Clinical Science Course. American Academy of Ophthalmology. The Eye M.D. Association.
2003-2004
7. Fisher, J. Pterygium. [online] 2009 [cited 2009 July 5th]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
8. Garbaulet A., Limbergen EV. Pterygium. [online] 2009 [cited 2009 July 5th]. Available from:
http://www.estro-education.org/publications/Documents/TB%20%2034%200508
2002%20Pterygium%20Print_proc.pdf
9. Nemeth SC and Shea C. Conjuctiva, Episclera, and Sclera. [online] 2009 [cited 2009 July 7th].
Available from: http://www.slackbooks.com/excerpts/67921/67921.asp
10. Anonim. Pterygium. [online] 2009 [cited 2009 July 5th]. Available from:
http://www.revoptom.com/HANDBOOK/sect2i.htm
11. Olver J and Cassidy L, Editors. More on the Red Eye. In : Ophthalmology at a Glance.
Massachusetts : Blackwell Science Ltd. 2005. p. 34-5
12. Anonim. Pterygium. [online] 2009 [cited 2009 July 5th]. Available from:
http://www.chadrostron.co.uk/Cornea/Assets/Pterygium.pdf
Definisi
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau
konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea.
Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya
akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa
menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil
maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium merupakan massa ocular
eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering kali terbentuk diatas
konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea. Pterygia ini bisa sangat
bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai yang besar
sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa merusakkan
topografi kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi
pusat optik dari kornea.2,5
Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi
merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses
cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada
kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya
penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari dokter mata akan menentukan tindakan
medis yang maksimal dari setiap kasus, tergantung dari banyaknya pembesaran
pterygium. Dokter juga akan memastikan bahwa tidak ada efek samping dari pengobatan
dan perawatan yang diberikan.
2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kasus pterygium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk
daerah di atas 400 lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 280-360.
Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya meningkat dan daerahdaerah elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang
utara ini.
Di dunia, hubungan antara menurunnya insidensi pada daerah atas lintang utara
dan relative terjadi peningkatan untuk daerah di bawah garis balik lintang utara.
3. Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi visual
atau penglihatan bila kasusnya telah lanjut. Mata ini bisa menjadi inflamasi sehingga
menyebabkan irritasi okuler dan mata merah.
Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :
Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita.
Umur
Jarang sekali orang menderita pterygia umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien
umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang
berumur 20-40 tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterygia yang paling tinggi.
Pasien yang menderita pterygia sering mempunyai berbagai macam keluhan, yang
mulai dari tidak ada gejala yang berarti sampai mata menjadi merah sekali,
pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan kabur disertai dengan jejas pada
konjungtiva yang membesar dan kedua mata terserang penyakit ini.
4. Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan suatu
neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka yang
banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik matahari.
Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak terkena sinar
matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab paling umum
adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata.
Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas) yang mengenai konjungtiva
bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain
seperti zat allegen, kimia dan zat pengiritasi lainnya. Pterigium Sering ditemukan pada
petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang
menyerang anak-anak.
5. Patofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi
kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat
dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan
elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak
bisa dihancurkan oleh elastase.
Grade 1
Grade 2
tipis (pembuluh darah konjungtiva yang menebal dan konjungtiva sklera masih
dapat dibedakan), pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
Grade
resiko kambuh, ngganjel, hiperemis, pada orang muda (20-30 tahun), mudah
kambuh.
8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari pterygium adalah pseudopterygium, pannus dan kista dermoid.
9. Diagnosis
- Pemeriksaan Fisik
Pterygium bisa berupa berbagai macam perubahan fibrofaskular pada permukaan
konjungtiva dan pada kornea. Penyakit ini lebih sering menyerang pada konjungtiva nasal
dan akan meluas ke kornea nasal meskipun bersifat sementara dan juga pada lokasi yang
lain.
Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 katagori umum, sebagai berikut :
1. Kelompok kesatu pasien yang mengalami pterygium berupa ploriferasi minimal
dan penyakitnya lebih bersifat atrofi. Pterygium pada kelompok ini cenderung
lebih pipih dan pertumbuhannya lambat mempunyai insidensi yang lebih rendah
untuk kambuh setelah dilakukan eksisi.
2. Pada kelompok kedua pterygium mempunyai riwayat penyakit tumbuh cepat dan
Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata) untuk
membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata.
Nama obat
Dosis dewasa
Dosis anak-anak
Kontra indikasi
Interaksi
Untuk ibu hamil
Perhatian
b. Salep untuk pelumas topikal suatu pelumas yang lebih kental pada permukaan okular
Nama obat
Dosis obatnya
Dosis anak-anak
Kontra indikasi
Interaksi
Untuk ibu hamil
Perhatian
terjadinya
c. Obat tetes mata anti inflamasi untuk mengurangi inflamasi pada permukaan mata dan
jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan sangat membantu dalam
Dosis dewasa
Dosis anak-anak
Kontra indikasi
Interaksi
Kehamilan
Perhatian
suatu
suspensi
kortikosteroid
topikal
yang
dipergunakan untuk mengu-rangi
inflamasi mata. Pemakaian obat
ini harus dibatasi untuk mata
dengan inflamasi yang sudah
berat yang tak bisa disembuhkan
dengan pelumas topikal lain.
1 gtt empat kali sehari pada mata
yang terserang, biasanya hanya 12 minggu dengan terapi yang
terus menerus.
Tidak boleh dipergunakan untuk
anak-anak oleh karena kasus
pterygia sangat jarang pada anakanak
Pasien dengan riwayat kasus
herpes simpleks keratitis dentritis
atau glaukoma steroid yang
responsif.
Tak ada laporan interaksi
Tingkat keamanan B, biasanya
aman akan tetapi kegunaannya
harus di perhitungkan dengan
resiko yang di akibatkan
Bisa diserap secara sistemik akan
tetapi efek samping sistemik
biasanya tak diketemukan pada
pasien yang mempergunakan
obat tetes mataprednisolon asetat
topikal , yang bisa diekskresi
pada ASI yang sedang menyusui.
Kemerahan
Iritasi
kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus umumnya
menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum dilakukan
pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan focal
kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
Infeksi
Diplopia
Corneal scarring
Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan vitreous,
atau retinal detachment.
Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada pterygium
adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat memiliki
tingkat kesulitan untuk mengatur.
13. Prognosis
Eksisi pada pterygia pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur baik
saat dipahami oleh pasien dan pada awal operasi pasien akan merasa terganggu setelah 48
jam pasca perawatan pasien bisa memulai aktivitasnya. Pasien dengan pterygia yang
kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan pencangkokan, kedua-duanya
dengan konjungtival limbal autografts atau selaput amniotic, pada pasien yang telah
ditentukan. Pasien yang ada memiliki resiko tinggi pengembangan pterygia atau karena di
perluas ekspose radiasi sinar ultraviolet, perlu untuk dididik penggunaan kacamata dan
mengurangi ekspose mata dengan ultraviolet.
Daftar Pustaka
1. Junqueira, L Carlos. 1998. Histologi Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Universitas Indonesia
6. Misbach J., 1999. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi.