Anda di halaman 1dari 16

PTERIGIUM (PTERYGIUM)

Tentang: Artikel Kedokteran

Pterigium (pterygium) adalah kelainan pada


konjungtiva bulbi, pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif.
Pertumbuhan ini biasanya terdapat pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal
konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di
bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka
bagian pterigium akan berwarna merah. Pterigium sering mengenai kedua mata.1,2,3,4,5,6
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya. Di
daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk daerah di atas 40o lintang
utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36o. Hubungan ini terjadi untuk tempattempat yang prevalensinya meningkat dan daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran
ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini.7
Pterigium relatif jarang di Eropa. Kebanyakan pasien berasal dari daerah dengan garis lintang
30-35 dari kedua sisi equator. Distribusi geografis ini mengindikasikan bahwa sinar UV
merupakan faktor risiko yang penting.8
Pterigium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan
wanita. Jarang sekali orang menderita pterigium umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien
umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang berumur
20-40 tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterigium yang paling tinggi.7
ANATOMI
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung
kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama
kornea.1,9

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :1


1.Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
2.Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
3.Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva
bulbi.
Konjungtiva bulbi dan konjungtiva forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya, sehingga bola mata mudah bergerak.1
ETIOPATOFISIOLOGI
Etiologi belum diketahui pasti. Teori yang dikemukakan :4,5,6,7,10
1. Paparan sinar matahari (UV)
Paparan sinar matahari merupakan faktor yang penting dalam perkembangan terjadinya
pterigium. Hal ini menjelaskan mengapa insidennya sangat tinggi pada populasi yang berada
pada daerah dekat equator dan pada orang orang yang menghabiskan banyak waktu di
lapangan.
2. Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin, debu)
Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah alergen, bahan kimia
berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu, polutan).
UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem sel limbal. Tanpa
apoptosis, transforming growth factor-beta over produksi dan memicu terjadinya peningkatan
kolagenasi, migrasi seluler, dan angiogenesis. Selanjutnya perubahan patologis yang terjadi
adalah degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskuler subepitelial. Kornea
menunjukkan destruksi membran Bowman akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler.
GEJALA KLINIS
Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif, gatal,
merah, sensasi benda asing dan mungkin menimbulkan astigmat atau obstruksi aksis visual yang
akan memberikan keluhan gangguan penglihatan.1,7,5,10,11
Berdasarkan luas perkembangannya diklasifikasikan menjadi:4
Stadium I : pterigium belum mencapai limbus
Stadium II : sudah mencapai atau melewati limbus tapi belum mencapai
daerah pupil
Stadium III : sudah mencapai daerah pupil

Berdasarkan progresifitas tumbuhnya :4


1.Stasioner : relatif tidak berkembang lagi (tipis, pucat, atrofi)
2.Progresif : berkembang lebih besar dalam waktu singkat
PENATALAKSANAAN
Karena munculnya pterigium akibat paparan lingkungan, penatalaksanaan kasus dengan tanpa
gejala atau iritatif yang sedang dengan kacamata anti UV dan pemberian air mata buatan/topical
lubricating drops. Pasien disarankan untuk menghindari daerah yang berasap atau berdebu.
Pterigium dengan inflamasi atau iritasi diobati dengan kombinasi dekongestan/antihistamin
(seperti Naphcon-A) dan/atau kortikosteroid topikal potensi sedang (seperti FML, Vexol) 4 kali
sehari pada mata yang terkena.7,12
Indikasi operasi eksisi pterigium yaitu karena masalah kosmetik dan atau adanya gangguan
penglihatan, pertumbuhan pterigium yang signifikan (> 3-4 mm), pergerakan bola mata yang
terganggu/terbatas, dan bersifat progresif dari pusat kornea/aksis visual.6,7,12
Operasi mikro eksisi pterigium bertujuan mencapai keadaan yang anatomis, secara topografi
membuat permukaan okuler rata. Teknik operasi yang umum dilakukan adalah menghilangkan
pterigium menggunakan pisau tipis dengan diseksi yang rata menuju limbus. Meskipun teknik ini
lebih disukai dilakukan diseksi ke bawah bare sclera pada limbus, akan tetapi tidak perlu diseksi
eksesif jaringan Tenon, karena kadang menimbulkan perdarahan akibat trauma terhadap jaringan
otot. Setelah eksisi, biasanya dilakukan kauter untuk hemostasis sclera. Beberapa teknik operasi
antara lain :
-Bare Sclera : tidak ada jahitan atau menggunakan benang absorbable untuk melekatkan
konjungtiva pada sklera superfisial di depan insersi tendon rektus, meninggalkan area sklera
yang terbuka. (teknik ini menghasilkan tingkat rekurensi 40% - 50%).
-Simple Closure : tepi bebas dari konjungtiva dilindungi (efektif jika defek konjungtiva sangat
kecil)
-Sliding flap : insisi L-shaped dilakukan pada luka sehingga flap konjungtiva langsung menutup
luka tersebut.
-Rotational flap : insisi U-shaped dibuat membuat ujung konjungtiva berotasi pada luka.
-Conjunctival graft: graft bebas, biasanya dari konjungtiva bulbar superior dieksisi sesuai ukuran
luka dan dipindahkan kemudian dijahit. 6

DIAGNOSIS BANDING 4,5,7


-Pinguekula
Merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva.1
-Pseudopterigium
Merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering terjadi pada proses
penyembuhan tukak kornea.1
KOMPLIKASI
Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut:7
-Gangguan penglihatan
-Kemerahan
-Iritasi
-Gangguan pergerakan bola mata.
PROGNOSIS
Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur yang baik dapat
ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari post operasi pasien akan merasa tidak
nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa memulai aktivitasnya.
Bagaimanapun juga, pada beberapa kasus terdapat rekurensi dan risiko ini biasanya karena
pasien yang terus terpapar radiasi sinar matahari, juga beratnya atau derajat pterigium. Pasien
dengan pterygium yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan grafting. 7,12
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S. Pterigium. In : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004.
p. 116-7
2. Anonim. Pterygium (Conjunctiva). [online] 2009 [cited 2009 July 5th]. Available from:
http://en.wikipedia.org/wiki/Pterygium_(conjunctiva)
3. Pope, DB. Pterygium and Pinguecula. [online] 2009 [cited 2009 July 5th]. Available from:
http://eyenet.org
4. Tim Pengajar Oftamologi FKUH. Pterigium. Makassar: FKUH. 2005
5. The College Of Optometrists. Pterygium. [online] 2009 [cited 2009 July 5th]. Available from:
http://www.med-support.org.uk/IntegratedCRD.../Pterygium%20FINAL.pdf
6. Lisegang JL, Scuta GL, Cantor LB, editors. External Disease and Cornea. In: Basic and

Clinical Science Course. American Academy of Ophthalmology. The Eye M.D. Association.
2003-2004
7. Fisher, J. Pterygium. [online] 2009 [cited 2009 July 5th]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
8. Garbaulet A., Limbergen EV. Pterygium. [online] 2009 [cited 2009 July 5th]. Available from:
http://www.estro-education.org/publications/Documents/TB%20%2034%200508
2002%20Pterygium%20Print_proc.pdf
9. Nemeth SC and Shea C. Conjuctiva, Episclera, and Sclera. [online] 2009 [cited 2009 July 7th].
Available from: http://www.slackbooks.com/excerpts/67921/67921.asp
10. Anonim. Pterygium. [online] 2009 [cited 2009 July 5th]. Available from:
http://www.revoptom.com/HANDBOOK/sect2i.htm
11. Olver J and Cassidy L, Editors. More on the Red Eye. In : Ophthalmology at a Glance.
Massachusetts : Blackwell Science Ltd. 2005. p. 34-5
12. Anonim. Pterygium. [online] 2009 [cited 2009 July 5th]. Available from:
http://www.chadrostron.co.uk/Cornea/Assets/Pterygium.pdf

Definisi
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau
konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea.
Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya
akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa
menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil
maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium merupakan massa ocular
eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering kali terbentuk diatas
konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea. Pterygia ini bisa sangat
bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai yang besar
sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa merusakkan
topografi kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi
pusat optik dari kornea.2,5
Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi
merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses
cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada
kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya

penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari dokter mata akan menentukan tindakan
medis yang maksimal dari setiap kasus, tergantung dari banyaknya pembesaran
pterygium. Dokter juga akan memastikan bahwa tidak ada efek samping dari pengobatan
dan perawatan yang diberikan.
2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kasus pterygium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk
daerah di atas 400 lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 280-360.
Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya meningkat dan daerahdaerah elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang
utara ini.
Di dunia, hubungan antara menurunnya insidensi pada daerah atas lintang utara
dan relative terjadi peningkatan untuk daerah di bawah garis balik lintang utara.
3. Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi visual
atau penglihatan bila kasusnya telah lanjut. Mata ini bisa menjadi inflamasi sehingga
menyebabkan irritasi okuler dan mata merah.
Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :

Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak

dibandingkan wanita.

Umur

Jarang sekali orang menderita pterygia umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien
umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang
berumur 20-40 tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterygia yang paling tinggi.
Pasien yang menderita pterygia sering mempunyai berbagai macam keluhan, yang
mulai dari tidak ada gejala yang berarti sampai mata menjadi merah sekali,
pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan kabur disertai dengan jejas pada
konjungtiva yang membesar dan kedua mata terserang penyakit ini.
4. Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan suatu
neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka yang
banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik matahari.
Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak terkena sinar
matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab paling umum
adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata.
Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas) yang mengenai konjungtiva
bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain
seperti zat allegen, kimia dan zat pengiritasi lainnya. Pterigium Sering ditemukan pada
petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang
menyerang anak-anak.
5. Patofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi
kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat
dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan
elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak
bisa dihancurkan oleh elastase.

Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang


berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada daerah
ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai
jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea
serta merusak membran bauman dan stoma kornea bagian atas.
6. Manifestasi Klinis
Mata irritatatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmatisme
Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone Optic)
Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis besi
yang terletak di ujung pteregium.
7. Klasifikasi dan Grade
- Klasifikasi Pterygium:
1. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.
2. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal.
- Grade pada Pterygium :

Grade 1

Grade 2

tipis (pembuluh darah konjungtiva yang menebal dan konjungtiva sklera masih
dapat dibedakan), pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.

pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.

Grade

resiko kambuh, ngganjel, hiperemis, pada orang muda (20-30 tahun), mudah
kambuh.

8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari pterygium adalah pseudopterygium, pannus dan kista dermoid.
9. Diagnosis
- Pemeriksaan Fisik
Pterygium bisa berupa berbagai macam perubahan fibrofaskular pada permukaan
konjungtiva dan pada kornea. Penyakit ini lebih sering menyerang pada konjungtiva nasal
dan akan meluas ke kornea nasal meskipun bersifat sementara dan juga pada lokasi yang
lain.
Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 katagori umum, sebagai berikut :
1. Kelompok kesatu pasien yang mengalami pterygium berupa ploriferasi minimal

dan penyakitnya lebih bersifat atrofi. Pterygium pada kelompok ini cenderung
lebih pipih dan pertumbuhannya lambat mempunyai insidensi yang lebih rendah
untuk kambuh setelah dilakukan eksisi.
2. Pada kelompok kedua pterygium mempunyai riwayat penyakit tumbuh cepat dan

terdapat komponen elevasi jaringan fibrovaskular. Ptrerygium dalam grup ini


mempunyai perkembangan klinis yang lebih cepat dan tingkat kekambuhan yang
lebih tinggi untuk setelah dilakukan eksisi.

10. Faktor Resiko


Yang pasti belum di ketahui dengan jelas, namun banyak di jumpai di daerah
pantai sehingga kemungkinan pencetusnya adalah adanya rangsangan dari udara panas,
juga bagi orang yang sering berkendara motor tapa helm penutup atau kacamata
pelindung, sehingga adanya rangsangan debu jalanan yang kotor bisa mengakibatkan
timbunan lemak tersebut. Secara umum faktor resiko pterygium meliputi:

Meningkatnya terkena sinar ultraviolet, termasuk tinggal di daerah yang beriklim


subtropis dan tropis. Melakukan pekerjaan dan memerlukan kegiatan di luar rumah.

Faktor predisposisi genetika timbulnya pterygia cenderung pada keluarga tertentu.


Kecenderungan laki-laki mengalami kasus ini lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan, meskipun disini hasil temuan demikian ini lebih banyak disebabkan oleh
peningkatan terkena sinar ultraviolet dalam kelompok populasi tertentu.
Gangguan yang lain yang mungkin ikut berperan yaitu berupa Pseudopterygia
(misalnya disebabkan oleh bahan kimia atau luka bakar, trauma, penyakit kornea
marginal). Neoplasma (misalnya karsinoma in situ yang menyebabkan konjungtiva
perilimbal yang tidak meluas sampai ke kornea).
11. Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila
pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan.
Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila
terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterygium yang
telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering
dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan bila
perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan
dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor maka perlu kontrol 2 minggu dan bila
terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.
- Tindakan Operatif
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan bila
pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat tumbuh menutupi seluruh
permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk mengangkat
pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi penglihatan atau secara tetap
meradang dan teriritasi. Paska operasi biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti
penggunaan sinar radiasi B atau terapi lainnya.

Jenis Operasi pada Pterygium antara lain :


1 Bare Sklera
Pterygium diambil, lalu dibiarkan, tidak diapa-apakan. Tidak dilakukan untuk
pterygium progresif karena dapat terjadi granuloma granuloma diambil kemudian
digraph dari amnion.
2 Subkonjungtiva
Pterygium setelah diambil kemudian sisanya dimasukkan/disisipkan di bawah
konjungtiva bulbi jika residif tidak masuk kornea.
3 Graf
Pterygium setelah diambil lalu di-graf dari amnion/selaput mukosa mulut/konjungtiva
forniks.
Tindakan pembedahan untuk eksisi pterygium biasanya bisa dilakukan pada pasien
rawat jalan dengan menggunakan anastesi topikal ataupun lokal, bila diperlukan dengan
memakai sedasi. Perawatan pasca operasi, mata pasien biasanya merekat pada malam
hari, dan dirawat memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotika atau antiinflamasi.
- Kategori Terapi Medikamentosa

Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata) untuk
membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata.

Nama obat

Merupakan obat tetes mata topikal


atau air mata artifisial (air mata
penyegar, Gen Teal (OTC)air
mata artifisial akan memberikan
pelumasan pada permukaan mata
pada pasien dengan permukaan
kornea yang tak teratur dan lapisan
permukaan air mata yang tak
teratur. Keadaan ini banyak terjadi
pada keadaan pterygium.

Dosis dewasa
Dosis anak-anak
Kontra indikasi
Interaksi
Untuk ibu hamil
Perhatian

1 gtt empat kali sehari dan prn


untuk irritasi
Berikan seperti pada orang dewasa
Bisa menyebabkan hipersensitivitas
Tak ada (tak pernah dilaporkan ada
interaksi )
Derajat keamanan A untuk ibu
hamil
Bila gejala masih ada dan terus
berlanjut pemakaiannya

b. Salep untuk pelumas topikal suatu pelumas yang lebih kental pada permukaan okular
Nama obat

Dosis obatnya
Dosis anak-anak
Kontra indikasi
Interaksi
Untuk ibu hamil
Perhatian

Salep untuk pelumas mata topikal


(hypotears,P.M penyegar (OTC).
Suatu pelumas yang lebih kental
untuk permukaan mata. Sediaan ini
cenderung menyebabkan kaburnya
penglihatan sementara; oleh karena
itu bahan ini sering dipergunakan
pada malam hari.
Pergunakan pada cul de sac inferior
pada mata yang terserang. Hs
Sama dengan dewasa
Bisa
menyebabkan
hipersensitivitas
Tidak ada

terjadinya

Tingkat keamanan A untuk ibu


hamil
Karena
menyebabkan
kabur
penglihatan sementara dan harus
menghindari
aktivitas
yang
memerlukan penglihatan jelas
sampai kaburnya hilang.

c. Obat tetes mata anti inflamasi untuk mengurangi inflamasi pada permukaan mata dan
jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan sangat membantu dalam

penatalaksanaan pterygium yang inflamasi dengan mengurangi pembengkakan jaringan


yang inflamasi pada permukaan okular di dekat jejasnya.
Nama obat

Dosis dewasa

Dosis anak-anak

Kontra indikasi

Interaksi
Kehamilan

Perhatian

Prednisolon asetat (Pred Forte


1%)

suatu
suspensi
kortikosteroid
topikal
yang
dipergunakan untuk mengu-rangi
inflamasi mata. Pemakaian obat
ini harus dibatasi untuk mata
dengan inflamasi yang sudah
berat yang tak bisa disembuhkan
dengan pelumas topikal lain.
1 gtt empat kali sehari pada mata
yang terserang, biasanya hanya 12 minggu dengan terapi yang
terus menerus.
Tidak boleh dipergunakan untuk
anak-anak oleh karena kasus
pterygia sangat jarang pada anakanak
Pasien dengan riwayat kasus
herpes simpleks keratitis dentritis
atau glaukoma steroid yang
responsif.
Tak ada laporan interaksi
Tingkat keamanan B, biasanya
aman akan tetapi kegunaannya
harus di perhitungkan dengan
resiko yang di akibatkan
Bisa diserap secara sistemik akan
tetapi efek samping sistemik
biasanya tak diketemukan pada
pasien yang mempergunakan
obat tetes mataprednisolon asetat
topikal , yang bisa diekskresi
pada ASI yang sedang menyusui.

- Perawatan Lanjut pada Pasien Rawat Jalan

Sesudah operasi, eksisi pterygium, steroid topikal pemberiannya lebih di


tingkatkan secara perlahan-lahan. Pasien pada steroid topikal perlu untuk diamati, untuk
menghindari permasalahan tekanan intraocular dan katarak.
- Pencegahan Kekambuhan Pterygium
Secara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk mengurangi resiko
berkembangnya pterygia pada individu yang mempunyai resiko lebih tinggi. Pasien di
sarankan untuk menggunakan topi yang memiliki pinggiran, sebagai tambahan terhadap
radiasi ultraviolet sebaiknya menggunakan kacamata pelindung dari cahaya matahari.
Tindakan pencegahan ini bahkan lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah
subtropis atau tropis, atau pada pasien yang memiliki aktifitas di luar, dengan suatu resiko
tinggi terhadap cahaya ultraviolet (misalnya, memancing, ski, berkebun, pekerja
bangunan). Untuk mencegah berulangnya pterigium, sebaiknya para pekerja lapangan
menggunakan kacamata atau topi pelindung.
12. Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:

Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan

Kemerahan

Iritasi

Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea


Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan memberi

kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus umumnya
menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum dilakukan
pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan focal
kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:

Infeksi

Reaksi material jahitan

Diplopia

Conjungtival graft dehiscence

Corneal scarring

Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan vitreous,
atau retinal detachment.
Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada pterygium

adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat memiliki
tingkat kesulitan untuk mengatur.
13. Prognosis
Eksisi pada pterygia pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur baik
saat dipahami oleh pasien dan pada awal operasi pasien akan merasa terganggu setelah 48
jam pasca perawatan pasien bisa memulai aktivitasnya. Pasien dengan pterygia yang
kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan pencangkokan, kedua-duanya
dengan konjungtival limbal autografts atau selaput amniotic, pada pasien yang telah
ditentukan. Pasien yang ada memiliki resiko tinggi pengembangan pterygia atau karena di
perluas ekspose radiasi sinar ultraviolet, perlu untuk dididik penggunaan kacamata dan
mengurangi ekspose mata dengan ultraviolet.

Daftar Pustaka
1. Junqueira, L Carlos. 1998. Histologi Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

2. Coroneo MT, Di Girolamo N, Wakefield D: The Pathogenesis of Pterygium. Curr

Opin Ophthalmol 1999 Aug; 10(4): 282-8 [Medline].


3. Whitcher J.P., Pterygium, 2007, http://www.emedicine.com/EMERG/topic284.htm
4. Ferrer F.J.G., Schwab I.R., Shetlar D.J., 2000. Vaughan & Asburys General

Ophthalmology (16th edition), Mc Graw-Hill Companies, Inc., United States


5. Ilyas S., 2005, Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia
6. Misbach J., 1999. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi.

Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


7. Hartono, 2005. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. Jogjakarta. Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai