Anda di halaman 1dari 4

Pembahasan sikap dan motivasi

3. Hubungan Antara Sikap Ibu dengan Kunjungan Ibu yang Mempunyai Balita ke Posyandu
Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui
pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah, respon individu pada
semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Sikap itu dinamis dan tidak statis.
Fisbein dan Ajzen (1975) dalam Ismail (2008) memberi pengertian bahwa attitude atau
sikap sebagai faktor predisposisi atau faktor yang ada adalam diri seseorang yang
dipelajari untuk memberikan respon dengan cara konsisten, yaitu menggambarkan suka
atau tidak suka seseorang terhadap suatu objek yang diberikan.
Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa lebih dari sebagian responden
memiliki sikap yang baik dengan frekuensi 44 responden (55%) dan hanya 36 responden
dengan sikap yang buruk (45%). Berdasarkan analisa bivariat didapatkan p-value 0,000,
nilai ini <0,05, maka H
0
ditolak. Artinya terdaapt hubungan yang signifikan antara sikap
ibu terhadap kunjungan ibu balita ke posyandu di Kelurahan Procot Kec. Slawi.
Hasil ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (1993) mengenai tingkatan sikap
seseorang yang paling tinggi adalah responsible (bertanggung jawab) yaitu seseorang
akan bertanggung jawab terhadap pilhannya dengan segala risikonya dan seseorang telah
memiliki sikap konstan yaitu komponen konasi yang merupakan kecenderungan
bertingkah laku (Marat, 2008). Begitu pula hasil penelitian Harianto (1992) dan
Hutagalung (1992) yang membuktikan adanya hubungan bermakna antara sikap dengan
partisipasi masyarakat dalam menimbang anak balita ke posyandu dengan nilai p<0,05.
Penelitian Pamungkas (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat sikap ibu balita dengan kunjungan ke posyandu di Kelurahan
Grabag Kabupaten Magelang dengan nilai p-value 0,035, dan didapatkan bahwa dari
responden yang mempunyai sikap terhadap posyandu baik memiliki peluang 4,800 kali
untuk berkunjung ke posyandu dibandingkan dengan responden yang mempunyai tingkat
sikap kurang. Pada hasil hubungan yang telah didapatkan frekuensi yang paling banyak
adalah tingkat sikap responden yang kurang dan kurang dan kuantitas kunjungan ke
posyandu kurang dengan jumlah responden 12 responden dari total jumlah responden
yang memiliki tingkat sikap kurang. Kurangnya sikap dari ibu balita ke posyandu
dikarenakan oleh karena kurangnya antusiasme responden mengikuti rangkaian kegaitan
posyandu yang secara klasik dikarenakan tingkat aktivitas yang berlebih.
Hasil ini sesuai dengan landasan teori plammed of behavir (Ajzen, 2003).
Berdasarkan teori tersebut bahwa pengaruh sikap terhadap perilaku seseorang dapat
terjadi secara tidak langsung melalui intensi. Artinya baik tidaknya perilaku seseorang
dipengaruhi oleh sikap melalui intensi karena jika intensi meningkat maka sikapnya baik.
Hasill penelitian ini tidak sejalan dengan Sambas (2002) yang menyatakan ahwa
tidak ada hubungan antara variabel sikap dengan kunjungan ibu-obu anak balita ke
posyandu dengan nilai p<0,05 artinya tidak ada perbedaan anatara ibu-ibu anak balita
yang mempunyai sikap di atas nilai median dengan yang mempunyai sikap diantara
mereka.
4. Hubungan Antara Motivasi Ibu dengan Kunjungan Ibu yang Mempunyai Balita ke
Posyandu
Berdasarkan hasil analisis univariat, lebih dari sebagian responden memiliki
motivasi yang buruk yaitu 45 responden (56,25%) sedangkan respondenn yang memiliki
motivasi baik berjumlah 35 responden (43,75%). Analisis bivariat menunjukkan nilai
p:0,000 dimana p<0,05 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi ibu
dengan kunjungan balita ke Posyandu Kelurahan Procot. Nilai r=0,06 menunjukkan
hubungan sedang dan berkorelasi positif, artinya semakin tinggi motivasi ibu, maka
semakin tinggi kunjungannya ke posyandu.
Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Zainuri (2012) yang menyatakan ada
hubungan antara motivasi ibu membawa balita ke posuyandu dengan kunjungan balita ke
posyandu di Dusun Belahan Desa Brayung Wilayah kerja Puskesmas Puri Kabupaten
Mojokerto. Hubungan yang ada dengan nilai r=0,573 menunjukkan hubungan sedang
dan berkorelasi positif.
Motivasi responden yang rendah disebabkan responden menganggap ke posyandu
bukan sebagai suatu kebutuhan. Hal tersebut menyebabkan kurang adanya dorongan
untuk membawa balita ke posyandu. Usia responden telah cukup matang, dimana
seharusnya pada usia ini responden telah memiliki kematangan emosi dalam berpikir dan
mengambil keputusan. Namun pada umur-umur tertentu, kemampuan penerimaan atau
mengingat suatu hal akan berkurang, termasuk pada umur 20-35 tahun. Hal ini disebabkan
pada usia tersebut, responden telah memasuki tahapan kehidupan perkawinan dengan
masalah yang lebih kompleks dibandingkan saat masih sendiri. Kurangnya kemampuan
berpikir responden tentang keuntungan datang ke posyandu menyebabkan kurangnya
dorongan untuk membawa balita ke posyandu. Sebab responden tidak menganggap datang
ke posyandu sebagai kebutuhan.
Sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga, dengan frekuensi 60 responden
(75%). Menuru Sobur (2003) bahwa semua tindakan manusia itu berakar pada usaha
memenuhi kepuasan dan kebutuhan organik atau kebutuhan untuk kepentingan fisik.
Damayanti dalam Notoatmodjo (2005) menyatakan pendekatan intensif dalam motivasi
memfokuskan diri pada apa yang menarik seseorang untuk berperilaku tertentu. Insentif
merupakan stimulus yang menarik seseorang untuk melakukan sesuti karena dengan
melakukan perilaku tersebut akan mendapatkan imbalan yang menyenangkan.
Sebagian besar responden tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yang lebih
banyak memiliki waktu luang. Hal ini biasanya dimanfaatkan oleh responden untuk
berkumpul dengan sesama ibu rumah tangga di lingkungan sekitar rumah. Datang ke
posyandu tidak memberikan imbalan positif yang langsung dapat dirasakan, sehingga
menjadai kurang terdorong untuk datang.
Faktor yang mendominasi motivasi menjadi tinggi yaitu semua karakteristik karena di
usia yang cukup matang dengan cara berfikir dan membuat keputusan didukung juga dengan
cara mendapatkan informasi, tidak bekerja, serta pendidikan menengah sehingga motivasi
untuk membawa balita ke posyandu tinggi.
Hubungan motivasi ibu dengan kunjungan ke posyandu dapat dijelaskan menurut teori
Lawrence Green yang menganalisa perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan yang
dikenal dengan model PRECEDE (predisposing, enabling, reinforcing, causes in educational
diagnosis and evaluation). Faktor predisposisi (predisposing factors) terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya yang mendorong
seseorang untuk berperilaku (Notoatmodjo, 2010). Notoatmodjo (2010) menyatakan jika
dikaitkan dengan model sistem kesehatan oleh Anderson, dikatakan bahwa predisposing
factors dan enabling factors untuk mencari pelayanan kesehatan dapat terwujud dalam
tindakan jika hal itu dirasakan sebagai kebutuhan. Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa
kebutuhan merupakan dasar dari terjadinya motivasi.
Tanggapan terhadap kebutuhan diwujudkan dalam bentuk tindakan atau pemenuhan
kebutuhan. Maka dari itu dengan adanya kebutuhan, manusia akan terdorong untuk bertindak
atau berperilaku. Motivasi ibu membawa balita ke posyandu mempengaruhi kunjungan balita
ke posyandu. Hal ini disebabkan motivasi merupakan konsep yang digunakan ketika dalam
diri muncul keinginan (intitate) dan menggerakkan serta mengarahkan tingkah laku.
Semakin tinggi motivasi, semakin tinggi intensitas perilakunya (Asnawi, 2007). Motivasi
yang tinggi untuk membawa balita ke posyandu akan membuat kunjungan balita ke
posyandu menjadi rutin,sebab ibu menganggap posyandu sebagai kebutuhan sebagai sarana
kesehatan untuk memanatau pertumbuhan dan perkembangan balitanya. Namun bagi ibu
yang memiliki motivasi sedang, sedikit adanya dorongan karena menganggap posyandu
sehingga kadang kunjungan ke posayndu menjadi rutin dan tidak rutin.
Sobur (2003) menyatakan motif sosiogenetis merupakan motif-motif yang dipelajari
orang dan berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang tersebut berada dan
berkembang. Walgito (2004) menyatakan bahwa pada umumnya, motivasi mempunyai sifat
siklus (melingkar), yaitu timbul kebutuhan, memicu perilaku tertuju pada tujuan (goal), dan
akhirnya setelah tujuan (goal) tercapai, motivasi itu berhenti. Tetapi itu akan kembali ke
keadaan semula apabila ada sesuatu kebutuhan lagi.
Kondisi responden yang menyatakan sebaliknya yaitu memiliki motivasi sedang
namun kunjungan rutin atau memiliki motivasi rendah namun kunjungan rutin menunjukkan
adanya pengaruh yang cukup kuat baik dari dalam dirinya maupun dari lingkungan terhadap
kunjungan responden. Pengaruh dari dalam diri pribadi menyebabkan responden yang telah
memiliki pengetahuan cukup tidak merasa bahwa datang ke posyandu sebagai suatu
kebutuhan, sehingga tidak mendorong perilaku untuk mencapai tujuan yang dibutuhkan
yang menunjukkan kunjungan tidak rutin Sedangkan bagi responden yang memiliki motivasi
rendah, namun karena pengaruh lingkungan yang cukup kuat, misalnya adanya ajakan dari
tenaga kesehatan menyebabkan meski datang ke posyandu bukan kebutuhan, namun motif
sosiogenetis membuat terjadinya perilaku untuk mencapai tujuan.

Anda mungkin juga menyukai