: 8,4 ps = 6,174 kW
Putaran (n)
: 7500 rpm
Maka untuk meneruskan daya dan putaran ini, terlebih dahulu dihitung daya
perencanaannya (Pd).
Pd = fc . P................................................................................................................(4-1)
dimana :
Pd = daya perencanaan
(kW)
fc = faktor koreksi
P = daya masukan (kW)
Daya mesin (P) merupakan daya nominal output dari motor penggerak, daya inilah yang
ditransmisikan melalui poros dengan putaran tertentu.
Tabel 4.1. Jenis-jenis Faktor Koreksi Berdasarkan Daya yang akan Ditransmisikan
Daya Yang Akan Ditransmisikan
fc
Daya rata-rata
1,2 2,0
Daya maximum
0,8 1,2
Daya Normal
1,0 1,5
Untuk perancangan poros ini diambil daya maksimum sebagai daya rencana dengan
faktor koreksi sebesar fc = 1,2 Harga ini diambil dengan pertimbangan bahwa daya yang
direncanakan akan lebih besar dari daya maksimum sehingga poros yang akan direncanakan
semakin aman terhadap kegagalan akibat momen puntir yang terlalu besar.
Pd
= 1,2 x 6,174 kW
= 7,4088 kW
= 7.408,8 W
55
Mp
Pd
Mp
30 Pd
n
60 Pd
2 n .(4-2)
dimana:
M p = momen puntir (N.m)
= putaran (rpm).
Untuk daya perencana, Pd = 7.408,8 W dan putaran, n = 7500 rpm maka momen puntirnya
adalah :
Mp
30 7.408,8
30 Pd
=
n
7500
M p 9,437962 Nm
Dalam pemilihan bahan perlu diperhatikan beberapa hal seperti pada tabel berikut, dan
kita dapat menyesuaikan dengan yang kita butuhkan.
Tabel 4.2. Batang baja karbon yang difinis dingin (Standar JIS)
Lambang
Perlakuan
Diameter
Panas
(mm)
20
S35C-D
Dilunakkan kurang
21 80
Kekerasan
Kekuatan
Tarik
HRC
2
atau
HB
(N/mm )
(HRB)
58 79
(84) 23
53 69
(73) 17
144 216
56
20
Tanpa
Dilunakkan
atau
kurang
21 80
63 82
(87) 25
58 72
(84) 19
160 225
Perlakuan
Diameter
Kekuatan Tarik
Panas
(mm)
(N/mm2)
Dilunakkan 20
S45C-D
Kekerasan
HRC (HRB)
HB
atau 65 86
(89) 27
60 76
(85) 22
166 238
12 30
(90) 24
183 253
atau 72 93
14 31
67 83
10 26
188 260
19 34
16 30
213 285
kurang
21 80
Tanpa
20
atau 71 91
Dilunakkan kurang
66 81
21 80
Dilunakkan 20
S55C-D
kurang
21 80
Tidak
20
atau 80 101
Dilunakkan kurang
75 91
21- 80
(Sularso, Dasar-dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Pradya Pramita, Jakarta 1994)
Dalam pemilihan bahan perlu diketahui tegangan izinnya, yang dapat dihitung dengan
rumus:
a
dimana :
b
Sf1 Sf2 ....................................................................................................(4-3)
Untuk Sf2 diambil sebesar 1.4 maka tegangan geser izin bahan S55C-D (AISI 1045), maka
tegangan geser izin adalah:
99
11,786 N / mm 2
6 x 1,4
dimana :
5,1
. K t . Cb . M p
a
1/ 3
.......................................................................................(4-4)
Dalam hal ini faktor koreksi tumbukan pada range 1,5 3,0 diambil Kt = 1,5. Dan dalam
mekanisme ini beban lentur yang terjadi kemungkinan adalah kecil karena poros adalah relatif
pendek, sehingga faktor koreksi untuk beban lentur Cb = 1,3 , dan momen puntir yang terjadi
M p 9,437962 Nm, maka diameter poros dapat ditentukan sebagai berikut :
dp
5,1
=
x1.5 x1,3x 9,437962 x 1000
11,786
1/ 3
= 19,997 mm 20 mm
Maka diameter poros yang diambil adalah 20 mm.
4.1.3 Pemeriksaan Kekuatan Poros
58
Hasil diameter poros yang dirancang harus diuji kekuatannya. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan memeriksa tegangan geser yang terjadi akibat tegangan puntir yang dialami
poros. Jika tegangan geser lebih besar dari tegangan geser izin dari bahan tersebut, maka
perancangan akan dikatakan gagal.
Besar tegangan geser yang timbul pada poros adalah :
g
16.Mp
.d 3 .........................................................................................................(4-5)
dimana : g
16 9,437962x1000
= 6,011 N/mm2
3
20
Menurut hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas, terlihat bahwa tegangan geser yang
terjadi adalah lebih kecil daripada tegangan geser yang diizinkan g < a ( a 11,786 N / mm 2 ).
Dengan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa poros ini aman untuk digunakan pada sproket yang
dirancang untuk memindahkan daya dan putaran yang telah ditentukan.
dimana:
F
Sf2 = Faktor keamanan yang tergantung pada bentuk poros dimana berkisar antara 1,3-3,0.
Kita ambil Sf2 = 1,4, Maka:
59
9,437962 x1000
F=
20 / 1,4
= 660,657N
Diperoleh gaya tangensial poros tersebut 660,657N.
RA
WP + WS
L1
RB
L2
Keterangan:
Ws
= massa sproket
Wp
= massa poros
RA
RB
L1
= 750 mm
WP = berat poros
WP P VP
L2
= 750 mm
............................................................................................................(4-7)
Dimana :
P = massa jenis bahan poros, untuk bahan baja S55C-D besarnya adalah 7,810-6 N/mm3
VP = volume poros, yaitu
2
VP
dP LP
20 2 1500
4
471000 mm 3
3,67 N
WS = Berat Sproket
WS = S . VS ...........................................................................................................(4-8)
Dimana :
S = massa jenis bahan sproket, untuk bahan baja S55C-D besarnya adalah 7,810-6 N/mm3
VS = volume sproket, yaitu
Vs
(Ds2 - dS 2 ) BS
61
Untuk :
maka :
Vs
(96 2 - 21 2 ) 10
4
68883,75 mm 3
L1 = 750 mm
L2 = 750 mm
62
Dari kedua gaya reaksi RA dan RB diambil harga terbesar sebagai resultan gaya radial Fr,
yaitu : Fr = RB = 4,21 N
Fr RA
5,6866 k
.................................................................................................(4-11)
di mana:
P0 = beban ekivalen statik (N)
X0 = faktor radial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal besarnya adalah
0,6
Fr = gaya radial, yaitu sebesar 4,21 N
Y0 = faktor aksial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal besarnya adalah
0,5
Fa = gaya aksial, untuk bantalan pendukung poros ini besarnya adalah nol
Maka:
Po = 0,6 . 4,21 + 0,5 . 0
Po = 2,526 N
Maka, diambil Po = 2,526 N
Untuk beban ekivalen dinamik diperoleh dari :
P X V Fr Y Fa .......................(4-12)
dimana:
P = beban ekivalen dinamik ( N )
X = faktor radial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal, besarnya
adalah 1,0
V = faktor putaran, untuk kondisi cincin dalam berputar besarnya 1,0
Fr = gaya radial, yaitu sebesar 4,21 N
Y = faktor aksial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tungal besarnya
adalah nol
Fa = gaya aksial, untuk bantalan pendukung poros ini besarnya adalah nol
63
4.2.3 Penentuan basic static load rating dan basic dynamic load rating
Besar basic static load rating adalah sebanding dengan beban ekivalen statik, yaitu:
C0 P0 ..............................................................................................................(4-13)
2,526 N
sedangkan untuk basic dynamic load rating dapat diperoleh dari:
C = P.L1/3 .........................................................................................................(4-14)
di mana:
C 4,21 (6000)1/3
57,243 N
4.2.4 Pemilihan bantalan
Dari perhitungan-perhitungan di atas serta data dari bab-bab sebelumnya maka bantalan
yang dipilih harus memenuhi syarat-syarat berikut:
diameter lubang
: d = 20 mm
: C0 2,526 N
: C 57,243 N
: n 7500 rpm
Dari hasil perhitungan diatas, maka nomor bantalan yang dipilih adalah 61909-2RZ (merk SKF),
dengan data-data sebagai berikut:
diameter luar
: D = 32 mm
diameter lubang
: d = 20 mm
64
lebar
: b = 10 mm
: C0 = 1430 N
: C = 2010 N
: n = 10000 rpm
P = 6.174 W
N = 7500 rpm
fc (faktor koreksi)
Pd (daya perencanaan),W
6.174
1,2
7.408,8
N (Putaran),rpm
7.408,8
7500
9,437962
a (tegangan geser
izin), N/mm2
5,1
11,786
Kt
1,5
Cb
1,3
dp (diameter poros),
Nm
mm
9,437962
19,997
Nm
16
9,437962
3,14
dp (diameter
poros)
poros)
mm
N/mm2
20
6,011
65
Tabel 4. 7 Menghitung Momen puntir, tegangan geser dan gaya tangensial akibat perubahan daya
dengan putaran konstan
No
Daya
(Dp),
W
Putaran
( N ),
rpm
konstanta
(30/)
Momen
Puntir
( Mo ),
Diameter
(d), mm
16/
0
350
700
1050
1400
1750
2100
2450
2800
3150
3500
3850
4200
4550
4900
5250
5600
5950
6300
6650
7000
7350
7408.8
7350
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
7500
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
0
0.445860
0.891720
1.337580
1.783439
2.229299
2.675159
3.121019
3.566879
4.012739
4.458599
4.904459
5.350318
5.796178
6.242038
6.687898
7.133758
7.579618
8.025478
8.471338
8.917197
9.363057
9.437962
9.363057
sf2
Gaya
Tangensial
(F), N
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
0
31.2102
62.4204
93.6306
124.8408
156.0510
187.2611
218.4713
249.6815
280.8917
312.1019
343.3121
374.5223
405.7325
436.9427
468.1529
499.3631
530.5732
561.7834
592.9936
624.2038
655.4140
660.6573
655.4140
(g),
N/mm2
Nm
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
22
Tegangan
geser
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
0
0.28399
0.56797
0.85196
1.13595
1.41994
1.70392
1.98791
2.27190
2.55588
2.83987
3.12386
3.40785
3.69183
3.97582
4.25981
4.54379
4.82778
5.11177
5.39576
5.67974
5.96373
6.01144
5.96373
66
Tabel 4. 8 Menghitung Momen puntir, tegangan geser dan gaya tangensial akibat perubahan Putaran
dengan Daya konstan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Putaran
( N ),
rpm
Daya
(Dp
), W
konstanta
(30/)
0
375
750
1125
1500
1875
2250
2625
3000
3375
3750
4125
4500
4875
5250
5625
6000
6375
6750
7125
7500
7875
8250
8625
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
7409
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
9.554
Momen
Puntir
( Mo ), Nm
Diameter
(d), mm
16/
Tegangan
geser
sf2
Gaya
Tangensial
(F), N
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
1.4
13213.1465
6606.5732
4404.3822
3303.2866
2642.6293
2202.1911
1887.5924
1651.6433
1468.1274
1321.3146
1201.1951
1101.0955
1016.3959
943.7962
880.8764
825.8217
777.2439
734.0637
695.4288
660.6573
629.1975
600.5976
574.4846
(g),
N/mm2
188.759236
94.379618
62.919745
47.189809
37.751847
31.459873
26.965605
23.594904
20.973248
18.875924
17.159931
15.729936
14.519941
13.482803
12.583949
11.797452
11.103484
10.486624
9.934697
9.437962
8.988535
8.579965
8.206923
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
5.096
120.2288
60.1144
40.0763
30.0572
24.0458
20.0381
17.1755
15.0286
13.3588
12.0229
10.9299
10.0191
9.2484
8.5878
8.0153
7.5143
7.0723
6.6794
6.3278
6.0114
5.7252
5.4649
5.2273
L1, mm,
L2, mm
RA, N
RB, N
750
750
4,21
0,537
67
Fr(gaya
Y0 (faktor
Fa (gaya
P0(beban ekivalen
radial)
radial),N
aksial)
aksial),N
Statik), (N)
0,6
4,21
0,5
2,526
Fr (gaya
Y (faktor
Fa(gaya
P (Beban
radial)
(faktor
radial)
aksial)
aksial),N
ekivalen),N
putaran)
4,21
4,21
Tabel 4. 11 Penentuan Basic Static Load Rating dan Basic Dynamic Load Rating
Basic static load rating
C0
2,526
Basic dynamic load rating
P (beban ekivalen
dinamik),N
4,21
L(umur bantalan),
x
6000
57,244
68
Dari grafik 4.1 dibawah terlihat hubungan antara Daya (Dp) dengan Momen Puntir (Mo)
pada putaran konstan di poros penggerak yang berbanding lurus. Semakin besar Dp, maka
semakin besar pula Mo yang dihasilkan pada poros tersebut.
69
Mo (Nm)
10
0
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
Dp (W)
Gambar 4.1 Grafik hubungan antara Daya (Dp) Dengan Momen Puntir (Mo)
Dari grafik 4.2 dibawah terlihat hubungan antara Daya (Dp) dengan Tegangan Geser (g)
pada putaran konstan di poros penggerak yang berbanding lurus. Semakin besar Dp, maka
semakin besar pula g yang dihasilkan pada poros tersebut.
70
g (N/mm2)
7
0
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
Dp (W)
Gambar 4.2 Grafik hubungan antara Daya (Dp) Dengan Tegangan Geser (g)
Dari grafik 4.3 dibawah terlihat hubungan antara Daya (Dp) dengan Tegangan Geser (F)
pada putaran konstan di poros penggerak yang berbanding lurus. Semakin besar Dp, maka
semakin besar pula F yang dihasilkan pada poros tersebut.
71
F (N)
700
600
500
400
300
200
100
0
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
Dp (W)
Gambar 4.3 Grafik hubungan antara Daya (Dp) Dengan Tegangan Geser (F)
Dari grafik 4.4 dibawah terlihat hubungan antara N (rpm) dengan Momen Puntir (Mo)
pada daya konstan di poros penggerak yang berbanding terbalik. Semakin besar N, maka Mo
semakin kecil.
72
Mo (Nm)
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
N (rpm)
Gambar 4.4 Grafik hubungan antara Putaran (N) Dengan Momen Puntir (Mo)
Dari grafik 4.5 dibawah terlihat hubungan antara N (rpm) dengan Tegangan Geser (g)
pada daya konstan di poros penggerak yang berbanding terbalik. Semakin besar N, maka g
semakin kecil.
73
g (N/mm2)
140
120
100
80
60
40
20
0
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
N (rpm)
Gambar 4.5 Grafik hubungan antara Putaran (N) dengan Tegangan Geser (g)
Dari grafik 4.6 dibawah terlihat hubungan antara N (rpm) dengan Gaya Tangensial (F)
pada daya konstan di poros penggerak yang berbanding terbalik. Semakin besar N, maka F
semakin kecil.
74
F (N)
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
N (rpm)
Gambar 4.6 Grafik hubungan antara Putaran (N) dengan Gaya Tangensial (F)
75