pola Pembiayaan
Kebutuhan dana untuk usaha pengolahan mete terdiri dari dana investasi
dan modal kerja. Dana ini bersumber dari kredit investasi dan kredit modal
kerja atau dana sendiri pengusaha.
Berdasarkan hasil survai di Wonogiri terdapat beberapa pengusaha kecil yang
bergerak dalam industri pengolahan mete yang telah memperoleh kredit dari
beberapa bank untuk pembiayaan usahanya. Namun demikian, pengusaha
kecil pengolahan mete yang memenuhi kriteria untuk dijadikan responden
dalam penyusunan profil pembiayaan usaha pengolahan mete ini adalah
nasabah PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah Cabang Wonogiri
(selanjutnya disebut BPD). BPD telah menyalurkan kredit untuk usaha
pengolahan mete sejak tahun 1987 dan hingga saat ini sudah membiayai
sekitar 5 pengusaha pengolahan mete. Motivasi awal penyaluran kredit pada
usaha tersebut adalah posisi mete yang merupakan salah satu komoditi
unggulan di Wonogiri. Namun demikian, BPD belum memiliki skema
pinjaman khusus untuk usaha pengolahan mete tersebut di mana kriteria
dan jenis pinjaman yang diberikan untuk usaha pengolahan mete tersebut
adalah KUK Berjangka.
BPD menetapkan tingkat bunga sebesar 18% untuk kredit investasi usaha
pengolahan mete dengan sistem perhitungan bunga flat dan persyaratan
struktur dana investasi sebesar 25% dari total kebutuhan investasi harus
disediakan oleh pengusaha dan kredit dari bank sebesar 75% dengan jangka
waktu pinjaman selama 3 tahun. Sementara itu, tingkat bunga kredit modal
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 7
kerja sebesar 18% per tahun dengan sistem perhitungan bunga efektif
menurun dan jangka waktu kredit selama 3 tahun.
Untuk mendapatkan kredit, nasabah harus memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan oleh bank antara lain agunan berupa sertifikat tanah/bangunan
tempat usaha serta barang bergerak lainnya. Prosedur pengajuan kredit
serta persyaratan-persyaratan pengajuan kredit yang ditetapkan oleh BPD
umumnya masih dipandang ringan oleh pengusaha. Selain itu, proses
pengajuan hingga masa pencairan kredit juga relatif cepat, di mana
pengusaha umumnya sudah menerima realisasi kredit dalam 6 hari.
Berdasarkan informasi yang diperoleh di Kabupaten Wonogiri, bank-bank
yang menyalurkan kredit untuk usaha pengolahan mete tidak menemui
masalah yang berarti. Pengusaha pengolahan mete mampu mengembalikan
kredit sesuai dengan jangka waktu dan prosedur yang ditetapkan.

Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 8
3. Aspek Pemasaran

a. Permintaan
Prospek pengembangan tanaman jambu mete dapat dilihat dari permintaan
kacang, baik permintaan dalam negeri maupun luar negeri. Ekspor kacang
mete setiap tahun mencapai lebih dari 35.000 ton, sedangkan volume ekspor
yang terealisasi baru mencapai 28.105 ton pada tahun 1995 (Statistik
Indonesia, 1995). Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi masih luasnya
potensi usaha pengolahan mete. Selama ini, kacang mete dari Indonesia
sudah diekspor ke berbagai negara di dunia, antara lain ke Amerika,
Belanda, Inggris, Jerman, Australia, Hong Kong, Singapura, Taiwan, Cina,
Jepang, India, Libanon, Malaysia, Italia, Kanada, Korea Selatan dan Swiss.
Sementara itu, permintaan kacang mete dalam negeri, khususnya kacang
mete yang berasal dari Kabupaten Wonogiri adalah dari pedagang besar dan
industri makanan yang ada di Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya serta
pedagang-pedagang eceran di pasar Solo, Klaten, Yogyakarta, dan kota-kota
terdekat lainnya.
b. Penawaran
Di Indonesia, usaha pengolahan kacang mete banyak dikembangkan di
wilayah perkebunan seperti di Sulawesi dan Jawa. Kabupaten Wonogiri
merupakan salah satu sentra produksi kacang mete di Indonesia, meskipun
kapasitas produksi perkebunan mete di wilayah ini relatif lebih rendah bila
dibandingkan dengan sentra produksi mete lain seperti yang ada di Sulawesi
Tenggara, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Peluang usaha
pengolahan kacang mete di Wonogiri masih terbuka karena bahan baku
untuk usaha pengolahan mete relatif mudah didapat.
Produksi mete sangat dipengaruhi oleh perubahan musim panen. Kondisi ini
menyebabkan hasil produksi jambu mete berfluktuasi. Produksi mete di
Indonesia cenderung meningkat setiap tahun seperti terlihat pada Tabel 3.1.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa luas areal perkebunan mete pada tahun
1990 adalah 275.221 ha. Jumlah ini meningkat menjadi 499.959 ha pada
tahun 1999, atau dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,15% per tahun.
Selain peningkatan luas lahan perkebunan mete, produksi mete juga
menunjukkan adanya peningkatan selama tahun 1990-1999, di mana pada
tahun 1990 produksi mete hanya 29.907 ton dan meningkat menjadi 76.656
ton pada tahun 1999 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun
sebesar 9,87% (1990-1999).
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 9
Tabel 3.1 Luas dan Produksi Perkebunan Mete di Indonesia, 1990-1997
Tahun
Luas Area
(ha)
Produksi Gelondong
(ton)
1990 275.221 29.907
1991 354.873 57.247
1992 378.289 62.217
1993 400.593 69.751
1994 418.625 72.077
1995 464.824 74.996
1996 465.758 77.663
1997 499.074 73.732
1998* 503.878 76.047
1999** 499.959 76.656
Laju Pertumbuhan
Rata-rata (tahun)
6,15% 9,87%
Sumber: www.mofrinet.cbn.net.id , diolah
Ditinjau dari sisi kepemilikannya, usaha perkebunan mete di Indonesia
didominasi oleh perkebunan swasta yang cenderung meningkat setiap tahun
dibandingkan dengan usaha perkebunan rakyat dan perkebunan negara, baik
dari sisi luas lahan maupun dari sisi volume produksi. Pada tahun 1999, luas
areal perkebunan mete yang dimiliki oleh perusahaan swasta adalah 9.209
ha dengan volume produksi 616 ton. Luas lahan perkebunan rakyat hanya
490,75 ha dengan volume produksi 79,04 ton. Perkebunan mete yang
berstatus perkebunan negara tidak ada selama periode tersebut
sebagaimana terlihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Status Perusahaan Perkebunan Mete di Indonesia, 1996-1999
Tahun
Status Perusahaan
Jumlah Perkebunan
Rakyat
Perkebunan
Negara
Perkebunan
Swasta
Luas
(Ha)
Produksi
(Ton)
Luas
(Ha)
Produksi
(Ton)
Luas
(Ha)
Produksi
(Ton)
Luas
(Ha)
Produksi
(Ton)
1996 384.357 67.079 0 0 8.593 597 392.950 67.676
1997 490.074 73.158 0 0 9.205 574 499.276 73.732
1998* 494.676 75.445 0 0 9.204 602 503.878 76.047
1999** 490.75 76.04 0 0 9.209 616 499.959 76.656
Keterangan : * Data Sementara
** Data Estimasi
Sumber : www.mofrinet.cbn.net.id dan Statistik Perkebunan 1997 -1999,
diolah


Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 10
c. Analisis Persaingan
India adalah negara penghasil dan eksportir terbesar kacang mete dunia.
Pada tahun 1994, diperkirakan terdapat 500.000 ha perkebunan mete yang
ada di India dengan volume produksi mencapai 385.000 ton. Pada bulan
April 1994 sampai dengan Maret 1995, India mengekspor kacang mete
sebanyak 76.900 ton dengan nilai lebih dari US$ 400 juta. Pasar utama
produk kacang mete India adalah Amerika Serikat, Eropa Barat, Eropa Timur,
Timur Tengah, Rusia, Australia dan Jepang.
Di kawasan Asia, produsen dan eksportir mete yang menjadi pesaing
Indonesia adalah Vietnam. Ekspor kacang mete dari Vietnam setiap tahun
cenderung meningkat. Salah satu faktor pendukung kemajuan tersebut
adalah kebijaksanaan pemerintah Vietnam yang memberlakukan pajak
ekspor yang tinggi bagi perdagangan mete gelondong, sehingga para
eksportir cenderung mengolah mete gelondong menjadi kacang mete. Pada
tahun 1995, ekspor mete Vietnam mencapai US$ 100 juta dengan volume
ekspor mencapai 100.000 ton. Nilai tersebut cukup tinggi jika dibandingkan
dengan Indonesia, di mana pada tahun yang sama, nilai ekspor mete
Indonesia hanya mencapai US$ 21,3 juta dengan volume ekspornya hanya
28.105 ton.
d. Peluang Usaha
Kacang mete termasuk salah satu produk kacang-kacangan (nuts) yang
paling banyak diperdagangkan dan dikelompokkan sebagai komoditi
"mewah" (luxury) dibandingkan dengan kacang tanah atau almond.
Kegunaan utama dari kacang mete adalah kudapan (snacks) dan juga
sebagai campuran pada industri gula-gula (confectionary) atau industri roti
(baking industry).
Pasar utama kacang mete adalah benua Amerika dan Eropa. Negara
pengimpor kacang mete terbesar di dunia adalah Amerika Serikat, di mana
pada tahun 1984 impor kacang mete Amerika Serikat mencapai 61.714 ton
dengan nilai US$ 283,1 juta. Negara lain yang mengimpor kacang mete
adalah Belanda, Jerman dan Inggris. Pada tahun 1994, Belanda mengimpor
kacang mete sebanyak 16.901 ton dengan nilai US$ 65,4 juta, sedangkan
Jerman dan Inggris masing-masing mengimpor 10.008 ton dengan nilai US$
42,7 juta dan 7.280 ton dengan nilai US$ 29,3 juta.
Pada tahun 1998 (hingga Februari), volume ekspor mencapai 27.015 ton
dengan nilai US$ 25,2 juta. Nilai ekspor tersebut lebih tinggi dari tahun
sebelumnya, yakni US$ 19,1 juta. Peningkatan ekspor tersebut diduga
karena semakin banyak biji mete gelondongan yang diolah terlebih dahulu
menjadi kacang mete sebelum diekspor. Tabel 3.3 menunjukkan
perkembangan ekspor mete Indonesia antara tahun 1990-1998. Dari tabel
tersebut terlihat bahwa ekspor mete Indonesia tertinggi selama periode
1990-1998 terjadi pada tahun 1994 dengan volume dan nilai ekspor
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 11
mencapai 38.620 ton atau US$ 43,4 juta. Setelah tahun 1994, ekspor mete
cenderung menurun meskipun kembali meningkat pada tahun 1998.
Perbandingan antara total ekspor Indonesia dan total impor beberapa negara
utama menunjukkan luasnya peluang pasar. Oleh karena itu, peluang usaha
di bidang pengolahan mete masih luas. Apalagi nilai tambah yang didapat
dari ekspor mete olahan besar signifikan dibandingkan bila hanya
mengekspor mete dalam bentuk gelondong. Untuk itu hal ini perlu terus
digalakkan dengan semboyan petik-olah-jual karena akan menambah
pendapatan yang diterima.
Tabel 3.3
Realisasi Impor dan Ekspor Mete Indonesia
Tahun Volume/Nilai
Ekspor
Impor
Gelondong Kacang
1990 Volume (ton) 3.278 NA 1
Nilai (000 US $) 8.243 NA 2
1991 Volume (ton) 14.600 NA 94
Nilai (000 US $) 26.561 NA 194
1992 Volume (ton) 19.278 NA 75
Nilai (000 US $) 24.854 NA 147
1993 Volume (ton) 18.155 NA 424
Nilai (000 US $) 23.144 NA 293
1994 Volume (ton) 38.620 NA 203
Nilai (000 US $) 43.401 NA 157
1995 Volume (ton) 28.105 NA 162
Nilai (000 US $) 21.308 NA 414
1996 Volume (ton) 27.206 680 197
Nilai (000 US $) 20.800 2.951 168
1997 Volume (ton) 15.359 14.307 5
Nilai (000 US $) 15.386 3.766 13
1998 Volume (ton) 28.603 1.684 NA
Nilai (000 US $) 28.706 6.291 NA
Sumber: www.mofrinet.cbn.net.id; Statistik Perkebunan Indonesia 1997 -
1999,
Dan Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS, diolah


e. Harga
Harga jual kacang mete ditentukan kualitas mete yang diolah. Kacang mete
biasanya digolongkan menjadi 2 kelompok, yakni kacang mete kualitas A dan
kualitas B. Kacang mete kualitas A memiliki biji kacang mete yang utuh lebih
dari 80%, sedangkan kacang mete kualitas B memiliki biji kacang mete utuh
antara 60% - 75%. Kacang mete yang sudah tidak utuh atau pecah biasanya
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 12
terjual dengan harga yang rendah. Di tingkat perajin atau pengolah,
sebagian besar kacang mete olahan adalah kelompok kacang mete kualitas B
dengan jumlah biji utuh kurang dari 80%. Harga mete juga dipengaruhi
ukuran dan keutuhan kacang mete.
Kualitas kacang mete pada tingkat pengolah di Kabupaten Wonogiri
dikelompokkan menjadi beberapa kategori yang mempunyai tingkat harga
yang berbeda-beda seperti berikut:
1. Super/Utuh
- Super 1 Utuh (kacang mete ukuran besar utuh dan tidak cacat)
dengan harga rata-rata per kg Rp. 37.000.
- Super 2 Utuh (kacang mete ukuran kecil utuh dan tidak cacat)
dengan harga rata-rata per kg Rp. 35.000.
2. Setengah (kacang mete yang mengalami pecah atau terbelah jadi
2) dengan harga rata-rata per kg Rp. 17.500.
3. Seperempat (kacang mete yang mengalami pecah atau terbelah
jadi 4) dengan harga rata-rata per kg Rp. 8.750.
4. Menir (kacang mete yang sudah terpecah menjadi bagian kecil-kecil)
dengan harga rata-rata per kg Rp. 4.350
Kriteria kacang mete yang berkualitas baik sebagai berikut: (a) Kacang mete
utuh seluruhnya tanpa cacat, tidak terdapat bintik hitam atau cokelat karena
serangan hama atau cendawan; (b) Kacang mete cukup kering dengan kadar
air maksimal 5%; (c) Kacang mete tua; (d) Kacang mete tidak tercampur
dengan biji yang busuk; (e) Kacang mete berwarna putih, pucat atau kelabu
terang; dan (f) Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda
asing. Harga jual kacang mete ke pengepul/pedagang besar umumnya lebih
rendah dibandingkan dengan harga jual langsung ke konsumen. Pada saat
survai penyusunan pola pembiayaan usaha pengolahan mete ini dilakukan
yakni pada bulan Juni 2004, harga jual rata-rata kacang mete ukuran
super/utuh di tingkat pengolah di Kabupaten Wonogiri berkisar antara Rp.
35.000 - Rp. 37.000,- per kilogram, sedangkan di tingkat pedagang
pengecer di pasaran antara Rp. 40.000 Rp. 42.000. Harga bahan baku
berupa mete gelondong rata-rata Rp. 4.500,- per kg. Output sampingan dari
pengolahan mete adalah kulit mete yang dapat dijual dengan harga sebesar
Rp. 150/ kg. Harga tersebut berfluktuasi dari bulan ke bulan.
f. Jalur Pemasaran
Jalur pemasaran menggambarkan proses distribusi kacang mete mulai dari
produsen hingga sampai ke konsumen. Pemasaran kacang mete dari
pengolah biji mete dapat dilakukan melalui dua jalur, yakni:
1. menjual kacang mete ke pedagang besar, kemudian pedagang besar
menjual ke industri makanan atau langsung ke pedagang pengecer
dan dilanjutkan sampai ke konsumen;
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 13
2. menjual langsung ke pedagang pengecer di pasar tradisional dan toko
atau swalayan.
Di Kabupaten Wonogiri, pemasaran produk kacang mete relatif sederhana
karena produsen kacang mete di wilayah ini sudah memiliki distributor tetap
di beberapa kota seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya. Selain itu,
pengusaha pengolah kacang mete juga memasarkan kacang mete secara
eceran ke pasar-pasar tradisional dan toko atau swalayan ke beberapa kota
seperti di Yogya, Solo, Klaten, Sukoharjo dan lain sebagainya.
Proses pemasaran kacang mete melibatkan beberapa pihak terkait, antara
lain adalah petani, pedagang pengumpul, pengusaha atau pengolah kacang
mete, pedagang besar, industri makanan, eksportir, pedagang pengecer
(pasar dan toko) dan konsumen.
Dalam rangka pemasaran tersebut, pengusaha pada industri pengolahan biji
mete di Kabupaten Wonogiri telah menjalin kerjasama dengan beberapa
pedagang besar dan industri makanan. Gambar 3.1 menggambarkan rantai
pemasaran kacang mete yang masih relatif sederhana seperti yang ditemui
di Kabupaten Wonogiri.


Gambar 3.1. Diagram Alir Rantai Pemasaran Kacang Mete

g. Kendala Pemasaran
Pemasaran merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha. Kunci dari
pemasaran ini adalah bagaimana produk yang dihasilkan dapat terserap di
pasar tepat pada waktunya. Pemasaran kacang mete mudah dilakukan
apabila pengusaha telah menjalin hubungan kerja dengan pihak terkait.
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 14
Dalam pemasaran mete, produk yang dipasarkan sebagian besar dalam
bentuk kacang mete mentah karena kacang mete mentah ini lebih awet atau
tahan lama dibandingkan dengan kacang mete siap konsumsi. Umumnya
para pengusaha hanya menjual kacang mete yang siap konsumsi sesuai
pesanan untuk mengurangi resiko kerusakan.
Kendala pemasaran yang banyak dihadapi oleh sebagian besar petani atau
pengolah mete dalam memasarkan produknya antara lain adalah rendahnya
mutu produk yang dihasilkan baik menurut jenis, ukuran maupun kondisi
fisik produk. Dalam menghadapi kendala-kendala tersebut pengusaha
berupaya melakukan sosialisasi proses produksi secara baik melalui tahapan
tertentu misal proses pengeringan biji mete yang sempurna dan pemecahan
biji mete gelondong secara hati-hati agar tidak pecah. Kendala lainnya
terkait dengan kebiasaan petani yang memanen jambu mete sebelum
waktunya dan proses pengeringan mete gelondongan yang juga tidak
sempurna.

Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 15
4. Aspek Produksi

a. Lokasi Usaha
Pengolahan kacang mete oleh industri kecil dan rumah tangga umumnya
masih menggunakan peralatan yang sederhana. Proses utama pengolahan
kacang mete dimulai dari pengupasan kulit biji jambu mete hingga kacang
mete diperoleh dalam keadaan utuh.
Lokasi usaha pengolahan mete umumnya banyak dilakukan di daerah-daerah
yang dekat dengan wilayah perkebunan jambu mete. Daerah dengan
produksi jambu mete yang tinggi akan memacu pertumbuhan usaha
pengolahan mete karena kemudahan mendapatkan bahan baku dengan
harga yang lebih murah. Pengolahan mete tidak memerlukan lokasi usaha
yang spesifik. Rumah tangga pada umumnya dapat melakukan usaha ini.
Hanya saja diperlukan lahan yang relatif luas atau lantai yang cukup yang
diperlukan untuk penjemuran mete.
b. Fasilitas Produksi dan Peralatan
Fasilitas Produksi
Fasilitas produksi dan peralatan utama yang dibutuhkan untuk budidaya
tiram mutiara ini adalah :
1. Bangunan untuk proses produksi
Bangunan digunakan untuk aktivitas produksi yang ukurannya
disesuaikan dengan kapasitas/skala usaha. Kegiatan produksi meliputi
pemecahan mete gelondongan, sortasi dan grading biji,
pengeringan/penjemuran biji mete (lantai penjemuran), penyimpanan
biji mete, pengeringan kacang mete, pengupasan kulit ari kacang
mete, dan pengemasan.
2. Lahan penjemuran
Luas lahan penjemuran disesuaikan dengan skala usaha, di mana
lahan ini disiapkan sedemikian rupa dengan kondisi yang bersih agar
pada saat penjemuran mete dilakukan maka higienitas mete tetap
terjamin.
Peralatan
Umumnya alat-alat yang digunakan dalam proses produksi kacang mete
pada skala kecil masih menggunakan alat-alat yang sederhana. Adapun alat-
alat yang digunakan untuk pengolahan kacang mete adalah: kacip belah,
tampah/nyiru, oven, plastik, tali dan gas.
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 16
c. Bahan Baku

Bahan baku untuk pengolahan kacang mete adalah biji mete. Pengusaha
pengolah jambu mete yang ada di Kabupaten Wonogiri sebagian besar
mendapatkan bahan baku dari pengumpul mete gelondongan yang terdapat
di Surabaya dan Sulawesi Selatan. Hanya sebagian kecil dari pengusaha
yang mendapatkan bahan baku dari petani setempat. Kacang mete yang
berkualitas baik dihasilkan dari bahan baku yang baik yang ditentukan dari
syarat panen yang sesuai dengan umur jambu mete.

d. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang bekerja untuk usaha pengolahan kacang mete umumnya
adalah anggota keluarga dan masyarakat di sekitar lokasi usaha, di mana
tenaga kerja tersebut digolongkan menjadi tenaga kerja tetap dan tidak
tetap. Jumlah tenaga kerja berkisar antara 15-60 orang yang sebagian besar
adalah tenaga kerja tidak tetap. Di Kabupaten Wonogiri, tenaga kerja tetap
mendapat upah sebesar Rp10.000/hari sedangkan tenaga tidak tetap
mendapat upah sebesar Rp8.000/hari.

e. Teknologi
Teknologi pengolahan kacang mete dapat dibagi 2, yaitu:
1. Teknologi tradisional
Pada tingkatan teknologi ini, peralatan yang digunakan umumnya relatif
sederhana dan mudah diperoleh di mana sebagian besar proses produksi
masih mengandalkan tenaga manusia. Penggunaan peralatan sederhana ini
sangat mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan dan mutu. Kapasitas
produksi dengan alat sederhana ini sangat kecil dengan mutu kadang kala
yang kurang baik. Oleh sebab itu, biasanya pengusaha yang menggunakan
teknologi sederhana akan menjual produknya pada pengusaha yang lebih
besar. Dengan teknologi sederhana ini rata-rata setiap tenaga kerja bisa
menghasilkan 4 kg kacang mete per hari.
2. Teknologi modern
Proses pengolahan mete dengan teknologi modern telah menggunakan alat-
alat modern. Penggunaan alat-alat moderen ini akan berdampak pada hasil
produksi yang lebih maksimal. Selain itu, teknologi ini juga dapat menekan
biaya operasional.
f. Proses Produksi
Kunci pengolahan mete ada pada pembelahan mete gelondongan. Karena
bentuknya yang unik dan tidak standar, mesin pemecah mete sulit dibuat.
Pernah dilakukan pemecahan dengan mesin, namun biayanya mahal dan
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 17
hasilnya tidak baik. Oleh karena itu, pemecahan mete masih menggunakan
kacip.
Proses produksi kacang mete meliputi kegiatan-kegiatan yang ditunjukkan
pada Gambar 4.1.


Gambar 4.1. Diagram Alur Proses Produksi Kacang Mete
1. Pemisahan Buah dari Tangkai
Biji mete (buah sejati) harus dipisahkan terlebih dahulu dengan buah
semunya (tangkainya). Cara memisahkan biji mete cukup dipuntir dan
diletakkan di tempat terpisah. Selanjutnya, biji mete yang telah
dipisahkan dari buah semunya dicuci untuk dibersihkan dari kotoran
(tanah, debu, pasir, dan lain-lain).
2. Sortasi dan Grading Mete Gelondongan
Mete yang telah dipisahkan dari buah semunya harus segera disortasi,
yaitu pemisahan antara mete gelondongan yang baik dan mete
gelondongan yang rusak/busuk dan sekaligus dilakukan grading, yaitu
pengelompokan mete gelondongan berdasarkan ukurannya.
Sortasi dan grading mete gelondongan dapat dilakukan secara manual
ataupun secara mekanis. Sortasi dan grading secara manual umumnya
dilakukan di tingkat petani atau perajin rumah tangga sedangkan
sortasi dan grading secara mekanis umumnya dilakukan di tingkat
pabrikan yang memiliki mesin-mesin pemisah (grader).
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 18
Tabel 4.1.
Standar Biji Mete Gelondong di Indonesia
Aspek Kriteria
1. Syarat
Mutu
* Bebas hama/penyakit yang dapat mengganggu
kesehatan konsumen maupun yang dapat
merusak bahan olah mete gelondong selama
dalam pengangkutan dan penyimpanan.
* Bebas bau busuk, asam, kapang dan bau asing
lainnya akibat pengeringan yang kurang
sempurna dan atau penyimpanan yang kurang
baik.
* Tidak tercemar CNCL atau bahan kimia lain
seperti sisa-sisa pupuk atau pestisida.
* Kadar air maksimum 8%.
2. Kelas Mutu Keterangan Jumlah Biji (Min)
Amat Baik
(M1)
Baik (M2)
Minimum 90% BJ gelondong
>1
Minimum 75% BJ gelondong >
1
175 biji/kg
176 - 225 biji/kg
Sumber : Saragih , YP dan Y. Haryadi 1994. Mete Penebar Swadana,
Jakarta

3. Pengeringan/Penjemuran Mete Gelondong
Mete gelondongan yang baru dipetik masih memiliki kadar air sekitar
25 %. Mete gelondongan harus segera dikeringkan agar tidak terjadi
kerusakan pada keping biji akibat serangan jamur, bakteri atau faktor
enzimatis.
Pengeringan mete gelondongan dapat dilakukan dengan cara dijemur
di bawah panas matahari. Mete gelondongan dihamparkan di lantai
jemur. Jika tidak tersedia lantai jemur, pengeringan biji mete dapat
menggunakan anyaman bambu, tikar, atau tampah. Pengeringan mete
gelondongan dilakukan hingga kadar airnya mencapai 3%. Jika cuaca
cerah, mete gelondongan yang dijemur selama 3-4 hari berturut-turut
dengan 7-8 jam/hari sudah kering (kadar air + 5%). Pengeringan
mete gelondongan selain bertujuan mempertahankan kualitas, juga
bertujuan untuk memudahkan pengupasan.
4. Penyimpanan Biji Mete Gelondongan
Mete gelondongan yang telah kering harus segara disimpan dengan
baik agar kualitasnya tetap terjaga. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam menyimpan mete gelondongan adalah suhu udara dan
kelembaban udara di dalam gudang penyimpanan. Gudang
penyimpanan yang memiliki suhu udara tinggi dapat membantu
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 19
pengeringan mete gelondongan kerena proses pengeringannya masih
dapat berlangsung selama dalam penyimpanan.
Di daerah yang beriklim kering seperti di Kabupaten Wonogiri, gudang
penyimpanan harus memiliki jumlah ventilasi yang banyak.
Penyimpanan mete gelondongan dalam gudang penyimpanan dapat
dilakukan dengan cara dikemas dalam karung dan mulut karung
dibiarkan tetap terbuka. Mete gelondongan disimpan selama 1-2 hari
untuk tetap menjaga kualitasnya.
5. Pengambilan Kacang Mete
Untuk mengambil kacang mete, kulit biji mete dipecah atau dikupas.
Pengupasan kulit biji mete dapat dilakukan secara mekanis atau
manual. Pengupasan kulit biji mete gelondong secara manual dapat
dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut: (1) Pengupasan kulit
mete dengan pemukul, (2) Pengupasan kulit mete dengan kacip belah,
dan (3) Pengupasan kulit mete dengan kacip ceklok.


Foto 2: Pengupasan Kulit Mete dengan Kacip
Sumber: Wawan, PSE-KP UGM
Pengupasan biji mete secara mekanis relatif lebih rumit, namun dapat
menghasilkan rendemen kacang mete utuh mencapai 90% dan proses
pengolahannya dapat lebih cepat. Pada umumnya, pengupasan biji
mete secara mekanis dilakukan di tingkat pabrikan yang memiliki
fasilitas memadai. Mesin-mesin pengupas kulit mete secara mekanis
banyak jenisnya dan masing-masing memiliki daya kerja berlainan dan
hasil rendemen biji utuh juga bervariasi, antara lain sebagai berikut:
1. Roller cracker: Mesin ini memiliki kapasitas 2,4 ton/hari kerja (8
jam) dengan hasil kacang mete utuh 30%. 2. Excentric crusher: Mesin
ini dapat menghasilkan kacang mete utuh 40%. 3. Gyratory cracker:
Mesin ini memiliki kapasitas mengupas 1 ton biji mete tiap jam. 4.
Centrifugal cracker: Mesin ini dibedakan atas sistem sical, sistem jur,
sistem barbieri, dan sistem TPI.
Pada sistem sical, mesin ini memiliki kapasitas 1.200 kg/jam dan
menghasilkan kacang mete utuh 67%. Pada sistem jur, mesin ini
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 20
memiliki kapasitas 200 - 600 kg/jam, tergantung pada ukuran
mesinnya. Sistem jur dapat menghasilkan kacang mete utuh 90%.
Sistem barbieri hampir sama dengan sistem sical dan jur sedangkan
pada sistem TPI, mesin memiliki kapasitas pengupasan 300 kg/jam
dengan hasil kacang mete utuh mencapai 70%. 5. Olfemare: Mesin ini
dapat menghasilkan kacang mete utuh mencapai 80%. 6. Cashco:
Mesin ini dapat menghasilkan kacang mete utuh mencapai 75%. 7.
Sima (Societa le Sima Machine Agraries): Kapasitas pengupasan mesin
ini 70 kg buah mete per jam dan hasil rendemen kacang mete utuh
mencapai 53%. Di Kabupaten Wonogiri, usaha pengolahan mete yang
disurvai belum ada yang menggunakan mesin-mesin seperti
disebutkan di atas, di mana pengusaha yang ada masih menggunakan
teknologi tradisional/sederhana.
6. Pengeringan Kacang Mete
Kacang mete yang telah dipisahkan dari kulitnya dikeringkan lagi
hingga kadar air mencapai sekitar 3% dari sebelumnya 5%.
Pengeringan kacang mete ini bertujuan untuk memudahkan
pengelupasan kulit ari kacang mete. Di samping itu, pengeringan
kacang mete bertujuan untuk mencegah serangan hama dan jamur
serta meningkatkan daya simpan. Pengeringan tidak boleh terlalu
berlebihan karena dapat menyebabkan kacang mete rapuh sehingga
dapat meningkatkan persentase pecah pada penanganan selanjutnya.
Pengeringan kacang mete di Wonogiri dilakukan dengan cara
penjemuran di bawah sinar matahari. Pengeringan dengan oven
dilakukan bila cuaca tidak memungkinkan misalnya sedang musim
hujan.
Pengeringan kacang mete di bawah sinar matahari dilakukan sebagai
berikut: Kacang mete dihamparkan pada rigen-rigen pengering yang
terbuat dari bambu atau tampah dari aluminium. Untuk mencapai
kadar air sekitar 3%, penjemuran kacang mete dapat dilakukan
selama 3-4 hari pada cuaca cerah (7-8 jam/hari). Keuntungan
pengeringan kacang mete dengan sinar matahari adalah kacang mete
tidak gosong sehingga menghasilkan mete berkualitas baik.
Pengeringan kacang mete juga dapat dilakukan dengan menggunakan
oven. Pemanasan secara langsung dapat menyebabkan kacang mete
berwarna cokelat atau hitam dan berbau asap. Pemanasan secara
langsung ini menyebabkan kacang mete terkena udara panas yang
banyak mengandung asap dan gas-gas lain hasil pembakaran
sehingga mutu kacang mete yang dihasilkan menurun. Pemanasan
secara tidak langsung tidak mempengaruhi warna dan aroma (bau)
sehingga kacang mete yang dihasilkan tetap berkualitas baik. Suhu
optimum pengeringan kacang mete dengan oven adalah 7000C. Suhu
yang tinggi dapat menyebabkan kacang mete menjadi rapuh dan
banyak kacang mete yang pecah/hancur. Pengeringan kacang mete
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 21
dilakukan hingga kadar air mencapai 3%. Lama waktu pengeringan
yang diperlukan untuk mencapai kadar air tersebut sekitar 4-8 jam.
Pengeringan kacang mete juga dapat dilakukan dengan cara sangrai
yaitu dengan memanaskan kacang mete di atas nampan yang diberi
lapisan pasir. Pemanasan dilakukan selama 4 menit sambil dibalik
berulang-ulang agar tidak hangus. Kacang mete sebelum dikeringkan
sebaiknya direndam lebih dahulu dalam larutan K2CO3 dengan
konsentrasi 6%. Tujuan perendaman ini adalah untuk meningkatkan
daya simpan kacang mete dan menghilangkan rasa masam. Dengan
perlakuan ini, kacang mete dapat disimpan selama 6 bulan tanpa
adanya perubahan rasa dan bau (aroma).


Foto 3: Proses Pengeringan Kacang Mete dengan Sinar Matahari
Sumber: Wawan, PSE-KP UGM
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 22



Foto 4: Alat Pengeringan Oven
Sumber: Wawan, PSE-KP UGM
7. Pengupasan Kulit Ari
Pengupasan kulit ari kacang mete dilakukan segera setelah
pengeringan. Pengupasan kulit ari kacang mete dapat dilakukan
secara manual dengan cara penggesekan menggunakan jari tangan
secara hati-hati atau menggunakan pisau. Pengupasan kulit ari dengan
pisau dilakukan dengan hati-hati agar tidak melukai kacang mete yang
dapat menurunkan mutu. Pengupasan kulit ari secara manual ini
memiliki persentase kerusakan kacang mete (pecah) mencapai 2%-
25%. Pada tahap ini umumnya seorang pekerja dapat menyelesaikan
12 kg kacang mete per hari .
8. Sortasi dan Grading
Kacang mete yang sudah bersih selanjutnya disortasi dan digrading
terlebih dahulu sebelum dijual ke konsumen/pasar. Sortasi dan
grading bertujuan untuk menyeragamkan kacang mete menurut
kualitasnya sehingga memudahkan dalam penentuan harga dan
penjualan di pasar.
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 23
Sortasi merupakan kegiatan memisahkan kacang mete yang baik
(utuh putih, utuh agak putih) dengan kacang mete yang kurang baik
(remuk, utuh agak gosong, utuh gosong). Grading adalah kegiatan
mengelompokkan kacang mete yang telah disortasi ke dalam
kelompok-kelompok kelas mutu. Misalnya, kelompok kelas mutu 1, 2,
3 dan seterusnya. Pada sortasi kacang mete yang dilakukan secara
manual, seorang pekerja yang terampil mampu mensortasi rata-rata
65 kg/hari.



Foto 5: Proses Sortasi dan Grading
Sumber: Wawan, PSE-KP UGM



Foto 6: Hasil Sortasi dan Grading
Sumber: Wawan, PSE-KP UGM
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 24
9. Pengemasan
Kacang mete cepat mengalami kerusakan karena proses enzimatis
atau serangan cendawan dan serangga. Untuk mencegah kerusakan
yang disebabkan oleh faktor di atas, kacang mete perlu dikemas
dengan baik. Tujuan pengemasan selain melindungi kacang mete dari
kerusakan serangan cendawan atau serangga juga bertujuan
melindungi kacang mete dari kerusakan mekanis sewaktu proses
pengangkutan atau kerusakan fisiologis karena pengaruh lingkungan,
misalnya suhu dan kelembaban. Pengemasan sebaiknya rapat dan
tidak tembus udara karena dapat menghambat proses respirasi,
proses pembusukan dan gangguan serangga fisiologis lainnya pada
kacang mete. Dengan pengemasan yang baik dan benar maka kualitas
mete dapat dipertahankan dalam waktu lama.
Selain dapat mencegah kerusakan kualitas kacang mete, pengemasan
memudahkan pengangkutan, pemasaran dan meningkatkan daya
tarik. Di Kabupaten Wonogiri pengemasan kacang mete dilakukan
dengan menggunakan plastik ukuran isi 25 kg untuk produk yang
dipasarkan. Jangka waktu antara proses pengemasan dengan
pendistribusian ke pasar berkisar antara 1-2 hari sehingga kerusakan
atau penurunan mutu bisa diminimalisir sekecil mungkin karena tidak
terlalu lama disimpan di gudang penyimpanan.


Foto 7: Pengemasan Kacang Mete
Sumber: Wawan, PSE-KP UGM

g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi
(1). Jumlah Produksi
Proses produksi yang menggunakan teknologi sederhana menyebabkan
jumlah output yang dihasilkan juga masih rendah. Hal ini dikarenakan
teknologi sederhana yang digunakan tersebut masih mengandalkan tenaga
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 25
kerja manusia. Dengan teknologi yang demikian, jumlah produksi yang dapat
dihasilkan berkisar 5 kg/orang atau sekitar 3 kwintal per hari. Jika
dibandingkan dengan penggunaan teknologi yang lebih modern jumlah
produksi per hari dapat mencapai lebih dari 1 (satu) ton.
(2). Mutu Produksi
Secara umum,mutu kacang mete dapat dikelompokkan menjadi 6 kelompok
menurut keadaan (ukuran) biji mete dan 4 kelompok menurut warna.
Pengelompokan biji mete menurut keadaan (ukuran):
1. Kacang mete utuh (whole kernels), yaitu kacang mete utuh
seluruhnya, tanpa cacat.
2. Kacang mete tidak utuh, yaitu kacang mete yang sebagian kecil sudah
pecah (Butts kernels).
3. Kacang mete belahan (split kernels), yaitu kacang mete setengah utuh
atau merupakan belahan kacang mete yang utuh.
4. Kacang mete remukan besar (large pieces kernels), yaitu kacang mete
yang pecah lebih dari dua bagian dengan ukuran diatas 0.6 cm dan
tidak lolos dengan ayakan 4 mesh.
5. Kacang mete remukan kecil (small pieces kernels), yaitu kacang mete
yang pecah/remuk dengan ukuran 0.4-0.5 cm dan tidak lolos dengan
ayakan 6 mesh.
6. Kacang mete remukan halus (baby bits kernels), yaitu kacang mete
yang pecah/remuk halus, tetapi tidak lolos dengan ayakan 10 mesh.
Pengelompokan biji mete menurut warna biji mete:
1. kacang mete putih (white kernels), yaitu kacang mete berwarna putih
bersih, tidak terdapat bercak berwarna cokelat atau hitam.
2. Kacang mete agak putih (fancy kernels), yaitu kacang mete berwarna
agak putih atau agak gosong.
3. Kacang mete setengah gosong (dessert kernels), yaitu kacang mete
setengah gosong atau bercak-bercak hitam.
4. Kacang mete gosong (scorched kernels), yaitu kacang mete yang
gosong berwarna cokelat muda sampai cokelat akibat pemanasan
yang berlebihan.
Dengan dua dasar penggolongan tersebut diperoleh 24 golongan kelas.
Namun dalam pelaksanaannya penggolongan ini dapat berkurang menjadi
beberapa kelas mutu saja, tergantung pada kebutuhan atau permintaan. Dari
dasar penggolongan di atas, kacang mete yang mengalami pengolahan dapat
digolongkan menjadi beberapa grade yaitu:
a. Grade I (Kacang mete yang termasuk dalam grade I) memiliki spesifikasi
sebagai berikut:
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 26
1. Kacang mete utuh seluruhnya, tanpa cacat, tidak terdapat bintik hitam
atau cokelat karena serangan hama atau cendawan.
2. Kacang mete cukup kering dengan kadar air maksimal 5%.
3. Kacang mete tua.
4. Kacang mete tidak tercampur dengan biji yang busuk.
5. Kacang mete berwarna putih, pucat atau kelabu terang.
6. Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing.
7. Kacang mete rusak akibat pengangkutan ke pasar kurang dari 10%.
b. Grade II (Kacang mete yang termasuk dalam grade II) memiliki spesifikasi
sebagai berikut:
1. Kacang mete tidak utuh, yaitu kacang mete yang sebagian kecil sudah
pecah, tidak terdapat bintik hitam atau cokelat karena serangan hama
atau cendawan.
2. Kacang mete cukup kering dengan kadar air maksimal 5%.
3. Kacang mete tua.
4. Kacang mete berwarna putih, pucat atau agak putih, atau kelabu
terang.
5. Kacang mete tidak tercampur dengan kacang mete yang busuk.
6. Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing.
7. Kacang mete rusak akibat pengangkutan ke pasar kurang dari 10%.
c. Grade III (Kacang mete yang termasuk dalam grade III) memiliki
spesifikasi sebagai berikut:
1. Kacang mete pecah terbelah memanjang menjadi dua bagian (kacang
mete belahan utuh), tidak terdapat bintik hitam atau cokelat karena
serangan hama atau cendawan.
2. Kacang mete cukup kering dengan kadar air maksimal 5%.
3. Kacang mete tua.
4. Kacang mete berwarna putih, pucat atau agak putih, atau kelabu
terang.
5. Kacang mete tidak tercampur dengan kacang mete yang busuk.
6. Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing.
d. Grade IV (Kacang mete yang termasuk dalam grade IV) memiliki
spesifikasi sebagai berikut:
1. Kacang mete pecah yaitu pecahan kacang mete besar dan kecil
dengan ukuran di atas 0.4 cm dan tidak lolos dengan ayakan 6 mesh,
tidak terdapat bintik hitam atau cokelat karena serangan hama atau
cendawan.
2. Kacang mete cukup kering dengan kadar air maksimal 5%.
3. Kacang mete tua.
4. Kacang mete berwarna putih, pucat atau agak putih, atau kelabu
terang.
5. Kacang mete tidak tercampur dengan kacang mete yang busuk.
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 27
6. Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing.
e. Grade V (Kacang mete yang termasuk dalam grade V) memiliki spesifikasi
sebagai berikut:
1. Kacang mete agak gosong, utuh/tidak utuh (sebagian kecil pecah)
terbelah memanjang menjadi dua bagian, tidak terserang hama atau
cendawan.
2. Kacang mete cukup kering dengan kadar air maksimal 5%.
3. Kacang mete tua.
4. Kacang mete berwarna gading cerah.
5. Kacang mete tidak tercampur dengan kacang mete yang busuk.
6. Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing.
f. Grade VI (Kacang mete yang termasuk dalam grade VI) memiliki
spesifikasi sebagai berikut:
1. Kacang mete setengah gosong, utuh/tidak utuh/terbelah memanjang
menjadi dua bagian, tidak terserang hama atau cendawan.
2. Kacang mete cukup kering dengan kadar air maksimal 5%.
3. Kacang mete tua atau yang belum tua.
4. Kacang mete berwarna cokelat muda.
5. Kacang mete tidak tercampur dengan kacang mete yang busuk.
6. Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing.
g. Grade VII (Kacang mete yang termasuk dalam grade VII) memiliki
spesifikasi sebagai berikut:
1. Kacang mete yang gosong dengan berbagai keadaan ukuran.
2. Kacang mete cukup kering.
3. Kacang mete tua/belum tua/keriput.
4. Kacang mete berwarna gading tua/cokelat tua karena gosong atau
hangus dari pemanasan yang berlebihan.
5. Kacang mete tidak tercampur dengan kacang mete yang busuk.
6. Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing.
Hasil survei lapangan di Kabupaten Wonogiri menunjukkan bahwa pengusaha
pengolah kacang mete membagi mutu kacang mete berdasarkan ukurannya
menjadi 4 kategori yaitu: (Lihat Harga)
1. kacang mete utuh atau super yaitu kacang mete yang utuh seluruhnya
tanpa cacat;
2. kacang mete belahan atau mengalami pecah 50% yaitu kacang mete
setengah utuh;
3. kacang mete remukan besar yaitu kacang mete pecah ukuran 1/4;
4. kacang mete remukan halus atau menir yaitu kacang mete yang sudah
remuk/pecah menjadi butiran kecil-kecil.
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 28
Menurut warna biji mete dibagi menjadi tiga klasifikasi sebagai berikut:
1. kacang mete putih bersih;
2. kacang mete setengah gosong;
3. kacang mete gosong dan berwarna coklat.
h. Kendala Produksi
Kendala atau masalah produksi yang dialami pengolah mete selama ini
antara lain dengan ketersediaan bahan baku, iklim, teknologi dan sumber
daya manusia.
1. Bahan Baku
Bahan baku sering menjadi kendala dalam proses produksi berkaitan dengan
persediaan yang terbatas dan tergantung pada stok yang ada dari
penyalur/pedagang pengepul. Kondisi ini sering menyebabkan jumlah bahan
baku yang diterima tidak sesuai dengan pesanan atau mutu yang
dikehendaki. Untuk mengatasi hal tersebut diadakan perjanjian antara
pengolah dengan penyalur dengan rata-rata perbandingan 4:1 artinya 4 kg
mete gelondong yang dipesan menghasilkan rata-rata 1 kg kacang mete.
Jika hasilnya tidak sesuai, hal tersebut bisa dibicarakan lagi dengan penyalur
untuk ditukar pada pesanan berikutnya atau berdasarkan rata-rata berapa kg
biji mete yang dapat dihasilkan menjadi kacang mete dari pesanan yang
dilakukan sehingga nantinya dievaluasi setelah beberapa kali melakukan
pesanan.
2. Iklim
Musim atau iklim yang sulit diramal mengakibatkan produksi tidak optimal
dan tidak tepat waktu karena sangat tergantung dengan penyinaran
matahari khususnya proses penjemuran biji atau kacang mete. Iklim yang
berubah-ubah mengakibatkan kualitas kacang mete yang dihasilkan kurang
baik bila dibandingkan dengan pengeringan menggunakan sinar matahari
penuh. Akibatnya produk yang dihasilkan bisa diklasifikasikan menjadi
beberapa grade. Sedikitnya sinar matahari pada musim hujan juga
menurunkan mutu kacang mete karena harus dijemur berhari-hari, untuk
menghadapi kendala ini para pengolah kacang mete menggunakan oven
yang ada. Meskipun pengeringan kacang mete dapat dilakukan dengan oven
(dryer), tetapi mutunya tidak sebagus dengan pengeringan dengan sinar
matahari.
3. Teknologi
Teknologi dan peralatan yang digunakan untuk pengolahan masih sederhana
yaitu pengupasan kulit biji mete dilakukan dengan menggunakan kacip biasa.
Dengan alat berupa kacip biasa ini, seorang tenaga kerja rata-rata hanya
bisa menghasilkan biji mete sebanyak 4 sampai 5 kg per hari. Penggunaan
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 29
teknologi tepat guna yang disesuaikan dengan kondisi biji mete lokal yang
ada, pada waktu dilakukan survei belum ada alat yang sesuai dengan kondisi
tersebut.
4. Tenaga Kerja
Dilihat dari sisi ketenagakerjaan, usaha pengolahan mete ini tidak menemui
kesulitan. Setiap proses atau tahapan produksi dapat dikerjakan oleh setiap
tenaga kerja tanpa memerlukan keahlian khusus. Kendala yang sering
dijumpai dalam usaha ini adalah tenaga kerja yang tidak mencukupi untuk
memenuhi kapasitas produksi pada saat terjadi kenaikan permintaan pada
bulan/hari tertentu seperti lebaran/hari-hari besar dan liburan sekolah. Untuk
mengatasi kendala tersebut pengusaha harus mencari tenaga kerja
tambahan dari luar dan harus bersaing dengan pengusaha lain yang
mengalami hal serupa. Pada kondisi persaingan ini biasanya pengusaha
mengalah dan bersedia mengantar biji mete ke tempat tinggal masing-
masing tenaga kerja dan akan mengambil hasilnya beberapa hari kemudian.


Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 30
5. Aspek Keuangan

a. Pemilihan Pola Usaha

Pada bab ini akan dijelaskan aspek keuangan usaha pengolahan kacang mete
yang disurvai di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Dengan semakin
berkembangnya usaha pengolahan yang didukung dengan ketersediaan
bahan baku serta kemudahan memperoleh pembiayaan bank memudahkan
orang untuk melakukan usaha ini. Pola pembiayaan yang dianalisis adalah
usaha pengolahan kacang mete dengan skala kecil yang menggunakan
teknologi sederhana. Luas lahan usaha ini adalah 500 m2, di mana sebagian
besar lahan digunakan untuk penjemuran. Harga jual output berupa kacang
mete dan kulit mete dan harga beli bahan baku yang digunakan dalam
perhitungan didasarkan pada harga rata-rata penjualan yang berlaku pada
saat survai dilakukan. Periode proyek atau jangka waktu analisis yang dipilih
didasarkan pada umur ekonomis proyek, yakni 5 tahun.

b. Asumsi Dasar Perhitungan
Analisis keuangan bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai
pendapatan dan pengeluaran atas suatu usaha yang dilakukan. Analisis
pendapatan menunjukkan proyeksi pendapatan yang dapat diperoleh setiap
tahun dan selama umur proyek. Pengeluaran menunjukkan kebutuhan biaya
untuk melaksanakan usaha pengolahan kacang mete tersebut. Komponen
pengeluaran ini terdiri dari biaya investasi, modal kerja awal dan biaya
operasional. Asumsi dan parameter yang dipakai dalam analisis keuangan
usaha pengolahan kacang mete ini ditunjukkan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan
No Asumsi Satuan
Jumlah/
Nilai (Rp)
Keterangan
1 Periode proyek tahun 5 Umur ekonomis proyek
2
Luas tanah dan
bangunan
m
2
500 Sewa

Sewa tanah dan
bangunan
m
2
/bulan 20.000
sewa dibayar dimuka
untuk 5 tahun
3
Mesin dan
Peralatan:

Kacip unit 70
Oven unit 1
Timbangan unit 4

Alat
jemur/loyang/nyiru
unit 20
Gerobak unit 1
Tabung Gas unit 430.000
Plastik Rp/Bal 200.000
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 31
Tali rafiah Rp/Gulung 5.000
Kapur Rp/Kg 600
4
Output, Produksi
dan Harga:


Produksi kacang
mete per tahun
kg 84.300

Produksi kacang
mete per hari
kg 300

Harga jual kacang
mete
Rp/kg 36.000
Harga Kulit mete Rp/kg 150

Produksi kulit mete
per hari
kg 1.200

Produksi kulit mete
per tahun
kg 361.200
5
Penggunaan
tenaga kerja:

Tenaga kerja tetap orang 5

Tenaga kerja
borongan
orang 60

Upah tenaga kerja
tetap per hari
Rp/orang/Hari 10.000

Upah tenaga kerja
tidak tetap per hari
Rp/orang/Hari 8.000

Upah tenaga
manajemen per
hari
Rp/orang/Hari 20.000
upah tenaga
manajemen = 2 kali
upah tenaga tetap

Jumlah hari kerja
dalam 1 thn
hari 301
6
Penggunaan Input
dan Harga:

Harga Biji Mete Rp/kg 6.000

Input Biji Mete 1
Tahun
Kg 451.500

Input Biji Mete 1
Hari
Kg 1.500
7 Biaya Gas Rp/unit 250.000
8 Biaya transportasi Rp/kg 1.000
9 Biaya Listrik Rp/bln 150.000
10 Biaya Telepon Rp/bln 125.000
11
Perijinan dan sewa
lahan
dibayar dimuka
selama 5 tahun

12 Biaya Rp/bln 83.800 1% dari harga
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 32
pemeliharaan
mesin & alat
utama
pembelian mesin & alat
13 Discount rate 18%
Sumber : Lampiran 1


c. Biaya Investasi dan Operasional
(1). Kebutuhan Investasi
Biaya investasi merupakan biaya tetap yang besarnya tidak dipengaruhi oleh
jumlah produk yang dihasilkan. Biaya investasi untuk usaha pengolahan
kacang mete ini terdiri dari beberapa komponen diantaranya biaya perijinan,
sewa tanah dan gedung, pembelian peralatan produksi, peralatan pendukung
lainnya.
Biaya perijinan meliputi ijin usaha dengan jumlah biaya Rp100.000,-. Sewa
tanah dan bangunan diasumsikan dibayar dimuka selama 5 tahun sesuai
dengan umur proyek. Selain biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun 0,
terdapat pula biaya reinvestasi yang harus dialokasikan pada tahun
berikutnya, karena dari seluruh peralatan dan komponen biaya investasi,
terdapat beberapa peralatan yang harus diganti setiap tahunnya. Jumlah
biaya investasi keseluruhan pada tahun 0 adalah Rp59.880.000,-, dengan
penyusutan sebesar Rp2.866.333/tahun seperti terlihat pada Tabel 5.2, di
mana seluruh biaya investasi tersebut seluruhnya adalah dana milik
pengusaha, bukan kredit dari bank.
Tabel 5.2
Biaya Investasi Pengolahan Kacang Mete
Jenis Biaya Satuan Jumlah
Harga/
satuan
Nilai (Rp)
Perijinan
satu
paket 1 100.000 500.000
Sewa tanah dan
gedung m
2
500 20.000 50.000.000
Peralatan Utama:
Kacip unit 70 55.000 3.850.000
Oven unit 1 2.000.000 2.000.000
Timbangan unit 4 500.000 2.000.000
Alat
jemur/loyang/nyiru unit 20 50.000 1.000.000
Gerobak unit 1 100.000 100.000
Tabung Gas unit 1 430.000 430.000
Jumlah 59.880.000
Sumber : Lampiran 2
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 33
(2). Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan biaya variabel yang jumlahnya sangat
dipengaruhi oleh volume produksi. Komponen biaya operasional terdiri dari
pengadaan bahan baku, peralatan operasional, biaya transportasi, listrik dan
telepon, serta upah tenaga kerja. Biaya operasional usaha pengolahan
kacang mete setiap tahunnya sebesar Rp3.076.280.600,-.
Tabel 5.3.
Biaya Operasional Budidaya Tiram Mutiara
No Jenis Biaya Satuan
Jumlah
1
Thn/Bln
Harga/
Satuan
Nilai (Rp)
1 Bahan Baku Utama
Biji Mete Rp 451.500 6.000 2.709.000.000
2 Peralatan Operasional
Plastik Bal 12 200.000 2.400.000
Tali rafiah Rp/Gulung 1.565 5.000 7.825.000
Kapur Kg 156.500 600 93.900.000
Biaya Gas Rp/bulan 12 250.000 3.000.000
Biaya Transportasi Rp/kg 90.300 1.000 90.300.000
Biaya listrik Rp/bulan 12 150.000 1.800.000
Biaya Telepon Rp/bulan 12 125.000 1.500.000
3 Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Tetap Rp/hari 5 10.000 15.050.000
Tenaga Kerja Borongan Rp/hari 60 8.000 144.480.000
Tenaga Manajemen Rp/hari 1 20.000 6.020.000
4
Biaya Pemeliharaan
Mesin
dan Peralatan Utama Rp/bulan 12 83.800 1.005.600

Jumlah Biaya
Operasional 3.076.280.600
Sumber : Lampiran 3


d. Kebutuhan Kredit dan Modal Kerja
Jumlah biaya yang dibutuhkan untuk memulai usaha pengolahan kacang
mete sebesar Rp366.486.039,87,- yang terdiri dari biaya investasi dan modal
kerja awal untuk 1 siklus produksi pengolahan mete yakni selama 30 hari,
dengan demikian modal kerja awal yang dibutuhkan sebesar
Rp306.606.039,87. Dari seluruh modal kerja awal ini, sebanyak
Rp75.000.000,- (24%) merupakan kredit modal kerja yang diperoleh dari
BPD Cabang Wonogiri dengan tingkat bunga sebesar 18% per tahun dan
jangka waktu pinjaman selama 3 tahun dengan sistem perhitungan bunga
secara efektif menurun. Sedangkan modal kerja awal yang merupakan dana
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 34
sendiri nasabah sebesar Rp231.606.039,87 (76%). Informasi lengkap
mengenai perhitungan modal kerja awal dan kebutuhan dana untuk usaha
pengolahan kacang mete ini dapat di lihat pada Tabel 5.4 dan Lampiran 3
dan 4.
Tabel 5.4.
Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja
No Rincian Biaya Proyek
Total Biaya
(Rp)
1 Dana investasi yang bersumber dari
a. Kredit 0
b. Dana sendiri 59.880.000,00
Jumlah dana investasi 59.880.000,00
2
Dana modal kerja yang bersumber
dari
a. Kredit 75.000.000,00
b. Dana sendiri 231.606.039,87
Jumlah dana modal kerja 306.606.039,87
3
Total dana proyek yang bersumber
dari
a. Kredit 75.000.000,00
b. Dana sendiri 291.486.039,87
Jumlah dana proyek 366.486.039,87
Sumber : Lampiran 4
Kredit modal kerja yang diperoleh dari BPD memiliki jatuh tempo pada tahun
ke-3 setelah peminjaman, di mana kredit modal kerja ini dibayarkan setiap
bulannya, baik pembayaran angsuran pokok maupun bunga tanpa masa
tenggang (grace period). Seperti disampaikan pada bagian sebelumnya,
kredit modal kerja untuk usaha pengolahan mete ini sebesar Rp75.000.000.
Perhitungan angsuran pokok dan bunga atas kredit modal kerja setiap tahun
disajikan pada Tabel 5.5 berikut:
Tabel 5.5.
Angsuran Kredit Modal Kerja
Tahun Kredit
Angsuran
Pokok
Angsuran
Bunga
Total
Angsuran
Saldo
Awal
Saldo
Akhir
0 75.000.000 75.000.000 75.000.000
1 25.000.000 11.437.500 36.437.500 75.000.000 50.000.000
2 25.000.000 6.937.500 31.937.500 50.000.000 25.000.000
3 25.000.000 2.437.500 27.437.500 25.000.000 0
Sumber : Lampiran 5

Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 35
e. Proyeksi Produksi dan Cash Flow
Jumlah hari kerja selama 1 tahun diasumsikan sebanyak 301 (Lihat Lampiran
1), dengan kapasitas produksi kacang mete per hari sebanyak 300 kg, maka
dalam 1 tahun akan dihasilkan sebanyak 90.300 kg kacang mete dan
361.200 kg kulit mete sebagai output sampingan. Harga kacang mete
ditingkat pengusaha adalah Rp36.000,-/kg sehingga pendapatan per tahun
sebesar Rp3.250.800.000,- (dari penjualan kacang mete) dan
Rp54.180.000,- (dari penjualan kulit mete) yang dijual seharga Rp150/kg.
Proyeksi pendapatan usaha pengolahan kacang mete ini terlihat pada Tabel
5.6. dan Tabel 5.7 berikut.
Tabel 5.6.
Produksi dan Pendapatan Kotor per Tahun
Tahun
Hasil Produksi Kacang Mete
Kg Rupiah
1 90.300,00 3.250.800.000,00
2 90.300,00 3.250.800.000,00
3 90.300,00 3.250.800.000,00
4 90.300,00 3.250.800.000,00
5 90.300,00 3.250.800.000,00
451.500,00 16.254.000.000,00
Sumber : Lampiran 6

Tabel 5.7.
Produksi dan Pendapatan Kotor per Tahun
Tahun
Hasil Produksi Kulit Mete
Kg Rupiah
1 361.200,00 54.180.000,00
2 361.200,00 54.180.000,00
3 361.200,00 54.180.000,00
4 361.200,00 54.180.000,00
5 361.200,00 54.180.000,00
1.806.000,00 270.900.000,00
Sumber : Lampiran 6
Proyeksi biaya dan pendapatan selama umur proyek dapat dilihat pada
Lampiran 7
f. Proyeksi Rugi Laba dan Break Even Point
Perhitungan proyeksi laba rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama
usaha ini mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp159.286.232-. Laba
ini akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya, terutama pada tahun ke-4
dan ke-5, di mana pada tahun tersebut kredit modal kerja yang diperoleh
dari bank sudah dilunasi. Profit margin yang diperoleh setiap tahun juga
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 36
menunjukkan peningkatan. Pada tahun 1, profit margin yang diperoleh
sebesar 4,82%, meningkat menjadi 4,94% pada tahun ke-2; pada tahun ke-
3 sebesar 5,05% dan 5,76% pada tahun ke-4 dan ke-5.
Dari perhitungan laba rugi kemudian diperoleh informasi mengenai BEP rata-
rata baik menurut jumlah produksi maupun BEP menurut harga jual kacang
mete. BEP penjualan kacang mete adalah Rp321.151.505,43 dengan BEP
produksi/tahun sebesar 8.920,88 kg. Dari perolehan ini dapat disimpulkan
bahwa penerimaan dan produksi yang sudah diproyeksikan akan dapat
memenuhi persyaratan operasional usaha pengolahan kacang mete ini,
setidaknya agar usaha ini tidak merugi. Perhitungan lengkap proyeksi laba-
rugi dan BEP dapat dilihat pada Lampiran 8
g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Berdasarkan analisis arus kas dilakukan perhitungan Net B/C ratio, Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Pay Back Period
(PBP). Hasil analisis terhadap kelayakan usaha pengolahan kacang mete ini
dengan menggunakan indikator kelayakan keuangan seperti disebutkan di
atas menunjukkan bahwa usaha ini merupakan usaha yang dapat
memberikan keuntungan secara finansial. Dengan tingkat bunga kredit
sebesar 18%/tahun, diperoleh Net B/C ratio=1,670; NPV sebesar
Rp245.574.066,40; IRR=45,26%,. Nilai Net B/C ratio yang > 1, NPV positif
dan IRR > tingkat bunga kredit menjadi dasar kelayakan usaha pengolahan
kacang mete ini. Hasil perhitungan PBP kredit menunjukkan bahwa seluruh
dana yang alokasikan untuk menjalankan usaha ini akan kembali pada tahun
2 bulan ke-4.
Tabel 5.8 Kelayakan Usaha Kacang Mete
IRR 45,26%
Net B/C ratio DF 18% 1,670
NPV DF 18% (Rp) 245.574.066,40
PBP Usaha (Tahun) 2,22
PBP Kredit (Tahun) 0,47
Sumber : Lampiran 9


h. Analisis Sensitivitas dan Kelayakan Proyek
Untuk mengetahui dampak perubahan harga jual kacang mete yang pada
akhirnya akan mempengaruhi besarnya pendapatan, maka akan dilakukan
beberapa simulasi yang dinamakan dengan analisis sensitivitas usaha.
Sensitivitas usaha kelayakan usaha ini dilakukan pada 2 komponen, yakni
komponen pendapatan dan komponen biaya yang dilakukan melalui 3
skenario yaitu :
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 37
1. Skenario Satu
Pendapatan mengalami penurunan sebesar 2,3% dan 2,5% sedangkan biaya
investasi dan biaya operasional dianggap tetap. Penurunan pendapatan bisa
diakibatkan oleh penurunan harga mete, jumlah permintaan yang menurun
ataupun jumlah produksi yang menurun.
2. Skenario Dua
Biaya operasional mengalami kenaikan sebesar 2,5% dan 3%, sedangkan
penerimaan tetap. Kenaikan biaya operasional ini dapat terjadi karena
kenaikan harga input untuk operasional seperti bahan baku, peralatan
operasional, dll.
3. Skenario Tiga
Skenario ini merupakan gabungan dari skenario I dan skenario II yaitu
diasumsikan penerimaan mengalami penurunan dan pada saat bersamaan
biaya operasional mengalami kenaikan.
Hasil analisis sensitivitas disajikan dalam Tabel 16, 17, dan 18. Dari tabel-
tabel tersebut tampak bahwa penurunan pendapatan sampai dengan 2,3%
tidak akan menyebabkan usaha pengolahan mete ini mengalami kerugian,
namun jika penurunan pendapatan mencapai 2,5%, maka dapat disimpulkan
bahwa pengusaha akan mengalami kerugian.
Tabel 5.9 Hasil Analisis Sensitivitas Skenario I
Kriteria Kelayakan
Penerimaan Turun
2,3% 2,5%
IRR 18,95% 16,43%
Net B/C ratio DF 18% 1,021 0,965
NPV DF 18% 7.863.599,74 -12.806.875,62
PBP Usaha (Tahun) 3,83 5,14
PBP Kredit (Tahun) 0,88 0,88
Sumber : Lampiran 10 dan Lampiran11
Peningkatan biaya operasional sebesar 2,5% masih dapat ditoleransi, karena
pada tingkat tersebut, IRR yang diperoleh masih > dari tingkat bunga, NPV
positif, dan Net B/C ratio > 1 yang artinya usaha masih layak dilaksanakan
terutama dari sisi finansial. Sedangkan kenaikan biaya operasional di atas
3% akan menyebabkan usaha pengolahan mete ini tidak layak untuk
dilaksanakan karena IRR yang didapat < dari tingkat bunga kredit, NPV
negatif dan Net B/C ratio < 1.
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 38
Tabel 5.10 Hasil Analisis Sensitivitas Skenario II
Kriteria Kelayakan
Biaya Operasional Naik
2,5% 3%
IRR 18,60% 12,63%
Net B/C ratio DF 18% 1,013 0,882
NPV DF 18% 4.916.319,23 -43.215.230,20
PBP Usaha (Tahun) 4,83 5,77
PBP Kredit (Tahun) 0,87 1,06
Sumber : Lampiran 12 dan Lampiran 13
Pada skenario III ditunjukkan simulasi adanya perubahan pada pendapatan
maupun biaya operasional secara bersamaan. Jika pendapatan mengalami
penurunan sebesar 1,2% dan biaya operasional naik sebesar 1% disimpulkan
bahwa usaha ini masih tetap layak untuk dilaksanakan karena IRR yang
didapat > dari 18%, NPV positif dan Net B/C ratio > 1. Sedangkan
penurunan pendapatan sebesar 2% dengan kenaikan biaya sebesar 1% akan
menyebabkan kerugian pada usaha ini, karena IRR yang didapat lebih
rendah dari tingkat bunga, NPV negatif, dan Net B/C ratio < 1.
Tabel 5.11 Hasil Analisis Sensitivitas Skenario III
Kriteria
Kelayakan
Penerimaan Turun
1,2% & Biaya
Operasional Naik
1%
Penerimaan Turun 2% &
Biaya Operasional Naik 1%
IRR 21,03% 10,81%
Net B/C ratio
DF 18% 1,069 0,843
NPV DF 18% 25.288.115,36 -57.393.786,08
PBP Usaha
(Tahun) 3,62 4,64
PBP Kredit
(Tahun) 0,83 1,13
Sumber : Lampiran 14 dan Lampiran 15
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 39
6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan

a. Aspek Sosial Ekonomi
Dampak ekonomi sosial dari kegiatan pengolahan jambu mete antara lain
sebagai berikut:
1. Meningkatkan optimalisasi pemanfaatan potensi daerah yang
disesuaikan dengan potensi yang dimiliki di mana biji atau kacang
mete merupakan salah satu produk unggulan yang senantiasa terus
dikembangkan.
2. Memberikan pengetahuan baru dalam cara pengolahan kacang mete
dengan adanya transfer teknologi secara berkesinambungan.
3. Menyediakan lapangan kerja kepada penduduk sekitar di mana setiap
unit usaha akan mampu menyerap tenaga kerja cukup banyak berupa
tenaga kerja buruh dan atau tenaga kerja keluarga pengolah baik
untuk kegiatan budidaya (menghasilkan gelondongan mete) maupun
pengolahannya (menghasilkan kacang mete).
4. Dapat mendorong munculnya kegiatan baru yang terkait dan dapat
menunjang kelancaran usaha ini.
5. Memberikan tambahan penghasilan kepada produsen/pengolah berupa
nilai tambah dibandingkan dengan penjualan gelondongan.
6. Pengolahan jambu/biji mete akan memberikan dampak positif
terhadap aktivitas perekonomian daerah setempat, terutama bagi
pengusaha serta penduduk sekitar antara lain usaha angkutan barang,
pedagang pengumpul, warung atau toko bahan makanan. Di samping,
usaha ini juga dapat meningkatkan devisa negara karena kacang mete
termasuk salah satu komoditas ekspor dan produk unggulan daerah.

b. Dampak Lingkungan
Usaha pengolahan mete tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan,
sebaliknya usaha ini dapat menciptakan manfaat bagi lingkungan karena:
1. Llimbah pengolahan mete dapat dikatakan tidak ada, karena limbah
produksi pengolahan mete berupa kulit mete tetap dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk proses produksi output lain
seperti pembuatan kampas rem;
2. Usaha penanaman jambu mete di Kabupaten Wonogiri walaupun
hingga saat ini belum mampu untuk mencukupi kebutuhan bahan baku
pengolahan mete, namun keberadaan usaha penanaman jambu mete
di wilayah tersebut dianggap tetap bermanfaat dalam menjaga
lingkungan dan tata guna air.
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 40
7. Penutup

a. Kesimpulan

1. Usaha pengolahan biji mete yang dilakukan masyarakat di Kabupaten
Wonogiri merupakan usaha skala kecil atau mikro.
2. Permintaan kacang mete pada umumnya bersifat fluktuatif. Permintaan
berasal dari pedagang besar, industri makanan dan pasar baik lokal
maupun luar daerah. Peningkatan permintaan terjadi pada saat lebaran
dan hari-hari libur/hari besar.
3. Harga kacang mete mentah di tingkat pengolah berkisar antara Rp Rp
36.000/kg, di mana harga tersebut disesuaikan dengan ukuran dan
mutu kacang mete. Harga di tingkat konsumen berkisar antara Rp
40.000 sampai Rp 42.000/kg. Mete gelondong rata-rata dibeli dengan
harga antara Rp 4.500 Rp 8.000/kg. Sedangkan harga kulit mete dijual
sebesar Rp 150/kg.
4. Di tinjau secara teknis, pengolahan mete mudah diadopsi dengan
teknologi yang mudah diterapkan. Peralatan yang diperlukan mudah
diperoleh dan ketersediaan bahan baku serta tenaga kerja yang tidak
memerlukan keahlian khusus.
5. Berdasar analisis kelayakan finansial terhadap usaha pengolahan kacang
mete pada tingkat discount rate 18%, diperoleh NPV sebesar Rp
245.574.066,40; Net B/C ratio=1,670; dan IRR 45,26%. Hasil
perhitungan kelayakan usaha tersebut menunjukkan bahwa usaha
pengolahan kacang mete ini layak dilaksanakan.
6. Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan menunjukkan
bahwa proyek ini sensitif terhadap penurunan penerimaan sampai
dengan 2,5% dan kenaikan biaya operasional di atas 3%. Analisis
sensitivitas terhadap perubahan penerimaan dan biaya operasional
menunjukkan bahwa proyek ini sensitif terhadap penurunan pendapatan
lebih dari 2% dan kenaikan biaya operasional sampai dengan 1%.


b. Saran

1. Untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu produk yang dihasilkan,
maka pengusaha perlu lebih memperdalam pengetahuan, teknologi dan
informasi mengenai pengolahan kacang mete dan secara bersamaan
upaya ini juga perlu didukung oleh instansi pemerintahan terkait seperti
Dinas Perdagangan dan Perindustrian dan Dinas Pertanian.
2. Untuk meningkatkan produksi yang ada diharapkan adanya transfer
teknologi melalui penyuluhan-penyuluhan secara berkala dan
pengenalan teknologi tepat guna sehingga lebih efisien.
Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 41
3. Untuk memperbaiki dan mendapat harga yang baik di tingkat pengolah,
pengolah perlu mencari informasi harga secara reguler baik dari dinas
terkait, pengolah lainnya maupun pedagang atau pengepul di kota besar
yang menjadi tujuan pemasarannya selama ini.
4. Secara finansial proyek ini layak dibiayai, namun bank masih perlu terus
untuk melakukan analisis kredit yang lebih komprehensif berdasarkan
prinsip kehati-hatian.

Bank Indonesia Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 42















LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai