Anda di halaman 1dari 4

Pintaku Padamu

Dharmawijaya

Kalau esok kasih kita 'kan hancur jua
usah ditaburi bumi ini dengan air mata
dunia bukan semata milik orang bercinta
hidup jua bukan semata untuk berlagu kecewa.

di bawah sinar mentari pagi demikian jernihnya
hayunkan gagah langkahmu sepenuh khidmat
usapi kesetiaan hati seluruh umat.

Kalau esok jua hidup dijenguk kematian
usah ditangisi sepinya tanah kelahiran
nyanyikan lagu perindu ke wajah Tuhan
tanda hatimusetia dalam usia pengembaraan.

tau-taulah di bintang satu
di hari hidup kita mengejar bahagia dalam sengsara
di hari mati kita mengira pahala dalam dosa.

1963

















Sumpah Anak Watan
Adi Badiozaman Tuah

Kawan
buat kesekian kalinya
kita titis air mata darah
kita hembus nafas panas api

bersama bulan bintang
ke gunung kita
ke hutan bersama
kita patah duri beracun
terlalu lama menusuk daging

dan kalian di hutan
ketagih pada kibaran bendera merah
ayuh! putar haluan
kembali ke pangkal jalan

anak peribumi
kira berdegilbatu hatinya
buat kesekian kali
kita titis air mata darah
kita hembus nafas panas api
kita bakar mereka
bersama
api yang mereka nyala sendiri

Tatau 73










Tanyalah Diri
Maarof Saad

Tika melewati A Famosa
tergamit sejarah masa lalu
masa keris dan berdaulatan
tak dapat membenteng kemaraan
orang-orang Portugis
dengan kepala ilmu baru
menghujani kota Melaka dengan peluru
dan memaksa sultan lari ke hulu.

Tahun 1511 telah mengajar kita
hulubalang berilmu kebal
tak dapat membendung perpaduan
semangat keperwiraan yang kental
dicairkan oleh pemimpin
yang gelap mata dan fikir
fitnah dan rasuah
sudah terasuk jiwa
sedang Tuah dihukum bunuh
dan Jebat lebih sedia mabukkan darah

hampir 500 tahun sudah berlalu
Portugis, Belanda dan Inggeris
tidak betah lagi bermain untung
tentang gold, gospel dan glory
Melaka sudah lebih 30 tahun mengenal
nilai kemerdekaan.

Akan bangkitkah semangat Tuah
akan terbelakah setiakawan Jebat
atau akan datang lagi
ilmu yang lebih baru
untuk merundukkan rantau
yang cintakan keamanan?

Tanyalah diri
tanyalah hati
sebelum kita dikalahkan lagi!

Bandar Hilir, 25 Disember
Dewan Sastera, Mac 1988



Di Sini Di Tanah Ini
Zam Ismail

Di bumi inilah
tiada lain
nasi dan lauknya
sawah ladang segenggam
menjadilah gegunung perak.

Bukankah tanah ini
sawah ladang ini
yang memberikan nafas
dan anak-anakmu yang menginjak
memamah lumat daging tulang
tanah sejengkal ini
kasihmu masih berbelah
hatimu di bumi lain
asing bagai ikan-ikan di gurun.

Mengucaplah mereka yang wajar mengucap
dengan dua bibir hatimu sendiri
di sinilah udara yang kau hirup
usahlah hembuskan kembali
dengan racun yang berbisa
membunuh pucuk yang baru bertunas
menginjak dahi para wali
yang kepadanya kauberikan kepercayaan.

Tiada kematian yang lebih nikmat
dari mengasihi tanah keramat ini

1975

Anda mungkin juga menyukai