Anda di halaman 1dari 3

Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudra Pasai terletak di pesisir timur laut aceh, saat ini menjadi kabupaten Lhokseumawe
atau Aceh Utara. Kerajaan ini merupakan kerajaan islam kedua di Indonesia setelah Perlak. Untuk waktu
yang lama, Pasai dianggap oleh kerajaan islam lain di Nusantara sebagai pusat Islam.
Lahirnya samudra pasai sebagai kerajaan islam diperkirakan dimulai dari awal atau pertengahan abad ke
13, sebagai hasil proses islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi ulama-ulama muslim
sejak abad ke 7. fakta tentang berdirinya Kerajaan islam Samudra Pasai pada abad ke 13 ini didukung
oleh data-data sejarahyang nyata. Yang terpenting di antaranya adalah batu nisan yang memuat nama
sultan Malik Al-saleh, rajanya yang pertama, berangka tahun 696 H atau 1297 M. Di jawa, pada saat itu
sedang berdiri Kerajaan Majapahit yang sangat berpengaruh (1293 1478 M).
Data ini dikuatkan oleh kitab Hikayat raja-raja pasai. Hikayat ini menyebutkan bahwa raja pertama dan
sultan pendiri kerajaan Samudra Pasai adalah malik Al-Shaleh. Adapun namanya sebelum menjadi raja
adalah Marah Sile atau Marah Selu. Ia masuk islam atas bimbingan Syekh Ismail, seorang ulama utusan
Syarif Mekkah yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik Al-Shaleh.
Marah Selu adalah putra Marah Gajah. Nama marah adalah gelar bangsawan yang lazim di Sumatra
utara, setingkat dengan raden di jawa. Kata Selu berasal dari sungkala yang artinya berasal dari bahasa
sansekerta. Kepemimpinan marah selu yang menonjol telah menempatkan dirinya menjadi raja, setelah
sebelumnya selalu ditolak dalam pengembaraannya dari satu tempat ke tempat lain.
Sultan Malik Al-shaleh adalah raja pertama dan pendiri kerajaan Samudra Pasai. Fakta ini dapat
diketahui melalui Hikayat Melayu. Dalam hikayat itu disebutkan juga bahwa Marah Selu mengembara
dari satu tempat ke tempat lain dengan penolakan dari daerah-daerah yang bersangkutan, akan tetapi
kemudian ia menjadi raja di suatu daerah.
Hikayat itu menyebutkan,
Suatu hari Marah Selu Pergi berburu. Maka ada seekor anjing dibawanya, bernama pasai. Maka
dilepaskannya anjing it. Maka dilihatnya ada seekor semut besarnya seperti kucing , maka ditangkapnya
oleh Marah Selu itu lalu dimakannya. Maka orang yang menyertainya berburu itu disuruh untuk
membersihkan tanah tinggi untuk dibuat istana.
setelah selesai maka marah selu pun dudukalh di sana dengan segala hulu-balangnya dan segala
rakyatnya. Tempat itu dinamai oleh Marah Selu Negeri Samudera, artinya semut yang amat besar
Tentang Nama pasai, Hikayat melayu menyebutkan,
setelah sudah jadi negeri itu, maka anjing perburuan yang bernama si Pasai itu pun matilah pada tempat
itu. Maka disuruh tanamkan dia di sana juga. Maka dinamai baginda dengan nama anjing itu. Nama
Samudera lama kelamaan disebut sebagai Sumatra, dan menjai nama pulau itu.
Hikayat itu juga menceritakan,
Suatu ketika Marah Selu bermimpi seseorang memegang dagunya dengan kuat dan matanya ditutup
dengan empat jarinya, lalu berkata. hai Marah Selu, katakana olehmu dua kalimat syahadat. Maka sahut
Marah Selu, Tiada hamba tahu mengucap akan hal itu. Maka ujarnya, bukakan mulutmu. Maka
dibukakan mulut Marah Selu, maka diludahinya mulut Marah Selu itu, rasanya lemak manis. Maka
ujarnya akan Marah Selu, hai Marah Selu, engkaulah sultan Malik al-Shaleh namamu sekarang. Islamlah
engkau dengan mengucapkan dua kalimat itu
Sejak itulah, Marah Selu menjadi sultan sebuah kerajaan islam yang bernama Samudera Pasai, dengan
gelar sultan malik Al Shaleh. Apa yang terdapat dalam hikayat raja-raja pasai dan Hikayat melayu sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Snouck Hurgronje, Moquccte, Moens, Hushoff Poll, Rouffacr
dan Cowan, yang menyebutkan bahwa kerajaan islam Samudera pasai berdiri pada pertengahan abad
ke 13, dan pendirinya adalah sultan Malik al-Shaleh. Tempat yang pertama menjadi pusat kerajaan
Samudra Pasai adalah muara sungai pasangan. Sungai pasangan adalah sebuah sungai yang cukup
panjang dan lebar sepanjang rute pantai, yang memudahkan perahu-perahu dan kapal-kapal
mengayuhkan dayungnya ke pedalaman.
Ada dua kota besar yang berada bersebarangan di muara sungai pasangan itu, yakni kota Pasai dan
Samudra. Kota samudra terletak agak lebih ke pedalaman, sedangkan kota Pasai terletak agak lebih ke
muara sungai. Sultan Malik al-Shaleh memimpin dan menyatukan kedua wilayah itu.
Kerajaan samudra pasai adalah sebuah kerajaan maritime. Sumber-sumber cina menyatakan bahwa
pada awal tahun 1290, kerajaan itu telah mengirim kepada raja Cina duta-duta yang disebut dengan
nama-nama muslim, yaknik Husein dan Sulaiman. Dalam kehidupan perekonomiannya, samudra pasai
pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia tidak mempunyai basis agrarian,
melainkan perniagaan dan pelayaran.
Pengawasan terhadap perniagaan dan pelayaran merupakan sendi-sendi kekuasaan yang
memungkinkan kerajaan memperoleh penghasilan yang besar dari pajak. Hal itu dibenarkan oleh Tome
Pires, wartawan portugis. Ia melaporkan, di pasai pada tahun 1513, setiap kapal yang membawa barang-
barang dari barat dikenakan pajak. Ia juga menceritakan bahwa pasai memiliki mata uang drama atau
dirham yang berukuran kecil. Adanya mata uang tersebut membuktikan bahwa pada saat itu Samudra
Pasai merupakan kerajaan yang makmur.
Ditinjau dari segi geogra dan social ekonomi, Samudra Pasai memang merupakan suatu daerah yang
penting, sebagai penghubung antara pusat-pusat perniagaan yang terdapat di kepulauan nusantara,
Malaya, India, Cina dan Arab. Posisi yang strategis tersebut menjadikan kerajaan ini pusat perniagaan
yang sangat penting.
Mata uang dirham dari Samudera Pasai itu menjadi bukti yang menunjukkan sejarahraja-raja pasai.
Sebab, mata uang tersebut menerangkan nama-nama Sultan Alauddin, Sultan Manshur Malik al-Zahir,
Sultan Abu Zaid, dan Sultan Abdullah. Pada tahun 1973, ditemukan lagi sebelas mata uang dirham, di
antaranya ada yang memuat nama Sultan Muhammad Malik al-Zahir, Sultan Ahmad, dan Sultan
Abdullah. Semuanya adalah raja-raja Samudera Pasai pada abad ke 14 dan ke 15. Atas dasar mata
uang emas yang pernah ditemukan itu, dapat diketahui nama-nama raja SAmudera Pasai. Berikut nam-
nama mereka :
Sultan Malik al-Saleh (1292 1297)
Sultan Muhammad Malik al-Zahir (1297 1326)
Sultan Mahmud Malik al-Zahir (1326 1345)
Sultan Manshur Malik al-Zahir (1345 1346)
Sultan Ahmad Malik al-Zahir (1346 1383)
Sultan Zainal Abidin Malik al-Zahir (1383 1405)
Sultanah Nahrasiyah (1405 1420)
Sultan Abu Zaid Malik al-Zahir (1420 1455)
Sultan Mahmud Malik al-Zahir (1455 1477)
Sultan Zain al-Abidin (1477 1500)
Sultan Abudullah Malik al-Zahir (1501 1513)
Sultan Zain al-Abidin (1513 1524)
Pada tahun 746 H atau 1345 Masehi, Ibnu Batuttah, pengembara asal Maroko, mengunjungi Samudra
Pasai dalam perjalanannya dari Delhi ke Cina. Ia menggambarkan bahwa penduduk kota di sana
berjumlah sekitar 20 ribu jiwa. Di kesultanan tersebut terdapat istana yang ramai, dengan ratusan
ilmuwan dan ulama yang menghidupkan aktivitas pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa itu,
sultan yang berkuasa adalah Ahmad Malik al-Zahir (1326 1371). Ia mewarisi kekuasaan dari Sultan
Muhammad Malik al-Zahir (1297 1326)
Berdasarkan berita Ubnu batuttah, juga diketahui bahwa kerajaan samudra pasai ketika itu merupakan
pusat studi agama islam dan juga tempat berkumpul ulama-ulama dari berbagai negeri islam. Para ulama
tersebut berkumpul untuk mendiskusikan masalah-masalah keagamaan dan keduniawian sekaligus. Ibnu
Batuttah menyatakan bahwa islam sudah hampir satu abad lamanya disiarkan di sana, sedangkan kaum
muslim di sana mengikuti Mazhab Syai.
Namun demikian, ada sumber lain berisi berita yang cenderung berbeda. Ada dua buah naskah lokal
yang ditemukan di Aceh, yaitu idah Haqq Mantakat Peureula karya Abu Ishaq Makarani dan Tawarikh
Raja-raja pasai. Menurut sumber-sumber ini, kerajaan Samudra Pasai sudah berdiri pada tahun 433 H
atau 1042 Masehi. Kerajaan yang dikuasi oleh Dinasti Marah Khair ini terus berjaya hingga tahun 607 H
atau 1210 masehi. Pada tahun tersebut baginda raja meninggal dunia dan tidak meninggalkan putra.
Setelah itu, negeri Samudra pasai menjadi rebutan antara pembesar-pembesar istana.
Keadaan politik yang tidak stabil itu berlangsung kurang lebih 50 tahun. Kondisi itu membaik setelah
naiknya Marah Selu, yang kemudian bergelar Malik al-Shaleh. Berbeda dengan Hikayat Raja-raja pasai
yang mengatakan bahwa pada mulanya Mara Selu beragama Hindu kemudian baru masuk islam atas
bimbingan syekh Ismail, sumber ini menyebutkan bahwa Marah Selu berasal dari keturunan Raja Islam
Perlak. Marah Selu juga dikatakan sebagai anak Makhdum Malik Abdullah Marah Seulangan anak
Makhdum Malik Ibrahim Marah Silo anak Makhdum malik Mesir Marah Mersa anak Makhdum Malik Ishak
marah Ishak anak Sultan Makhdum Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat, Sultan Kerajaan Perlak yang
memerintah pada tahun 365 402 H atau 976 1012 M. Pendukung pendapat ini berpendapat bahwa
kerajaan islam pertama nusantara bukanlah Samudera Pasai, melainkan kerajaan Perlak.
Nasib kesultanan Samudera Pasai akhirnya hanya berlangsung hingga tahun 1524. pada tahun 1521,
kerajaan tersebut ditaklukkan oleh bangsa Portugis yang mendudukinya selama tiga tahun. Setelah itu,
pada tahun 1524 dan seterusnya, kesulitanan Aceh Darussalam di bawah pimpinan Sultan Mughayat
Syah merebut kerajaan ini dan mengusir orang-orang portugis. Samudera pasai kemudian berada di
bawah pengaruh kesultanan Islam Aceh yang berpusat di Banda Aceh Darussalam.
Sumber>>//ridwanaz.com

Anda mungkin juga menyukai