Anda di halaman 1dari 18

DISUSUN OLEH:

IR. SOERIPTO M.

KEPALA PUSAT HIPERKES DEPARTEMEN TENAGA KERJA


JL. JEND. A. YANI NO 69-70
JAKARTA

AIR PENGISI KETEL UAP DAN PENGOLAHANNYA


(Ir. Soeripto M.)
I. SUSUNAN AIR PENGISI
A. Kotoran di dalam air pengisi
1. Air alam yang digunakan untuk pengisian ketel uap umumnya mengandung
bahan-bahan padat dan gas-gas terlarut yang dapat membantu:
1) Terjadinya pembentukan kerak di dalam ketel
2) Terjadinya pembentukan buih dan percikan
3) Menyebabkan korosi
4) Caustic embrittlement
Untuk

menghilangkan

gangguan-gangguan

ini,

penting

untuk

menyelidiki setiap air yang akan digunakan sebagai pengisi ketel dan
menentukan setiap sifat dari air dan menentukan cara terbaik untuk
pengolahannya.
Air laut dan air sumber yang lain, oleh karena kandungan bahan padat
sangat tinggi, maka kurang baik untuk digunakan sebagai air pengisi ketel.
Demikian pula air hujan menjadi kotor pada waktu jatuh melalui atmosphere,
dan selalu mengandung gas-gas terlarut termasuk oxygen dan carbon dioxide.
Carbon dioxide membentuk suatu asam lemah yang dapat menambah daya
larut bahan lain di dalam air. Jadi dengan adanya asam carbonat ini dapat
melarutkan sejumlah bahan dalam jumlah agak banyak seperti calcium dan
magnesium yang ada di dalam tanah.
B. Jenis kotoran
Tabel I adalah sebagaian dari daftar kotoran yang ada di dalam air pengisi
ketel uap pengaruhnya terhadap ketel uap dan cara-cara pengolahan yang
umumnya digunakan. Keadaan bahan-bahan yang larut seperti dalam daftar table
I untuk menunjukkan jumlah bahan yang mungkin ada di dalam air, dimana
bahan-bahan tersebut dapat diharapkan untuk mengendap pada saat ketel uap
sedang dalam keadaan bekerja. Kenaikan temperature makin menaikkan daya
larut dari beberapa bahan padat dan endapan lainnya.

Tanpa mengingat apakah kelarutan bahan itu naik atau turun dengan
temperature, kadar bahan padat di dalam air ketel naik oleh karena penguapan
yang terus menerus. Yang paling penting adalah kemungkinan akibat yang dapat
ditimbulkan oleh bahan-bahan tersebut terhadap ketel uap. Kotoran-kotoran
secara kasar dapat diklasifir sebagai berikut:
1. Gas-gas yang terlarut: dibedakan atas gas-gas inert dan gas-gas yang
menyebabkan korosive. Gas-gas inert adalah nitrogen dan hydrocarbon. Gasgas yang menyebabkan korosive adalah: oxygen, carbon dioxide dan
hydrogen sulfide.
2. Bahan-bahan padat yang terlarut dibedakan sebagai berikut:
a. Bahan-bahan padat yang hanya larut sedikit, kebanyakan garam-garam
senyawa calcium dan magnesium. Juga minyak dan silica.
b. Bahan-bahan padat yang mudah larut termasuk semua garam dapur
(NaCl), natrium sulfat, natrium carbonat, natrium nitrat dan natrium
silicat. Juga natrium hydroxide, natrium phosphate, asam-asam dan
senyawa-senyawa organik tertentu.
3. Bahan-bahan padat yang mengendap termasuk tanah liat dan lumpur-lumpur,
benda-benda organik dan anorganik: pada umumnya terdapat pada sungaisungai dan air yang mengalir; dan semua bahan yang tidak terlarut.
4. Larutan-larutan yang tak terlarut, seperti minyak gemuk, sabun dan lain
sebagainya, mempunyai suatu pengaruh yang merusakkan pada air ketel uap.
C. Specifikasi air ketel dan air pengisi
Air pengisi:

Oxygen terlarut: lebih baik 0 dan tidak lebih dari 0,05 cc/L untuk ketel
uap; dimana digunakan economizer dengan pipa-pipa baja.

PH tidak kurang dari 7; kebasan yang berlebihan dari yang dibutuhkan


untuk pengolahan atau perlindungan terhadap pipa-pipa pengisi atau asam
nitrat, harus dibuat seminimum mungkin.

Kesadahan: lebih baik bila 0, tidak lebih dari 26 ppm yang dinyatakan
dalam calcium carbonat.

Chloride: diinginkan yang serendah mungkin. Bila digunakan untuk


condenser tidak boleh lebih dari 6 ppm dalam bentuk chlorine.

Minyak harus tidak ada

Jumlah bahan padat harus dibuat menjadi seminimum mungkin

Jumlah bahan-bahan padat yang mengendap harus tidak ada

Bahan-bahan organik tidak lebih dari 5 ppm

Air ketel:

Natrium phosphate. Dengan sisa kesadahan dibuat menjadi 50-100 ppm


dinyatakan sebagai natrium phosphate.

Kebasaan (alkalinitas) : antara 100-250 ppm tergantung pada silicat yang


juga ada. Kebasaan (alkalinitas) yang lebih tinggi adalah dikehendaki bila
kadar silicate 100-200 ppm

Chlorida: tidak lebih dari 500 ppm dinyatakan dalam chlorine. Diinginkan
serendah mungkin.

Ph tidak kurang dari 10,5, diinginkan 11,0.

Minyak tidak ada

Jumlah bahan padat tidak lebih dari 1700 ppm

II. PENGOLAHAN AIR PENGISI KETEL UAP


A. Sebab-sebab pembentukan sisik
Endapan-endapan sisik yang keras dan kerak-kerak yang lebih lunak
dihasilkan dari adanya atau terbentuk oleh bahan-bahan padat yang tak terlarut
dalam air pengisi dan air ketel.
Bahan-bahan padat yang sedikit terlarut, bila (dinetralkan) dengan bahanbahan kimia pelunak air, atau dipanaskan dan dipekatkan di dalam air ketel uap,
maka menjadi makin kecil daya terlarunya dan mengendap.
Kebanyakan calcium sulfat dan silica tidak disukai karena mempunyai
suatu kecenderungan yang kuat untuk mengkristal dan mengendap, membentuk
sisik yang keras yang sukar dihilangkan. Keduanya dapat menyerupai seperti
suatu cement terhadap bahan-bahan lain yang tidak terlarut dan mempercepat

pembentukan suatu sisik yang keras, yang oleh karena mempunyai penghantar
panas yang kecil akan menyebabkan kebutuhan panas yang berlebihan dan
merusak pipa-pipa ketel uap.
Calcium sulfat yang sedikit lebih mudah larut dari pada silica cenderung
untuk membentuk kerak pada pipa-pipa yang paling panas. Calcium carbonat
adalah lebih mungkin untuk mengendap di dalam ketel uap dari pada dalam pipapipa, endapannya cenderung lebih banyak terjadi di dalam bagian ketel uap yang
lebih dingin.
Dengan pemanasan dari luar terhadap air pengisi yang mengandung
calcium bicarbonate. Calcium carbonat yang tidak mudah terlarut sering terbentuk
dan mengendap di dalam pemanas (heater) dan pipa-pipa.
Calcium phosphate cenderung untuk mengendap di dalam pipa-pipa bila
natrium phosphate digunakan sebagai bahan pengolah. Tannates telah digunakan
untuk mencegah terjadinya pengendapan senyawa-senyawa calcium di dalam
sistem pengisian. Pada umumnya calcium phospahate tidak memberi gangguan
yang serius didalam ketel uap, tetapi dinasehatkan untuk mengadakan
pembersihan secara berkala.
B. Penggumpalan, pengendapan dan penyaringan: dapat dikerjakan sendirisendiri atau bersama-sama dengan soda abu atau lain pengolahan. Pengambilan
bahan-bahan padat yang mengendap adalah bagian yang penting dari sistem
pengolahan. Penggumpalan dan pengendapan dilakukan dalam suatu kolam besa
atau di dalam tangki, tergantung dari kwalitet air yang digunakan.
Bahan penggumpal pada umumnya adalah iron sulfate (copperas)
alumunium sulfate, natrium aluminate dan kapur (lime). Penyaringan untuk air
dingin pada umumnya dilakukan dengan sistem gravitasi atau saringan pasir
dengan cara penekanan. Untuk penyaringan air panas, bahan-bahan yang hanya
dapat terlarut sedikit seperti calcite atau magnetite harus digunakan untuk
menghilangkan pembentukan calcium silicate, yang dapat menghasilkan sisik
tebal dan keras. Penyaring pasir umumnya direncanakan untuk suatu kapasitias 24 gal.air/min/sq ft luas penampang.

C. Pengolahan air dengan air kapur dan soda abu


Pengolahan dengan cara ini dipakai dalam beberapa jalan, dengan
perbedaan dari pada design peralatannya. Perbedaan pokok adalah:

Dalam suhu air

Cara operasi (continue atau intermittent)

Dengan cara pemakaian dan pengadukan bahan-bahan kimia

1. Peralatan untuk proses panas umumnya terdiri dari tangki pencampur bahan
kimia, alat pengatur bahan kimia (ialah alat yang dapat mengatur bahan kimia
sesuai dengan aliran air), suatu pemanas untuk menghilangkan gas-gas terlarut
dalam air yang ditempatkan di atas suatu tangki pereaksi dan pengendapan,
dan sebuah penyaring untuk memisahkan bahan-bahan padat yang tidak
mengendap. Proses yang dipakai umumnya continue. Air mengalir melalui
pemanas masuk bagian atas dari tangki pereaksi dan pengendapan, dimana
bahan-bahan kimia dialirkan masuk dan kemudian turun ke dalam tangki
dimana bahan-bahan padat mengendap dan dikeluarkan. Kemudian air naik
melalui pipa central dan dikeluarkan melalui sisi tangki tepat dibawah
permukaan air. Air yang telah mengalami pengolahan ini akhirnya dialirkan
melalui suatu filter tertutup atau filter dengan penekanan. Retention time air di
dalam tangki paling tidak selama 1 jam.
2. Peralatan untuk proses dingin hamper sama dengan peralatan untuk proses
panas, hanya tanpa alat pemanas. Umumnya diinginkan waktu reaksi dan
waktu pengendapan yang lebih lama dan beberapa tangki untuk pengolahan
harus disediakan. Di dalam proses ini air diolah, diaduk, diendapkan dan
akhirnya dikeluarkan melalui puncak tangki untuk disaring.
Bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan ini adalah satu coagulants
atau lebih (iron sulfate, sodium aluminate), calcium hydroxide (air kapur),
sodium carbonate(soda abu). Coagulants ditambahkan baik sebelum maupun
sesudah air kapur (Ca (OH)2) dan soda abu (NaCO3), tergantung dari pada
kecepatan menggumpal dari bahan-bahan yang mengendap. Iron sulfate dan

alumunium sulfate keduanya menimbulkan keasaman bila ditambahkan ke


dalam air tawae (netral), dan harus dikoreksi dengan bahan kimia yang alkalis.
Sodium aluminate memberikan reaksi basa, disamping menggumpalkan
bahan-bahan yang mengendap juga mempunyai sifat menawarkan air sama
dengan sodium carbonat (soda abu).
Calcium hydroxide (air kapur) bersama-sama dengan CO2 berlebihan
dan bereaksi dengan calcium dan magnesium bicarbonate membentuk calcium
carbonat dan magnesium hydroxide yang sukar larut. Juga bila sodium
carbonat ada, sodium hydroxide terbentuk. Reaksi dari air kapur adalah
sebagai berikut:
2 Ca (OH)2 + Mg (HCO3)2 2 CaCO3 + Mg (OH)2 + H2O
Ca (OH)2 + Ca

(HCO3)2 2 CaCO3 + H20

Ca (OH)2 + H2CO3

CaCO3

+ H2O

Ca (OH)2 + Na2CO3

CaCO3

+ 2 NaOH

Dasar penggunaan Sodium Carbonat (soda abu) untuk mereaksikan dengan


calcium sulfate untuk mengurangi terbentuknya senyawa-senyawa yang
biasanya membentuk sisik. Pengolahan juga effective dalam pengubahan
bentuk senyawa garam yang bersifat asam menjadi garam netral.
Magnesium hydroxide dan calcium carbonate banyak diendapkan di
dalam pelunak. Dasar dan reaksinya sebagai berikut:
CaSO4

+ Na2CO3

CaCl2

+ Na2CO3

Na2SO4
2 NaCl

+ CaCO3
+ CaCO3

MgSO4 + Na2CO3 + Ca (OH)2

Mg (OH)2 + CaCO3 + Na2SO4

MgCl2

Mg (OH)2 + CaCO3 + 2 NaCl

+ Na2CO3 + Ca (OH)2

CATATAN:
Sodium hydroxide dapat diganti dengan sodium carbonate dan calcium
hydroxide seperti persamaan reaksi yang terakhir.
Jumlah dan macam bahan penggumpal (coagulants) yang ditambahkan diatur
terutama atas dasar test penggumpalan.
Penambahan air kapur (calsium hydroxide) dan sodium carbonat (soda
abu) diatur atas dasar test analysa kimia dan control. Sesudah suatu analysa

dari rawwater sempurna, secara theoritis jumlah kebutuhan air kapur dan soda
abu dapat dihitung dari berat molekul air senyawa-senyawa yang bereaksi
seperti yang ditunjukkan diatas.
Kenyataan menunjukkan bahwa kelebihan bahan-bahan kimia untuk
pengolahan masih diperlukan untuk direaksikan dengan kotoran, dan untuk itu
kelebihan air kapur yang diperbolehkan adalah 5 10%, sedang kelebihan
soda abu yang diperlukan antara 1-2 %.
D. Internal water treatment
Pengolahan dengan sistem ini terutama terdiri dari cara-cara untuk
mempertahankan konsentrasi bahan-bahan kimia di dalam air ketel. Bahan yang
ditambahkan dan konsentrasi yang harus dipertahankan adalah berbeda-beda
tergantung dari air alam yang dipergunakan sebagai air pengisi dan hasil operasi.
Bahan-bahan yang umum dipergunakan untuk mencegah sisik adalah sodium
carbonate, sodium phosphate dan sodium aluminate.
Sodium hydroxide, tannates dan ada kalanya dari bermacam-macam
campuran yang dipersiapkan untuk ketel uap digunakan atau beberapa kebutuhan
yang khusus.
1. Sodium carbonat: digunakan untuk menaikkan suatu kebasaan (alkalinitas)
yang sesuai dan untuk mencegah pembentukan sisik calcium sulfate. Juga
untuk menghambat pembentukan sisik silica. Dalam ketel sodium carbonat
mengalami hydrolisa menjadi sodium hydroxide dan gas carbon dioxide, dan
carbon dioxide keluar bersama-sama dengan uap. Besarnya reaksi ini terutama
tergantung pada jumlah carbonat di dalam air pengisi, tetapi umumnya 7090% sodium carbonat menjadi natrium hydroxide.
Percobaan menunjukkan bahwa pada keadaan yang baik 2-3 grains
sodium carbonat di dalam air ketel akan mencegah sisik calcium sulfate.
2. Sodium phosphate: pada pokoknya digunakan untuk mengendapkan calcium
(sebagai tri calcium phospahate) yang masuk dalam air pengisi.
Reaksi yang sama dapat terjadi dengan Mg (magnesium), tetapi dalam
kenyataannya sifat alkalis yang cukup dapat mengendapkan Mg menjadi
magnesium hydroxide.

Pada umumnya garam-garam sodium phosphate berbentuk sebagai tri


sodium phosphate, disodium phosphate, monosodium phosphate dan sodium
meta phosphate (NaPO3)x.
Monosodium phosphate yang hanya mempunyai sifat basa (alkalis)
sedikit, digunakan bila air pengisi kelebihan basa atau bila calcium yang ada
berupa calcium carbonate.
Jumlah total basa dan bahan-bahan padat di dalam ketel uap lebih mudah
dikendalikan.
Reaksi yang semacam dari tri sodium phosphate adalah sebagai berikut:
Soluble impurity

treating agent

insoluble product

soluble product

3 CaCO3

+ 2 Na3PO4

Ca3 (PO4)2

3 Na2CO3

3 CaSO4

+ 2 Na3PO4

Ca3 (PO4)2

3 Na2SO4

Demikian calcium phosphate terbentuk mempunyai kecenderungan yang


besar untuk melekat pada pipa-pipa pengisi. Umumnya akan lebih aman untuk
menambahkan phosphate langsung ke dalam ketel uap, atau dalam dosis yang
berulang-ulang (tidak continue) sehingga endapan hanya sedikit yang
terbentuk di luar dan masuk ke dalam ketel uap.
Bila air ketel dibuat cukup alkalis, maka garam-garam phospahate yang
bersifat kurang alkalis (mono sodium phosphate) akan memberikan reaksi
sama seperti di atas.
3 CaCO3 + 2 Na H2PO4 + 4 NaOH Ca3 (PO4)2 + 3 Na2CO3 + 4 H2O
Hanya sejumlah kecil dari garam phosphate yang perlu dipertahankan di
dalam air ketel untuk mencegah terjadinya sisik. Garam-garam phosphate dan
sodium carbonat yang tak disukai tidak kehilangan efisiensinya oleh hydrolisa
di dalam air ketel. Sama seperti juga dengan internal treatment yang lain,
adalah penting bahwa ketel uap dan peralatan lain dalam air pengisi serta
sistem penguapan harus diperiksa dan dibersihkan secara berkala.
3. Sodium Aluminate
Rumus umum adalah Na2A12O4 ; tetapi dalam bentuk larutan dapat
mengandung Na dalam perbandingan yang lebih besar dari alumina.

Umumnya digunakan sebagai penggumpal external treatment, tetapi


juga digunakan sebagai pengganti atau untuk membantu sodium carbonat dan
sodium phosphate di dalam internal treatment.
Dan lagi hal ini cenderung untuk membuat endapan calcium dan
magnesium kurang lekat dibanding jika mereka (garam 2 Ca dan Mg)
mengendap sendiri.
Di dalam keadaan yang baik sodium aluminate akan mengurangi
konsentrasi silica di dalam air ketel, dan membentuk garam calcium dan
magnesium silicate, yang biasanya tidak melekat.
III. ION EXCHANGE SOFTENERS
Sodium Cycle exchanger
Suatu ion exchange softeners bekerja tanpa menimbulkan endapan tetapi
mengganti ion-ion di dalam air dengan ion-ion yang umumnya lebih disukai dari ionion aslinya. Ion-ion pengganti (yang mula) disebut Zeolit.
Mereka terdapat di alam sebagai lapisan batu-batuan (deposit), dan sebagian
dibuat secara synthetis.zeolit (di alam) adalah senyawa-senyawa alumina dan silica
yang disebut aluminate silicate. Silicat ini mempunyai kelarutan yang rendah di
dalam air dan mempunyai sifat yang disebut sebagai base exchange.
Sodium di dalam zeolite dapat diganti dengan ion logam lain yang bila terkena
larutan garam dari logam tersebut.
Reaksi akan menjadi reversible (bolak balik) bila kadar ion sodium dinaikkan.
Sehingga bila suatu larutan garam calcium dan magnesium dilakukan ke dalam suatu
tabung (kolam) sodium zeolit, maka calcium dan magnesium akan mengganti sodium
di dalam zeolit, dan air akan menjadi lunak (tawar) sampai sodium di dalam zeolit
habis.
Zeolit yang sudah dipakai ini (dimana sodiumnya sudah habis) dapat
diaktifkan kembali dengan menggunakan garam sodium (biasanya NaCl), dimana

10

sodium ion akan menggantikan tempat calcium ion dan Mg ion di dalam zeolit dan
menjadi CaCl2 dan MgCl2.
Ca

bicarbonate

Atau

chloride,

Mg

atau sulfat

bicarbonate, calcium
Na Zeolite

Sodium chloride, + atau


atau

Zeolit

magnesia

sulfat
Ca
Atau

Ca
Zeolit + NaCl

Sodium zeolite + atau

Mg

chlorida

Mg

Kandungan Calcium dan Mg di dalam air lunak (tawar) umumnya sangat rendah dan
ditunjukkan sebagai kesadahan sama dengan O. Derajat kesadahan yang tersisa
(adalah) dipengaruhi oleh banyak factor dan bila diperiksa mungkin direduksi sampai
rendah sekali. Dalam pengolahan biasanya, kesadahan yang tersisa kurang dari 3 atau
4 ppm.

Kesadahan yang dihilangkan oleh zeolite dari air tergantung banyak factor, seperti:
macam zeolite, kecepatan aliran air, jumlah garam yang digunakan untuk
mengaktifkan kembali dan kandungan bahan kimia di dalam air selama diolah.

Ada 2 macam zeolite yang dapat dipakai ialah zeolite alam dan zeolite synthetis. Zeolite
alam adalah type yang non porous, umumnya mempunyai kapasitas yang lebih rendah
untuk menghilangkan kesadahan. Kapasitasnya ditunjukkan dalam istilah equivalent
CaCO3 per Cuft untuk type yang non porous, sedang untuk zeolite yang tipe porous akan
naik sampai 10.000 grains calcium carbonat yang dihilangkan tiap cuft zeolite.
Zeolite dapat digunakan baik dalam system gravitasi mau pun pressureflow units
(aliran dengan penekanan). Air yang akan dilunakkan dialirkan pada suatu kecepatan
tertentu melalui zeolite bed sampai Na terpakai semua. Kemudian bed dicuci dengan air
sadah untuk menghilangkan benda-benda yang mengendap yang mungkin terkumpul
dalam bed. Ini dicapai dengan aliran yang berbalik (berlawanan) melalui zeolite bed.
Sejumlah larutan yang diinginkan kemudian dialirkan melalui bed dengan arah
semula.
11

Air sadah kemudian dialirkan melalui bed untuk mencuci Ca dan Mg chloride agar
bebas dari zeolite dan kelebihan garam NaCl. Bila kesadahan telah dicapai sesuai dengan
harga yang diinginkan maka zeolite sudah siap digunakan lagi.
Synthetis zeolite umumnya tidak stabil seperti zeolite alam terhadap air yang
mempunyai kesadahan rendah. Silica rendah atau pH < 6,8. Namun demikian zeolite
alam tak dapat digunakan untuk pH air yang rendah atau tinggi. Bila pH air dibawah 6,8
atau diatas 8,5 maka pH air disesuaikan dahulu sebelum dilakukan zeolite. Demikian pula
suhu tak dapat dibiarkan, akibatnya hanya air dengan suhu normal dapat dilunakkan oleh
zeolite.
Air yang mempunyai kesadahan tinggi, sekitar 30 grains per gallon (5000 ppm)
adalah sukar untuk dilunakkan seperti air yang mengandung chloride tinggi. Mengganti 2
ion Na (BM 2 x 23 = 46) untuk 1 ion Ca (BM = 40) atau ion Mg (BM = 24)
menyebabkan kenaikkan total solids di dalam air yang dilunakkan.
Jadi proses pelunakkan air dengan zeolite telah menaikkan total solid bila dibanding
dengan proses pelunakan air dengan air kapur yang menurunkan total solid. Dapat
ditambahkan bahwa kenaikan total solids yang sedikit saja, perubahan terhadap garam Na
dapat menyebabkan sifat alkalis yang tinggi di dalam evaporator atau ketel uap. Bila
kesadahan oleh bicarbonate besar, maka air lunak akan mempunyai NaHCO 3 lebih besar
dari NaCl dan Na2SO4.
Dalam proses pelunakkan air dengan zeolite adanya Na dengan sifat basa yang
tinggi merupakan salah satu kerugian dari type pelunakan air untuk ketel atau untuk
evaporator. Untuk menghilangkan kesukaran ini sering kali air dikenakan pengolahan
pendahuluan dalam proses dingin dengan air kapur sebagai/bahan pelunak atau
penambahan H2SO4 (asam sulfat) sesudah pengolahan.
Pretreatment dengan cold proses lime softening untuk mengurangi bicarbonate
menjadi lebih rendah, sehingga pada pengolahan berikut dengan mempergunakan
pelunak zeolite akan menghasilkan air dengan kandungan sodium yang sifat alkalisnya
lebih rendah dan total solidnya lebih rendah daripada bila hanya dengan zeolite dan tanpa
pretreatment. Tetapi air yang telah dilunakkan dengan Ca (OH) 2 akan mempunyai pH
yang lebih tinggi, dan ini akan memecah bahan-bahan zeolite dan juga akan

12

mengendapkan CaCO3 di dalam pelunak. Untuk mencegah gangguan ini, air yang telah
dikenakan pretreatment dengan lime softener (calcium hydroxide) sebelum air dialirkan
ke zeolite bed, maka air harus diasamkan lebih dulu dengan asam sulfat, asam phosphate
atau asam carbonat sampai pH = 8.
After treatment dengan asam sulfat kepada air yang telah dilunakkan, dengan zeolite
adalah lebih sederhana dari pada pre-treatment dengan lime (calcium hydroxide), tetapi
hal ini tidak akan mengurangi total solids melainkan akan menaikkan total solids.
Kenaikan total solids ini disebabkan oleh karena reaksi antara asam sulfat dengan jumlah
sodium carbonat yang equivalent ion (BM = 96) menggantikan tempat ion carbonat
(BM = 60) dengan suatu kenaikkan total solid. Dalam banyak hal kenaikkan benda padat
yang dapat larut ini tidak mempengaruhi jalannya operasi, dan kerugiannya adalah lebih
besar dibandingkan dengan penurunan sifat alkalisnya. Oleh karenanya di dalam
memberikan asam ini harus berhati-hati, hal ini untuk mencegah air yang telah diolah
menjadi asam, dan dapat menghilangkan (membebaskan) CO2 yang terbentuk. Carbon
dioxide atau asam carbonat cenderung untuk menurunkan pH air yang telah diolah dan
dapat menyebabkan korosi. Biasanya carbon dioxide dikeluarkan dari air dengan
menghembuskan udara dalam air yang telah diolah dengan asam. Sedang sodium
bicarbonate yang tertinggal adalah bersifat mudah pecah menjadi sodium carbonat, bila
ke dalamnya dialirkan udara yang selanjutnya akan menaikkan harga pH.
Untuk proses ini dapat dijalankan dengan reaksi di bawah ini:
1. 2 NaHCO3 + udara

Na2CO3 + H2O

2. NaHCO3

Na2SO4 + 2 H2CO3

3.

+ H2SO4
H2CO3

CO2

+ CO2

+ H2O

Bila air yang telah dilunakkan dengan zeolite (dengan pH 7) diolah dengan
menggelembung udara ke dalamnya atau menyemprotkan air ke udara, maka reaksi 1
berjalan ke arah kanan.
Larutan sodium bicarbonate mempunyai pH 7. Tetapi sodium carbonat terbentuk
dan CO2 dibebaskan, pH akan naik sebab sodium carbonat adalah garam yang terjadi dari
basa kuat (NaOH) dan asam lemah (H 2CO3) sehingga larutan yang dihasilkan adalah
bersifat alkalis (pH tinggi). Jumlah carbonat yang terbentuk dan pH yang dihasilkan

13

tergantung dari jumlah udara yang digunakan, carbon dioxide di dalam udara, jumlah
bicarbonate yang ada serta suhu.
Bila asam sulfat ditambahkan ke dalam air yang telah diolah dengan zeolit larutan
menjadi asam (pH dibawah 7) sebelum sejumlah asam sulfat yang ditambahkan cukup
untuk menetralkan semua sodium bicarbonate. Keasaman disebabkan oleh terbentuknya
asam carbonate yang cenderung menurunkan pH larutan. Bila udara dihembuskan ke
dalam larutan, asam carbonate akan terpecah menjadi air dan CO2 dan CO2 dibebaskan
dari larutan.
Bila udara yang cukup dialirkan melalui sisa yang masih tertinggal, bicarbonate
membentuk carbonate (reaksi I) dengan sedikit menaikkan pH. Kenaikan pH dalam air
yang telah dilunakkan dengan zeolite terjadi selama de-aerasi. Bicarbonate cenderung
untuk membentuk carbonate ketika CO2 dilepaskan selama proses daerasi.
Bahan-bahan yang lebih baru telah dikembangkan yang bekerja dengan prinsip
yang sama seperti pelunak zeolite, tetapi cara pelunakkan ini dapat menghilangkan
banyak bagian-bagian yang tak diinginkan. Bahan ini non siliceous dan tidak bereaksi
dengan asam ataupun (alkali) basa. Bahan ini akan bekerja normal pada pH antara 2-9.
sejak bahan ini non siliceous, bahan tidak menyerap silica bila air yang mengandung
silica rendah dilunakkan. Bahan organis yang baru ini ada 2 macam:
1. Sulfonated coal type- sering disebut carbonaceous cation exchanger.
2. Resinous type disebut resinous cation exchanger
Istilah cation digunakan sejak ion positif atau cation yang diganti.
IV. HYDROGEN-CYCLE CATION EXCHANGERS
Sejak exchanger material yang dari non siliceous stabil pada pH rendah, hal ini
memungkinkan untuk mengaktifkan kembali, bahan tersebut dengan suatu asam seperti
asam sulfat atau asam chloride. Bila telah diaktifkan kembali, bahan tersebut bebas dari
sodium, calsium dan magnesium dengan ion H menggantikan ion sodium di dalam bahan
tersebut.
Jika bahan diaktifkan kembali dengan asam, dan air dialirkan melalui bed-2, maka
sodium, calcium dan magnesium semua tertinggal pada bed sesuai dengan asam yang
dibebaskan.

14

Dengan demikian bicarbonate-2 akan membentuk asam carbonate; sulfate


membentuk asam sulfate; dan garam chloride membentuk asam chloride.Semua kation
diganti dengan hydrogen seperti ditunjukkan di bawah ini:
Ca (H CO3) )2
Mg (Cl)2

H2CO3
+ H2 exchange bed

Ca
HCl + Mg exchange bed
H2SO4 Na

Na2 NH4 (SO4)

NH4

Bila semua hydrogen di dalam bed habis digunakan, maka reaksi penggantian
berhenti. Kemudian bahan boleh diaktifkan kembalik dengan asam sulfate atau asam
chloride, dan bahan dapat digunakan kembali.
Sejak calcium, magnesium, sodium dan ammonium semua diganti dengan hydrogen
yang sebanding. Maka ada pengurangan bahan-bahan padat. Bila semua ion positif yang
ada sebagai bicarbonate. Bila udara dimasukkan dengan pancaran, carbon dioxide dapat
direduksi sampai pada harga yang rendah dan hasil yang dicapai adalah hamper air
murni.
V. GABUNGAN HYDROGEN AND SODIUM CYCLE CATION XCHANGER
Di dalam penyediaan air biasanya chloride dan sulfate ada bersama-sama dengan
bicarbonate. Agar supaya sisa yang bersifat basa itu terkontrol, maka hal ini
dimungkinkan untuk memecah aliran air (sedemikian rupa) sehingga sebagian akan
melalui H2 exchange bed dan sisanya yang lain melalui Na exchange bed. Aliran dari
kedua unit (exchange bed) kemudian dicampur dalam suatu perbandingan tertentu
sehingga sifat asam yang berasal Na exchange bed (Na unit) dinetralkan dengan sifat
basa yang berasal dari H2 unit. Jumlah kelebihan sodium dalam air lunak yang
ditambahkan diatas perlu untuk menetralkan keasaman untuk menentukan sifat basa sisa
dari air yang diolah. Hal ini dapat dikontrol pada suatu harga yang diinginkan dengan
perbandingan yang berbeda-beda dari air yang melalui H 2 unit dan Na unit. Apabila
diinginkan sifat basa dari sisa dengan harga rendah maka dengan adanya CO 2 bebas

15

dalam jumlah kecil (3-5 ppm) yang tertinggal setelah proses degassing sudah cukup
untuk membuat pH = 7 yang dapat membuat air sangat korosive, sejak air jenuh dengan
udara.
Jika air dipanaskan sebelum di-de-aerasi, maka harus hati-hati serta menggunakan
bahan-bahan yang resistant terhadap asam. Dalam banyak hal, aliran dari pelunak
dialirkan melalui suatu vacuum degasser yang resistant terhadap asam untuk
menghilangkan CO2 dan kemudian dinetralkan dengan sodium hydroxide. Di lain pihak,
air yang telah dilunakkan dialirkan melalui suatu pemanas yang bekerja sebagai deaerator secara teratur.
Hal ini adalah memungkinkan untuk mengontrol jumlah asam yang digunakan di
dalam unit (exchanger bed), sehingga cukup untuk merekasikan dengan sejumlah tertentu
dari air yang harus dilunakkan, dan kemudian ditambahkan suatu larutan garam untuk
mengaktifkan kembali dari sisa yang ada di bed. Bila keadaan yang baik tingkat basa dari
air yang diinginkan dapat dicapai dari satu unit saja.
Pada umumnya, unit yang bekerja dengan hydrogen cycle mempunyai kapasitas
untuk mengubah sekitar 60-75% dari setiap unit, sodium cycle yang dioperasikan. Unit
dicuci dan kemudian diaktifkan kembali umumnya dengan asam sulfate encer (dibawah
2%). Jika asam kuat tinggi, dan air yang harus dilunakkan mempunyai kesadahan yang
tinggi, hal ini memungkinkan untuk mengendapkan calcium culfate pada mineral bed dan
proses pelunakkan agak terhambat. Asam chloride dapat digunakan untuk mencegah
terjadinya pengendapan, tetapi asam sulfat lebih dikehendaki.
Pelunak tipe ini dapat bekerja dengan memberikan sisa kesadahan di bawah 0,2
ppm jika semua keadaan dikontrol dengan baik.
VI. PENGARUH KOTORAN AIR PENGISI
KOROSI
Korosi di dalam ketel uap atau peralatan air pengisi dapat diterangkan dengan
theory electrochemical. Hal ke-2 yang mempercepat terjadinya korosi di dalam ketel
uap terutama:
1. Oxygen yang terlarut
2. Asam-asam

16

3. Endapan yang dipermukaan, terutama yang mempunyai sifat electronegative


terhadap baja.
4. Gabungan logam yang tak disukai, seperti tembaga dan baja.
5. Adanya electrolytes, seperti larutan garam-garan kuat.
Ada 4 cara yang umum digunakan untuk mencegah korosi, ialah:
a.

Menghilangkan gas-gas yang terlarut di dalam air pengisi, terutama


oxygen dan carbon dioxide yang terlarut dalam air. Hal ini dapat diatasi
dengan proses aerasi.

b.

Penetralan asam-asam dan mempertahankan alkalinity yang diinginkan


dan pH di dalam air pengisi serta air ketel.

c.

Pembersihan mesin secara berkala

d.

Meniadakan konsentrasi garam yang berlebihan.

Korosi oleh suhu tinggi


Pada suhu yang lebih tinggi, terutama diatas 950 F, uap dapat bereaksi
dengan besi (iron):
3 Fe + 4 H2 O
iron

steam

Fe 3 O4
Black Magnetic

+ 4 H2
Hydrogen

oxide
Pada suhu sampai 950 F reaksi korosi ini lambat. Diatas suhu ini kecepatan
dipercepat, dan campuran Cr Ni campuran KA 2 dapat digunakan. Bahan-bahan ini
membentuk suatu lapisan oxida pelindung pada permukaan logam, dimana hal seperti
ini tak terjadi pada baja.
Korosi Karena Kelelahan
Dibawah keadaan yang baik untuk terjadinya korosi dan adanya tekanan,
logam dapat berkarat dalam bentuk lobang yang dalam dan runcing, yang akhirnya
berkembang memanjang seperti celah atau menjadi retak. Bila kejadian ini tidak
dihentikan, maka bagian yang diserang ini akhirnya menjadi lemah. Penelitian secara
mikroscopis menunjukkan bahwa kejadian itu terjadi dalam suatu cara yang
karakteristis bahwa retak yang dihasilkan adalah transcryslline, dan dalam bentuk
hampir garis lurus. Caustic Embrittlement.

17

Dengan macam air pengisi yang tertentu, bentuk retak yang khas dapat
kelihatan di dalam plat ketel uap, terutama pada klem paku keeling di bawah
permukaan air. Retak-retak ini adalah inter crystalline dan tidak mengikuti garis
tekanan maksimum.
Kejadian yang demikian ini disebut caustic embrittlemet. Keadaan seperti ini
terjadi dimana konsentrasi sodium hydroxide (NaOH) ada di dalam air ketel dimana
elemen-elemen lain tidak ada. Embrittlement dapat dicegah bila suatu perbandingan
yang tepat antara sodium sulfat dengan sodium carbonate dipertahankan di dalam air
pengisi.
Faoming dan Priming
Faoming dapat digambarkan sebagai pembentukan sejumlah buih di dalam
ketel, yang disebabkan oleh kesalahan gelembung-gelembung uap untuk bersatu dan
pecah. Hal ini disertai oleh kenaikan kandungan uap air yang agak banyak di dalam
uap yang dikeluarkan oleh ketel.
Priming adalah ditandai oleh sejumlah besar air yang keluar dari ketel
bersama-sama dengan uap, umumnya dalam letupan-letupan yang tidak continue
(intermittent) yang membahayakan pipa-pipa uap, turbine dan mesin-mesin. Hal ini
dapat terjadi secara bersama-sama dngan foaming.
Permukaan air ketel yang tinggi membantu terjadinya priming. Foaming dan
priming umumnya disebabkan oleh konsentrasi bahan-bahan padat yang terlarut dan
bahan-bahan padat yang mengendap tinggi, mungkin diiringi adanya minyak dan
sabun di dalam air, dan mendadak kapasitas di dalam ketel berubah. Keadaan ini
dapat dicegah dengan mereduksi konsentrasi air ketel dengan blowdown,
menghilangkan sumber-sumber kontaminasi sumber air pengisi, pembersihan ketel
secara berkala dan pengaturan batas permukaan air.

18

Anda mungkin juga menyukai