Anda di halaman 1dari 2

Kerajaan Banten

Berdirinya kesultanan Banten diawali ketika kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke jawa barat.
Pada tahun 1524, Sunan Gunung Jati alias Syarif Hidayatullah bersama pasukan demak menaklukkan
penguasa banten, dan mendirikan kesultanan banten yang berada di bawah pengaruh demak.
Kota banten terletak di pesisir selat sunda, dan merupakan pintu gerbang yang menghubungkan Sumatra
dan jawa. Posisi banten yang sangat strategis ini menarik perhatian Demak untuk menguasainya. Di
tahun 1525 1526 pasukan demak bersama Sunan Gunung Jati berhasil menguasai baten.
Sebelum banten berdiri sebagai kesultanan, wilayah ini termasuk bagian kerajaan pajajaran yang
beragama hindu. Pada awal abad ke 16, yang berkuasa di banten adala prabu Pucuk Umum dengan
pusat pemerintahan kadipaten di banten Girang. Adapun daerah Surasowan hanya berfungsi sebagai
kota pelabuhan. Menurut berita Joad Barros (1616), wartawan Portugis, diantara pelabuhan yang
tersebar di wilayah pajajaran, pelabuhan sunda kelapa dan banten merupakan dua pelabuhan terbesar
yang dikungjungi para saudagar dalam dan luar negeri. Dari sanalah sebagian besar lada dana hasil
negeri lainnya diekspor.
Pada masa lalu, banten adalah semacam kota metropolitan. Ia menjadi pusat perkembangan
pemerintahan kesultanan banten, yang sempat mengalami masa keemasan selama kurang lebih tiga
abad. Menurut babad pajajaran, masuknya islam dibanten dimulai ketika Prabu Siliwangi sering melihat
cahaya yang menyala-nyala di langit. untuk mencari tahu tentang arti itu, ia mengutus kian Santang,
penasehat kerajaan pajajaran yang mengatakan bahwa cahaya di atas banten adalah cahaya islam. Kian
Santang pun memeluk islam dan kembali ke pajajaran untuk mengislamkan masyarakat. Upaya kian
santang hanya berhasil untuk beberapa orang saja, sedangkan yang lainnya menyingkirkan diri.
Akibatnya, pajajaran menjadi berantakan.
Pada tahun 1526, gabungan pasukan Demak dan Cirebon bersama dengan laskar marinir maulana
Hasanuddin (putra Syarif Hidayatullah) tidak banyak mengalami kesulitan dalam menguasai banten.
Bahkan ada yang menyebutkan, Prabu Pucuk Umum menyerahkan banten dengan Sukarela. Pusat
pemerintahan yang semula berkedudukan di Banten pun dipindahkan ke Surasowan. Pemindahan pusat
pemerintahan ini dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir melalui selat sunda dan
selat malaka. Hal ini berkaitan pula dengan situasi asia tenggara kala itu. perlu dingat, malaka telah
dikuasi portugis, sehingga pedagang yang enggan berhubungan dengan portugis mengalihkan rute niaga
ke selat sunda.
Sejak itu, pelabuhan banten semakin ramai. Atas penunjukkan Sultan Demak, pada tahun 1526 maulana
Hasanuddin diangkat sebagai Adipati Banten. Di tahun 1552, banten diubah menjadi negara bagian
Demak, tetap dengan Maulana Hasanuddin sebagai pemimpinnya. Pada waktu demak runtuh dan diganti
Pajang (1568), Maulana Hasanuddin memproklamasikan banten sebagai Negara Merdeka.
Sultan maulana Hasanuddin memerintah banten selama 18 tahun (1552 1570). Ia telah memberikan
andil besar dalam meletakkan fondasi islam di Nusantara. Selain dengan mendirikan masjid dan
pesantren, Maulana Hasanuddin juga mengirim ulama ke berbagai daerah yang telah dikuasainya.
Usaha penyebarluasan Islam dan pembangunan Banten itu dilanjutkan oleh para penerusnya. Pada
masa jayanya, wilayah kekuasaan Kesultanan Banten Meliputi Serang, Pandeglang, Lebak, dan
Tangeran.
Saya sekali kejayaan itu mulai berakhir pada masa sultan Ageng Tirtayasa. Kesultanan Banten
mengalami kehancuran Akibat ulah anak kandung Sultan Ageng Sendiri, yaitu sultan Haji. Pada waktu
itu, Sultan Haji diserahi amanat oleh ayahnya sebagai sultan muda yang berkedudukan di Surasowan.
Namun, sultan haji berdekat-dekat dengan kompeni, bahkan memberi mereka keleluasaan untuk
berdagang di pelabuhan banten. Hal itu sangat tidak disukai oleh Sultan Ageng. Hingga akhirnya Sultan
Ageng menyerang Istana Surasowan pada 27 Februari 1682. terjadilah perang dasyat , Sultan Ageng
Tirtayasa melawan kompeni yang mendukung Sultan Haji. Istana Surasowan mengalami kehancuran
pertama akibat perang tersebut.
Meskipun istana Surasowan dibangun kembali dengan megah oleh Sultan haji atas bantuan Arsitek
Belanda, namun pemberontakan demi pembrontakan oleh rakyat banten tidak pernah surut. Sultan
Ageng Tirtayasa memimpin perang gerilya bersama anaknya yang setia, Pangeran Purbaya, serta Syekh
Yusuf, seorang ulama dari Makassar sekaligus menantunya. Akan tetapi, akhirnya Kompeni
mengerahkan kekuatan penuh, dan Sultan Ageng dapat dikalahkan.
Setelah kekalahan itu, para pengikut Sultan Ageng Tirtayasa menyebar ke berbagai daerah untuk
berdakwah. Syekh Yusuf dibuang ke Srilanka, tempat ia memimpin gerakan perlawan lagi, sebelum
akhirnya dibuang ke Afrika Selatan. Di Afrika Selatan, Syekh Yusuf menyebarkan Islam, sampai
wafatnya.
Sementara itu, banten jatuh menjadi boneka belanda. Daendels yang membangun jalan raya Anyer
Panarukan kemudian memindahkan pusat kekuasaan Baten ke Serang. Istana Surosowan ia bakar habis
pada 1812. dapat dikatakan, pada tahun itulah Kesultanan Banten runtuh.
Keberadaan dan Kejayaan Kesultanan Banten pada masa lalu dapat dilihat dari peninggalan sejarah,
seperti Masjid Agung Banten yang didirikan pada masa pemerintahakan Sultan Maulana Hasanuddin.
Arsitektur masjid tersebut merupakan perpaduan antara arsitektur asing dan jawa. Bangunan lain yang
membuktikan keberadaan Kesultanan Banten masa lampau adalah bekas istana Surasowan, yang
letakkanya berdekatan dengan Masjid Agung Banten. Istana Surasowan yang kini tinggal puing-puing itu
dikelilingi oleh tembok benteng yang tebal dengan luas kurang lebih 4 hektare, berbentuk persegi empat
panjang. Benteng tersebut kini masih tegak berdiri, di samping beberapa bagian kecil yang telah runtuh.
Dalam situs kepurbakalaan banten, masih ada beberapa bangunan lain, misalnya menara banten, masjid
Pacinan Tinggi, Benteng Speelwijk, Meriam Ki Amuk, Watu Gilang, dan pelabuhan perahu karangantu.
Sumber>>//ridwanaz.com

Anda mungkin juga menyukai