Anda di halaman 1dari 27

6

BABII
KONSEPDASAR
A. Pengertian
1. Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi yang menyerang saluran
pencernaan yang disebabkan oleh kuman salmonella typhosa dengan
masa inkubasi hari di tandai dengan demam, mual, muntah, sakit
kepala, nyeri perut (Ngastiyah, 2005).
2. Demam typoid (Enterik fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam,
2005).
3. Typus Abdominalis (demam Typhoid, Enteric Fever) ialah penyakit
infeksi akut yang diawali di selaput lebder usus dan jika tidak diobati
secara progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh (Mansjoer, 2006).
Jadi Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang
disebabkan oleh Salmonella Typhi mengenai saluran pencernaan
ditandai adanya demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran cerna
dan gangguan kesadaran.
B. Anatomi dan Fisioloogi
Anatomi fisiologi pada klien Typhoid menurut Syaifudin (1997)
meliputi sistem yang mengalami gangguan, yaitu system pencernaan. Sistem
pencernaan atau system Gastrointestinal adalah sistem organ dalam manusia
7
yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi
dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang
bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. Gambar 2.1
menunjukkan anatomi sistem pencernaan pada manusia.
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan Manusia
Sumber : Patriani (2008)
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan
air pada manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir.
8
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam
dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ
perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana,
terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh Saraf
Olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
2. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu Kardia, Fundus, Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (Sfingter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam
keadaan normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung
ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Lendir
melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah kepada terbentuknya tukak lambung. Asam klorida
menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin
guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai
bakteri.
3. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran
pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding
9
usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang
diserap ke hati melalui Vena Porta. Dinding usus melepaskan lendir
(yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-
pecahan makanan yang dicerna).
Gambar 2.2. Bagian Usus Halus (Usus Kecil)
Sumber : Medicastore (2010)
Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam),
lapisan otot melingkar (Muskulus Sirkuler), lapisan otot memanjang
(Muskulus Longitidinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Gambar 2.3. Lapisan Usus Halus
Sumber : Medicastore (2010)
10
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(Duodenum), usus kosong (Jejunum), dan usus penyerapan (Ileum).
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus
yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (Jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian
terpendek dari usus halus, dimulai dari Bulbo Duodenale dan
berakhir di ligamentum Treitz.
b. Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau Jejunum adalah bagian kedua dari usus halus,
di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(Ileum). Panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter pada orang
dewasa, 1-2 meter adalah berupa jejunum. Jejunum dalam tubuh
dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa
membran mukus dan terdapat jonjot usus (Vili), yang memperluas
permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan
usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara
hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni
sedikitnya Sel Globet dan Plak Peyeri. Sedikit sulit untuk
membedakan usus kosong dan usus penyerapan.
c. Usus Penyerapan (lleum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada sistem pencernaan manusia ini memiliki panjang
sekitar 2-4 m dan terletak setelah Duodenum dan Jejunum dan
11
dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8
(netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B 12 dan
garam-garam empedu.
d. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara
usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air
dari feses. Usus besar terdiri dari Kolon asendens (kanan), Kolon
transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid (berhubungan
dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus
besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan
zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat
zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi
normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya
lendir dan air, dan terjadilah diare.
e. Rectum dan Anus
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan Intestinum
Mayor dengan anus terletak didalam Rongga Pelvis di depan Os
Sacrum dan Os Koksigis. Anus adalah bagian dari saluran
pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar)
terletak di dasar Pelvis dindingnya diperkuat oleh 3 spincter, yaitu
spincter ani ekstemus yang bekerja menurut kehendak, spincter ani
internus dan spincter levator ani yang bekerja tidak menurut kehendak.
12
C. Etiologi Dan Presdisposisi
Etiologi dan predisposisi demam typhoid menurut Ngastiyah (2000) dan
Widodo (2006) adalah:
1. Etiologi
Etiologi Typhus Abdominalis adalah Salmonella Typhi, mikro
organisme ini merupakan bakteri gram negative yang motil. Bergerak
dengan rambut getar, bersifat Aerob dan tidak membentuk spora. Kuman
ini hidup baik sekali pada tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah
sedikit serta mati pada suhu 70
o
C maupun oleh anti septik.
Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen , yaitu Antigen
O(Somotik), Antigen H(Flagel), Anti Vi (Virulen). Ketiga antigen tersebut pada
tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan 3 macam anti bodi yang lazim
disebut Aglutinin.
2. Presdisposisi
Typhus Abdominalis timbul akibat dari infeksi oleh bakteri
golongan Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran
pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu
mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang
sakit atau sedang dalam masa penyembuhan. Saat masa penyembuhan,
penderita masih mengandung Salmonella didalam kandung empedu atau di
dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita Typhus Abdominalis kelak akan
menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang
menahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal.
13
Kekambuhan yang ringan pada karier Typhus Abdominalis sukar diketahui
karena gejala dan keluhannya tidak jelas.
D. Patofisiologi
Proses infeksi dari penyakit typhoid menurut Rampengan (2001)
disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi yang masuk kedalam tubuh
manusia melalui mulut dengan perantara makanan dan minuman yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan terjadi
meningkatan produksi asam lambung yang menimbulkan perasaan yang tidak
enak di perut mual, muntah, anoreksia, dan mengakibatkan terjadi iritasi
mukosa lambung sebagian lagi masuk ke dalam usus halus sehingga
terjadi infeksi yang merangsang peristaltik usus sehingga menimbulkan diare
atau konstipasi.
Kuman juga sering mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di
ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Di tempat ini terjadi
komplikasi perdarahan, kuman salmonella kemudian menembus ke krina
propia, masuk ke aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial, yang
juga mengalami hipertropi. Selanjutnya kuman Salmonella Typhi lain
mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella Typhi bersarang
di plaque peyeri, limpa hati, dan bagian-bagian lain system reticuloendotelia.
Endotoksik Salmonella Typhi menyebabkan terjadinya proses
inflamasi lokal pada jaringan tempat Salmonella Typhi berkembangbiak.
Sementara demam pada Typhus Abdominalis disebabkan karena Salmonella
Typhi dan endotoksik merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh
14
leukosit pada jaringan yang meradang. Kuman yang berkembangbiak juga
dapat mengakibatkan hipertropi hepatomegali sehingga menyebabkan nyeri.
E. Manifestasi Klinik
Typhus Abdominalis yang tidak diobati seringkali merupakan penyakit
berat yang berlangsung lama dan terjadi selama 4 minggu atau lebih. Adapun
manifestasi klinik yang bisa ditemukan pada demam typhoid menurut. Nelson,
(2001) dan Mansjoer (2000), antara lain:
1. Demam
Demam biasanya berlangsung 3 minggu, bersifat febris
remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu
tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Suhu tubuh meningkat dan
dapat terjadi serangan kejang.
2. Gangguan SistemPencernaan
Mulut berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah
tertutup selaput putih kotor (coated tongue). Ujung dan tepinya
kemerahan jarang disertai tremor. Pemeriksaan abdomen di temukan
keadaan perut kembung (meteorismus), hati dan limpa membesar di sertai
nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi,kadang diare atau
BAB tanpa kelainan. Pasien juga akan mengalami mual, muntah, dan
distensi abdomen, selain itu biasanya juga dijumpai ikterik.
3. Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak teraba
demam yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau
15
gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
4. Gejala lain
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala
lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola,
yaitu bintik-bitik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit,
yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam kadang-kadang di
temukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.
F. Penatalaksanaan Klinis
Pengobatan Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) terdiri atas 3
bagian yaitu dengan perawatan, diet, dan obat-obatan (medikasi).
1. Perawatan
Pasien Typhus Abdominalis perlu di rawat di rumah sakit untuk
isolasi, observasi, dan pengobatan. Pasien harus tirah baring sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud
tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi pendarahan
usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap,
sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus
diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di
perhatikan, karena kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Makanan harus cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan
tidak menimbulkan gas. Bila kesadaran menurun dapat diberikan
16
makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan
baik dapat juga diberikan makanan lunak. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk-
pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan
dengan aman.
3. Obat-obatan
a. Obat-obat anti mikroba yang sering di pergunakan ialah:
1) Kloramfenikol; obat anti mikroba yang dapat meredakan demam
dengan cepat.
2) Tiamfenikol; efektifitas tiamfenikol pada demam typoid hampir
sama dengan kloramfenikol.
3) Cotrimoksazol (kombinasi dari Sulfamitoksasol); efektifitas obat
ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol.
b. Obat-obat anti biotik yang sering dipergunakan ialah :
1) Ampicillin dan Amoksisilin; indikasi mutlak penggunaannya
adalah pasien demam typhoid dengan leokopenia.
2) Cefalosforin generasi ketiga; beberapa uji klinis menunjukkan
Cefalosforin generasi ketiga antara lain Sefiperazon, Ceftriakson,
dan Cefotaxim efektif untuk demam.
3) Fluorokinolon; efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan
lama pemberian yang optimal belum di ketahui dengan pasti.
17
G. Komplikasi
Komplikasi Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) dapat terjadi
pada usus halus dan diluar usus halus, antara lain:
1. Komplikasi pada Usus Halus
a. Perdarahan usus
Usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat
terbentuk tukak atau luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap
sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh
darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus
dinding usus maka perforasi dapat terjadi.
b. Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya
timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu
pertama. Penderita Typhus Abdominalis dengan perforasi mengeluh
nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang
kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda
ileus.
c. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat,
dinding abdomen tegang (defence musculair) dan nyeri tekan.
2. Komplikasi diluar Usus Halus
a. Komplikasi kardiovaskular meliputi gagal sirkulasi perifer, miokarditis,
tromboflebitis.
18
b. Komplikasi paru meliputi pneumonia, emphiema, pleuritis.
c. Komplikasi hepatobilier meliputi hepatitis, kolesistitis.
d. Komplikasi ginjal meliputi glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
e. Komplikasi tulang meliputi osteomielitis, periositis, spondiltis,
arthritis.
f. Komplikasi neuropsikiatrik atau Typhoid toksik.
H. Pengkajian Fokus
Data dasar pengkajian pasien dengan Typhus Abdominalis menurut
Doenges (2002) yaitu :
1. Identitas Klien, meliputi:
a. Umur ; penderita yang terkena Typhus Abdominalis rata-rata antara usia
3-19 tahun, karena terkait dengan pola dan jenis makanan yang
dikonsumsi yang lebih variatif dan beresiko menjadi faktor pencetus
masukanya kuman Salmonella Typhi.
b. Lingkungan; kebersihan lingkungan yang buruk merupakan sumber dari
penyakit Typhus Abdominalis , seperti membuang sampah sembarangan.
c. Pekerjaan; kebanyakan penderita penyakit Typhus Abdominalis bekerja
ditempat yang kumuh, atau bekerja yang menguras tenaga.
d. Jenis Kelamin; kebanyakan penderita yang terkena penyakit typhoid laki-
laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-3:1
2. Riwayat kesehatan, meliputi:
a. Keluhan utama; pada pasien Typhus Abdominalis biasanya
mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun,
panas dan demam.
19
b. Riwayat penyakit dahulu; apakah sebelumnya pasien pernah
mengalami sakit Typhus Abdominalis, apakah tidak pernah, apakah
menderita penyakit lainnya.
c. Riwayat penyakit sekarang; pada umumnya penyakit pada pasien
Typhus Abdominalis adalah demam, anoreksia, mual, muntah, diare,
perasaan tidak enak diperut, pucat (anemi), nyeri otot, lidah tiphoid
(kotor), gangguan kesadaran berupa sommolen sampai koma.
d. Riwayat kesehatan keluarga; apakah dalam kesehatan keluarga ada
yang pernah menderita Typhus Abdominalis atau sakit lainnya.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan; adanya pola hidup dan
kebiasaan yang tidak sehat, dan tidak mengetahui pemeliharaan dan
penanganan kesehatan, kebiasaan jajan di tempat terbuka,
kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan.
b. Pola nutrisi dan metabolisme; adanya mual dan muntah, penurunan
nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan
sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi tubuh. Pasien juga
akan dijumpai adanya demam dan keluhan badannya panas.
c. Pola aktifitas dan latihan; pasien akan terganggu aktifitasnya akibat
adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan
gerak akibat penyakitnya.
d. Pola istirahat dan tidur; kebiasaan tidur pasien akan terganggu
karena suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah
pada saat tidur.
20
e. Pola persepsi sensori kognitif; adanya nyeri pada ulu hati, nyeri
pada kuadran kanan atas dan menurunya tingkat kesadaran.
f. Pola hubungan dengan orang lain; adanya kondisi kesehatan
mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta
mengalami tambahan dalam menjalankan peranya selama sakit.
g. Persepsi diri dan konsep diri; adanya kecemasan, ketakutan atau
penilaian terhadap diri, tampak sakit terhadap diri, kontak mata,
asertif atau pasif, isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa tidak
berdaya, gugup atau rileks.
h. Pola mekanisme koping; stres timbul apabila seorang pasien tidak
efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
i. Pola nilai kepercayaan atau keyakinan; timbulnya distres dalam
spritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut
akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
4. Pemeriksaaan fisik
a. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital; biasanya pada klien
typhoid mengalami penurunan kesadaran, badan lemah, suhu
meningkat antara 37,5-38
o
C, tekanan darah mengalami penurunan,
dan penurunan frekuensi nadi.
b. Kepala dan leher; biasanya pada pasien Typhus Abdominalis yang
ditemukan adanya kongjungtiva anemia, mukosa pucat, bibir
kering, lidah kotor ditepi dan ditengah merah.
c. Abdomen; biasanya terdapat nyeri tekan pada bagian ulu hati dan
kuadran kanan atas.
21
d. Sistem integument; turgor kulit menurun, pucat, berkeringat
banyak, mungkin muncul roseola.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut
Widodo (2006) adalah pemeriksaan laboratorium , yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Biasanya pada klien dengan demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis, tetapi kenyataannya leukopenia jarang
dijumpai. Pada kebanyakan kasus Typhus Abdominalis, jumlah
leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa Typhus Abdominalis.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat
tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya Typhus Abdominalis.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan Typhus
Abdominalis, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup
kemungkinan akan terjadi demam.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella
thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada
22
orang yang pernah di vaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal
dari tubuh kuman). Makin tinggi titter O makin besar jumlah
kuman Salmonella Typhi di dalam tubuh.
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal
dari flagel kuman). Makin tinggi titter H makin besar jumlah
kuman Salmonella Typhi di dalam tubuh.
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal
dari sampai kuman)
23
`
I. Pathways keperawatan
Krisis
situasi
Cemas
Sumber : Carpenito (2002)
Perubahan nutrisi; kurang
dari kebutuhan
Salmonella typhosa
Masuk ke mulut bersama makanan dan minuman
Sampai ke usus halus
Bakteri mengadakan Multiplikasi di usus halus
Iritasi mukosa usus halus
Peningkatan
peristaltik
usus
Gangguan
eliminasi: diare
Diare
Reaksi
peradangan
Lambung terisi udara
(Flatulence)
Peningkatan
asam lambung
Pelepasan zat Pirogen
pada jaringan yang
meradang
Melalui Peredaran darah,
samapi ke Hepatomolus
Gangguan fungsi Termoregulasi
Peningkatan suhu tubuh
Metabolisme meningkat
Out put >>
Resiko Defisit
Volume
Cairan
Kurang
aktivitas
Menginvasi hati dan
limpa
Pembesaran organ tubuh
(Hati dan limpa)
empedu)
Mual, Muntah, Anoreksia
Mendesak
lambung
Penurunan nafsu makan
Bedrest
Kembung
Stress fisik dan
mental
Rangsangan
sel parietal
lambung
Nyeri
Perawatan di
rumah/RS
Penurunan
motilitas usus
Gangguan eliminasi:
Konstipasi
24
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul merujuk pada Carpenito
(2002) dan Doenges (2000), antara lain:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah, nafsu makan menurun.
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan output yang
berlebihan sekunder terhadap diare, demam, dan muntah.
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan efek peradangan
pada usus.
4. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan
penurunan peristaltik usus.
5. Gangguan eliminasi BAB : diare berhubungan dengan absorbsi
dinding usus sekunder, infeksi Salmonella typhi.
6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
pada usus halus.
7. Cemas berhubungan dengan krisis situasi akibat proses penyakit dan
hospitalisasi.
K. Fokus Intervensi dan Rasional
Fokus intervensi keperawatan dan rasional merujuk pada Carpenito (2002)
dan Doenges (2000), antara lain:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah, nafsu makan menurun.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam pemenuhan
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
25
b. Kriteria hasil : BB stabil atau peningkatan BB, tidak ada
malnutrisi, nafsu makan meningkat, pasien mengmhabiskan porsi
makan yang sudah disediakan rumah sakit.
c. Intervensi :
1) Dorong tirah baring atau pembatasan aktifitas selama fase sakit
akut.
Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah
penurunan kalori dan simpanan energi.
2) Anjurkan klien istirahat sebelum makan.
Rasional: Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk
makan
3) Sediakan makanan dalam keadaan hangat, lingkungan
menyenangkan, dan kondisi tidak terburu-buru.
Rasional: Lingkungan yang menyenangkan dapat menurunkan
stress dan lebih kondusif untuk makan.
4) Catat masukan makanannya.
Rasional: Memberikan rasa kontrol pada klien dan memberikan
kesempatan untuk memilih makanan yang diinginkan, dinikmati,
dapat meningkatkan masukan.
5) Berikan nutrisi parental total, terapi Intra Vena sesuai indikasi.
Rasional: Dapat mengistirahatkan saluran sementara memberikan
nutrisi penting.
6) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional: memberikan informasi tentang kebutuhan diet atau
26
keefektifan terapi.
2. Resiko Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang
berlebihan sekunder terhadap diare, demam, dan muntah.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam
kebutuhan cairan terpenuhi.
b. Kriteria hasil: Suhu 36-37
o
C, turgor baik, kulit lembab, TD
120/80 mmHg, nadi 80x/menit, nadi perifer teraba,
mempertahankan volume cairan.
c. Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital.
Rasional: Hipotensi, Takardi, demam, dapat menunjukan
respon pada efek kehilangan cairan.
2) Observasi kulit kering berlebihan dan membrane mukosa,
penurunan turgor kulit.
Rasional: Dapat mengetahui kehilangan cairan berlebihan
dan dehidrasi.
3) Pertahankan pembatasan per oral, tirah baring, hindari kerja
atau batasi aktifitas.
Rasional: Kolon diistirahatkan untuk peyembuhan dan untuk
menurunkan cairan usus
4) Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk adanya
darah samar.
Rasional: Diet tak adekuat dan penurunan absorbsi dapat
memasukan defisiensi Vitamin K dan merusak koagulasi,
27
potensial resiko pendarahan.
5) Kolaborasi pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan
penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan atau
anemia.
3. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan efek peradangan
pada usus.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri
hilang atau bekurang.
b. Kriteria hasil : Nyeri klien dapat hilang atau berkurang, klien
tampak rileks, klien tampak tenang, ekspresi wajah tidak cemas,
suhu 36-37
o
C, TD 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, RR 20x/menit.
c. Intervensi :
1) Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya
intensitas (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan
karateristik nyeri.
Rasional: Nyeri selama defekasi seiring terjadi pada klien
dengan tiba-tiba dimana dapat berat dan tidak dimana dapat
berat dan terus menerus. Perubahan pada karateristik nyeri dapat
menunjukan penyebaran penyakit atau terjadi komplikasi.
2) Dorong klien untuk menghilangkan rasa nyeri.
Rasional: Untuk dapat mentoleransi nyeri.
3) Tentukan stress luar, misal keluarga, teman, lingkungan kerja
atau sosial.
28
Rasional: Stress dapat mengganggu respon saraf otonomik dan
mendukung eksaserasi penyakit. Meskipun tujuan
kemandirianlah pada klien menjadi penambah stessor.
4) Anjurkan klien istirahat atau tidur yang cukup.
Rasional: Kelelahan karena penyakit cenderung menjadi
masalah berarti, mempengaruhi kemampuan mengatasinya.
5) Dorong penggunaan ketrampilan menangani stress misal tekhnik
relaksasi, latihan nafas dalam.
Rasional: Memberatkan kembali perhatian, meningkatkan
relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.
6) Berikan obat analgetik sesuai indikasi.
Rasional: bantuan dalam istirahat psikologi atau fisik,
menghemat energi, dan dapat menguatkan kemampuan koping.
4. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan
penurunan peristaltik usus.
a. Tujuan : Selama dalam perawatan kebutuhan eliminasi
terpenuhi.
b. Kriteria hasil : Tidak terjadi gangguan pada eliminasi BAB
kembali normal, konsistensi lunak, tidak cair, pasien tidak kembung.
c. Intervensi :
1) Kaji pola BAB pasien.
Rasional: Untuk mengetahui pola BAB pasien.
2) Pantau dan catat BAB setiap hari.
Rasional: Mengetahui konsistensi pada feses dan perkembangan
29
pola BAB pasien.
3) Pertahankan intake cairan 2-3 liter /hari.
Raional: Memenuhi kebutuhan cairan dan membantu memperbaiki
konsistensi feses.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet tinggi serat tapi rendah
lemak.
Rasional: Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorbsi air
dalam aliranya sepanjang traktus intestinal.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pencahar.
Rasional: Obat itu untuk melunakan feses yang keras sehingga
pasien dapat defekasi dengan mudah.
5. Gangguan eliminasi BAB : diare berhubungan dengan absorbsi
dinding usus sekunder, infeksi salmonella typhi.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam klien tidak mengalami diare, BAB normal.
b. Kriteria hasil: BAB normal 1-2x/ hari, Konsistensi berbentuk,
perut tidak mulas, peristaltik normal.
c. Intervensi :
1) Kaji frekuensi, bau, warna feses.
Rasional: Untuk mengetahui adakah pendarahan.
2) Observasi tanda dehidrasi.
Rasional: Untuk mengetahui tanda dehidrasi.
3) Observasi Peristaltik usus.
Rasional: Untuk mengetahui perubahan peristaltik usus.
30
4) Observasi atau monitor intake output cairan.
Rasional: Untuk mengetahui balance cairan.
5) Anjurkan klien untuk banyak minum.
Rasional: Untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang
melalui diare.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti diare dan anti
mikroba.
Rasional: untuk mengurangi reaksi peradangan pada usus halus dan
menurunkan peristaltik.
6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
pada usus halus.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu
tubuh normal.
b. Kriteria hasil : Suhu tubuh normal 36-37
o
C, TD 120/80
mmHg, bibir tidak kering, pasien tampak rileks, turgor kulit
baik, tidak terjadi resiko kekurangan volume cairan.
c. Intervensi :
1) Kaji peningkatan suhu.
Rasional: Suhu 38,9
o
C menentukan proses penyakit infeksi
akut.
2) Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambah linen tempat
tidur sesuai indikasi.
Rasional: Suhu lingkungan atau jumlah slimut harus dibatasi
untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
31
3) Berikan kompres air hangat, hindari penggunaan air es.
Rasional: Membantu mengurangi demam (penggunaan air es
menyebabkan peningkatan suhu secara aktual).
4) Kolaborasi pemberian Antipiretik.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.
5) Kolaborasi pemberian Antibiotik dan Antimikroba.
Rasional: untuk mengatasi peradangan yang terjadi dalam
tubuh.
7. Cemas berhubungan dengan krisis situasi akibat proses penyakit dan
hospitalisasi.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
kecemasan berkurang.
b. Kriteria Hasil : klien menunjukkan penurunan ketegangan, mampu
mengontrol kecemasan, menunjukkan kemampuan interaksi sosial yang
baik dengan lingkungan.
c. Intervensi :
1) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan klien.
2) Berikan informasi tentang masalah kesehatan dan penyakit yang
dialaminya.
Rasional: membantu mengurangi ketegangan klien yang tidak
beralasan.
3) Bantu pasien memfokuskan pada situasi saat ini
Rasional: sebagai alat bantu untuk mengidentifikasi mekanisme
koping yang dibutuhkan untuk mengurangi ansietas.
32
4) Sediakan pengalihan melalui alat bantu seperti televise, radio,
permainan, serta terapi okupasi.
Rasional: membantu mengalihkan perhatian klien dan mengurangi
kecemasan
5) Kurangi rangsangan yang berlebihan dan sediakan lingkungan yang
tenang.
Rasional: mengurangi faktor yang dapat mebuat klien cemas.
6) Kolaborasi dengan psikiater bila diperlukan.
Rasional : membantu klien lebih tenang dalam mengatasi kecemasan
yang berlebihan.

Anda mungkin juga menyukai