Anda di halaman 1dari 25

TEKNOLOGI PENGENDALIAN

PENCEMAR UDARA
Semester Ganjil 2010-2011

KONDENSASI
Joni Hermana
Rachmat Boedisantoso

Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS


Kampus Sukolilo, Surabaya 60111

Kondensasi adalah suatu proses unruk


merubah suatu gas atau uap menjadi
cairan.
Gas dapat berubah menjadi cair dengan
menurunkan temperaturnya arau
meningkatkan tekanan.
Umumnya, pendekatan yang digunakan
adalah dengan menurunkan temperatur,
sedangkan dengan meningkatkan tekanan
gas lebih mahal.

Pengendalian gas dengan kondensasi lebih sederhana


dan murah peralatannya, umumnya digunakan air atau
udara sebagai media pendingin.
Efisiensi penyisihan gas dengan proses kondensasi
pada umurnnya rendah, dibandinakan dengan proses
adsorpsi, absorpsi atau combustion, kecuali gas tersebut
dapat terkondensasi pada temperatur tinggi.
Kondensasi secara tipikal digrunakan sebagai
pretreatment (pengendalian pendahuluan), sebelum.
digunakan alat pengendali yang mempunyai efisiensi
lebih tinggi seperd adsorber, absorber atau insinerator,
dengan menggunakan pretreatment, maka beban alat
pengendali berikutnya lebih ringan.

A. PRINSIP KONDENSASI
Jika gas polutan yang panas berkontak dengan media
pendingin (air atau udara), maka terjadi transfer panas
dari gas panas ke medium pendingin, temperatur uap
gas akan turun, maka energi kinetik molekul gas akan
berkurang sehingga molekul-molekul gas akan bergerak
saling berdekatan (Gaya van der Waals) yang akan
menyebabkan gas terkondensasi menjadi liquid.
Kondisi aktual dimana molekul gas akan terkondensasi
tergantung kepada sifat fisik dan kimia dari molekul gas
tersebut mencapai (sama dengan) tekanan uapnya. Ada
tiga cara untuk menurunkan tekanan uap parsial gas
yaitu : (1) dengan cara meningkat tekanan gas sehingga
tekanan parsial gas tersebut mencapai tekanan uap gas,
(2) gas didinginkan sampai tekanan parsial gas tersebut
mencapai tekanan uapnya, (3) gabungan kedua cara di
atas, yaitu dengan cara meningkatkan tekanan gas dan
mendinginkannya. Ketiga proses tersebut di atas
diperlihatkan pada Gambar dibawah ini

Hubungan
antara
temperatur
dan
tekanan

Pada Gambar 8.7, Titik I menunjukkan temperatur dan tekanan


suatu gas, garis putus-putus menunjukkan usaha yang dilakukan
untuk mencapai kurva tekanan uap, yaitu dengan menurunkan
temperatur, menaikkan tekanan atau kombinasi keduanya. Titik-titik
sepanjang garis tekangan uap disebut juga sebagai titik embun
(dew point),, yang didefinisikan dengan suatu kondisi dimana gas
siap untuk berkondensasi membentuk cairan. Pada Gambar tsb
juga ditunjukkan suatu titik kritis (critical point). Setiap senyawa
mempunyai temperatur dan tekanan kritis tertentu. Temperatur kritis
adalah temperatur maksimum, dimana di atas temperatur kritis, gas
tidak akan terkondensasi.

Suatu kondisi gas ( temperatur, tekanan ) yang berada pada kurva


kesetimbangan tekanan uap, maka kondensasi mulai terjadi. Dari
titik tersebut, campuran gas-liquid mengikuti kurva garis tekanan
uap tersebut. Jika campuran tersebut terus didinginkan, tekanan
partial gas akan selalu ada pada kurva kesetimbangan tekanan
uapnya, sehingga tidak semua polutan dapat dikondensasikan,
akan selalu ada polutan dalam bentuk uap.

B. KONDENSOR
Proses kondensasi untuk mengendalikan/
menyisihkan gas polutan dibedakan atas teknik
kondensasi kontak langsung dan tidak langsung
(surface).
Dalam teknik kondensasi kontak langsung, gas
polutan berkontak langsung dengan media
pendingin, dan kondensat (polutan yang
terkondensasi) akan bercampur dengan media
pendingin.
Sedangkan dalam teknik tidak langsung, gas
polutan dan pendingin dipisahkan oleh suatu
permukaan Kondensor, permukaan disebut pula
shell-and-tube heat exchanger.

a. Kondensor Kontak Langsung


Kondensor kontak langsung, lebih sederhana peralatannya, biaya
instalasinya lebih murah dan hanya mernbutuhkan sedikit peralatan
pembantu dan biaya perawatan. Lebih murah media pendingin yang
umum digunakan adalah air, volume media pendingin yang
digunakan lebih banyak jika disbandingkan dengan kondensor
permukaan, yaitu 10 sampai 20 kali lebih banyak. Pada Gambar
dibawah ini diperlihatkan gambar kondensor kontak langsung. Aliran
air sebagai media pendingin meninggalkan kondensor bersama
dengan polutan yang terkondensasi. Proses absorpsi dapat terjadi
pada kondensor kontak langsung jika polutan dapat larut dalam air.
Adanya proses absorpsi tersebur meningkatkan efisiensi
penyisihan.
Spray tower condenser adalah jenis kondensor kontak langsung,
dimana aliran zat polutan masuk dari bagian bawah, dan aliran air di
buat spray dari bagian atas.
Ejector dan barometric condenser dioperasikan dengan arah laju
aliran air dan udara sama, perbedaannya terletak pada penggunaan
spray air. Untuk ejector condenser air di-spray-kan menggunakan
alat venturi.

b. Kondensor Permukaan
Kondensor permukaan sering Juga disebut
shell-and-tube heat exchanger. Alat kondensor
permukaan terdiri dari tabung se!inder luar untuk
mengalirkan gas polutan, sedangkan air sebagai
media pendingin mengalir di dalam tabungtabung kecil dalarn selinder tersebut. Gas
berkontak dengan tabung pendingin, kemudian
terkondensasi, kemudian kondensat ditampung.
Sedangkan gas yang tidak- terkondensasi
keluar. Pada Gambar tsb diperlihatkan
kondensor permukaan dan aliran udara dalam
kondensor tersebut.

Kondensor kontak langsung dan kondensor permukaan


serta aliran udara dalam kondensor

C. DESAIN KONDENSOR
Kondensor berfungsi menurunkan temperatur
gas dengan cara dilewatkan pada media
pendingin air atau udara. Transfer panas terjadi
dari gas panas ke media pendingin, dengan
demikian proses kondensasi dapat disebut
proses transfer panas atau pertukaran panas.
Pada prinsipnya desain kondensor sama
dengan desain heat exchanger.
Heat exchanger didesain berdasarkan teori
transfer panas. Dalam desain kondensor terjadi
transfer panas dan juga transfer massa,
sebagaimana aliran gas panas melewati
kondensor, yang menyebabkan terjadinya
perubahan temperatur dan komposisi gas.

Untuk analisis proses transfer panas di dalam


kondensor digunakan hubungan neraca panas
antara panas yang masuk dengan panas yang
keluar.
Heat in = Heat out
Panas yang
dibutuhkan
untuk menurunkan
tekanan uap sampai
titik dew point

Panas yang
dibutuhkan
untuk
kondensasi
uap

Panas yang harus


ditransfer oleh
media pendingin

Neraca panas tersebut dapat dinyatakan dengan


persamaan di bawah ini :
q = m CPG (TG1 - T dew point) + m Hv = LCPL
(TL1 - TL2)
dimana :

q
m
L
CpG
CpL

TG1
TL1
TL2
Hv

= laju transfer panas. Btu/hr


= laju massa gas, lb/hr
= laju massa liquid sebagai pendingin, lb/hr
= panas spesifik untuk gas, Btu/lb. F
= panas spesifik rata-rata untuk liquid pendingin,
Btu/lb. F
= temperatur gas awal, F
= temperatur liquid pendingin yang masuk, F
= temperatur liquid pendingin keluar, F
= panas kondensasi dari uap, btu/lb

Dari persamaan tersebut diatas, laju aliran massa gas


dan temperatur gas masuk (TG1) dapat diketahui dari
kondisi gas yang diemisikan. Temperatur liquid
pendingin yang masuk kondensor (TL1) juga dapat
diketahui. Panas spesifik dari gas dan liquid pendingin,
panas kondensasi (Hv) dan temperatur titik embun (dew
point) dapat diperoleh dari pustaka. Dengan demikian
yang harus ditentukan adalah laju aliran masa liquid
pendingin dan temperatur liquid yang keluar dari
kondensor.
Persamaan neraca panas tersebut di atas merupakan
perkiraan kasar karena beberapa keterbatasan; yaitu
panas spesifik tergantung pada temperatur, dan
temperatur dalam kondensor tidak konstan. Temperatur
titik embun dari suatu senyawa tergantung konsentrasi
senyawa tersebut dalam fase gas. Laju aliran massa
dalam kondensor berubah karena terjadi kondensasi,
dan temperatur titik embun berubah.

Dalam kondensor permukaan atau heat


exchanger, panas ditransfer dari gas menuju
pendingin melalui permukaan heat exchanger.
Laju tranfer panas tergantung kepada tiga faktor
yaitu :
Total luas permukaan condensor,
hambatan untuk tranfer panas dan
rata-rata perbedaan temperatur antara

gas dengan

pendingin.

Q = UADTm
dimana :
U
A
DTm
q

= koenfisien transfer panas, Btu/F.ft2.hr


= luas permukaan transfer panas, ft2
= perbedaan temperatur rata-rata, F
= laju transfer panas, Btu/hr

Koefisien transfer panas (U) diukur dari total hambatan


transfer panas. Dalam shell-and-tube condenser, air
dingin mengalir dalam tabung yang menyebabkan uap
(gas) terkondensasi pada permukaan luar tabung. Panas
ditransfer dari gas ke pendingin. Kondisi idealnya
transfer panas tersebut terjadi tanpa kehilangan panas
(heat resistence).
Setiap saat panas bergerak melalui media yang berbeda
yang akan menyebabkan terjadinya hambatan dalam
transfer panas (kehilangan panas).
hambatan untuk transfer panas terjadi melalui
kondensat, melalui kerak/kotoran (film) yang menempel
dipermukaan luar tabung, melalui tabung itu sendiri,
melalui lapisan kerak bagian dalam tabung.

Untuk menentukan ukuran sebuah kondensor


digunakan persamaan
A = ( q ) / (UDTlm)
dimana :
A

= luas permukaan shell-and-tube condensor, ft2


q = laju transfer panas, Btu/lb
U = koefisien transfer panas total, Btu/F.ft2.hr
DTlm = log temperatur rata-rata, F.

Untuk menentukan luas permukaan tersebut,


nilai U harus dihitung dari koefisien hambatan
panas masing masing

Persamaan tersebut diatas hanya valid untuk


kondensasi isothermal satu komponen,
implikasinya bahwa polutan merupakan gas
murni (hanya satu komponen senyawa),
sedangkan pada umumnya gas yang diemisikan
yang akan dikendalikan terdiri dari campuran
beberapa komponen senyawa, maka prosedur
penentuan desain kondensor menjadi lebih sulit.
Jika laju aliran gas yang masuk ke dalam
kondensor mempunyai temperatur diatas
dewpoint (superheated), maka langkah pertama
harus didinginkan hingga mencapai dewpoint,
sehingga perlu dipertimbangkan ukuran
kondensor untuk desuperkeating dan
kondensasi.

Contoh Soal :
Suatu gas buang dari kegiatan cooker yang banyak
mengandung uap air dan uap organik yang berbau.
Kondensor digunakan untuk menyisihkan uap air dari
gas, yang selanjutnya bau dari gas buang akan
dihilangkan dengan insinerasi, absorbsi atau adsorbsi.
Laju emisi gas adalah 20000 acfm pada temperatur 250
F. Gas buang mengandung 95 % uap air, sisanya
adalah udara dan senyawa organik yang berbau. Gas
buang tersebut dimasukkan ke dalam kondensor
permukaan untuk menyisihkan uap air, yang selanjutnya
akan dilewatkan ke dalam adsorbent untuk
menghilangkan bau. Temperatur air pendingin yang
masuk ke dalam kondensor 60 F, dan yang keluar dari
kondensor 120 F, perkirakan luas area dari kondensor.

Penyelesaian :
Laju massa uap air yang akan di kondensasikan
20.000 acfm x 0,95 = 19.000 acfm uap.
PV = nRT
n = PV = (1 atm) (19.000 acfm)
RT (0,73 atm.ft3/lb mol. R) (250 + 460 R)
= 33,66 lb mol / min
m = (33,66 lb mol / min) (18 lb / lb mol) = 660 lb / min.
Laju massa uap air yang akan dikondensasikan = 660
lb / min.

Menentukan laju panas ( q )


superheated dan kondensasi uap air.
Panas yang
dibutuhkan untuk
menurunkan
temperatur uap
sampai
temperetur
kondensasi

Panas untuk
kondensasi

q=

q = m Cp DT + mHv
Panas spesifik rata untuk uap air pada 250 F
= 0,45 Btu / lb. F.
Panas penguapan air 212 F = 970,3 Btu/lb.
q = (660 lb/min) (0,45 Btu/lb. F) (250 212) +
(660 lb/min) (970,3 Btu/lb)
= 11286 + 640398 Btu/min = 651700 Btu/min

untuk

Memperkirakan luas permukaan kondensor.


A = (q) / (U DTlm)
DTlm = (TG1 TL2) (TG2 TL1)
ln (TG1 TL2) / (TG1 TL1)
= (212 120) (212 60) = 119,5 F
ln (212 120) / (212 60)
Koefisien transfer panas U untuk stabilizer
replux vapor diasumsikan 100 Btu / F.ft2.hr.
A = (651700 Btu/min) (60 min/hr) = 3272 ft2
(100 Btu/F.ft2.hr) (119,5F)

Untuk memperkirakan ukuran total kondensor.


Untuk itu diperlukan subcooling water (212F 160F).
Neraca panas untuk pendingin air
q = m Cp DT
m = 660 lb/min ( diasumsikan semua uap
terkondensasi)
Cp untuk air = 1 Btu/lb. F
q = (660 lb/min) (1 Btu/lb. F) (212 160)
= 34320 Btu/min
DTlm = (212 120) (160 60) = 96F
ln ( 212 120) / (160 60)

Koefisien transfer panas untuk pendingin


air 200 Btu/F.ft2.hr
A = (34320 Btu/min) (60 min/hr) = 107 ft2

(200 Btu/F.ft2.hr) (96F)


Jadi total luas permukaan kondensor
A = 3272 + 107 ft2 = 3379 ft2 = 3380 ft2

Anda mungkin juga menyukai