Anda di halaman 1dari 35

3

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Perkembangan perusahaan-
perusahaan go public dan non go public di
Indonesia mengalami kemajuan yang
pesat. Perkembangan ini mengakibatkan
permintaan akan audit laporan
keuangan yang semakin meningkat.
Bagi perusahaan go public kewajiban
penyampaian laporan keuangan auditan
telah diatur oleh BAPEPAM-LK melalui
peraturan nomor Kep-36/Kep/PM/2003
dan peraturan BEI nomor Kep-
307/BEJ/07-2004 yang mengatur secara
ketat waktu penyerahan laporan
keuangan ke pasar modal, yaitu laporan
keuangan tahunan diserahkan paling
lambat akhir bulan ketiga tahun
berikutnya, sedangkan laporan
keuangan semesteran diserahkan paling
lambat akhir bulan kedua setelah
tanggal laporan keuangan tengah
tahunan.
Bagi perusahaan non go public
audit atas laporan keuangan juga
diharuskan oleh beberapa peraturan,
diantaranya Peraturan Bank Indonesia
No. 8/20/PBI/2006 pasal 4(2.1) tentang
transparansi kondisi keuangan BPR
yang berbunyi: Bagi BPR yang
mempunyai total aset Rp
10.000.000.000.00 (Sepuluh miliar
rupiah) atau lebih, Laporan Keuangan
yang disampaikan dalam Laporan
tahunan wajib diaudit oleh Akuntan
Publik. Selain itu, UU Perseroan
Terbatas No. 40 tahun 2007 pasal 68
ayat 1.e, juga mewajibkan laporan
keuangan perseroan untuk diaudit oleh
akuntan publik jika perseroan
mempunyai aset dan atau jumlah
peredaran usaha dengan jumlah nilai
paling sedikit Rp 50.000.000.000 (lima
puluh miliar rupiah). Aturan serupa
juga diterapkan oleh Bank Indonesia
lewat Peraturan Bank Indonesia
No.7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005.
Peraturan internal setiap bank juga
mengharuskan setiap debitur yang
memiliki pinjaman minimal sebesar 5
milyar, maka debitur wajib
menyampaikan laporan keuangan
tahunan yang telah diaudit oleh kantor
akuntan publik kepada bank tersebut.
Hasil audit atas laporan
keuangan perusahaan tersebut
mempunyai konsekuensi dan tanggung
jawab yang besar bagi auditor. Adanya
tanggung jawab yang besar ini memacu
auditor untuk bekerja secara
profesional. Salah satu bentuk
profesionalisme auditor adalah
menjalankan pekerjaan auditnya sesuai
dengan Standar Auditing. Bentuk
profesionalisme lainnya tercermin
dalam penentuan fee audit atas
pekerjaan audit yang dilaksanakannya.
Di Indonesia besarnya fee audit
masih menjadi perbincangan yang
cukup panjang, mengingat banyak
faktor yang mempengaruhinya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi besar
kecilnya fee audit yaitu besar kecilnya
klien, lokasi kantor akuntan publik dan
ukuran kantor akuntan publik. Selain
faktor tersebut, dalam menetapkan
imbalan jasa atau fee audit, Akuntan
Publik harus mempertimbangkan hal-
hal sebagai berikut : Kebutuhan klien,
tugas dan tanggung jawab menurut
hukum (statutory duties), independensi,
tingkat keahlian (levels of expertise) dan
tanggung jawab, banyaknya waktu yang
diperlukan dan secara efektif digunakan
oleh Akuntan Publik. Selain itu, dalam
menetapkan imbalan jasa atau fee audit,
Akuntan Publik juga harus
4



memperhatikan tahapan-tahapan
pekerjaan audit dan tahap pelaporan.
Besarnya fee audit yang ditetapkan
oleh kantor akuntan publik merupakan
salah satu obyek yang menarik untuk
diteliti. Selama dua dekade terakhir
penelitian mengenai pasar jasa audit
telah tumbuh secara signifikan (Ahmed
dan Goyal, 2005). Namun, penelitian
mengenai fee audit di negara-negara
berkembang masih jarang dilakukan
(Joshi dan Al-Bastaki, 2000). Di

Indonesia sendiri penelitian mengenai
fee audit sampai saat ini sedikit sekali.
Beberapa penelitian mengenai fee audit
di Indonesia mungkin dilakukan tetapi
tidak terpublikasikan di jurnal ilmiah.
Sejauh yang peneliti ketahui, sampai
saat ini sedikit sekali penelitian
mengenai fee audit di Indonesia yang
terpublikasikan baik di jurnal ilmiah
maupun media publikasi lainnya. Hal
ini bisa jadi karena fee audit yang
ditetapkan oleh kantor akuntan publik
di Indonesia masih belum terpublikasi
seperti di Eropa, Amerika, Australia dan
negara-negara maju lainnya. Kondisi ini
berbeda jika dibandingkan dengan
negara-negara tersebut di atas, dimana
fee audit telah terpublikasi sehingga
penelitian mengenai fee audit sering
dilakukan dan dipublikasikan dalam
jurnal ilmiah atau media publikasi
lainnya (Al-Shammari et al., 2008).
Penelitian ini merupakan
pengembangan dari penelitian Joshi dan
Al-Bastaki (2000) yang berjudul
Determinant of audit fees: Evidence from the
Companies Listed in Bahrain. Penelitian
tersebut kami kembangkan karena
penelitian tersebut menghasilkan
adjusted R
2
60.2% yang mana angka
tersebut dipandang masih cukup
rendah, sedangkan perbedaan
penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah :
1. Negara objek penelitian:
penelitian terdahulu mengambil
objek penelitian di Bahrain
sedangkan penelitian ini
dilakukan di Indonesia tepatnya
di kota Malang-Jawa Timur.
2. Tahun penelitian: penelitian
terdahulu didasarkan pada data
laporan keuangan perusahaan
publik yang listing di Bahrain
1997, sedangkan penelitian ini
menggunakan data laporan
keuangan perusahaan privat
yang diaudit oleh KAP di
Malang untuk tahun audit 2009.
3. Variabel dan proksi: penelitian
terdahulu menggunakan
variabel independen client size,
client risk, complexity, profitability
dan audit timing. Sedangkan
proksi yang digunakan atas
variabel independen tersebut
berturut-turut adalah total aset,
utang jangka panjang dibagi
total aset, operasi perusahaan di
luar negeri, ROA dan peak audit
time, sedangkan dalam
penelitian ini variabel
independen yang digunakan
adalah
ukuran perusahaan
(client size), risiko perusahaan
(client risk), kompleksitas
(complexity), profitabilitas
(profitability) dan reputasi
auditor (auditor reputation),
sedangkan proksi yang
digunakan atas variabel
independen tersebut berturut-
turut adalah total aset, total
utang dibagi total aset, pajak
tangguhan, ROA dan growth
KAP.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan di atas,
5



maka dapat disusun rumusan masalah
yang mendasari penelitian ini, yaitu:
apakah variabel-variabel independen
yang terdiri dari : ukuran perusahaan
(client size), risiko perusahaan (client
risk), kompleksitas (complexity),
profitabilitas (profitability) dan reputasi
auditor (auditor reputation) merupakan
faktor penentu besarnya biaya audit (
audit fee )?

1.3. Tujuan penelitian
Berdasarkan uraian pada
pertanyaan penelitian, maka tujuan
penelitian yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah: Untuk menguji
apakah variabel-variabel ukuran
perusahaan (client size), risiko
perusahaan (client risk), kompleksitas
(complexity), profitabilitas (profitability)
dan reputasi auditor (auditor reputation)
menjadi penentu besarnya fee audit?

1.4. Kontribusi penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan
suatu acuan untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi penentuan
fee audit oleh kantor akuntan publik.
Penelitian ini dapat memberikan
kontribusi yang berarti baik bagi
akademisi maupun praktisi.
1.4.1. Kontribusi Teori
Hasil penelitian ini mampu
menjelaskan dan memprediksi faktor-
faktor yang menjadi penentu fee audit.
Faktor-faktor tersebut adalah ukuran
perusahaan, kompleksitas, profitabilitas
dan reputasi auditor. Selain itu
Penelitian ini juga dapat memotivasi
peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut
mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi penentuan fee audit oleh
kantor akuntan publik. Mengingat
masih belum banyak penelitian
mengenai hal tersebut khususnya di
Indonesia, jadi masih banyak
kesempatan bagi peneliti lain untuk
lebih memperdalam penelitian ini
dengan obyek penelitian yang lebih luas
(KAP se Jatim atau se Indonesia).

1.4.2. Kontribusi Praktis
a. Hasil penelitian ini memberikan
kontribusi bagi manajemen
perusahaaan dalam memahami
faktor-faktor penentu fee audit,
sehingga manajemen dapat
melakukan pembayaran fee audit
secara rasional agar tidak merugikan
auditor.
b. Hasil Penelitian ini dapat dijadikan
acuan oleh auditor ketika menerima
penugasan audit, sehingga auditor
dapat menetapkan fee audit secara
profesional agar pelaksanaan audit
bisa berlangsung sesuai dengan
tahapan-tahapan dalam proses audit
yaitu tahap perencanaan,
pelaksanaan dan pelaporan.

1.4.3. Regulator
Hasil penelitian ini memberikan
informasi kepada Institut Akuntan
Publik Indonesia sebagai pihak yang
berwenang menyusun standar
profesiaonal akuntan publik untuk
mempertimbangkan faktor dominan
yang berpengaruh terhadap fee audit
dalam membuat regulasi (kebijakan)
tentang fee audit.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai determinan
fee audit telah banyak dilakukan
khususnya di Negara-negara maju
seperti Amerika, Eropa dan Australia.
Simunic (1980) mencoba
memformulasikan faktor-faktor yang
mempengaruhi fee audit dan
menghasilkan suatu model yang
menyatakan bahwa fee audit ditentukan
oleh besar-kecilnya perusahaan yang
6



diaudit (client size), risiko audit (atas
dasar current ratio, quick ratio, D/E,
litigation risk) dan kompleksitas audit
(subsidiaries, foriegn listed). Hasil
penelitian lainnya adalah kenyataan
bahwa client size adalah faktor penentu
yang paling penting dalam menentukan
fee audit. Model inilah kemudian yang
dijadikan acuan untuk melihat
fenomena di seputar penawaran jasa
audit.
Wei Zhang dan Myrteza (1993),
melakukan penelitian mengenai
determinan fee audit di Australia.
Sebanyak 243 sampel perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Australia
digunakan dalam penelian ini. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menguji
variabel yang digunakan oleh Simunic
(1980), yaitu faktor ukuran perusahaan,
kompleksitas audit, waktu audit,
kualitas audit dan risiko audit dapat
mempengaruhi besarnya fee audit.
Dalam penelitian ini terbukti bahwa
variabel independen yang ada dalam
model yang dikembangkan oleh
Simunic (1980), mampu menjelaskan
76,31% perubahan yang terjadi pada
variable dependennya. Tetapi secara
individu ukuran perusahaan adalah
faktor yang paling menentukan
besarnya fee audit. Hal ini konsisten
dengan penelitian Taylor dan Baker
(1981), Francis (1984), Simon et al. (1986)
dan Simon et al. (1992).
Karim dan Moizer (1996),
melakukan penelitian serupa dengan
Wei Zhang dan Myrteza (1993) dengan
menggunakan Bangladesh sebagai
negara obyek penelitian. Ia membagi
perusahaan menjadi dua yaitu
perusahaan keuangan dan non-
keuangan. Hasil regresi menunjukkan
bahwa ukuran perusahaan mempunyai
pengaruh yang paling besar dalam
menentukan biaya audit. Hasil
penelitian ini konsisten dengan
penelitian Wei Zhang dan Myrteza
(1993). Fakta lain menunjukkan bahwa
fee audit ditentukan lebih besar untuk
perusahaan keuangan dibandingkan
dengan perusahaan non-keuangan. Hal
yang sama terjadi untuk perusahaan
multinasional yang juga dikenakan fee
audit yang lebih tinggi.
Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Langendijk (1998) di Belanda
menunjukkan bahwa determinan fee
audit di Belanda memiliki kesamaan
dengan negara-negara lain yang diteliti
sebelumnya. Namun, hasil lain dari
penelitian tersebut adalah tidak satupun
kantor akuntan publik besar (Big Eight)
mendapatkan fee audit yang tinggi
(premium). Hal ini menunjukkan bahwa
industri spesialis dalam industri jasa
akuntan publik di Belanda tidak
mendapatkan fee audit yang lebih tinggi
dari pada indutsri non-spesialis.
Joshi dan Al-Bastaki (2000),
melakukan penelitian di Bahrain yang
mana fee audit untuk klien kantor
akuntan publik masih belum
terpublikasi seperti halnya di negara-
negara maju. Untuk mendapatkan data
penelitian, mereka harus berkomunikasi
secara langsung dengan auditor dan
auditee. 38 perusahaan yang terdaftar di
bursa efek Bahrain dijadikan sampel
penelitian ini. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ukuran
perusahaan, risiko, profitabilitas dan
kompleksitas operasi klien adalah
faktor-faktor yang yang menentukan
besarnya fee audit. Hal ini konsisten
dengan hasil kebanyakan penelitian
sebelumnya.
Seperti halnya Joshi dan Al-
Bastaki (2000), Basioudis dan Fifi (2004)
melakukan penelitian di Indonesia.
Perlu diketahui, di Indonesia belum ada
ketentuan yang mengharuskan kantor
akuntan publik mempublikasikan
besarnya fee audit yang diterima
7



sebagaimana praktek yang sudah
berlangsung di negara-negara maju.
Penelitian ini menggunakan 67
perusahaan yang listing di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2000. Tahun 2000
dipilih karena pada tahun 1997/1998
Asia mengalami krisis ekonomi dan
Indonesia sebagai salah satu negara
yang terkena dampak dari krisis
tersebut. Variabel yang diuji dalam
penelitian tersebut dan hasilnya
menunjukkan bahwa tidak terdapat fee
audit premium (tinggi) pada kantor
akuntan publik Big Five) pada tahun
tersebut, karena pada tahun tersebut
banyak perusahaan di Indonesia
menerapkan anggaran yang ketat akibat
badai krisis ekonomi yang melanda
Asia.
Al-Shammari et al. (2008),
menguji faktor-faktor penentu biaya
audit di Kuwait. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada kesamaan
faktor-faktor penentu biaya audit di
Kuwait dan negara-negara lain yang
sebelumnya diteliti. Lebih lanjut
penelitian ini menjelaskan bahwa
ukuran perusahaan dan kompleksitas
klien merupakan faktor penentu fee
audit yang paling penting. Fakta lain
menunjukkan bahwa tidak ada fee audit
premium untuk kantor akuntan publik
yang termasuk Big Eight.
Dengan menggunakan uji
statistik yang berbeda dari Joshi dan Al-
Bastaki (2000) dan Basioudis dan Fifi
(2004), Ji-Hong (2007), menggunakan
OLS (stepwise) untuk menguji pengaruh
variabel Auditee size, Auditee complexity,
Audit risk, Auditor size dan Auditor
tenure terhadap fee audit. Pengukuran
yang digunakan oleh peneliti dalam
penelitian ini agak berbeda dengan
penelitian yang lain. Auditee size yang
diproxy dengan total asset dan
penjualan dan Auditee complexity yang
diproxy dengan jumlah konsolidasi
anak perusahaan merupakan faktor
penentu fee audit yang sangat penting.
Total asset dan penjualan yang semakin
besar serta jumlah anak perusahaan
yang dikonsolidasi semakin banyak
menyebabkan auditor harus melakukan
usaha lebih untuk mendapatkan
keyakinan yang memadai atas hasil
auditnya. Oleh sebab itu fee audit akan
ditetapkan lebih tinggi juga atas kondisi
tersebut. Audit risk (risiko keuangan
jangka pendek) yang diproxy dengan
current ratio merupakan unsur pembeda
penelitian ini dari penelitian lain.
Ditemukan bahwa jika current ratio
relatif lebih tinggi, maka likuiditas
jangka pendek dari struktur keuangan
akan lebih stabil. Oleh karena itu, biaya
audit dibebankan lebih rendah. Selain
itu, Fee Audit premium (Big Eight) juga
menjadi bagian dari variabel yang
diteliti. yang berarti ukuran auditor juga
merupakan faktor penentu penting fee
audit.
Pop dan Raluca (2008),
melakukan penelitian tentang The
Pricing of Audit Services : Evidence from
Rumania. Penelitian ini adalah yang
pertama kali di Rumania yang bertujuan
untuk membuktikan secara empiris
mengenai fee audit di Rumania.
Variabel-variabel ukuran klien,
kompleksitas klien, dan ukuran
perusahaan digunakan dalam model
biaya audit. Hasil penelitian konsisten
dengan penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa jumlah fee audit
secara signifikan dipengaruhi oleh
ukuran klien audit yang diproxy dengan
penjualan dan jumlah karyawan.
Beattie et al. (2000), dengan
menggunakan Simunic (1980) model
untuk menentukan fee audit, mencoba
untuk melakukan penelitian pada
yayasan yang ada di UK. The
Determinants of Audit Fees - Evidence from
the Voluntary Sector merupakan judul
8



penelitian yang dilakukan. Hasil
penelitian menunjukkan fee audit untuk
yayasan (badan amal) ditentukan lebih
rendah dibandingkan fee audit untuk
perusahaan swasta. Lebih lanjut hasil
penelitian menunjukkan bahwa kantor
akuntan publik Big Eight menerima fee
audit yang lebih tinggi (18,5%, rata-rata)
dibandingkan non-Big Eight untuk audit
dari badan amal penggalangan dana.
Ada juga bukti bahwa kantor akuntan
publik non-Big Eight yang melakukan
audit perusahaan dengan keahlian
dalam sektor ini adalah dihargai dengan
premi biaya atas non-Big Eight.
Penelitian ini didasarkan pada 210 dari
500 badan amal yang ada Inggris
dengan sumber daya yang masuk rata-
rata sebesar 27 juta. Seperti pada
penelitian sebelumnya pada sektor
perusahaan swasta, ukuran
kompleksitas organisasi dan lokasi audit
perusahaan merupakan determinan
dari fee audit.
Taylor dan Simon (1999),
melakukan penelitian yang berbeda dari
penelitian sebelumnya. Sebagian besar
penelitian fee audit sebelumnya telah
difokuskan pada fee audit dan faktor-
faktor penentu dalam masing-masing
negara. Penelitian ini menggabungkan
pengamatan fee audit dari 20 negara
menjadi sampel tunggal. Manfaat
menggabungkan pengamatan fee audit
dari negara yang berbeda adalah
kesempatan untuk mengetahui
pengaruh variabel seperti litigasi dan
peraturan, yang berbeda-beda di setiap
Negara. Oleh karena itu, fokus dari
penelitian ini adalah penentu fee audit
secara makro. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tekanan litigasi
meningkat, tradisi kelembagaan
pengungkapan meningkat, dan
peningkatan peraturan berpengaruh
pada fee audit. Penelitian ini
menetapkan peran variabel dalam
penentuan fee, mengintegrasikan
perspektif internasional dalam
menentukan fee audit.
Bell, landsman dan Shackelford
(2001) dalam Lyon dan Maher (2002),
memberikan bukti bahwa klien audit
perusahaan besar memiliki risiko bisnis
lebih tinggi sehingga diharapkan biaya
audit yang lebih tinggi. Mereka meneliti
hal ini dalam kontek hubungan antara
biaya audit dan risiko bisnis untuk klien
audit yang melakukan bisnis di negara-
negara berkembang di mana penyuapan
pejabat pemerintah dalam praktik bisnis
sebagai perilaku yang bisa diterima.
Mereka berhipotesis bahwa suap-
menyuap yang terkait dengan
membayar biaya hukum klien
menanamkan potensi dan reputasi
auditor dan karenanya memiliki risiko
bisnis lebih tinggi. Bukti empiris
menunjukkan bahwa biaya audit yang
lebih tinggi bagi klien yang
diungkapkan membayar suap dan bagi
mereka yang tidak diungkapkan
membayar suap tapi operasi di negara-
negara berkembang dimana suap
merupakan tindakan yang bisa diterima
dan bentuk dari perilaku bisnis.
Hasil penelitian Lyon dan
Maher (2002), sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Bell,
landsman dan Shackelford (2001). Hasil
penelitian ini memiliki implikasi untuk
memahami hubungan antara fee audit
dan berbagai tuduhan pelanggaran
bisnis. Bahkan dalam kasus dimana
auditor tidak secara eksplisit diperlukan
untuk mendeteksi kesalahan bisnis,
klien yang melakukan kesalahan dapat
mengharapkan untuk melihat fee audit
yang lebih tinggi.

2.2 Teori Agensi (Agency Theory)
Jensen dan Meckling
(1976), menyatakan bahwa teori
keagenan (Agency Theory)
9



mendeskripsikan pemegang saham
sebagai prinsipal dan manajemen
sebagai agen untuk mengelolah
perusahaan. Pada kenyataannya dalam
mengelolah perusahaan selalu ada
konflik kepentingan antara (1). Manajer
dan pemilik perusahaan (2). Manajer
dan bawaahan-nya dan (3). Pemilik
perusahaan dan kreditor, sehingga
dibutuhkan adanya pihak yang
melakukan proses pemantauan dan
pemeriksaan terhadap aktivitas yang
dilakukan oleh pihak-pihak tadi.
Penggunaan auditor eksternal yang
independen sebagai pihak ketiga
merupakan mekanisme yang didorong
oleh pasar dengan tujuan untuk
mengurangi agency cost.
Lebih luas dari itu, masalah
keagenan tepatnya adverse selection, juga
bisa muncul antara pemilik perusahaan
(shareholders) dan kreditor perusahaan
(bondholders), (Noreen, 1988). Proses
adverse selection yang dilakukan oleh
pemilik perusahaan terhadap kreditor
pada kelanjutannya dapat merugikan
kreditor. Pemilik perusahaan sebagai
pihak yang tentunya lebih mengetahui
kondisi internal perusahaan
dibandingkan dengan kreditor,
mempunyai beberapa alternatif
keputusan yang nantinya akan diambil
untuk mengelola dana yang didapatkan
dari kreditor. Tidak menutup
kemungkinan pemilik perusahaan
mengalokasikan dana pinjaman tersebut
ke dalam bentuk investasi yang penuh
resiko.
Ketika investasi berisiko
tersebut membuahkan keberhasilan,
maka pihak yang diuntungkan dalam
hal ini hanyalah pemilik perusahaan.
Kreditor dapat dinyatakan sebagai
pihak yang tidak mendapat keuntungan
dari hasil pengelolaan dana yang
dilakukan oleh pemilik perusahaan
karena seberapa besar keuntungan yang
didapatkan maka itu tidak akan
menambah kemakmuran dari kreditor.
Kreditor hanya memperoleh
pengembalian sebesar pinjaman pokok
yang diberikan beserta bunga yang telah
disepakati bersama. Namun kondisinya
akan lain ketika pengelolaan dana
pinjaman yang dilakukan oleh pemilik
perusahaan mendatangkan kerugian.
Apabila hal ini terjadi maka, pihak yang
dirugikan tidak hanya pemilik
perusahaan, namun juga kreditor
sebagai pihak yang meminjamkan dana
tersebut. Karena perusahaan merugi
akibat kegagalan investasi yang
dilakukan oleh pemilik perusahaan,
maka besar kemungkinan kreditor tidak
dapat memperoleh kembali dana yang
dipinjamkannya ke pemilik perusahaan
(Noreen, 1988).
Untuk mengatasi masalah
asimetri antara kreditor (prinsipal)
sebagai pemilik dana pinjaman dan
pemilik perusahaan (agen) sebagai
peminjam dana, alternatif terbaik yang
bisa digunakan adalah harus
dihasilkannya laporan yang terpercaya
terhadap pengelolaan kegiatan
operasional perusahaan (Noreen, 1988).
Laporan yang terpercaya tersebut
diharapkan dapat menjembatani
hubungan kepentingan antara kreditor
dan pemilik perusahaan dengan jalan
meminimalkan tingkat keterjadian
asimetri informasi antar kedua belah
pihak tersebut. Selanjutnya, pihak yang
seharusnya menghasilkan laporan yang
terpercaya adalah pihak ketiga diluar
kreditor dan pemilik perusahaan. Pihak
ketiga tersebut adalah auditor
independen yang terbebas dari masalah
konflik kepentingan antara kreditor dan
pemilik perusahaan. Karena
menggunakan pihak ketiga yang
independen dalam menghasilkan
laporan yang bisa dipercaya dalam hal
ini auditor eksternal, maka akan timbul
10



biaya monitoring dalam bentuk biaya
audit (audit fee). Jadi biaya audit yang
merupakan bagian dari biaya
monitoring tersebut merupakan
besarnya imbal jasa yang diberikan
kepada auditor terkait dengan pekerjaan
pemeriksaan yang dilakukan untuk
menghasilkan laporan yang bisa
dipercaya.

2.3 Auditing dan Akuntan Publik
Laporan keuangan merupakan
media pertanggungjawaban manajemen
perusahaan kepada pihak yang
berkepentingan (stakeholder). Jika
reliabilitas dan akseptabilitas informasi
laporan keuangan diperlukan maka
dapat dilakukan audit atas laporan
keuangan oleh pihak independen atau
akuntan publik (Herbert, 1979:4).
Auditing (financial audit) merupakan
fungsi atestasi yang dilakukan oleh
auditor independen berdasarkan
standar auditing untuk meningkatkan
kredibilitas laporan keuangan.
Audit laporan keuangan
dilakukan oleh akuntan publik. Di
Indonesia agar dapat berpraktik sebagai
akuntan publik, seorang akuntan harus
memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan oleh organisasi profesi (IAI)
dan pemerintah sebagaimana diatur
dalam Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia
No.43/KMK.017/1997 tentang jasa
akuntan publik. Profesi akuntan publik
di Indonesia menunjukkan
perkembangan yang cukup pesat.
Berdasarkan Directory IAPI-KAP 2009,
sampai dengan tanggal 31 Desember
2009 IAPI-KAP telah memiliki 1.407
anggota.

2.4. Pentingnya Audit
Banyak orang yang berpikir
bahwa audit terhadap laporan
keuangan perusahaan timbul karena
ada keharusan dari regulator atau
dengan kata lain disyaratkan peraturan
tertentu. Pemikiran tersebut memang
tidak salah. Namun, bukti empiris
menunjukkan bahwa tuntutan dari
regulator bukanlah faktor yang
menentukan kebutuhan akan audit.
Chow(1982), sebagaimana dilaporkan
dalam www.Gatosaidea.blogspot.com,
mendokumentasikan bahwa pada tahun
1926 sebelum adanya peraturan yang
mengharuskan perusahaan melakukan
audit terhadap laporan keuangannya,
82% dari perusahaan yang listed di bursa
saham New York, secara sukarela telah
menerbitkan laporan keuangan yang
telah diaudit. Lalu, faktor apa yang
menentukan kebutuhan akan audit?
Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat
dijelaskan lewat teori agensi yang
dijelaskan di atas.
2.5. Fee Audit
Fee audit diartikan besarnya
imbal jasa yang diterima oleh auditor
akan pelaksanaan pekerjaan audit.
Imbalan jasa dihubungkan dengan
banyaknya waktu yang digunakan
untuk menyelesaikan pekerjaan, nilai
jasa yang diberikan bagi klien atau bagi
kantor akuntan publik yang
bersangkutan. Fee Audit juga bisa
diartikan sebagai fungsi dari jumlah
kerja yang dilakukan oleh auditor dan
harga per jam ( Al-Shammari et al.,
2008), sedangkan jumlah jam kerja yang
dilakukan oleh auditor dipengaruhi
diantaranya oleh ukuran perusahaan,
profitabilitas klien, kompleksitas klien,
pengendalian intern klien, besar
kecilnya klien (perusahaan go public dan
privat), lokasi kantor akuntan publik,
ukuran kantor akuntan publik (Big dan
non-Big Four), reputasi auditor, risiko
audit dan risiko perusahaan, jumlah
anak perusahaan klien, jumlah cabang
perusahaan, banyaknya transaksi dalam
11



mata uang aisng, besarnya total piutang,
total persediaan dan total asset.
Selain faktor-faktor tersebut di
atas, dalam menetapkan fee audit,
akuntan publik harus juga
mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut: kebutuhan klien, tugas dan
tanggung jawab menurut hukum
(statutory duties), Independensi, tingkat
keahlian (levels of expertise) dan
tanggung jawab yang melekat pada
pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat
kompleksitas pekerjaan, banyaknya
waktu yang diperlukan dan secara
efektif digunakan oleh akuntan publik
dan stafnya untuk menyelesaikan
pekerjaan, dan basis penetapan fee yang
disepakati (IAPI, 2007).

2.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Penentuan FeeAudit
Penelitian-penelitian mengenai
audit fee telah menguji pengaruh dari
variabel ukuran perusahaan, jenis
industri, pelaporan laba rugi operasi,
jenis pendapat auditor, ukuran auditor,
profitabilitas dan rasio utang terhadap
total asset terhadap audit fee. Penelitian
ini menggunakan 5 (lima) variabel
independen yang diduga
mempengaruhi audit fee.
2.6.1. Ukuran perusahaan (Client
Size)
Menurut Sawir (2008), ukuran
perusahaan dinyatakan sebagai
determinan dari struktur keuangan
dalam hampir setiap studi dan untuk
sejumlah alasan berbeda:
1. Ukuran perusahaan dapat
menentukan tingkat kemudahan
perusahaan memperoleh dana dari
pasar modal.
2. Ukuran perusahaan menentukan
kekuatan tawar-menawar dalam
kontrak keuangan.
3. Ada kemungkinan pengaruh skala
dalam biaya dan return membuat
perusahaan yang lebih besar dapat
memperoleh lebih banyak laba.

2.6.2. Risiko perusahaan (Client Risk)
Perusahaan yang dalam
kesulitan keuangan cenderung memberi
toleransi jadwal pelaksanaan audit lebih
lama (Carslaw dan Kaplan, 1991).
Kesulitan keuangan perusahaan
mendorong terjadinya salah saji dalam
laporan keuangan karena manajemen
berupaya menutupi rendahnya
kemampuan keuangan perusahaan.
Kondisi keuangan (financial condition)
yang lemah berpotensi memperbesar
risiko audit, untuk itu auditor
melakukan prosedur audit tambahan
(Arens dan Loebbecke, 1988:244).
Risiko perusahaan (client risk)
yang diartikan sebagai rasio utang
terhadap audit fee, merupakan salah satu
bagian dari risiko audit. Umumnya
ketika auditor menerima penugasan
audit maka auditor juga harus
menetapkan besarnya fee audit dengan
mempertimbangkan risiko audit (audit
risk) secara keseluruhan yang terdiri
dari inherent risk, control risk dan
detection risk. Risiko audit adalah risiko
yang timbul karena auditor tanpa
disadari tidak memodifikasi
pendapatnya sebagaimana mestinya,
atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material (IAPI,
2007:312.1). Di samping risiko audit,
auditor juga menghadapi risiko
kerugian praktik profesionalnya akibat
dari tuntutan pengadilan, publikasi
negatif, atau peristiwa lain yang timbul
berkaitan dengan laporan keuangan
yang telah diaudit dan dilaporkannya.
Risiko ini tetap dihadapi oleh auditor
meskipun auditor telah melaksanakan
audit berdasarkan standar auditing
yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia dan telah melaporkan hasil
audit atas laporan keuangan dengan
12



semestinya. Meskipun seorang auditor
telah menetapkan risiko semacam ini
pada tingkat yang rendah, ia tidak boleh
melaksanakan prosedur yang kurang
luas sebagaimana yang seharusnya
dilakukan berdasarkan standar auditing
yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia (IAPI, 2007:312.1)
Berdasarkan uraian di atas,
peneliti ingin menjelaskan bahwa
seharusnya terdapat risiko audit yang
lebih luas dan secara bersama-sama
risiko-risiko tersebut perlu
dipertimbangkan oleh auditor ketika
menentukan besarnya fee audit. Risiko-
risiko tersebut harus dipertimbangkan
bersama-sama supaya auditor benar-
benar bisa menentukan alokasi waktu
yang diperlukan untuk melakukan
proses pemeriksaaan sehingga besarnya
fee audit yang dibebankan kepada klien
dapat ditentukan lebih tepat. Namun
karena keterbatasan data yang bisa
diperoleh, maka peniliti hanya
menggunakan risiko perusahaan (client
risk) yang diproksi dengan rasio total
utang terhadap total asset sebagai faktor
penentu besarnya fee audit.
2.6.3. Kompleksitas (Complexity)
Kompleksitas terkait dengan
kerumitan transaksi yang ada di
perusahaan. Kompleksitas operasi klien
merupakan variabel penting dalam
menentukan besarnya fee audit sesuai
dengan penelitian sebelumnya.
Kompleksitas operasi perusahaan dapat
menyebabkan biaya audit yang lebih
tinggi karena pekerjaan audit yang
dibutuhkan lebih banyak sehingga
waktu yang diperlukan akan semakin
banyak dan secara otomatis biaya yang
lebih tinggi per jam akan dibebankan
kepada klien (Cameran, 2005; Firth,
1985).
Banyak sekali indikator yang bisa
digunakan untuk mengukur
kompleksitas pada penelitian terdahulu.
Namun indikator-indikator tersebut
kurang tepat apabila digunakan sebagai
proxy dari variabel kompleksitas dalam
penelitian ini karena sampel dalam
penelitian ini sebagian besar adalah
perusahaan kecil menengah yang
hampir tidak memiliki masalah
kerumitan transaksi seperti yang
dijelaskan pada penelitian-penelitian
sebelumnya. Oleh sebab itu, penelitian
ini menggunakan akun pajak tangguhan
(asset atau kewajiban) sebagai indikator
kompleksitas, mengingat standar
akuntansi mengharuskan laporan
keuangan perusahaan di Indonesia
untuk menyajikan besarnya pajak
tangguhan agar laporan keuangan bisa
memberikan informasi yang lebih
informatif kepada para pemakai.
Melakukan perhitungan terhadap
pajak tangguhan baik sebagai aset atau
kewajiban memerlukan ketelitian dan
keterkaitan dengan akun-akun lain
dalam laporan keuangan. Akun-akun
yang perlu dipertimbangkan dalam
melakukan perhitungan pajak
tangguhan adalah akun-akun yang
menjadi beda temporer antara laporan
keuangan komersial dengan laporan
keuangan fiskal maupun kompensasi
kerugian. Akun-akun tersebut
diantaranya adalah beban penyusutan,
beban amortisasi, kompensasi kerugian
fiskal, kewajiban manfaat kerja,
penyisihan piutang, penyusutan aktiva
sewa guna usaha, penyesuaian akibat
koreksi surat ketetapan pajak (SKP) dan
lain-lain.
Karena tingkat kerumitan cukup
tinggi dalam melakukan perhitungan
pajak tangguhan tersebut, menyebabkan
perusahaan (klien) utamanya
perusahaan kecil menengah mengalami
kesulitan ketika melakukan perhitungan
besarnya pajak tangguhan. Selain faktor
kerumitan perhitungan pajak
13



tangguhan, perusahaan kecil menengah
umumnya belum memiliki staf
akuntansi yang berkualitas sehingga
kecenderungannya klien meminta
kepada auditor untuk melakukan
perhitungan besarnya pajak tangguhan
yang harus disajikan dalam laporan
keuangan. Dampak dari hal tersebut,
menyebabkan auditor memerlukan
upaya lebih untuk mengevaluasi dan
menghitung besarnya pajak tangguhan
yang pada gilirannya waktu yang
diperlukan untuk melakukan audit
lebih lama dan biaya audit ditetapkan
lebih besar.
2.6.4. Profitabilitas (Profitability)
Profitabilitas adalah terkait
dengan efisiensi penggunaan aset dan
sumber daya lain oleh perusahaan
dalam operasinya. Joshi dan Al-Bastaki
(2000), menyatakan bahwa penggunaan
sumber daya yang efisien menghasilkan
pengembalian yang tinggi dari aset.
Oleh karena itu, perusahaan dengan
keuntungan tinggi cenderung untuk
membayar biaya audit tinggi karena
keuntungan yang tinggi mungkin
memerlukan pengujian audit ketat.
Selain itu, perusahaan dengan
keuntungan tinggi memerlukan
pengujian validitas untuk pengakuan
pendapatan dan biaya sehingga
membutuhkan waktu lebih dalam
pelaksanaan audit. Waktu yang lebih
lama dalam pelaksanaan audit akan
berdampak pada tingginya fee audit
yang ditetapkan oleh auditor.

2.6.5. Reputasi Auditor (Auditor
Reputation)
Selain ke empat faktor tersebut
di atas, faktor lainnya yang berpengaruh
terhadap fee audit adalah reputasi
auditor. Auditor yang memiliki
reputasi baik dan profesional dapat
digunakan sebagai tanda atau petunjuk
terhadap kualitas perusahaan klien.
Pengorbanan klien untuk memakai
auditor yang berkualitas akan
diinterpretasikan oleh pemakai laporan
keuangan bahwa perusahaan
mempunyai informasi yang tidak
menyesatkan mengenai prospeknya
pada masa mendatang. Hal ini berarti
bahwa penggunaan auditor yang
memiliki reputasi tinggi akan
mengurangi ketidakpastian pada masa
mendatang.
Auditor yang memiliki reputasi
baik (ditunjukkan dengan pertumbuhan
jumlah klien yang tinggi) akan
menerima harga terhadap kualitas
pengauditannya yang lebih baik.
Auditor yang berkualitas akan dihargai
di pasaran dalam bentuk peningkatan
permintaan jasa audit. Dampak dari
peningkatan permintaan jasa audit
tersebut menyebabkan auditor memiliki
posisi tawar menawar yang tinggi
sehingga auditor akan cenderung
menetapkan fee audit yang lebih tinggi.
Dengan demikian auditor yang
berkualitas akan memiliki reputasi yang
tinggi pula.

III. KERANGKA KONSEPTUAL
PENELITIAN
Untuk memperjelas permasalahan
penelitian yang telah disusun dalam
bab-bab sebelumnya, maka dalam bab
ini disusun formulasi hipotesis
penelitian yang didasari oleh kerangka
konseptual penelitian.
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Agency theory (Jensen dan
Meckling,1976), merupakan basis teori
yang mendasari praktik bisnis
perusahaan yang dipakai selama ini.
Prinsip utama teori ini menyatakan
adanya hubungan kerja sama dalam
14



satu kontrak antara pihak yang
memberi wewenang (prinsipal) dengan
pihak yang menerima wewenang
(agensi). Hubungan keagenan tersebut
bisa terjadi antara manajer dengan
pemilik perusahaan, manajer dengan
bawaahan-nya dan manajer perusahaan
dengan kreditor atau bank. Teori agensi
mengasumsikan bahwa semua individu
bertindak atas kepentingan mereka
sendiri. Pemegang saham sebagai
prinsipal diasumsikan hanya tertarik
kepada hasil keuangan yang bertambah
atau investasi mereka menjadi lebih
besar di dalam perusahaan, sedangkan
para agen disumsikan menerima
kepuasan berupa kompensasi keuangan
dan syarat-syarat yang menyertai dalam
hubungan kerjasama tersebut sebagai
manifestasi kepuasan maksimum yang
bisa dicapai.
Agency theory seperti yang
dijelaskan pada paragrap di atas tidak
sepenuhnya bisa diterapkan di
Indonesia. Sebagaimana kita ketahui
bahwa di Indonesia sebagian besar
pemilik (owner) juga merangkap sebagai
direksi yang secara aktif ikut
mengelolah perusahaan (owner-manajer).
Di Indonesia, perusahaan besar yang
telah go public pun sebagian besar
sahamnya dimiliki oleh keluarga
sehingga pemegang saham tidak
sepenuhnya menyerahkan pengelolaan
perusahaan kepada manajemen tetapi
pemegang saham atau pemilik ikut
terlibat secara aktif sebagai bagian dari
manajemen perusahaan.
Karena pemilik terlibat secara
aktif dalam mengelolah perusahaan,
maka sebagian besar informasi yang ada
di perusahaan bisa diketahui dan
dimonitor oleh pemilik. sehingga
asimetri informasi hanya sedikit terjadi.
Oleh sebab itu, penelitian ini
mendefinisikan Agency theory bukan
dalam konteks prinsipal (pemilik) dan
agen (manajemen), tetapi lebih melihat
hubungan keagenan antara prinsipal
yang diwakili oleh kreditor (bank) dan
agen yang diwakili oleh manajemen
perusahaan, mengingat sampel dalam
penelitian ini adalah laporan keuangan
perusahaan kecil menengah yang ada di
Jawa Timur, dimana sebagian besar
perusahaan yang digunakan sebagai
sampel penelitian ini meminta auditor
eksternal melakukan audit atas laporan
keuangan karena diharuskan oleh bank
sebagai salah satu syarat administrasi
dan kepatuhan terhadap aturan internal
bank yang telah memberikan pinjaman
kepada perusahaan tersebut.

3.2.Fee Audit
Fee Audit merupakan fungsi
dari jumlah kerja yang dilakukan oleh
auditor, yang dapat ditentukan oleh jam
kerja dan harga per jam ( Al-Shammari
et al., 2008). Besarnya fee audit yang
ditetapkan oleh auditor dipengaruhi
diantaranya oleh pengendalian intern
klien, besar kecilnya klien (perusahaan
go public dan privat),ukuran perusahaan,
kompleksitas perusahaan, profitabilitas
perusahaan, reputasi kantor akuntan
publik, lokasi kantor akuntan publik,
ukuran kantor akuntan publik (Big dan
non-Big Four), risiko audit dan risiko
perusahaan, jumlah anak perusahaan
klien, jumlah cabang perusahaan,
banyaknya transaksi dalam mata uang
aisng, besarnya total piutang, total
persediaan dan total asset.
Mengingat banyaknya faktor-
faktor yang mempengaruhi penentuan
fee audit dan untuk memfasilitasi
perbandingan hasil riset ini dengan
penelitian sebelumnya, peneliti memilih
karakteristik klien paling umum dan
sering diteliti dalam penelitian
sebelumnya yang berlaku untuk kondisi
di Indonesia. Jadi dalam penelitian ini
akan dipilih lima (5) karakteristik klien
15



untuk penelitian, yaitu : ukuran
perusahann (client size), risiko klien
(client risk), kompleksitas (complexity),
profitabilitas (profitability), dan reputasi
auditor (auditor reputation) sebagai
faktor penentu fee audit.

3.3. Hipotesis Penelitian
3.3.1. Ukuran Perusahaan (Client Size)

Client Size adalah variabel yang
paling penting dalam menentukan fee
audit pada penelitian sebelumnya.
Seperti dijelaskan pada penenlitian
sebelumnya, bahwa auditor yang
melakukan audit di perusahaan besar
akan menghabiskan lebih banyak
waktu dan sumber daya untuk
meninjau operasi klien karena
perusahaan besar terlibat dalam
sejumlah besar transaksi yang tentu saja
membutuhkan waktu berjam-jam bagi
auditor untuk memeriksa (Chan,
Ezzamel, dan Gwilliam (1993),
Gonthier-Besacier dan Schatt (2006),
Simunic, (1980), Joshi dan Al-Bastaki
(2000).
Hasil penelitian yang
menjelaskan bahwa fee audit
berpengaruh positif dengan ukuran
klien (diukur dengan total aset),
misalnya, Simunic (1980), Palmrose
(1986) di Amerika Serikat, Francis dan
Stokes (1984) di Australia; Firth (1985) di
Selandia Baru, Chung dan Lindsay
(1988), Che-Ahmad dan Derashid (1994)
di Malaysia, Anderson dan Zeghal
(1994) di Kanada, Ahmed dan Goyal
(2005) di Bangladesh, India dan
Pakistan, Gonthier-Besacier dan Schatt
(2006) di Prancis, Karim dan Moizer
(1996) di Bangladesh, Langendijk (1997)
di Belanda, Naser et al. (2007) di
Jordania, Ji-hong (2007) di China, Al-
Harshani (2008) di Kuwait, Firer dan
Swartz (2006) di Afrika Selatan dan Choi
et al. (2010) di US. Berdasarkan uraian
mengenai ukuran perusahaan dan
pengaruhnya terhadap fee audit, maka
dapat dibuat rumusan hipotesis sebagai
berikut:
H1: Ukuran perusahaan berpengaruh
terhadap fee audit

3.3.2. Risiko perusahaan (clien Risk)
Risiko perusahaan (client risk)
juga merupakan faktor yang cukup
penting untuk menentukan besarnya fee
audit. Hal ini karena meningkatnya
jumlah kegagalan audit dapat
menyebabkan tuntutan terhadap
auditor (Karim dan Moizer, 1996).
Sandra dan Patrick (1996) dalam Al-
Shammari et al. (2008), menyatakan
bahwa sulit untuk mengukur risiko
audit secara objektif karena tidak ada
proxy tunggal untuk risiko audit yang
memadai. Leverage merupakan salah
satu indikator risiko keuangan yang
ditemukan memiliki pengaruh penting
pada fee audit. Dalam penelitian ini,
rasio total hutang terhadap total aset
digunakan sebagai ukuran leverage.
Variabel dilambangkan dengan DEBT.
Oleh karena itu, semakin tinggi leverage
klien, semakin besar tingkat risiko dari
perusahaan tersebut, sehingga prosedur
audit tambahan diperlukan yang
berdampak juga pada waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan audit
dari klien tersebut dan semakin tinggi
fee audit yang dibebankan kepada klien
karena tingkat risiko yang lebih besar
dari perusahaan tersebut.
Hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa leverage
berpengaruh terhadap fee audit
dilakukan oleh Francis dan Stokes
(1986). Francis dan Stokes menemukan
adanya hubungan positif antara leverage
dengan fee audit di Australia. Demikian
juga Collier dan Gregory (1996) dalam
penelitiannya menyatakan adanya
hubungan positif antara fee audit dan
leverage di Inggris. Joshi dan Al-Bastaki
16



(2000) menemukan adanya hubungan
positif antara biaya audit dan leverage di
Bahrain. Sandra dan Patrick (1996)
dalam Al-Shammari et al. (2008),
menunjukkan hubungan positif antara
biaya audit dan leverage di Hong Kong.
Francis dan Simon (1987). menemukan
bahwa biaya audit tidak berkaitan
dengan leverage di AS, Basioudis dan Fifi
(2004) melaporkan adanya hubungan
negatif di Indonesia. Berdasarkan uraian
di atas mengenai rasio utang dan
pengaruhnya terhadap fee audit, maka
dapat dibuat rumusan hipotesis sebagai
berikut:
H2 : Risiko perusahaan berpengaruh
terhadap fee audit

3.3.3. Kompleksitas(Complexity)
Kompleksitas operasi klien
merupakan variabel penting dalam
menentukan fee audit sesuai dengan
penelitian sebelumnya. Penelitian
sebelumnya menggunakan sejumlah
indikator untuk kompleksitas
perusahaan. Indikator ini terkait baik
dengan pengendalian intern klien,
jumlah anak perusahaan, transaksi
dalam mata uang asing, operasi di luar
negeri, sejumlah cabang perusahaan,
lokasi klien beroperasi, atau akun-akun
neraca tertentu seperti piutang dan
persediaan terhadap total aktiva. Jika
kompleksitas diukur dari aktiva lancar
lainnya seperti aktiva kas, maka
pekerjaan audit akan lebih sulit lagi
karena akun-akun tersebut berasal dari
sejumlah transaksi, sehingga sulit untuk
mengevaluasi, dan akun-akun tersebut
merupakan wilayah yang paling rentan
terhadap penipuan.
Seperti dijelaskan pada paragrap
di atas bahwa banyak sekali indikator
yang bisa digunakan untuk mengukur
kompleksitas pada penelitian terdahulu.
Namun indikator-indikator tersebut
kurang tepat apabila digunakan sebagai
proxy dari variabel kompleksitas dalam
penelitian ini karena sampel dalam
penelitian ini sebagian besar adalah
perusahaan kecil menengah yang
hampir tidak memiliki masalah
kerumitan transaksi seperti yang
dijelaskan pada penelitian-penelitian
sebelumnya. Oleh sebab itu, penelitian
ini lebih tepat ,menggunakan akun
pajak tangguhan (asset atau kewajiban)
sebagai indikator kompleksitas,
mengingat melakukan perhitungan
pajak tangguhan baik sebagai aset atau
kewajiban memerlukan ketelitian dan
keterkaitan dengan akun-akun lain
dalam laporan keuangan.
Akun-akun yang perlu
dipertimbangkan dalam melakukan
perhitungan pajak tangguhan adalah
akun-akun yang menjadi beda temporer
antara laporan keuangan komersial
dengan laporan keuangan fiskal
maupun kompensasi kerugian (IAPI,
2007). Akun-akun tersebut diantaranya
adalah beban penyusutan, beban
amortisasi, kompensasi kerugian fiskal,
kewajiban manfaat kerja, penyisihan
piutang, penyusutan aktiva sewa guna
usaha, penyesuaian akibat koreksi surat
ketetapan pajak (SKP) dan lain-lain.
Karena tingkat kerumitan cukup
tinggi dalam melakukan perhitungan
pajak tangguhan tersebut, menyebabkan
perusahaan (klien) utamanya
perusahaan kecil menengah mengalami
kesulitan ketika melakukan perhitungan
besarnya pajak tangguhan. Selain faktor
kerumitan perhitungan pajak
tangguhan, perusahaan kecil menengah
umumnya belum memiliki staf
akuntansi yang berkualitas sehingga
kecenderungannya klien meminta
kepada auditor untuk melakukan
perhitungan besarnya pajak tangguhan
yang harus disajikan dalam laporan
keuangan. Dampak dari hal tersebut,
menyebabkan auditor memerlukan
17



upaya lebih untuk mengevaluasi dan
menghitung besarnya pajak tangguhan
yang pada gilirannya waktu yang
diperlukan untuk melakukan audit
lebih lama dan biaya audit ditetapkan
lebih besar.
Hasil penelitian yang
menunjukkan pengaruh antara fee audit
dan kompleksitas yang diproxy dengan
total piutang usaha terhadap total asset
dilakukan, Afrika Selatan (Simon, 1995),
Kanada (Anderson dan Zeghal, 1994),
Belanda (Langendijk, 1997), sedangkan
di Selandia Baru (Firth, 1985)
menyatakan tidak ada pengaruh antara
kompleksitas yang diproxy dengan
jumlah anak perusahaan dengan fee
audit. Basioudis dan Fifi (2004) di
Indonesia menyatakan bahwa tidak ada
pengaruh antara kompleksitas dengan
fee audit yang diproxy dengan total
piutang terhadap total asset, sedangkan
bukti empiris untuk pengaruh antara fee
audit dan kompleksitas yang diproxy
dengan pajak tangguhan sejauh yang
peneliti ketahui masih belum pernah
dilakukan. Berdasarkan uraian di atas
mengenai kompleksitas dan
pengaruhnya terhadap fee audit, maka
dapat dibuat rumusan hipotesis sebagai
berikut:
H3: Kompleksitas berpengaruh
terhadap fee audit.

3.3.4. Profitabilitas (Profitability)
Profitabilitas adalah terkait
dengan efisiensi penggunaan aset dan
sumber daya lain oleh perusahaan
dalam operasinya. Joshi dan Al-Bastaki
(2000) menyatakan bahwa penggunaan
sumber daya yang efisien menghasilkan
pengembalian yang tinggi dari aset.
Dalam penelitian ini tingkat
pengembalian atas aktiva (ROA)
digunakan sebagai proxy atas
profitabilitas. Penelitian sebelumnya
yang menggunakan proxy yang sama
telah dilakukan oleh Joshi dan Al-
Bastaki (2000) dan Al-Shammari et al.
(2008). Variabel dilambangkan dengan
ROA.
Penelitian yang dilakukan oleh
Simunic (1980) dan Wallace (1984)
menemukan bahwa profitabilitas
mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap fee audit. Penelitian berikutnya
di lakukan di Inggris oleh Francis dan
Simon (1987) dan Chan et al. (1993),
tidak menemukan pengaruh signifikan
antara profitabilitas dengan fee audit.
Penelitian serupa juga di lakukan di
Selandia Baru (Firth, 1985), Indonesia
(Basioudis dan Fifi, 2004) dan Kanada
(Anderson dan Zeghal, 1994) dan
hasilnya konsisten dengan Francis dan
Simon (1987) dan Chan et al. (1993).
Profitabilitas dalam penelitian
ini terkait dengan efisiensi penggunaan
aset dan sumber daya lain oleh
perusahaan dalam operasinya.
Perusahaan dengan keuntungan tinggi
cenderung untuk membayar fee audit
tinggi karena keuntungan yang tinggi
memerlukan pengujian audit ketat
untuk membuktikan validitas atas
pengakuan pendapatan dan biaya serta
membutuhkan waktu audit yang lebih
banyak. Berdasarkan uraian di atas
mengenai profitabilitas dan
pengaruhnya terhadap fee audit, maka
dapat dibuat rumusan hipotesis sebagai
berikut:
H4: Profitabilitas berpengaruh terhadap
fee audit

3.3.5. Reputasi Auditor (Auditor
Reputation)
Reputasi auditor sangat
menentukan kredibilitas laporan
keuangan. Kantor akuntan yang
bereputasi baik diperkirakan dapat
melakukan audit lebih efisien dan
memiliki fleksibilitas yang lebih besar
untuk menyelesaikan audit sesuai
18



jadwal. Auditor yang bekerja pada
Kantor Akuntan Publik besar
dipandang sebagai seorang auditor
yang bereputasi tinggi. KAP yang
memiliki reputasi baik umumnya
memiliki sumber daya yang lebih besar
(kompetensi, keahlian, dan kemampuan
auditor, fasilitas, sistem dan prosedur
pengauditan yang digunakan)
dibandingkan dengan KAP yang
memiliki reputasi kurang baik.
Reputasi auditor dalam
penelitian sering dikelompokkan
berdasarkan skala standar internasional
the big dan non-the big seperti penelitian
Cameran, (2005) dan Al-Shammari et al.
(2008). Hasil penelitian mereka
menemukan bukti bahwa ukuran
auditor (the big) berpengaruh positif
terhadap fee audit, yang berarti bahwa
fee audit akan ditetapkan lebih tinggi
untuk KAP yang masuk kategori the big
dibandingkan non-the big. waktu
penyelesaian audit oleh auditor yang
memiliki reputasi baik cenderung lebih
pendek. Salah satu alasannya adalah
karena KAP memiliki staf yang
berkualitas. Penunjukkan staf
merupakan masalah penting dalam
berbagai tahap pelaksanaan pekerjaan
audit. Staf yang ditunjuk harus memiliki
pengetahuan (knowledge), keahlian (skill)
dan kemampuan (ability) (Boynton et al.,
2001:101). Kriteria ini terdapat pada
auditor (KAP) yang memiliki reputasi
baik, yang memiliki staf relatif lebih
banyak dan relatif tetap dengan
diversifikasi bidang pengetahuan,
keahlian dan kemampuan lebih unggul.
Reputasi auditor dalam
penelitian ini terkait dengan kualitas
kantor akuntan publik. Auditor yang
berkualitas akan menerima harga
terhadap kualitas pengauditannya yang
lebih baik. Auditor yang berkualitas
akan dihargai di pasaran dalam bentuk
peningkatan permintaan jasa audit.
Dampak dari peningkatan permintaan
jasa audit tersebut menyebabkan
auditor memiliki posisi tawar menawar
yang tinggi sehingga auditor akan
cenderung menetapkan fee audit yang
lebih tinggi. Berdasarkan uraian di atas
mengenai reputasi auditor dan
pengaruhnya terhadap fee audit, maka
dapat dibuat rumusan hipotesis sebagai
berikut:
H5: Reputasi auditor berpengaruh
terhadap fee audit

IV. METODE PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan,
teori, dan hipotesis kerja yang telah
dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya,
maka pada bab ini akan diuraikan
metode penelitian yang dilakukan
untuk menggambarkan bagaimana
pertanyaan penelitian dan hipotesis
yang telah dirumuskan dijawab melalui
proses verifikasi dengan data lapangan
yang diperoleh.
4.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini tergolong dalam
penelitian kuantitatif dengan
menggunakan pendekatan hypothetico
deductive yang berbasis pada perspektif
positivist. Jenis penelitian ini adalah
penelitian pengujian hipotesis
(hypothesis testing). Penelitian pengujian
hipotesis umumnya merupakan
penelitian yang menjelaskan fenomena
dalam bentuk hubungan antar variabel
(Indriantoro dan Supomo, 2009:89).
Statistik merupakan alat analisis utama
yang digunakan dalam penelitian ini.
Data empiris yang dikumpulkan diolah
secara statistik untuk menguji hipotesis
penelitian yang diajukan.

4.2. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini diadakan di
Indonesia tepatnya di kota Malang
melalui pengamatan terhadap variabel
19



yang diduga menjadi faktor penentu
(determinan) fee audit oleh KAP di
Malang tahun 2009. Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
data primer (besarnya fee audit dan
jumlah klien audit tahun 2006-2009)
dan data sekunder (laporan keuangan
klien yang telah diaudit pada tahun
audit 2009). Pengumpulan data
dilakukan dengan mendatangi secara
langsung kantor akuntan publik di
Malang untuk memperoleh laporan
keuangan perusahaan (client) yang
telah diaudit oleh kantor akuntan publik
tersebut pada periode penugasan audit
tahun 2009, sedangkan data mengenai
besarnya fee audit dan jumlah klien
tahun 2006-2009 diperoleh dengan
menanyakan secara langsung ke partner
atau manajer KAP tersebut.

4.3. Populasi Dan Sampel Penelitian
Populasi (population) adalah
sekelompok orang, kejadian atau segala
sesuatu yang mempunyai karaktersitik
tertentu (Indriantoro dan Supomo,
2009:115). Dalam penelitian ini, populasi
yang digunakan adalah seluruh
penugasan audit atas klien-klien kantor
akuntan publik di Malang selama tahun
2009. Penugasan tersebut meliputi
penugasan audit tahun 2008 ataupun
tahun sebelumnya. Berdasarkan
directory KAP tahun 2009 , Jumlah KAP
di Malang ada 7. Dari 7 KAP tersebut, 1
KAP tidak menerima jasa audit, 1 KAP
sulit dihubungi sedangkan 5 KAP
bersedia memberikan data. Dari 5 KAP
tersebut total klien yang diaudit untuk
tahun audit 2009 kurang lebih sebanyak
171 klien. Tabel 4.1 berikut ini
menunjukkan nama KAP, jumlah klien
dan jumlah sampel penelitian.




Tabel 4.1. Nama KAP, jumlah klien dan jumlah sampel
Nama KAP Jumlah Klien Jumlah
Sampel
KAP A 41 15
KAP B 43 16
KAP C 21 7
KAP D 31 12
KAP E 35 14
Total 171 64
Sumber: Data primer diolah
Sampel adalah sebagian dari
populasi (Indriantoro dan Supomo,
2009:115). Sampel juga dapat diartikan
sebagai wakil populasi yang diteliti.
Sampel dalam penelitian ini dipilih
dengan metode proportional stratified
random sampling. Metode pengambilan
sampel dengan cara random sampling
adalah memilih secara acak anggota
sampel dari setiap populasi (Sekaran,
2006:131). Selanjutnya, jumlah sampel
dari setiap KAP tersebut akan diambil
secara proporsional sesuai dengan
banyaknya populasi masing-masing
KAP. Metode ini dipandang dapat
memberikan data secara maksimal
karena dapat mewakili populasi dan
tidak menimbulkan bias bagi tujuan
penelitian.
Jumlah sampel dalam penelitian
ini ditentukan dengan menggunakan
rumus Slovin sebagaimana dilaporkan
dalam tatangmanguny.wordpress.com,
sebagai berikut :
n = N /( 1 +Ne)
Dimana :
n = Ukuran sample
N = Ukuran populasi
e =% kelonggaran ketidaktelitian
karena kesalahan
pengambilan sampel yang
masih dapat ditoleransi
n = N /( 1 + Ne2) = 171 /( 1 + 171 ( 0.1)2
= 63,09 = 64 sampel
20



Sedangkan pembagian sampel
secara proporsional untuk setiap KAP
ditentukan dengan rumus :
n1 = N1/N x n atau
_
Jumlah klien KAP
Total populasi
]x Jumlah sampel
Dimana :
N = Jumlah seluruh populasi
N = Jumlah seluruh sampel
penelitian
N1 = Jumlah populasi pada
masing-masing KAP
n1 = Jumlah sampel yang diambil
pada masing-masing KAP

4.4. Definisi Konseptual dan
operasional Variabel Penelitian
Variabel independen dalam
penelitian ini terdiri dari faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi penentuan
besarnya fee audit oleh KAP di Malang.
Penelitian ini menggunakan lima
variabel utama, yaitu: ukuran
perusahaan (client size), Risiko
perusahaan (client risk), kompleksitas
(complexity), Profitabilitas (profitability)
dan reputasi auditor (auditor reputation).
Definisi konseptual dan operasional
untuk masing-masing variabel tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
4.4.1. Ukuran Perusahaan (ASSET)
Ukuran perusahaan (Client Size)
merupakan besar kecilnya perusahaan
klien yang sedang diaudit oleh auditor
atau KAP. Ukuran perusahaan sangat
menentukan lamanya proses audit yang
pada akhirnya berdampak pada
besarnya biaya audit. Ukuran
perusahaan dalam penenlitian ini
menggunakan Logaritma natural dari
total aset perusahaan.
Total aset dalam penenlitian ini
merupakan jumlah seluruh asset lancar
maupun asset tidak lancar. Penggunaan
logaritma natural total aset sebagai
proxy dari ukuran perusahaan telah
banyak digunakan penelitian
sebelumnya diantaranya Cameran
(2005), Chan et al. (1993), Simunic (1980),
Palmrose (1986), Francis dan Stokes
(1984), Firth (1985), Chung dan Lindsay
(1988), Ahmad dan Derashid (1994),
Anderson dan Zeghal (1994), dan Joshi
dan Al-Bastaki (2000).

4.4.2. Risiko Perusahaan (DEBT)
Risiko perusahaan dalam
penelitian ini diukur dengan
membandingkan total hutang terhadap
total asset. Tingginya rasio utang
terhadap total aktiva akan
meningkatkan kemungkinan
bangkrutnya sebuah perusahaan dan
akan membuat auditor berfikir bahwa
laporan keuangan perusahaan tersebut
kurang bisa diandalkan dibandingkan
dengan perusahaan yang mempunyai
rasio utang yang normal. Rasio utang
terhadap total aset bisa dijadikan
indikator kondisi kesehatan suatu
perusahaan. Kesulitan keuangan
perusahaan mendorong terjadinya salah
saji dalam laporan keuangan karena
manajemen berupaya menutupi
rendahnya kemampuan keuangan
perusahaan. Kondisi keuangan (financial
condition) yang lemah berpotensi
memperbesar risiko audit, untuk itu
auditor melakukan prosedur audit
tambahan. Oleh karena itu, rasio utang
diharapkan bisa mempengaruhi
besarnya fee audit. Sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Francis
dan Stokes (1986), Collier dan Gregory
(1996), Joshi dan Al-Bastaki (2000),
Sandra dan Patrick (1996) dalam Al-
Shammari et al. (2008). Debt dihitung
dengan rumus :
21



cbt =
Iotol Eutong
Iotol Asct


4.4.3. Kompleksitas (TAX)
Kompleksitas (Complexity) adalah
ukuran rumit tidaknya transaksi yang
dimiliki oleh klien Kantor Akuntan
Publik (KAP) untuk diaudit. Penelitian
sebelumnya menggunakan sejumlah
indikator untuk kompleksitas
perusahaan. Indikator ini terkait baik
dengan jumlah anak perusahaan,
operasi di luar negeri, transaksi dalam
mata uang asing dan industri di mana
klien beroperasi, jumlah anak
perusahaan, jumlah cabang atau akun-
akun neraca tertentu seperti kas,
piutang dan persediaan. ( Simon, 1995;
Firth, 1985; Joshi and Al-Bastaki, 2000;
Waresul dan Moizer, 1996; Simon, 1995).
Akun pajak tangguhan baik
sebagai asset maupun kewajiban yang
digunakan untuk mengukur
kompleksitas dalam penelitian ini
merupakan variabel dummy. Apabila
klien menyajikan pajak tangguhan baik
sebagai aset maupun kewajiban akan
diberi angka 1, sedangkan apabila klien
tidak melaporkan pajak tangguhan baik
sebagai aset maupun kewajiban akan
diberi angka 0.

4.4.4 . Profitabilitas (ROA)
Profitabilitas (Profitability) terkait
dengan efisiensi penggunaan aset dan
sumber daya lain oleh perusahaan
dalam operasinya. Joshi dan Al-Bastaki
(2000) menyatakan bahwa penggunaan
sumber daya yang efisien menghasilkan
pengembalian yang tinggi dari asset
tersebut. Tingkat pengembalian atas
aktiva (ROA) digunakan sebagai proxy
atas profitabilitas dalam penelitian ini.
ROA dihitung dengan Rumus :

R0A =
Iobo Bcrsi
Iotol osct


4.4.5. Reputasi Auditor (GROWTH)
Reputasi auditor seringkali
dihubungkan dengan nama baik KAP.
Nama baik kantor akuntan publik
umumnya dikaitkan dengan ukuran
KAP (big dan non-big), jumlah karyawan
tetap yang dimiliki KAP, total omzet
yang diperoleh dan jumlah klien yang
diaudit. Menurut Ahmed dan Nicholls
(1994) dalam Ahmed dan Goyal (2005),
kantor akuntan publik diklasifikasikan
menjadi kantor akuntan publik kecil
atau besar tergantung apakah kantor
akuntan publik tersebut berasosiasi
dengan kantor akuntan publik
internasional dan banyaknya jumlah
klien yang dimiliki oleh KAP tersebut.
Reputasi auditor dalam
penelitian ini menggunakan proxy
pertumbuhan kantor akuntan publik
yang diukur dengan menghitung rata-
rata pertumbuhan jumlah klien selama 3
tahun yaitu mulai tahun 2006 sampai
dengan tahun 2009. Proxy tersebut
sejalan dengan variabel yang digunakan
dalam penelitian yang dilakukan oleh
Gonthier dan Schatt (2006), yaitu
menggunakan variabel pertumbuhan
perusahaan (growth) yang diproxy
dengan variasi omzet selama 3 tahun
sebagai determinan fee audit.
Pertumbuhan klien per tahun diukur
dengan rumus :

Growth/tahun=
_
jumlah klien pada tahun t jumlah klien tahun t 1
jumlah klien tahun t1
]
Untuk mendapatkan rata-rata
pertumbuhan klien kantor akuntan
publik selama tiga tahun dihitung
dengan rumus :
Rata-rata growth selama 3 tahun =
_
growth th 1+growth th 2+growth th 3
3
]
22




4.5. Metode Pengumpulan Data
4.5.1 Jenis Data
Data variabel independen yang
digunakan dalam penelitian ini berupa
data primer dan sekunder sedangkan
data variabel dependen berupa data
primer. Data primer adalah data yang
didapat secara langsung dari obyek
yang diteliti, sedangkan data sekunder
adalah data yang tidak didapat secara
langsung dari objek penelitian oleh
peneliti yang bersangkutan (Indriantoro
dan Supomo, 2009:147). Daftar
perusahaan yang diaudit oleh kantor
akuntan publik di Malang tahun 2006-
2009 dan besarnya fee audit untuk tahun
audit 2009 didapatkan langsung dari
partner atau manajer kantor akuntan
publik di Malang.

4.5.2. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data
menggunakan teknik dokumentasi dan
wawancara tidak terstruktur. Sumber
data diperoleh langsung dari kantor
akuntan publik yang ada di Malang.
Data mengenai fee audit didapatkan
langsung secara tertulis dari KAP
sedangkan data-data variabel
independen penelitian didapatkan dari
laporan audit maupun informasi lisan
dari partner dan manajer kantor
akuntan publik. Data variabel
independen yang sebagian didapatkan
secara lisan dengan melakukan
wawancara tidak terstruktur adalah
data mengenai jumlah klien audit mulai
tahun 2006-2009.
Data yang diperlukan dalam penelitian
ini terdiri dari:
1. Besarnya fee audit untuk masing-
masing klien yang menjadi sampel
penelitian untuk tahun audit 2009.
2. Laporan keuangan tahunan
(annual report) perusahaan tahun
2008 atau tahun sebelumnya yang
telah diaudit pada tahun audit
2009. Data yang dibutuhkan adalah
total aktiva, laba/rugi usaha, total
kewajiban dan pajak tangguhan .
3. Jumlah perusahaan atau klien audit
kantor akuntan publik tersebut
untuk tahun 2006-2009.
4.6. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian
ini menggunakan pendekatan
kuantitatif. Model estimasi yang
digunakan untuk membentuk
persamaan regresi adalah menggunakan
metode ordinary least square (OLS),
sedangkan jenis persamaan regresi yang
digunakan untuk menguji hipotesis
penelitian adalah Multiple regression
karena dalam penelitian ini
menggunakan lebih dari satu variabel
independen. Multiple regression dengan
SPSS 16 digunakan untuk menguji
pengaruh antar variabel-variabel
independen terhadap variabel
dependen. Model dalam penelitian ini
dapat digambarkan dalam gambar 4.1.
Gambar 4.1. Model Penelitian








Berdasarkan model penelitian
diatas dapat dirumuskan dalam
persamaan penelitian sebagai berikut :
AUDFEE = 1+1 ASSET+ 2DEBT+
3TAX+ 4ROA+ 5GROWTH+
H
1
H
4
H
2
H
3
H
5
Asset
Debt
Tax
ROA
Growth
Fee
Audi t
23



Keterangan:
1 = Konstanta
1, 2, 3, 4, 5, = Koefisien Regresi
AUDFEE = Fee Audit
ASSET = Ukuran Perusahaan
(Client Size)
DEBT = Risiko perusahaan
(Client Risk)
TAX =Kompleksitas
(Complexity)
ROA =Profitabilitas
(Profitability)
GROWTH =Reputasi Auditor
(Auditor Reputation)
= Error

Ada tiga tahap yang harus
dilalui untuk mengolah data mentah
menjadi data yang sesuai untuk
penelitian ini dan untuk menguji
hipotesis. Tahapan-tahapan tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
4.6.1. Metode Statistik Deskriptif
Tujuan pembuatan statistik
deskriptif adalah untuk melihat
bagaimana struktur data yang
digunakan dalam penelitian dan untuk
memberi gambaran umum tentang data.
Pembuatan statistik deskriptif dilakukan
dengan menghitung jumlah data untuk
masing-masing variabel. Kemudian,
dilakukan perhitungan persentase
jumlah masing-masing variabel
tersebut, perhitungan mean, median,
modus, nilai maksimum, nilai minimum,
dan standar deviasinya.

4.6.2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan
untuk memastikan bahwa regresi yang
dilakukan bermanfaat karena telah
memenuhi asumsi klasik (BLUE Best
Linear Unbiased Estimator). Uji asumsi
klasik yang dilakukan terdiri dari uji
normalitas, uji multikolonieritas dan uji
heteroskedastisitas. Uji autokorelasi
tidak dilakukan karena penelitian ini
menggunakan data crossection dimana
pada data crossection, masalah
autokorelasi relative jarang terjadi
karena gangguan pada observasi yang
berbeda berasal dari individu atau
kelompok yang berbeda (Ghozali,
2005:100).
1. Uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi
normal.. Model regresi yang baik
adalah model yang memiliki
distribusi data normal atau
mendekati normal. Menurut
Ghozali (2005:147), uji normalitas
dapat dilihat melalui analisis grafik
dan uji statistik, sedangkan untuk
analisis grafik, penelitian ini
menggunakan histogram. Jika
grafik histogram memberikan pola
distribusi yang berbentuk simetris,
tidak menceng ke kiri atau ke
kanan, hal ini menunjukkan bahwa
residual terdistribusi secara
normal, demikian sebaliknya jika
Jika grafik histogram memberikan
pola distribusi yang berbentuk
tidak simetris, menceng ke kiri atau
ke kanan, hal ini menunjukkan
bahwa residual terdistribusi tidak
normal, sedangkan untuk uji
statistik penelitian ini
menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov (K-S). Jika besarnya nilai
K-S>0,05, maka residual
terdistribusi secara normal.
Sebaliknya jika nilai K-S<0,05 maka
residual terdistribusi tidak normal.
2. Uji multikolonearitas bertujuan
untuk menguji apakah dalam
model regresi yang dibangun
terdapat hubungan linear yang
sempurna atau hampir sempurna
antara beberapa atau semua
variabel independen. Dengan kata
24



lain uji multikolonieritas bertujuan
untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel independen.
Dalam suatu model regresi yang
baik, seharusnya korelasi semacam
itu tidak terjadi (Ghozali, 2005:95).
Multikolinearitas dapat dideteksi
dengan menggunakan besaran VIF
(Variance Inflation Factor) dan
Tolerance. Model yang dianggap
bebas multikolinearitas adalah
model yang mempunyai nlai VIF <
10 dan mempunyai angka
Tolerance > 10%.
3. Uji heteroskedastisitas bertujuan
untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari
residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Dalam
model regresi yang baik,
heteroskedastisitas tidak terjadi
(Ghozali, 2005:125).
Heteroskedastisitas dapat dideteksi
dengan melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik scatterplot antar
SRESID dan ZPRED. Dasar
analisisnya adalah jika ada pola
tertentu, seperti bergelombang,
melebar kemudian menyempit,
mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas. Namun jika
tidak ada pola yang jelas, serta
titik-titik penyebaran di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y,
maka tidak terjadi
heteroskedastisitas. Untuk lebih
menjamin keakuratan hasil
pengujian, dapat dilakukan uji
Park. Jika dari hasil uji Park
didapati bahwa tidak ada logaritma
natural dari variabel independen
yang signifikan pada level
signifikansi 0.05, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa tidak
terjadi Heteroskedastisitas.
4.6.3. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan
dengan :
1. Uji t bertujuan untuk melihat
seberapa jauh pengaruh satu
variabel independen secara
individual dalam menerangkan
variabel dependen (Ghozali,
2005:84). Pengujian dilakukan
dengan menggunakan significance
level 0,05 (=5%). Jika nilai >5%
maka hipotesis ditolak (koefisien
regresi tidak signifikan). Hal ini
berarti bahwa secara parsial
variabel independen tersebut tidak
memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
Sebaliknya, jika nilai <=5% maka
hipotesis diterima (koefisien regresi
signifikan). Ini berarti secara
parsial variabel independen
tersebut mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap variabel
dependen.
2. Uji F digunakan untuk melihat
apakah semua variabel bebas yang
dimaksudkan dalam model
mempunyai pengaruh secara
simultan (bersama-sama) terhadap
variabel dependen (Ghozali,
2005:84). Sama seperti uji t, nilai
significance level 0,05 (<=5%) juga
menjadi patokan. Jika nilai >0.05
berarti bahwa secara simultan
kelima variabel independen
tersebut tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen. Sebaliknya, jika
nilai <= 0.05 berarti secara
simultan kelima variabel
independen tersebut mempunyai
pengaruh signifikan terhadap
variabel dependen.
3. Koefisien determinasi (R
2
)
digunakan untuk mengukur
25



seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi berada di antara nol
dan satu. Nilai R
2
yang kecil
menunjukkan bahwa kemampuan
variabel-variabel independen
dalam menjelaskan variabel
dependen amat terbatas. Nilai R
2
yang mendekati satu berarti
variabel-varibel independen
memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel
dependen (Ghozali, 2005:83).
Karena terdapat kelemahan
mendasar dari penggunaan
Koefisien determinasi (R
2
), yaitu
bias terhadap jumlah variabel
independen yang dimasukkan
dalam model. Setiap tambahan satu
variabel independen, maka R
2

pasti meningkat tidak peduli
apakah variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen. Oleh
karena itu dalam penelitian ini
tidak lagi menggunakan koefisien
determinasi (R
2
) melainkan
menggunakan Koefisien
determinasi yang disesuaikan
(adjusted R
2
), karena adjusted R
2
dapat naik atau turun apabila satu
variabel independen ditambahkan
ke dalam model.

V. HASIL ANALISIS DAN
PEMBAHASAN
Berdasarkan permasalahan,
hipotesis dan metode penelitian yang
telah dijelaskan dalam bab-bab
sebelumnya, maka pada bab ini akan
diuraikan hasil penelitian untuk
mendapatkan kesimpulan dari hipotesis
yang telah dibuat.

5.1 Hasil Analisis
5.1.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif merupakan
metode numerik dan grafis untuk
mengenali pola sejumlah data,
kemudian merangkum informasi yang
terdapat dalam data dan menyajikan
informasi tersebut dalam bentuk yang
diinginkan. Jenis data dalam penelitian
ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu
data yang berbentuk nominal untuk
variabel kompleksitas dan data
berbentuk rasio untuk variabel ukuran
perusahaan, risiko perusahaan,
profitabilitas, reputasi auditor dan fee
audit. Variabel independen ukuran
perusahaan yang diproxy dengan total
aset dan variable dependen fee audit di
log . Data dalam statistik deskriptif
meliputi rata-rata (mean), maksimum,
minimum dan standar deviasi. Hasil
statistik deskriptif terhadap variabel
penelitian disajikan pada tabel 5.1
berikut ini.

Tabel 5.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Variabel
Mean
Std.
Deviation Max Min
Fee audit (Y)* 16.3689 .69806 18.83 15.61
Ukuran Perusahaan (X1)*
23.6047
1.23846 28.40 20.60
Risiko perusahaan (X2) .5470 .34055 1.45 .01
Kompleksitas (X3) VD*) VD*) 1.00 0.00
Profitabilitas (X4) .0494 .11975 .46 -.43
Reputasi auditor (X5) .0766 .08994 .17 -.02
*Angka rupiah setelah di log natural
vd*) variabel dummy

Berdasarkan hasil statistik
deskriptif dengan menggunakan data
cross section tahun 2009 sebanyak 64
perusahaan (semua jenis industri),
statistik deskriptif menunjukkan bahwa
rata-rata fee audit yang terjadi pada
periode penelitian adalah 16.3689 atau
sebesar Rp 19.015.625. Besarnya fee audit
terendah dan tertinggi masing-masing
sebesar Rp 6.000.000 dan Rp
26



150.000.000. Rata-rata total aset sebesar
23.61 atau sebesar Rp 61.666.744.999,
sedangkan total aset terendah dan
tertinggi masing-masing sebesar 20.60
atau Rp 859.942.350 dan 28.40 atau Rp
2.087.828.536.911. Rata-rata rasio hutang
terhadap total asset cukup tinggi yaitu
sebesar 54,70%. Tingginya rasio hutang
tersebut karena rata-rata sampel
penelitian memiliki pinjaman di atas
50% dari total aktiva, sedangkan rata-
rata rasio laba bersih terhadap total
asset cukup rendah yaitu sebesar 4,94%.
Rendahnya laba bersih terhadap total
asset tersebut karena pada periode
penelitian terdapat 7 perusahaan yang
melaporkan rugi dalam laporan
keuangannya sehingga ROA menjadi
negatif. Rata-rata pertumbuhan klien
mulai tahun 2006-2009 cukup rendah
yaitu sebesar 7,66%. Hal ini
menunjukkan bahwa pada periode
penelitian, kantor akuntan publik relatif
tidak banyak mendapatkan tambahan
klien baru. Klien audit rata-rata adalah
sama dengan tahun sebelumnya atau
walaupun mendapat klien baru lebih
disebabkan karena perpindahan klien
dari satu KAP ke KAP lain. Perpindahan
tersebut terjadi karena aturan IAPI yang
membatasi KAP untuk mengaudit satu
klien paling lama 6 tahun dan setelah itu
klien audit tersebut harus pindah ke
KAP yang lain.

5.1.2 Analisis Uji Asumsi Klasik
5.1.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual
memiliki distribusi normal. Hasil uji
normalitas di tunjukkan pada grafik 5.1
di bawah ini:





Grafik 5.1. Uji Normalitas FeeAudit



Berdasarkan grafik histogram
dapat disimpulkan bahwa grafik
histogram memberikan pola distribusi
yang berbentuk simetris, tidak menceng
ke kiri atau ke kanan, hal ini
menunjukkan bahwa residual
terdistribusi secara normal. Selain
menggunakan analisis grafik, uji
statistik lain yang dapat digunakan
untuk menguji normalitas residual
adalah uji statistik non-parametrik
Kolmogorov-Smirnov (K-S). Jika
besarnya nilai K-S>0,05, maka residual
terdistribusi secara normal. Sebaliknya
jika nilai K-S<0,05 maka residual
terdistribusi tidak normal. Berdasarkan
uji K-S didapatkan besarnya nilai
Kolmogorov-Smirnov (K-S) adalah 0.708
dan tidak signifikan pada 0.697 atau
dengan kata lain nilai Asympg.Sig
sebesar 0.697 (lebih besar dari 0.05). Hal
ini berarti data residual terdistribusi
secara normal.

1.2.2 Uji Multikolinieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar
variabel independen. Hasil uji
multikolonieritas ditunjukkan pada
table 5.2. berikut ini:







27



Tabel 5.2. Hasil Uji Multikolonieritas

Berdasarkan hasil pengujian
menunjukkan bahwa hasil perhitungan
nilai toleransi menunjukkan tidak ada
variabel independen yang memiliki nilai
toleransi kurang dari 0,10. Hasil
perhitungan VIF juga menunjukkan hal
yang sama yaitu tidak ada satu variabel
independen yang memiliki nilai VIF
lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan
bahwa tidak ada multikolonieritas antar
variabel dalam model regresi.

5.1.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan
menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varian dari
residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Hasil uji
Heteroskedastisitas ditunjukkan dalam
grafik 5.2 di bawah ini.

Grafik 5.2 Scatterplot fee Audit



Berdasarkan Grafik scatterplots
menunjukkan bahwa titik-titik
menyebar secara acak serta tersebar baik
di atas maupun di bawah angka 0 pada
sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas
pada model regresi, sehingga model
regresi layak dipakai untuk
memprediksi fee audit berdasarkan
masukan variabel independen ukuran
perusahaan, risiko perusahaan,
kompleksitas, profitabilitas dan reputasi
auditor. hasil uji Park ditunjukkan pada
tabel 5.3 berikut ini.

Tabel 5.3 Hasil Uji Park
Variabel Nilai p
Ukuran
Perusahaan
.237*
Risiko
perusahaan
.351*
Kompleksita
s
.545*
Profitabilitas
.480*
Reputasi
auditor
.901*
Nilai F
.600

* tidakSignifikan secara statistik pada = 5%

Dari hasil Uji Park, secara
parsial tidak terdapat nilai variabel
independen yang signifikan pada level
signifikansi 0.05 ( nilai sig>). Semua
variabel independen memiliki nilai
sig>0.05. Secara simultan hasil Uji Park
juga menunjukkan hasil 0.600 yaitu
lebih besar dari 0.05 (nilai F>0.05). Dari
hasil Uji Park tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas baik secara parsial
maupun simultan, sehingga model
regresi layak dipakai untuk
memprediksi fee audit berdasarkan
masukan variabel independen ukuran
perusahaan, risiko perusahaan,
kompleksitas, profitabilitas dan reputasi
auditor.

5.1.3 Hasil Pengujian Hipotesis
Adapun uji yang dilakukan
terhadap hipotesis adalah uji korelasi
dan multiple regression. Dalam
pengolahan data dengan menggunakan
linear multiple regression dilakukan
beberapa tahapan untuk mencari
hubungan antara variabel independen
dan variabel dependen. Data telah
Variabel
Collinearity Statistics
Toleransi VIF
Ukuran Perusahaan
.769 1.301
Risiko perusahaan
.836 1.196
Kompleksitas
.680 1.471
Profitabilitas
.855 1.169
Reputasi auditor
.880 1.136


28



memenuhi ke-4 asumsi klasik, maka
dilakukan pengujian lanjut dengan
linear multiple regression.
Hasil pengujian hipotesis
meliputi variabel ukuran perusahaan,
risiko perusahaan, kompleksitas,
profitabilitas dan reputasi auditor
sebagai variabel independen serta fee
audit sebagai variabel dependen.
Berikut ini hasil uji hipotesis yang
ditunjukkan pada table 5.4.

Tabel 5.4 Hasil Uji Hipotesis FeeAudit
*Signifikan secara statistik pada = 5%

Hasil adjusted R
2
sebesar 0,62,
hal ini berarti 62% fee audit dapat
dijelaskan oleh variasi ukuran
perusahaan, risiko perusahaan,
kompleksitas, profitabilitas dan reputasi
auditor. Sedangkan sisanya (100% - 62%
= 38%) dijelaskan oleh sebab-sebab
selain 5 variabel tersebut. Hasil adjusted
R
2
dalam penelitian lebih besar dari
hasil penelitian Joshi dan Al-Bastaki di
Bahrain yaitu sebesar 60.2%.
Hasil uji keberartian model (Uji
F) menggunakan ANOVA atau F test di
peroleh nilai F hitung sebesar 21,15
dengan probabilitas sebesar 0,000 (<
0.05). Artinya bahwa model regresi
dapat digunakan untuk memprediksi fee
audit atau dapat dikatakan bahwa
ukuran perusahaan, risiko perusahaan,
kompleksitas, profitabilitas dan reputasi
auditor secara bersama-sama
berpengaruh terhadap fee audit.
Berdasarkan hasil pengujian
terhadap koefisien regresi untuk
keseluruhan sampel menghasilkan
persamaan penelitian sebagai berikut :
Fee Audit = 10.000 +0 .282
ukuran perusahaan - 0.221
risiko perusahaan + 0.318
kompleksitas - 1.724
profitabilitas - 2.408 reputasi
auditor.
Dari ke lima variabel
independen yang dimasukkan ke dalam
model regresi, variabel risiko
perusahaan tidak berpengaruh
signifikan terhadap fee audit. Hal ini
dapat dilihat dari probabilitas
signifikansi untuk ukuran perusahaan
(0,212>0,05). Variabel profitabilitas dan
reputasi auditor berpengaruh negatif
terhadap fee audit dengan probabilitas
signifikansi masing-masing sebesar
0.001 dan 0.00, sedangkan variabel
ukuran perusahaan dan kompleksitas
berpengaruh terhadap fee audit dengan
probabilitas signifikansi masing-masing
sebesar 0.00 dan 0.025. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa variabel fee audit
(AUDFEE) dipengaruhi oleh jenis
perusahaan, kompleksitas, profitabilitas
dan reputasi auditor.
Berdasarkan hasil uji t, maka
dapat disimpulkan bahwa apabila
semua konstan atau tidak ada pengaruh
dari ukuran perusahaan(Size), risiko
perusahaan (Debt), Kompleksitas (Tax),
Profitabilitas (ROA) dan Reputasi
auditor (Growth) maka fee audit
diprediksikan 10.00 atau Rp 21.000.
Koefisien regresi ukuran perusahaan
sebesar 0.282 menyatakan bahwa setiap
kenaikan 1%, maka akan meningkatkan
ukuran perusahaan sebesar 0.282%,
sehingga akan menaikkan fee audit.
Demikian juga untuk koefisien regresi
variabel independen yang lainnya akan
menaikkan atau menurunkan besarnya
fee audit sesuai dengan besar kecilnya
masing-masing koefisien regresi varibel
independen tersebut.
Variabel
Koefisien
Regresi
Std.
Error Nilai p
Ukuran
Perusahaan
.282 .050 .000*
Risiko perusahaan
-.221 .175 .212
Kompleksitas .318 .138 .025*
Profitabilitas
-1.724 .493 .001*
Reputasi auditor
-2.408 .646 .000*

R
R
2
Adjusted R
2
Nilai F
0.804
0.646
0.615
21.150
29




5.2. Pembahasan Hasil Penelitian
Bagian ini merupakan
penjelasan atas hasil analisis data yang
telah diperoleh berdasarkan hasil
analisis yang telah diketahui mengenai
hipotesis yang diterima dan ditolak.
Selanjutnya sistematika pembahasan ini
disusun secara berurutan berdasarkan
pada rumusan masalah yang telah
diajukan.

5.2.1. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penentuan FeeAudit

5.2.1.1 Ukuran Perusahaan
Hasil penelitian ini
menunjukkan ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap fee audit
sehingga H1 diterima. Hal ini dapat
dilihat nilai t sebesar 5.608 dan nilai p
sebesar 0,00, jauh lebih kecil dari 0,05.
Hasil penelitian ini selaras dengan hasil
penelitian Simunic (1980), Palmrose
(1986) di Amerika Serikat, Francis dan
Stokes (1984) di Australia; Firth (1985) di
Selandia Baru, Chung dan Lindsay
(1988), Che-Ahmad dan Derashid (1994)
di Malaysia, Anderson dan Zeghal
(1994) di Kanada, Ahmed dan Goyal
(2005) di Bangladesh, India dan
Pakistan, Gonthier-Besacier dan Schatt
(2006) di Prancis, Karim dan Moizer
(1996) di Bangladesh, Langendijk (1997)
di Belanda, Naser et al. (2007) di
Jordania, Ji-hong (2007) di China, Al-
Harshani (2008) di Kuwait, Firer dan
Swartz (2006) di Afrika Selatan dan Choi
et al. (2010) di US.

5.2.1.2 Risiko Perusahaan
Hasil regresi menunjukkan
bahwa risiko perusahaan tidak
berpengaruh terhadap fee audit. Hal ini
dapat dilihat dari nilai t sebesar -1.263
dan nilai p sebesar 0.212, jauh lebih
besar dari 0,05. . Hasil penelitian ini
tidak mendukung hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh
Francis dan Stokes (1986) di Australia,
Collier dan Gregory (1996) di Inggris,
Joshi dan Al-Bastaki (2000) di Bahrain
dan Sandra dan Patrick (1996) dalam Al-
Shammari et al. (2008) di Hong Kong,
yang menyatakan bahwa fee audit
berhubungan dengan leverage. Basioudis
dan Fifi (2004) melaporkan adanya
hubungan negatif antara biaya audit
dan leverage di Indonesia. Namun hasil
penelitian ini mendukung hasil
penelitian yang dilakukan oleh Francis
dan Simon (1987) dalam Al-Shammari et
al. (2008) di AS dan Al-Shammari et al.
(2008) di Kuwait, yang menyatakan
bahwa biaya audit tidak berkaitan
dengan leverage. Selain itu, hasil
penelitian ini juga memperkuat
argumentasi Sandra dan Patrick (1996)
dalam Al-Shammari et al. (2008), yang
menyatakan bahwa sulit untuk
mengukur risiko secara objektif karena
tidak ada proksi tunggal yang memadai
untuk risiko tersebut.
Ketika auditor memutuskan
untuk menerima penugasan audit, maka
auditor juga harus menerima sejumlah
tingkat risiko atau ketidakpastian dalam
melaksanakan fungsi auditnya. Auditor
mengenali, umpamanya, bahwa
terdapat suatu ketidakpastian tentang
kompetensi bukti, ketidakpastian
tentang efektifitas dari pengendalian
intern yang dimiliki klien, serta
ketidakpastian tentang apakah laporan
keuangan telah disajikan secara wajar
pada saat audit telah selesai dilakukan.
Oleh sebab itu, menggunakan besarnya
leverage saja sebagai penentu besarnya
fee audit tidaklah cukup, karena
seharusnya terdapat risiko-risiko lain
yang selalu dipertimbangkan bersama-
sama oleh auditor ketika auditor
menerima penugasan audit. Oleh sebab
itu, ketika risiko yang dipertimbangkan
30



oleh auditor hanya menggunakan
leverage saja sebagai representasi dari
risiko perusahaan sebagai faktor
penentu fee audit, maka secara empiris
hasilnya tidak berpengaruh terhadap
besarnya fee audit.

5.2.1.3 Kompleksitas
Kompleksitas berpengaruh
terhadap fee audit sehingga H1 diterima.
Hal ini dapat dilihat nilai t sebesar 2.303
dan nilai p sebesar 0.025, lebih kecil
dari 0,05. Hasil peneleitian ini sejalan
dengan penelitian sebelumnya
meskipun dengan proxy yang berbeda.
Bukti empiris untuk pengaruh antara fee
audit dan kompleksitas yang diproxy
dengan total piutang usaha terhadap
total asset dilakukan di Afrika Selatan
(Simon, 1995), Kanada (Anderson dan
Zeghal, 1994), Belanda (Langendijk,
1997 ), sedangkan di Selandia Baru
(Firth, 1985) menyatakan tidak ada
pengaruh antara kompleksitas yang
diproxy dengan jumlah anak
perusahaan dengan fee audit. Basioudis
dan Fifi (2004) di Indonesia menyatakan
bahwa tidak ada pengaruh antara
kompleksitas dengan fee audit yang
diproxy dengan total piutang terhadap
total asset.

5.2.1.4 Profitabilitas
Profitabilitas berpengaruh
signifikan secara negatif terhadap fee
audit sehingga H1 diterima. Hal ini
dapat dilihat nilai t sebesar -3.500 dan
nilai p sebesar 0.01, jauh lebih kecil dari
0,05. Hasil penelitian sejalan dengan
yang dilakukan oleh Simunic (1980) dan
Wallace (1984) menemukan bahwa
profitabilitas mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap fee audit.
Namun hasil penelitian ini berlawanan
dengan penelitian yang dilakukan di
Inggris oleh Francis dan Simon (1987)
dan Chan et al. (1993), Selandia Baru
(Firth, 1985), Indonesia (Basioudis dan
Fifi, 2004) dan Kanada (Anderson dan
Zeghal, 1994). Mereka tidak
menemukan pengaruh signifikan antara
profitabilitas dengan fee audit.

5.2.1.5 Reputasi Auditor
Reputasi auditor berpengaruh
signifikan secara negatif terhadap fee
audit sehingga H1 diterima. Hal ini
dapat dilihat nilai t sebesar -3.725 dan
nilai p sebesar 0.00, jauh lebih kecil dari
0,05. Hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian di Amerika Serikat
(Simunic, 1980), Selandia Baru (Firth,
1985), Indonesia (Basioudis dan Fifi,
2000) dan Afrika Selatan (Simon, 1995),
yang menyatakan bahwa tidak ada fee
audit premium untuk KAP yang
memiliki reputasi baik. Namun hasil
penelitian ini tidak mendukung hasil
penelitian yang dilakukan di Amerika
Serikat (Francis dan Simon, 1987;
palmrose, 1986; Simon dan Francis,
1988; Turpen, 1990), Australia (Francis,
1984; Francis dan Stokes, 1986),
Bangladesh (Ahmed dan Goyal, 2005;
Karim dan Moizer, 1996), Italia
(Cameran, 2005) dan Kuwait (Al-
Shammari et al.,2008). Hasil penelitian
tersebut menyatakan bahwa KAP yang
memiliki reputasi baik dengan proxy big
four menerima fee audit lebih tinggi
dibandingkan KAP non big four atau
dengan kata lain bahwa ukuran auditor
(the big) berpengaruh positif terhadap fee
audit, yang berarti bahwa fee audit akan
ditetapkan lebih tinggi untuk KAP yang
masuk kategori the big dibandingkan
non-the big. Reputasi auditor dalam
penelitian sering dikelompokkan
berdasarkan skala standar internasional
the big dan non-the big. Penelitian ini
menggunakan rata-rata pertumbuhan
KAP selama 3 tahun sebagai proxy dari
reputasi auditor.

31



5.3 Implikasi Penelitian
Sesuai dengan manfaat penelitian,
hasil penelitian ini memiliki beberapa
implikasi, baik untuk pengembangan
teori, penelitian selanjutnya maupun
kepentingan praktisi serta untuk
kepentingan badan regulasi. Hasil
temuan dalam penelitian ini
menyatakan bahwa ukuran perusahaan,
kompleksitas, profitabilitas dan reputasi
auditor berpengaruh terhadap fee audit.
Hal tersebut menunjukkan bahwa
besarnya total aset perusahaan,
kerumitan transaksi perusahaan, tingkat
pengembalian aset dan pertumbuhan
kantor akuntan publik, dijadikan dasar
pertimbangan oleh auditor dalam
menentukan besarnya fee audit.
Penelitian ini bisa dijadikan dasar acuan
dalam memilih variabel yang sesuai
ketikpembentukan khususnya di
Indonesia. Selain faktor-faktor tersebut
di atas, masih terdapat beberapa faktor
penentu fee audit yang lainnya yang
juga menjadi pertimbangan auditor
dalam nenentukan fee audit. Oleh sebab
itu penelitian tentang fee audit masih
perlu terus dikembangkan untuk
menguji konsistensi hasil penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian ini,
baik manajemen perusahaan maupun
auditor mampu mengamati, memahami
dan mengidentifikasi bahwa faktor
ukuran perusahaan, kompleksitas,
profitabilitas dan reputasi auditor
merupakan faktor yang mempengaruhi
penentuan fee audit, sehingga informasi
yang disajikan memberikan kontribusi
yang positif bagi manajer perusahaan
dan auditor. Dengan demikian
manajemen perusahaan menghargai
auditor dalam bentuk membayar fee
audit secara profesional dan auditor
dapat menentukan besarnya audit
secara profesional pula ketika menerima
penugasan.
Bagi Institut Akuntan Publik
Indonesia, hasil penelitian ini bisa
dijadikan masukan untuk merumuskan
kembali panduan mengenai imbal jasa
audit sehingga semua auditor di
Indonesia dapat menggunakan dan
mengimplementasikan panduan
tersebut yang tentunya panduan
besarnya fee audit akan ditentukan
berbeda-beda untuk setiap daerah.

5.4 Keterbatasan Penelitian
Sebagian data dalam penelitian
ini menggunakan data primer yaitu
dengan Sebagian data dalam penelitian
ini menggunakan data primer yaitu
dengan melakukan tanya jawab secara
langsung. Data tersebut berupa data
jumlah klien audit mulai tahun 2006-
2009. Data tersebut sebenarnya bisa
diperoleh dengan cara meminta kepada
auditor daftar perusahaan yang diaudit.
Namun karena auditor keberatan
memberikan data tersebut dengan
alasan menjaga kerahasiaan klien dan
auditor, maka data tersebut terpaksa
diperoleh peneliti dengan cara
melakukan wawancara.
Data besarnya fee audit juga
merupakan data primer, karena data
tersebut didapatkan secara langsung
dari klien. Data besarnya fee audit
didapatkan oleh peneliti secara tertulis
dari klien. Sebenarnya data besarnya fee
audit tersebut bisa diperoleh peneliti
dengan meminta surat perikatan audit
antara klien dengan KAP. Namun
karena alasan menjaga kerahasiaan
klien dan auditor, maka data tersebut
terpaksa diperoleh peneliti dengan cara
meminta langsung secara tertulis sesuai
dengan sampel penelitian, sehingga
peneliti tidak bisa melakukan cross check
mengenai besarnya fee audit ke sumber
data asli yaitu surat perikatan audit.
Dua dari lima variabel dalam
penelitian ini yaitu variabel
32



kompleksitas dan reputasi auditor yang
diproksi dengan pajak tangguhan untuk
kompleksitas dan pertumbuhan jumlah
klien untuk reputasi auditor merupakan
proksi baru. Proksi atas dua variabel
tersebut sejauh yang peneliti ketahui
masih belum pernah dipakai dalam
penelitian sebelumnya. Sehingga
ketepatan atas penggunaan proksi
tersebut masih perlu diuji lebih lanjut
dalam penelitian berikutnya.
Variabel risiko dalam penelitian
ini yang digunakan hanya risiko
perusahaan (client risk). Seharusnya
selain risiko perusahaan (client risk),
risiko audit (audit risk) juga harus
digunakan secara bersama-sama dengan
perusahaan (client risk) sebagai faktor
penentu fee audit. Namun karena
keterbatasan data yang bisa diperoleh,
maka penelitian hanya menggunakan
risiko perusahaan (client risk) sebagai
faktor penentu besarnya fee audit.
Penelitian ini dilakukan di kota
Malang Jawa Timur, dimana KAP yang
ada rata-rata masuk kategori kecil dan
klien yang diaudit rata-rata perusahaan
kecil menengah. Jumlah seluruh
penugasan audit tahun 2009 yang
menjadi populasi dalam penelitian ini
sebanyak 171. Dari 171 populasi
tersebut, 64 penugasan audit diambil
sebagai sampel penelitian. Karena
hanya menggunakan 5 KAP dan rata-
rata perusahaan yang diaudit masuk
dalam kategori perusahaan kecil
menengah, maka variasi data mengenai
besarnya fee audit kurang. Selain itu,
data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data crossection, dimana
temuan hasil penelitian bisa jadi
berbeda apabila data yang dipakai
adalah data time series dua atau tiga
tahun.



VI. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dijelaskan dalam bab sebelumnya,
maka pada bab ini akan diuraikan
simpulan dan saran yang berhubungan
dengan penelitian ini.

6.1. Simpulan
Penelitian ini menguji faktor-
faktor yang mempengaruhi penentuan
fee audit. Faktor-faktor tersebut
meliputi: ukuran perusahaan, risiko
perusahaan, kompleksitas, profitabilitas
dan reputasi auditor, sedangkan proksi
yang digunakan untuk masing-masing
variabel tersebut berturut-turut adalah :
Log natural total aset, rasio total hutang
terhadap total aset, pajak tangguhan,
ROA dan growth (pertumbuhan jumlah
klien KAP).
Berdasarkan hasil penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi penentuan fee
audit adalah ukuran perusahaan,
kompleksitas, profitabilitas dan reputasi
auditor. Hasil penelitian ini tidak
berhasil menemukan pengaruh risiko
perusahaan terhadap fee audit. Faktor
yang paling berpengaruh dalam
menentukan fee audit adalah ukuran
perusahaan, kemudian masing-masing
diikuti oleh reputasi auditor,
profitabilitas dan kompleksitas. Hal
tersebut memberikan bukti secara
empiris bahwa ketika auditor akan
menerima penugasan audit selalu
memperhatikan faktor-faktor tersebut
untuk dipertimbangkan dalam
penentuan besarnya fee audit.

6.2. Saran
Penelitian selanjutnya jika
sebagian data menggunakan data
primer, maka lebih baik menggunakan
data primer dalam bentuk dokumentasi
sehingga kebenaran data dapat
33



diverifikasi ke sumber dokumen. Obyek
penelitian selanjutnya lebih baik
dilakukan untuk KAP se jawa Timur
atau seluruh Indonesia, sedangkan unit
analisnya adalah penugasan audit baik
untuk perusahaan go public maupun
perusahaan privat dengan
menggunakan data time series selama 2
tahun atau lebih, sehingga data
penelitian bisa lebih bervariasi dan hasil
adjusted R
2
bisa lebih tinggi. Variabel
penelitian perlu ditambah demikian
juga proksi yang digunakan perlu
dikembangkan. Variabel risiko audit
(audit risk) perlu ditambahkan dan
dipertimbangkan bersama-sama dengan
risiko perusahaan (clien risk), untuk diuji
pengaruhnya terhadap fee audit.
Variabel kompleksitas yang diproksi
dengan pajak tangguhan dan variabel
reputasi auditor yang diproksi dengan
pertumbuhan jumlah klien KAP perlu
diteliti lagi untuk menemukan
konsistensi hasil mengingat proksi atas
dua variabel tersebut sejauh yang
peneliti ketahui masih belum pernah
digunakan pada penelitian sebelumnya.




34



DAFTAR PUSTAKA

Adams, M., M. Sherris, dan M.
Hossain. 1997. The determinants
of external audit costs in the
New Zealand life insurance
industry. Journal of International
Financial Management and
Accounting. Vol. 8 (1) pp. 69-86.
Agus, D. Harjito dan Nurfauziah. 2006.
Hubungan Kebijakan Hutang,
Insider Ownership Dan
Kebijakan Dividen Dalam
Mekanisme Pengawasan
Masalah Agensi Di Indonesia,
Jurnal Akuntansi Dan Auditing
Indonesia, Vol. 10 (2) pp. 121
136.
Ahmed, K. dan M.K. Goyal. 2005. A
comparative study of pricing of
audit services in emerging
economie. International Journal of
Auditing. Vol. 9 (2) pp.103-116.
Al-Harshani, M.O. 2008. The pricing of
audit services: evidence from
Kuwait. Managerial Auditing
Journal. Vol. 23 (7) pp. 685-696
Al-Shammari, B., Abdullah Al-Yaqout,
dan Ahmad Al-Husaini. 2008.
Determinants of audit fees in
Kuwait, Journal of the Academy of
Business and Economics. Vol 8 (1).
Anderson, T. dan D. Zeghal. 1994. The
pricing of audit services: Further
evidence from the Canadian
market. Accounting and Business
Research. Vol. 24 (95) pp.195-208.
Arens, A. A dan J. K. Loebbecke 1988.
Auditing: An Integrated Approach.
Fourth Edition. Englewood
Cliffs-New Jersey. Prentice-Hall
International, Inc.
Arens, A. A, R. J. Elder, dan M. S.
Beasley. 2003. Auditing dan
Pelayanan Verikikasi,Edisi Bahasa
Indonesia, PT INDEKS, Jakarta
Ashton, R.H, John J. Willingham, dan
Robert K. Elliott. 1987. An
Empirical Analysis of Audit
Delay . Journal of Accounting
Research (Autumn). pp. 275-292.
Baber, W. R., E.H. Brooks, dan W. E.
Ricks. 1987. An empirical
investigation of the market for
audit services in the public
sector. Journal of Accounting.
Vol. 25 (2) pp. 293-305.
Basioudis, I.G. dan F. Fifi. 2004. The
market for professional services
in Indonesia. International
Journal of Auditing. Vol. 8 (2) pp.
153-164.
Beattie, V., Goodacre, Alan., Ken Pratt
dan Joanna Stevenson. 2001. The
Determinants of Audit Fees:
Evidence from the Voluntary
Sector. pp. 1-46.
Boynton, W.C., Johnson, R.N. dan Kell,
W. G. 2001. Modern Auditing. 7
th
edition. New York: John Wiley
& Sons, Inc.
Cameran, M. 2005. Audit fees and the
large auditor premium in the
Italian market. International
Journal of Auditing. Vol. 9 (2)
pp.129-146.
Carslaw, Charles A. P. N dan Steven E.
Kaplan. 1991. An Examination
of Audit Delay: Further
Evidence from New Zealand.
Accounting and Business Research.
22 (85) pp. 21-32.

Chan, P., M. Ezzamel dan D. Gwilliam.
1993. Determinants of audit fees
for quoted UK companies.
35



Journal of Business Finance and
Accounting. Vol. 20 (6) pp. 765-
786.
Choi, H., Chansog Kim dan Yoonseok
Zang. 2010. Audit Office
Size,Audit Quality, and Audit
Pricing. Auditing: A Journal of
Practice &Theory. Vol. 29 (1)
pp.7397
Chung, D.Y. dan W.D. Lindsay. 1988.
The pricing of audit services:
The Canadian perspective.
Contemporary Accounting
Research. Vol. 5 (1) pp. 19-46.
Che-Ahmad, Ayoib dan Shamharir
Abidin. 2008. Audit Delay of
Listed Companies: a Case of
Malaysia. International Business
Reseach. Vol.1 (4)
Collier, P. dan A. Gregory. 1996. Audit
committee effectiveness and the
audit fee. European Accounting
Review. Vol. 5. Pp. 177-198.
DeFond, M.L., J. R. Francis dan T. J.
Wong. 2000. Auditor industry
specialisation and market
segmentation: Evidence from
Hong Kong. Auditing: A Journal
of Practice and Theory, Vol. 19 (1)
pp. 49-66.
Firer, S. dan G. Swartz. 2002. An
empirical analysis of the
external audit fee in the new
South Africa: The basic model.
SA Journal of Accounting
Research. Vol. 20 (1) pp. 1-13.

Firth, M. 1985. An analysis of audit fees
and their determinants in New
Zealan. Auditing: A Journal of
Practice and Theory. Vol. 4 (2) pp.
23-37.
Francis, J.R. dan D.T. Simon. 1987. A test
of audit pricing in the small
client segment of the US audit
market. Accounting Review. Vol.
62 (1) pp. 145-157
Francis, J.R. dan D.J. Stokes. 1986. Audit
prices, product differentiation
and scale economies: Further
evidence from the Australian
market. Journal of Accounting
Research. Vol. 24 (2) pp. 383-393.

Gatoso. 2006. Kenapa Ada Audit?
Penjelasan dari Sisi Permintaan.
http://www.gatosoidea.com.
Agustus 2010.
Gonthier-Besacier, N. dan A. Schatt.
2006. Determinants of audit fees
for French quoted firms.
Managerial Auditing Journal. Vol.
22 (2) pp.139-160.
Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program
SPSS. Cetakan IV. Badan
Penerbitan Universitas
Diponegoro, Semarang.
Gul, F. A., Bin Srinidhi dan Tony Shieh.
1999. Audit prices, product
differentiation and economic
equilibrium. Auditing: A Journal
of Practice and Theory. Vol. 18 (1)
pp. 90-100.
Haskins, M.E. dan D.D. Williams. 1988.
The association between client
factors and audit fees: a
comparison by country and by
firm. Accounting and Business
Research. Vol. 18 (70) pp. 183-190.
Herbert, Leo. 1979. Auditing the
Performance of Management.
California, Lifetime Learning
Publications.
36



Institut Akuntan Publik Indonesia.
2007. Standar Profesional Akuntan
Publik. Salemba Empat. Jakarta.
Institut Akuntan Publik Indonesia-
Kompartemen Akuntan Publik.
2009. Directory Kantor Akuntan
Publik dan Akuntan Publik.
Jakarta.
Indriantoro, N. dan B. Supomo. 1999.
Metodologi penelitian bisnis untuk
akuntansi dan manajemen, edisi
pertama, BPFE, Yogyakarta.
Jensen, M.C. dan W.H. Meckling. 1976.
The theory of the firm :
managerial behaviour, agency
costs and ownership structure.
Journal of Financial Economics.
Vol. 3(4) pp. 305-360.
Ji-hong, L. 2007. On determinants of
audit fee: New evidence from
China. Journal of Modern
Accounting and Auditing. Vol. 3
(4) pp. 60-64.
Joshi, P.L. dan H. Al-Bastaki. 2000.
Determinants of audit fees:
Evidence from the companies
listed in Bahrain. International
Journal of Auditing. Vol. (4) pp.
129-138.
Jubb, C.A., K.A. Houghton dan S.
Butterworth. 1996. Audit fees:
the plural nature of risk.
Managerial Auditing Journal.
Vol. 11 (3) pp. 25-40.
Karim, A.K. dan P. Moizer. 1996.
Determinants of audit fees in
Bangladesh. International Journal
of Accounting. Vol. 13 (4) pp. 497-
509.
Langendijk, H. 1997. The market for
audit services in the
Netherlands. European
Accounting. Vol. 6 (2) pp. 253-
264.
Lyon, J.D dan Michael W.M. 2005.The
Importance of Business Risk in
Setting Audit Fees: Evidence
from Cases of Client
Misconduct. Journal of
Accounting Research. Vol. 43 (1)
pp. 133-151.
Manguni, T.A. 2010. Ukuran Sampel:
Rumus Slovin. http://www.
Tatangmanguny.wordpress.com
. Desember 2010.
Naser, Kamal., H. Abdullhameed dan
Rana N. 2007. Determinant of
Audit Fees: Empirical evidence
From Emerging Economy.
Scientific Journal of Administratif
Development . vol 5. pp. 84-116
Palmrose, Z.V. 1986. Audit fees and
auditor size: Further evidence.
Journal of Accounting Research.
Vol. 24 (2) pp. 405-411.
Pop, A dan R. Iosivan. 2008. The Pricing
of Audit Services: Evidence
from Romania. Annales
Universitatis Apulensis Series
Oeconomica from Faculty of
Sciences, vol 1(10) pp. 21-32.
Sawir, Agnes. 2008. Ukuran Perusahaan.
http://www.google.com. Juli
2010.

Sekaran, U. 2007. Research Methods For
Business. Kwan Men Yon
(Penerjemah). Metodologi
Penelitian untuk Bisnis. Edisi 4.
Salemba Empat, Jakarta.
Simon, D.T. 1995. The market for audit
services in South Africa.
International Journal of
Accounting. Vol. 30 (4) pp. 356-
365.
37



Simunic, D.A. 1980. The pricing of audit
services: Theory and evidence.
Journal of Accounting Research.
Vol. 22 (3) pp.161-190.
Taylor, M.H. dan Simon, D. T. 1999.
Determinants of audit fees: the
importance of litigation,
disclosure, and regulatory
burdens in audit engagements
in 20 countries. International
Journal of Accounting. Vol. 24(3)
pp. 375388.
Taylor, D.H. dan Glezen, G.W. 1991.
Auditing: Integrated Concepts and
Procedures. Fifth edition.
Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Wallace, W. 1984a. A times series
analysis of the effect of internal
audit activities on external fees.
Altamonte Springs. FL: The
Institute of Internal Auditors
Research Foundation.
Wei Zhang, M dan M. Steven. 1993. The
Determinant of Audit Fees:
Australian Perspective. Abstrack
Asian review of Accounting, Vol
4(1). Pp. 81-97
---------,Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor:
43/KMK.017/1997 tentang jasa
akuntan publik. Tanggal 27
Januari 1997.
----------,Keputuan Institut Akuntan
Publik Indonesia Nomor:
024/IAPI/VII/2008 tentang
Kebijakan Penentuan Fee Audit.
Tanggal 2 Juli 2008.
---------,Peraturan Bank Indonesia
Nomor: 7/2/PBI/2005 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum. Tanggal 20 Januari
2005.
---------,Keputusan Bapepam Nomor:
36/PM/2003, Tentang Kewajiban
Penyampaian Laporan
keuangan Berkala. Tanggal 30
September 2003.
-----------,Keputusan Direksi PT Bursa
Efek Jakarta Nomor: Kep-
307/BEJ/07-2004 tentang
Peraturan Nomor I-H tentang
Sanksi. Tanggal 19 Juli 2004.
-----------,Peraturan Bank Indonesia
Nomor: 8/20/PBI/2006 Tentang
Transparansi Kondisi Keuangan
Bank Perkreditan Rakyat.
Tanggal 5 Oktober 2006.
-----------,UU Perseroan Terbatas Nomor:
40 tahun 2007 tanggal 16
Agustus 2007.

Anda mungkin juga menyukai