Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

PTERIGIUM

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau
konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea.
Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena
biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea,
sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai
menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium merupakan
massa ocular eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering kali terbentuk
diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea. Pterygia ini bisa
sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai
yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa
merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala
bisa menutupi pusat optik dari kornea.
Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata,
menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu
proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi,
namun pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan
menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari dokter mata
akan menentukan tindakan medis yang maksimal dari setiap kasus, tergantung dari
banyaknya pembesaran pterygium. Dokter juga akan memastikan bahwa tidak ada efek
samping dari pengobatan dan perawatan yang diberikan.

Pterygium

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB ) III PROFESI NERS STIK AVICENNA KENDARI 2014-2015 1
2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kasus pterygium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2%
untuk daerah di atas 400 lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 280-
360. Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya meningkat dan
daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis
lintang utara ini. Di dunia, hubungan antara menurunnya insidensi pada daerah atas
lintang utara dan relative terjadi peningkatan untuk daerah di bawah garis balik lintang
utara.
3. Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi
visual atau penglihatan bila kasusnya telah lanjut. Mata ini bisa menjadi inflamasi
sehingga menyebabkan irritasi okuler dan mata merah.
Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :
a. Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih
banyak dibandingkan wanita.
b. Umur
Jarang sekali orang menderita pterygia umurnya di bawah 20 tahun. Untuk
pasien umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan
pasien yang berumur 20-40 tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterygia yang
paling tinggi.
Pasien yang menderita pterygia sering mempunyai berbagai macam keluhan,
yang mulai dari tidak ada gejala yang berarti sampai mata menjadi merah sekali,
pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan kabur disertai dengan jejas
pada konjungtiva yang membesar dan kedua mata terserang penyakit ini.
4. Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan
suatu neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka
yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik
matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak
terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab
paling umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang
diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas) yang
mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula
dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia dan zat pengiritasi lainnya.

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB ) III PROFESI NERS STIK AVICENNA KENDARI 2014-2015 2
Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di
dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak.
5. Patofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi
kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat
dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan
elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini
tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang
berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada
daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang
berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini
menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea bagian
atas.
6. Manifestasi Klinis
a. Mata irritatatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmatisme
b. Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone
Optic)
c. Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis
besi yang terletak di ujung pteregium.
7. Klasifikasi dan Grade
a. Klasifikasi Pterygium:
1) Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.
2) Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal.
b. Grade pada Pterygium :
1) Grade 1 : tipis (pembuluh darah konjungtiva yang menebal dan konjungtiva
sklera masih dapat dibedakan), pembuluh darah sklera masih
dapat dilihat.
2) Grade 2 : pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
3) Grade 3 : resiko kambuh, ngganjel, hiperemis, pada orang muda (20-30
tahun), mudah kambuh.
8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari pterygium adalah pseudopterygium, pannus dan kista
dermoid.

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB ) III PROFESI NERS STIK AVICENNA KENDARI 2014-2015 3
9. Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Pterygium bisa berupa berbagai macam perubahan fibrofaskular pada
permukaan konjungtiva dan pada kornea. Penyakit ini lebih sering menyerang pada
konjungtiva nasal dan akan meluas ke kornea nasal meskipun bersifat sementara
dan juga pada lokasi yang lain.
Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 katagori umum, sebagai berikut :
1) Kelompok kesatu pasien yang mengalami pterygium berupa ploriferasi
minimal dan penyakitnya lebih bersifat atrofi. Pterygium pada kelompok ini
cenderung lebih pipih dan pertumbuhannya lambat mempunyai insidensi yang
lebih rendah untuk kambuh setelah dilakukan eksisi.
2) Pada kelompok kedua pterygium mempunyai riwayat penyakit tumbuh cepat
dan terdapat komponen elevasi jaringan fibrovaskular. Ptrerygium dalam grup
ini mempunyai perkembangan klinis yang lebih cepat dan tingkat kekambuhan
yang lebih tinggi untuk setelah dilakukan eksisi.
10. Faktor Resiko
Yang pasti belum di ketahui dengan jelas, namun banyak di jumpai di daerah
pantai sehingga kemungkinan pencetusnya adalah adanya rangsangan dari udara
panas, juga bagi orang yang sering berkendara motor tapa helm penutup atau kacamata
pelindung, sehingga adanya rangsangan debu jalanan yang kotor bisa mengakibatkan
timbunan lemak tersebut. Secara umum faktor resiko pterygium meliputi:
a. Meningkatnya terkena sinar ultraviolet, termasuk tinggal di daerah yang beriklim
subtropis dan tropis. Melakukan pekerjaan dan memerlukan kegiatan di luar
rumah.
b. Faktor predisposisi genetika timbulnya pterygia cenderung pada keluarga tertentu.
Kecenderungan laki-laki mengalami kasus ini lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan, meskipun disini hasil temuan demikian ini lebih banyak disebabkan
oleh peningkatan terkena sinar ultraviolet dalam kelompok populasi tertentu.
c. Gangguan yang lain yang mungkin ikut berperan yaitu berupa Pseudopterygia
(misalnya disebabkan oleh bahan kimia atau luka bakar, trauma, penyakit kornea
marginal). Neoplasma (misalnya karsinoma in situ yang menyebabkan konjungtiva
perilimbal yang tidak meluas sampai ke kornea).

11. Penatalaksanaan

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB ) III PROFESI NERS STIK AVICENNA KENDARI 2014-2015 4
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila
pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan.
Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan
bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau
pterygium yang telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering
dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan
bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan
dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor maka perlu kontrol 2 minggu dan bila
terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.
a. Tindakan Operatif
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan bila
pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat tumbuh menutupi
seluruh permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk
mengangkat pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi
penglihatan atau secara tetap meradang dan teriritasi. Paska operasi biasanya akan
diberikan terapi lanjut seperti penggunaan sinar radiasi B atau terapi lainnya.
Jenis Operasi pada Pterygium antara lain :
1) Bare Sklera
Pterygium diambil, lalu dibiarkan, tidak diapa-apakan. Tidak dilakukan
untuk pterygium progresif karena dapat terjadi granuloma → granuloma
diambil kemudian digraph dari amnion.
2) Subkonjungtiva
Pterygium setelah diambil kemudian sisanya dimasukkan/disisipkan di
bawah konjungtiva bulbi → jika residif tidak masuk kornea.
3) Graf
Pterygium setelah diambil lalu di-graf dari amnion/selaput mukosa
mulut/konjungtiva forniks.
Tindakan pembedahan untuk eksisi pterygium biasanya bisa dilakukan pada
pasien rawat jalan dengan menggunakan anastesi topikal ataupun lokal, bila
diperlukan dengan memakai sedasi. Perawatan pasca operasi, mata pasien biasanya
merekat pada malam hari, dan dirawat memakai obat tetes mata atau salep mata
antibiotika atau antiinflamasi
b. Kategori Terapi Medikamentosa

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB ) III PROFESI NERS STIK AVICENNA KENDARI 2014-2015 5
1) Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata) untuk
membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air
mata.
Nama obat Merupakan obat tetes mata topikal atau
air mata artifisial (air mata penyegar,
Gen Teal (OTC)—air mata artifisial
akan memberikan pelumasan pada
permukaan mata pada pasien dengan
permukaan kornea yang tak teratur dan
lapisan permukaan air mata yang tak
teratur. Keadaan ini banyak terjadi
pada keadaan pterygium.
Dosis dewasa 1 gtt empat kali sehari dan prn untuk
irritasi
Dosis anak-anak Berikan seperti pada orang dewasa

Kontra indikasi Bisa menyebabkan hipersensitivitas


Interaksi Tak ada (tak pernah dilaporkan ada
interaksi )
Untuk ibu hamil Derajat keamanan A untuk ibu hamil

Perhatian Bila gejala masih ada dan terus


berlanjut pemakaiannya

2) Salep untuk pelumas topikal – suatu pelumas yang lebih kental pada
permukaan okular
Nama obat Salep untuk pelumas mata topikal
(hypotears,P.M penyegar (OTC). Suatu
pelumas yang lebih kental untuk
permukaan mata. Sediaan ini
cenderung menyebabkan kaburnya
penglihatan sementara; oleh karena itu
bahan ini sering dipergunakan pada
malam hari.
Dosis obatnya Pergunakan pada cul de sac inferior
pada mata yang terserang. Hs

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB ) III PROFESI NERS STIK AVICENNA KENDARI 2014-2015 6
Dosis anak-anak Sama dengan dewasa

Kontra indikasi Bisa menyebabkan terjadinya


hipersensitivitas
Interaksi Tidak ada
Untuk ibu hamil Tingkat keamanan A untuk ibu hamil

Perhatian Karena menyebabkan kabur


penglihatan sementara dan harus
menghindari aktivitas yang
memerlukan penglihatan jelas sampai
kaburnya hilang.

3) Obat tetes mata anti – inflamasi – untuk mengurangi inflamasi pada permukaan
mata dan jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan sangat membantu
dalam penatalaksanaan pterygium yang inflamasi dengan mengurangi
pembengkakan jaringan yang inflamasi pada permukaan okular di dekat
jejasnya.

Nama obat Prednisolon asetat (Pred Forte 1%) –


suatu suspensi kortikosteroid topikal
yang dipergunakan untuk mengu-
rangi inflamasi mata. Pemakaian
obat ini harus dibatasi untuk mata
dengan inflamasi yang sudah berat
yang tak bisa disembuhkan dengan
pelumas topikal lain.
Dosis dewasa 1 gtt empat kali sehari pada mata
yang terserang, biasanya hanya 1- 2
minggu dengan terapi yang terus
menerus.
Dosis anak-anak Tidak boleh dipergunakan untuk
anak-anak oleh karena kasus
pterygia sangat jarang pada anak-
anak

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB ) III PROFESI NERS STIK AVICENNA KENDARI 2014-2015 7
Kontra indikasi Pasien dengan riwayat kasus herpes
simpleks keratitis dentritis atau
glaukoma steroid yang responsif.
Interaksi Tak ada laporan interaksi
Kehamilan Tingkat keamanan B, biasanya aman
akan tetapi kegunaannya harus di
perhitungkan dengan resiko yang di
akibatkan
Perhatian Bisa diserap secara sistemik akan
tetapi efek samping sistemik
biasanya tak diketemukan pada
pasien yang mempergunakan obat
tetes mataprednisolon asetat topikal ,
yang bisa diekskresi pada ASI yang
sedang menyusui.

c. Perawatan Lanjut pada Pasien Rawat Jalan


Sesudah operasi, eksisi pterygium, steroid topikal pemberiannya lebih di
tingkatkan secara perlahan-lahan. Pasien pada steroid topikal perlu untuk diamati,
untuk menghindari permasalahan tekanan intraocular dan katarak.
d. Pencegahan Kekambuhan Pterygium
Secara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk mengurangi
resiko berkembangnya pterygia pada individu yang mempunyai resiko lebih tinggi.
Pasien di sarankan untuk menggunakan topi yang memiliki pinggiran, sebagai
tambahan terhadap radiasi ultraviolet sebaiknya menggunakan kacamata pelindung
dari cahaya matahari. Tindakan pencegahan ini bahkan lebih penting untuk pasien
yang tinggal di daerah subtropis atau tropis, atau pada pasien yang memiliki
aktifitas di luar, dengan suatu resiko tinggi terhadap cahaya ultraviolet (misalnya,
memancing, ski, berkebun, pekerja bangunan). Untuk mencegah berulangnya
pterigium, sebaiknya para pekerja lapangan menggunakan kacamata atau topi
pelindung.

12. Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB ) III PROFESI NERS STIK AVICENNA KENDARI 2014-2015 8
a. Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
b. Kemerahan
c. Iritasi
d. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan
memberi kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus
umumnya menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum
dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat, terjadi
pengeringan focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
a. Infeksi
b. Reaksi material jahitan
c. Diplopia
d. Conjungtival graft dehiscence
e. Corneal scarring
f. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan vitreous,
atau retinal detachment.
Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada
pterygium adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini
dapat memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur.
13. Prognosis
Eksisi pada pterygia pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur baik
saat dipahami oleh pasien dan pada awal operasi pasien akan merasa terganggu setelah
48 jam pasca perawatan pasien bisa memulai aktivitasnya. Pasien dengan pterygia
yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan pencangkokan, kedua-
duanya dengan konjungtival limbal autografts atau selaput amniotic, pada pasien yang
telah ditentukan. Pasien yang ada memiliki resiko tinggi pengembangan pterygia atau
karena di perluas ekspose radiasi sinar ultraviolet, perlu untuk dididik penggunaan
kacamata dan mengurangi ekspose mata dengan ultraviolet.

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB ) III PROFESI NERS STIK AVICENNA KENDARI 2014-2015 9

Anda mungkin juga menyukai