Anda di halaman 1dari 3

3 Maret 1924 Konspirasi Meruntuhkan Khilafah

Hari ini, 82 tahun yang lalu, umat Islam kehilangan garis kekalifahan.
Pada tanggal itu, Khilafah Islamiyah secara resmi dihapuskan oleh
pemerintahan sekuler Turki.

Para ahli sejarah sepakat, zaman Khalifah Sulaiman Al-Qanuni (1520-


1566) merupakan zaman kejayaan dan kebesaran Khilafah Usmaniyah.
Pada masa ini, Khilafah Usmaniyah telah jauh meninggalkan negara-
negara Eropa di bidang militer, sains, dan politik.

Namun sayang, setelah Sulaiman al-Qanuni meninggal dunia, khilafah


mulai mengalami kemerosotan terus-menerus. Banyak analisa menyebut, ada dua faktor utama
yang menyebabkan kemunduran Khilafah Usmaniyah. Pertama, buruknya pemahaman Islam.
Kedua, kesalahan dalam menerapkan Islam.

Pada masa ini, terjadi banyak penyimpangan dalam pengangkatan khalifah, yang justru tak
tersentuh oleh undang-undang. Akibatnya, setelah berakhirnya kekuasaan Sulaiman al-Qanuni,
yang diangkat menjadi khalifah justru orang-orang yang tidak mempunyai kelayakan.

Kelemahan Khilafah Usmaniyah pada abad ke-17 M itu dimanfaatkan oleh Austria dan Venesia
untuk memukul khilafah. Melalui Perjanjian Carlowitz (1699 ), wilayah Hungaria, Slovenia,
Kroasia, Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia lepas; masing-masing ke
tangan Venesia dan Habsburg.

Bahkan, Khilafah Usmaniyah terpaksa harus kehilangan wilayahnya di Eropa, setelah


kekalahannya dari Rusia dalam Perang Crimea pada abad ke-18 Masehi. Nasib Khilafah
Usmaniyah semakin tragis setelah dilakukannya Perjanjian San Stefano (1878) dan Berlin
(1887).

Di sisi lain, karena lemahnya pemahaman terhadap Islam, para penguasa ketika itu mulai
membuka diri terhadap demokrasi, yang didukung oleh fatwa-fatwa syekh Islam yang penuh
kontroversi. Bahkan, dengan dibentuknya Dewan Tanzimat tahun 1839, cengkeraman Barat di
dunia Islam semakin kokoh.

Keadaan ini diperparah dengan dirumuskannya Konstitusi 1876 oleh Gerakan Turki Muda, yang
berusaha untuk membatasi fungsi dan kewenangan khalifah. Boleh dikata, saat itu sedikit demi
sedikit telah terjadi sekularisasi terhadap Khilafah Islam.

Perjanjian dengan Bizantium (1521), Prancis (1535), dan dengan Inggris (1580) membuat warga
non-Muslim mendapat hak-hak istimewa. Dengan hak-hak istimewa ini, populasi orang-orang
Kristen dan Yahudi di dalam negeri meningkat.
Kondisi ini ini kemudian dimanfaatkan oleh kaum misionaris untuk melakukan gerakannya
secara intensif di dunia Islam sejak abad ke-16. Di tengah kemunduran intelektual yang dihadapi
oleh dunia Islam, mereka mendirikan berbagai pusat kajian, sebagai kedok gerakan mereka.

Gerakan ini dimanfaatkan oleh Inggris, melalui agennya, Ibn Saud, untuk menyulut
pemberontakan di beberapa wilayah khilafah. Di Eropa, wilayah-wilayah yang telah dikuasai
oleh khilafah terus diprovokasi agar melakukan pemberontakan sejak abad ke-19 hingga abad
ke-20. Khilafah Usmaniyah pada akhirnya kehilangan banyak wilayahnya, hingga yang tersisa
kemudian hanya Turki.

Konspirasi untuk meruntuhkan

Tahun 1855 negara-negara Eropa, khususnya Inggris, memaksa Khilafah Usmaniyah untuk
melakukan amandemen UUD. Maka, keluarlah Hemayun Script pada tanggal 11 Pebruari 1855.
Tahun 1908, Turki Muda yang berpusat di Salonika -- pusat komunitas Yahudi Dunamah --
melakukan pemberontakan.

Tanggal 18 Juni 1913, pemuda-pemuda Arab mengadakan kongres di Paris dan mengumumkan
Nasionalisme Arab. Inggris dan Prancis di belakang mereka.

Perang Dunia I tahun 1914 dimanfaatkan oleh Inggris untuk menyerang Istanbul, dan menduduki
Gallipoli. Dari sinilah, kampanye Dardanelles yang terkenal itu mulai dilancarkan. Pendudukan
Inggris di kawasan ini juga dimanfaatkan untuk mendongkrak popularitas Mustafa Kamal Pasha,
yang sengaja dimunculkan sebagai pahlawan dalam Perang Ana Forta, tahun 1915.

Sejarah kemudian mencatat, Kamal Pasha -- pemuda asal Salonika -- akhirnya menjalankan
agenda Inggris: melakukan revolusi untuk menghancurkan khilafah Islam. Itu diawali dengan
perjanjian yang melahirkan "Persyaratan Curzon" pada 21 November 1923. Isinya, Turki harus
menghapuskan khilafah Islamiyah, mengusir khalifah, dan menyita semua harta kekayaannya.

Persyaratan tersebut diterima oleh Mustafa Kamal dan perjanjian ditandatangani pada 24 Juli
1923. Delapan bulan setelah itu, tepatnya 3 Maret 1924, Kamal Pasha mengumumkan pemecatan
khalifah, pembubaran sistem khilafah, mengusir khalifah ke luar negeri, dan menjauhkan Islam
dari negara. Inilah titik klimaks revolusi yang dilakukan oleh Kamal Attaturk dan menandai
berakhirnya kekhalifahan Islam sejak zaman nabi SAW.

Mustafa Kemal
Jauhkan Ruh Islam dari Turki

Pria yang menjadi presiden pertama Turki ini lahir dengan nama
Mustafa pada 12 Maret 1881 di Tesalonika (kini menjadi bagian
Yunani). Ayahnya Ali Riza, seorang mantan pegawai rendahan di kantor
pemerintah, meninggal akibat TBC. Ibunya Zubeyde Hanim, adalah
Muslimah taat yang buta huruf.
Zubeyde memfokuskan hidupnya untuk mengurus Mustafa. Karena taat Islam, ia berharap
Mustafa menjadi ulama faqih.

Namun jauh panggang dari api. Mustafa memilih berkarier di militer sebelum akhirnya berhasil
menggulingkan pemerintahan dan menjadi doktator baru di Turki.

Tidak lama setelah berkuasa, ia menyatakan bahwa akan menghancurkan Islam dalam kehidupan
Turki. Menurutnya hanya dengan mengeliminasi segala hal berbau Islam, Turki bisa 'maju'
menjadi bangsa modern yang dihormati.

Pada 3 Maret 1924, ia mengajukan UU yang menghapuskan khalifah selamanya dan mendirikan
negara Turki sekuler. Dengan membungkam dan mengancam para penetangnya, ia berhasil
menggolkan UU tersebut, dan khalifah sekeluarga diasingkan ke Swiss.

Setelah menjadi diktator absolut, rakyat Turki terpaksa menerima reformasi anti-Islam. Mereka
dilarang berkopiah Turki dan berjilbab, wajib berbusana Eropa, memakai aksara Latin, kalender
Masehi, dan hari Minggu sebagai hari libur. Ribuan ulama dan pengikutnya rela berkorban jiwa
daripada menerima kehancuran segala hal yang disucikan.

Mustafa Kemal menetapkan agar tiap warga Turki mencantumkan nama keluarganya seperti
masyarakat Eropa dan Amerika. Ia juga memilih menggunakan nama "Attaturk" atau Bapak
Bangsa Turki.

Pada 1938, kesehatannya memburuk. Pada 10 November 1938, Mustafa Kemal akhirnya
meninggal karena penyakit radang hati yang disebabkan oleh alkohol yang selalu menemani
hidupnya. (RioL)

( uli/dam/wikipedia/berbagai sumber )

Sumber :

http://swaramuslim.net/more.php?id=5175_0_1_0_M

Anda mungkin juga menyukai