Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah-Nyalah
saya dapat menyusun laporan hasil kunjungan lapangan ini dengan tepat waktunya. Saya juga
ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-kekurangan yang ada dalam laporan
ini. Hal ini adalah semata-mata karena kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang harus saya lakukan untuk dapat
menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Mataram, 1 Oktober 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .

Daftar Isi ..

Identitas Pasien ...................................................................................................

Anamnesis ............................................................................................................

Pemeriksaan Fisik ................................................................................................

Resume.................................................................................................................

Diagnosis Kerja ....................................................................................................

Planning ...............................................................................................................

Komplikasi ...........................................................................................................

Prognosis ..............................................................................................................

Preventif ...............................................................................................................

Resume.................................................................................................................

Pembahasan..........................................................................................................

Daftar Pustaka ......................................................................................................

15

Tanggal Kunjungan
I.

II.

27 September 2014

IDENTITAS PASIEN
1.

Nama

: Nona Y

2.

Usia

: 38 Tahun

3.

Jenis kelamin

: Perempuan

4.

Alamat

: BTN Tanah Aji

5.

Agama

: Kristen

ANAMNESIS
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan utama sesak nafas. Saat duduk
sesak terasa lebih nyaman. Sesak di rasakan pada dada kiri seperti tertekan. Sekarang
pasien megeluhkan kencing kurang, tidak ada nafsu makan, dan mengeluh kaki
mengalami pembengkakan. Pasien tidak mengeluhkan deman, muntah darah, riwayat
batuk lendir juga di sangkal, BAB lancar. Pasien sudah masuk RS sejak 8 hari yang lalu,
4 bulan yang lalu pasien di rujuk dari rumah sakit katolik dengan diagnosis CKD. Tidak
ada riwayat hipertensi, DM, TBC. Pasien pernah pergi ke arab Saudi mengaku jarang
minum air putih dan lebih banyak meminum teh.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum pasien tampak baik dan kesadaran compos mentis, dengan
penilaian GCS 15. Frekuensi nadi 96x/menit, regular dan kuat angkat. Frekuensi nafas
28x/menit dan regular, suhu tubuh 36,8oC, tekanan darah 130/80 mmHg.
Pemeriksaan kepala dan leher ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik.
Pada pemeriksaan thoraks tidak didapatkan kelainan pada dinding dada, bunyi S1S2
tunggal dan regular, auskultasi pada paru terdengar suara vesikuler di kedua lapang paru
dan tidak didapatkan ronki maupun wheezing. Pada pemeriksaan abdomen tidak
ditemukan adanya distensi dan terdengar suara timpani saat perkusi. Keempat ekstremitas
teraba hangat. Ditemukan pitting edema pada ekstremitas bawah.
3

IV.

RESUME
Pasien datang dengan keluhan utama sesak nafas. Keluhan dirasakan sejak 2
tahun yang lalu. Sesak di rasakan pada dada kiri seperti tertekan. Sekarang pasien
megeluhkan kencing kurang, tidak ada nafsu makan, dan mengeluh kaki mengalami
pembengkakan. Keadaan umum pasien tampak baik dan kesadaran compos mentis,
dengan penilaian GCS 15. Frekuensi nadi 96x/menit, regular dan kuat angkat. Frekuensi
nafas 28x/menit dan regular, suhu tubuh 36,8oC, tekanan darah 130/80 mmHg.
Ditemukan konjungtiva anemis dan pitting edema pada ekstremitas bawah.

V.

DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka diagnosis kerja dari pasien ini adalah
Chronic Kidney Disease (CKD).

VI.

PLANNING
1) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Parameter

Hasil Lab

Nilai Normal

HGB

7.6

13 18 g/dl

RBC

2.63

4,5 5,5 [10^6/L]

HCT

24.0

40-50 [%]

WBC

8.66

4,0 11,0 [10^3/ L]

PLT

388

150-400 [10^3/ L]

MCV

91.3

82,0-92,0 fL

MCH

28.9

27,0-31,0 pg

MCHC

31.7

32,0-37,0 g/dL

RDW-SD

47.9

35-47 fL

RDW-CV

15.4

11,5-14,5 %

Pemeriksaan Kimia Klinik


Parameter

Hasil Lab

Nilai Normal

Glukosa sewaktu

98 mg/dl

<160 mg/dl

Kreatinin

6.2 mg/dl

L: 0.9-1.3 P: 0.6 1.1

Ureum

83 mg/dl

10 - 50

SGOT

19 mg/dl

<40 mg/dl

SGPT

15 mg/dl

<41 mg/dl

Na+ serum

135 mmol/l

135-146 mmol/l

K+ serum

3.9 mmol/l

3.4 5.4 mmol/l

Cl- serum

106 mmol/l

95 108 mmol/l

Gambar 1. Hasil Foto Polos Thoraks menunjukkan adanya efusi pleura

2)

Terapi
-

Inf NaCl 0,9 % 8 tpm


Inj. Furosemide 1 amp/8jam
Evakuasi cairan pleura
Codein 3x10 mg
Paracetamol 3x500 mg
Omeprazole 1x1 tab
Antrain drip 1 amp/8jam
Edukasi dan Monitoring

3)
-

Observasi dan monitor keadaan umum serta tanda vital pasien

Observasi adanya tanda kegawatdaruratan

Minum cukup : urin kurang lebih 1.5 2 L/hari

Hindari obat yang merusak ginjal

Kontrol tekanan darah, gula darah, lemak darah, dan diet rendah protein
6

VII.

KOMPLIKASI
Komplikasi dari CKD antara lain hipertensi, hiperlipidemia, anemia, hiperparatiroid
serta hiperfosfatemia. Selain itu, pada stadioum akhir juga dapat menimbulkan
komplikasi yakni gagal jantung dan sindrom uremia.

VIII.

PROGNOSIS
Pasien dengan penyakit ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau
stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari,
keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis
kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan
penyakit ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama
daripada yang menjalani dialisis kronik.

IX.

PREVENTIF
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan
hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal),
pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan
aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.

X.

RESUME
Pasien datang dengan keluhan utama sesak nafas. Keluhan dirasakan sejak 2
tahun yang lalu. Sesak di rasakan pada dada kiri seperti tertekan. Sekarang pasien
megeluhkan kencing kurang, tidak ada nafsu makan, dan mengeluh kaki mengalami
pembengkakan. Keadaan umum pasien tampak baik dan kesadaran compos mentis,
dengan penilaian GCS 15. Frekuensi nadi 96x/menit, regular dan kuat angkat. Frekuensi
nafas 28x/menit dan regular, suhu tubuh 36,8oC, tekanan darah 130/80 mmHg.
Ditemukan konjungtiva anemis serta pitting edema pada ekstremitas bawah.

Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang, didapatkan bahwa pasien sesak oleh


karena efusi pleura yang ditunjukkan pada hasil foto polos thoraks. Selain itu, kadar
ureum dan kreatinin pasien juga tinggi dan melebihi nilai rujukan normal.
XI.

PEMBAHASAN
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria.
Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika
nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m. Batasan penyakit ginjal
kronik yaitu :
1.

Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,

dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

Kelainan patologik

Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada

pemeriksaan pencitraan radiologi


2.

Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan

atau tanpa kerusakan ginjal.


Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa skelrosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak
aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas
8

tersebut.

Aktivasi

jangka

panjang

aksis

renin-angiotensin-aldosteron,

sebagian

diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor (TGF-). Beberapa
hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas
interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerolus maupun interstitial.
Tinjauan mengenai perjalanan umum Penyakit ginjal kronik dapat diperoleh dengan
melihat hubungan antara bersihan kreatinin dengan laju filtrasi glomerulus sebagai
persentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah
(BUN) karena massa nefron dirusak secara progresif oleh penyakit ginjal kronik.
Perjalanan klinis umum Penyakit ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium:
a.

Stadium pertama

Disebut penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar
BUN normal, dan pasien asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat
terdeteksi dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes
pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti.
b.

Stadium kedua

Perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, bila lebih dari 75% jaringan
yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar
BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN
ini berbeda-beda, bergantung pada kadar protein dalam makanan. Pada stadium
ini, kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia
biasanya ringan (kecuali bila pasien mengalami stress akibat infeksi, Penyakit
jantung, atau dehidrasi). Pada stadium insufisiensi ginjal ini mulai timbul gejalagejala nokturia dan poliuria (akibat gangguan kemampuan pemekatan). Gejala
gejala ini timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan atau
minuman yang tiba-tiba. Pasien biasanya tidak terlalu memperhatikan gejalagejala ini, sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan

yang

teliti.

Nokturia

(berkemih

dimalam

hari)

didefinisikan sebagai gejala pengeluaran urin waktu malam hari yang menetap
9

sampai sebanyak 700 ml atau pasien terbangun untuk berkemih beberapa kali
waktu malam hari. Nokturia disebabkan oleh hilangnya pola pemekatan urine
diurnal normal sampai tingkat tertentu dimalam hari. Dalam keadaan normal
perbandingan jumlah urine siang hari dan malam hari adalah 3:1 atau 4:1. Sudah
tentu, nokturia kadang kadang dapat terjadi juga sebagai respon kegelisahan
atau minum cairan yang berlebihan, terutama teh, kopi atau bir yang diminum
sebelum tidur.
c.

Stadium ketiga

Disebut stadium akhir atau uremia. Penyakit ginjal stadium akhir (ERSD) terjadi
apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR hanya 10% dari
normal. Pada keadaan ini kreatinin dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat
mencolok. Pasien mulai mersakan gejala-gejala yang cukup parah. Pasien menjadi
oligourik karena kePenyakitan glomerulus. Pada stadium akhir (sindrom uremik)
terjadi kompleks gejala yang berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen. Dua
kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrom uremik. Pertama, gangguan
fungsi pengaturan dan ekskresi , kelainan volum cairan dan elektrolit, ketidak
seimbagan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta
anemia yang disebabkan oleh defisiensi sekresi ginjal. Kedua, timbul gejala yang
merupakan gabungan kelainan kardiovaskular, neuromuskular, saluran cerna dan
kelainan lainnya.
KLASIFIKASI
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh
nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai
laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit
ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan
fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan
fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang
sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi

10

ginjal, dan stadium 5 adalah stadium akhir penyakit ginjal. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerulus

Derajat

Penjelasan

LFG
(mL/menit/1,73m2)

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

90

Kerusakan ginjal dengan LFG ringan

60-89

Kerusakan ginjal dengan LFG sedang

30-59

Kerusakan ginjal dengan LFG berat

15-29

Penyakit ginjal

<15 atau dialisis

Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik dengan atau tanpa kerusakan ginjal dan atau dengan atau tanpa
peningkatan tekanan darah / hipertensi (HT).

GFR

Dengan Kerusakan Ginjal

Tanpa Kerusakan Ginjal

(ml/min/1,73 m )

Dengan HT

Tanpa HT

Dengan HT

Tanpa HT

> 90

HT

Normal

60 89

HT

Penurunan

dengan

GFR

penurunan
GFR
30 59

15 29

< 15

11

GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinik Penyakit ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna,
mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.
a. Kelainan hematopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien Penyakit ginjal kronik. Anemia pada pasien Penyakit
ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut
berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal
perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat
terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh
substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.
b. Hipertensi
Sebagian besar hipertensi pada penyakit Penyakit ginjal kronik disebabkan
hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Hipertensi semacam ini biasanya
memberikan respons terhadap restriksi natrium dan pengendalian volume tubuh
melalui dialysis. Jika fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid dapat
bermanfaat. Hipertensi yang tidak member respon terhadap pengurangan volume
tubuh sering kali berkaitan dengan produksi rennin yang berlebihan. Kelebihan
aktivitas simpatis juga dapat berperan.
c. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air akibat
hilangnya nefron. Namun demikian, beberapa pasien tetap mempertahankan
sebagian filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus sehingga mengekskresi urin
yang sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrasi.

d. Kelainan kulit
12

Gatal merupakan keluhan kulit yang paling sering terjadi (urea frost). Keluhan ini
dapat timbul karena deposit kalium fosfat pada jaringan. Bekuan uremik
merupakan presipitat kristal ureum yang timbul akibat adanya uremia berat. Efek
dari keadaan tersebut mengkibatkan timbulnya pigmentasi.
e. Kelainan gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat,namun ulkus peptikum tidak lebih sering
terjadi pada pasien Penyakit ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun
demikian, gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi.

f. Lipid
Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia, akibat penurunan
katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang menjalani
dialysis peritoneal dari pada pasien yang menjalani haemodialisis, mungkin akibat
hilangnya protein plasma regulator seperti Alipoprotein A-1 di sepanjang
membran peritoneal.
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis penyakit jantung kongestif (PJK) pada penyakit ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien Penyakit ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kePenyakitan faal jantung.

13

DAFTAR PUSTAKA

Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi 13.
Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.
Lubis, H.R. Pengenalan dan penangggulangan gagal ginjal kronik. Dalam H.R. Lubis &
M.Y. Nasution (Eds.). Simposium pengenalan dan penanggulangan gagal ginjal
kronik. 1991.
Rahardjo, J.P. Strategi terapi gagal ginjal kronik. Dalam S. Waspadji, R.A. Gani, S.
Setiati & I. Alwi (Eds.). Bunga rampai ilmu penyakit dalam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 1996.
Skorecki K, Green J, Brenner B M. Chronic kidney disease in Harrisons principles of
internal medicine 17th ed. USA: McGraw-Hill. 2007. pp. 1858-69
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. pp. 581584.

14

Anda mungkin juga menyukai