Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pterigium adalah kelainan pada konjungtiva bulbi, pertumbuhan
fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif.
Pertumbuhan ini biasanya terdapat pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.
Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau
di daerah kornea. Hingga saat ini etiologi pasti pterigium masih belum
diketahui secara pasti. Beberapa faktor resiko pterigium antara lain adalah
paparan ultraviolet, mikro trauma kronis pada mata, infeksi mikroba atau
virus. Selain itu beberapa kondisi kekurangan fungsi lakrimal film baik
secara kuantitas maupun kualitas, konjungtivitis kronis dan defisiensi
vitamin A juga berpotensi timbulnya pterigium.
Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa etiologi pterigium
merupakan suatu fenomena iritatif akibat pengeringan dan lingkungan
dengan banyak angin karena sering terdapat pada orang yang sebagian
besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari,
berdebu dan berpasir. Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota
keluarga dengan pterigium dan berdasarkan penelitian menunjukkan
riwayat keluarga dengan pterigium, kemungkinan diturunkan autosom
dominan.
Pterigium bisa terjadi pada laki-laki dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita. Kejadian berulang lebih sering pada umur muda
daripada umur tua. Jarang sekali orang menderita pterigium umurnya di
bawah 20 tahun.
Terjadinya pterigium sangat berhubungan erat dengan paparan
sinar matahari, walaupun dapat pula disebabkan oleh udara yang kering,
inflamasi, dan paparan terhadap angin dan debu atau iritan yang lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Pterigium?

1
2. Bagaimana etiologi dari penyakit Pterigium?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit Pterigium?
4. Bagaimana pathway dari penyakit pterigium?
5. Bagaimana tanda dan gejala penyakit Pterigium?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk Pterigium?
7. Apa saja komplikasi pada penyakit Pterigium?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada Pterigium?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien penyakit
Pterigium?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi penyakit Pterigium
2. Untuk mengetahui etiologi penyakit Pterigium
3. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Pterigium
4. Untuk mengetahui pathway penyakit Pterigium
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit Pterigium
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Pterigium
7. Untuk mengetahui komplikasi pada penyakit Pterigium
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Pterigium
9. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit Pterigium

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir
atau konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di
arah kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak
kurang nyaman karena biasanya akan berkembang dan semakin membesar
dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa menjadi menutup kornea

2
dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil maka
penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium merupakan massa ocular
eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering kali terbentuk
diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea.
Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang
tidak begitu jelas sampai yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular
yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa merusakkan topografi kornea dan
dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat
optik dari kornea.
Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih
mata, menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan
bisa mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome.
Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila kelainan
ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita.
Evakuasi medis dari dokter mata akan menentukan tindakan medis yang
maksimal dari setiap kasus, tergantung dari banyaknya pembesaran
pterygium. Dokter juga akan memastikan bahwa tidak ada efek samping
dari pengobatan dan perawatan yang diberikan.

B. Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga
merupakan suatu neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium
banyak terjadi pada mereka yang banyak menghabiskan waktu di luar
rumah dan banyak terkena panas terik matahari. Faktor resiko terjadinya
pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak terkena sinar matahari,
daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab paling
umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang
diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara
panas) yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini.
Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen,
kimia dan zat pengiritasi lainnya. Pterigium Sering ditemukan pada petani,

3
nelayan dan orang-orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang
menyerang anak-anak.

C. Pathofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik
kolagen dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi
epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi
elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin.
Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi
bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa
dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang
berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik
dan pada daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi
stauma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih
darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta merusak membran
bauman dan stoma kornea bagian atas.

D. Pathway

4
E. Tanda Dan Gejala
Gejala klinis pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali. Beberapa keluhan yang sering dialami pasien seperti
mata sering berat dan tampak merah, merasa seperti ada benda asing,
dapat timbul astigmatisme akibat kornea tertarik, pada pterigium lanjut
stadium 3 dan 4 dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam
penglihatan menurun.
Tanda dan gejala lain seperti :
1. Mata irritatatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmatisme
2. Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke
kornea (Zone Optic)

5
3. Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat
kering) dan garis besi yang terletak di ujung pteregium.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Anamnesis
Menanyakan pasien tentang keluhan yang diderita, durasi keluhan,
faktor risiko seperti pekerjaan, paparan sinar matahari dan lain-lain.
2. Pemeriksaan fisik
Melihat kedua mata pasien untuk morfologi pterygium, serta
memeriksa visus pasien. Diagnosa dapat didirikan tanpa pemeriksaan
lanjut. &namnesa positif terhadap faktor risiko dan paparan serta
pemeriksaan fisik yang menunjang anamneses cukup untuk membuat
suatu diagnosa pterygium.
3. Pemeriksaan Slit Lamp
Jika perlu, dokter akan melakukan Pemeriksaan Slit Lamp untuk
memastikan bahwa lesi adalah pterygium dan untuk menyingkirkannya
dari diagnosa banding lain. Pemeriksaan slit lamp dilakukan dengan
menggunakan alat yang terdiri dari lensa pembesar dan lampu
sehingga pemeriksa dapat melihat bagian luar bola mata dengan
magnifikasi dan pantulan cahaya memungkinkan seluruh bagian luar
untuk terlihat dengan jelas.
G. Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
1. Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi
penglihatan dan memberi kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang
berada ditengah otot rektus umumnya menyebabkan diplopia pada pasien
dengan pterygium yang belum dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan
pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan focal kornea mata akan
tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
1. Infeksi

6
2. Reaksi material jahitan
3. Diplopia
4. Conjungtival graft dehiscence
5. Corneal scarring
6. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata
perdarahan vitreous, atau retinal detachment.
Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta
pada pterygium adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian
dari kasus ini dapat memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur.

H. Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang
masih muda. Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu
tetes mata dekongestan. Pengobatan pterygium adalah dengan sikap
konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan
akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterygium yang telah
menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan
udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang
berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat
delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila
diberi vasokontriktor maka perlu kontrol 2 minggu dan bila terdapat
perbaikkan maka pengobatan dihentikan.
1. Tindakan Operatif
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang
dilakukan bila pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium
dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk
mengangkat pterygium yang membesar ini apabila mengganggu
fungsi penglihatan atau secara tetap meradang dan teriritasi. Paska
operasi biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti penggunaan sinar
radiasi B atau terapi lainnya.

7
Jenis Operasi pada Pterygium antara lain :
a. Bare Sklera
Pterygium diambil, lalu dibiarkan, tidak diapa-apakan.
Tidak dilakukan untuk pterygium progresif karena dapat terjadi
granuloma → granuloma diambil kemudian digraph dari amnion.
b. Subkonjungtiva
Pterygium setelah diambil kemudian sisanya
dimasukkan/disisipkan di bawah konjungtiva bulbi → jika residif
tidak masuk kornea.
c. Graf
Pterygium setelah diambil lalu di-graf dari amnion/selaput
mukosa mulut/konjungtiva forniks.
Tindakan pembedahan untuk eksisi pterygium biasanya bisa
dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan anastesi
topikal ataupun lokal, bila diperlukan dengan memakai sedasi.
Perawatan pasca operasi, mata pasien biasanya merekat pada
malam hari, dan dirawat memakai obat tetes mata atau salep mata
antibiotika atau antiinflamasi.

2. Kategori Terapi Medikamentosa


a. Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi
mata) untuk membasahi permukaan okular dan untuk mengisi
kerusakan pada lapisan air mata.
b. Salep untuk pelumas topikal – suatu pelumas yang lebih kental
pada permukaan okular
c. Obat tetes mata anti – inflamasi – untuk mengurangi inflamasi pada
permukaan mata dan jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid
akan sangat membantu dalam penatalaksanaan pterygium yang
inflamasi dengan mengurangi pembengkakan jaringan yang
inflamasi pada permukaan okular di dekat jejasnya.
3. Perawatan Lanjut pada Pasien Rawat Jalan
Sesudah operasi, eksisi pterygium, steroid topikal pemberiannya lebih
di tingkatkan secara perlahan-lahan. Pasien pada steroid topikal perlu
untuk diamati, untuk menghindari permasalahan tekanan intraocular
dan katarak.
4. Pencegahan Kekambuhan Pterygium

8
Secara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk
mengurangi resiko berkembangnya pterygia pada individu yang
mempunyai resiko lebih tinggi. Pasien di sarankan untuk
menggunakan topi yang memiliki pinggiran, sebagai tambahan
terhadap radiasi ultraviolet sebaiknya menggunakan kacamata
pelindung dari cahaya matahari. Tindakan pencegahan ini bahkan
lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah subtropis atau
tropis, atau pada pasien yang memiliki aktifitas di luar, dengan suatu
resiko tinggi terhadap cahaya ultraviolet (misalnya, memancing, ski,
berkebun, pekerja bangunan). Untuk mencegah berulangnya
pterigium, sebaiknya para pekerja lapangan menggunakan kacamata
atau topi pelindung.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan pterygium adalah :
1. Identitas klien
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Suku bangsa
e. Pekerjaan
f. Pendidikan
g. Alamat
h. Tanggal MRS
i. Diagnosis
j. No.RM
2. Keluhan utama
Biasanya penderita mengeluhkan adanya benda asing pada
matanya, penglihatan kabur.
3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering
terjadi pada pasien dengan pterygium adalah penurunan ketajaman
penglihatan. Sejak kapan dirasakan, sudah berapa lama, gambaran

9
gejala apa yang dialami, apa yang memperburuk atau
memperingan, apa yang dilakukan untuk menyembuhkan gejala.
4. Riwayat penyakit dahulu
adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti
hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolik
lainnya yang memicu resiko pterygium.
5. Riwayat penyakit keluarga
ada atau tidak keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama
seperti pasien.
6. Data Bio - Psiko - Sosial – Spiritual
a. Aktifitas istirahat
gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan
aktifitas biasanya atau hobi yang berhubungan dengan
gangguan penglihatan.
b. Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan
penglihatan kabur atau tidak jelas.
c. Nyeri atau kenyamanan
gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan mata menjadi merah
sekali, pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan
kabur.
d. Rasa aman
Yang harus dikaji adalah kecemasan pasien akan penyakitnya
maupun tindakan operatif yang akan dijalaninya.
e. Pembelajaran atau pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( pterigium ) kaji
riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan
sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor
seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin
dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid
atautoksisitas fenotiazin.
7. Pola fungsional gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola sensori dan kognitif
f. Pola istirahat dan tidur
g. Pola konsep diri dan persepsi diri

10
h. Pola peran dan hubungan
i. Pola reproduksi dan seksual
j. Pola koping
k. Pola nilai dan kepercayaan

8. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital,
kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data fokus pada mata : adanya jaringan yang
tumbuh
abnormal pada mata biasanya tumbuh menuju ke kornea.

B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Perubahan rasa nyaman (sensasi benda asing) berhubungan dengan
adanya penebalan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler
3. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan
pengelihatan.
4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.
Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (Domain 12.
Kenyamanan, Kelas 1. Kenyamanan fisik, Kode Diagnosis 00132)
Nanda 2018-2020.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan port de entry sebagai akibat
diskontinuitas jaringan.
3. Perubahan dalam presepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan
luka Post Operasi.
4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan
pengelihatan.

C. Intervensi
Pre Operasi
1. Perubahan rasa nyaman (rasa kemeng, sensasi benda asing)
berhubungan dengan adanya penebalan konjungtifa bulbi yang
menjalar ke kornea.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pasien merasa nyaman, dan dapat memahami penjelasan
perawat.

11
b. Kriteria hasil :
1) Pasien merasa nyaman.
2) Pasien dapat rileks

Intervensi Rasional
1) Kaji dan dokumentasikan 1) Untuk mengetahui penyebab
keluhan pasien. penyakit pasien
2) Beri pemahaman kepada pasien 2) Agar pasien paham dan
tentang penyakitnya mengerti dengan penyakitnya
sehingga mampu menjalani
pengobatan sesuai saran dokter
3) Beri penjelasan kepada pasien 3) Untuk mengurangi pemaparan
mengenai tindakan yang dapat sunar ultraviolet maupun debu
membantu pasien agar merasa pada mata
lebih nyaman seperti5 memakai
kaca mata gelap pada siang hari,
beerusaha memperkecil
kemunginan kontak dengan
angin, asap, debu, dan sinar
matahari
4) Sarankan kepada pasien agar 4) Untuk mengetahui
segera berkonsultasi dengan perkembangan penyakit mata
dokter bila terjadi perubahan yang pasien alami.
yang signifikan pada matanya.

2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler


a. Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas
situasi individu, mengenal gangguan sensori dan
berkompensasi terhadap perubahan.
b. Kriteria hasil :
1) Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan.
2) Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam
lingkungan.
Intervensi Rasional

12
1) Tentukan ketajaman penglihatan, 1) Penemuan dan penanganan awal
kemudian catat apakah satu atau komplikasi dapat mengurangi
dua mata terlibat dan observasi resiko kerusakan lebih lanjut
tanda-tanda disorientasi
2) 3rientasikan klien tehadap 2) Meningkatkan keamanan
lingkungan mobilitas dalam lingkungan
3) Perhatikan tentang suram atau 3) Cahaya yang kuat menyebabkan
penglihatan kabur dan iritasi rasa tak nyaman setelah
mata, dimana dapat terjadi bila penggunaan tetes mata dilator
menggunakan tetes mata
4) Ingatkan klien menggunakan 4) Membantu penglihatan pasien
kacamata

3. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan


pengelihatan.
a. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
pasien tidak mengalami cedera.
b. Kriteria hasil : Pasien melaporkan tidak mengalami cedera
(jatuh, tergores, tertusuk, dsb)

Intervensi Rasional
1) Awasi pasien selama proses 1) Mencegah terjadinya risiko
pemeriksaan berlangsung cidera pada pasien.
2) Bimbing pasien berjalan selama 2) Agar pasien merasa aman dan
pemeriksaan bila pengelihatannya mencegah terjadinya cidera
sangat kabur. pada pasien.
3) Mersihkan jalan yang dilewati 3) Untuk menghindari risiko
pasien dan yakinkan ruangan cidera, dan lebih memperjelas
dalam keadaan terang. penglihatan pasien.
4) Libatkan keluarga dalam 4) Mencegah terjadinya cidera
pengawasan pasien sehari-hari pada pasien
5) Anjurkan untuk menjauhkan 5) Mencegah terjadinya cidera
Benda-benda yang berbahaya di pada pasien
sekitar lingkungan pasien

13
4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kecemasan pasien berkurang.
b. Kriteria hasil :
1) Pasien tidak cemas
2) Pasien tampak rileks
Intervensi Rasional
1) Kaji tingkat ansietas, derajat 1) Factor ini mempengaruhi
pengalaman nyeri/timbulnya persepsi pasien terhadap
gejala tiba-tiba dan pengetahuan ancaman diri, potensial siklus
kondisi saat ini ansietas, dan dapat
mempengaruhi upaya medic
untuk mengontrol TIO
2) Berikan informasi yang akurat 2) Menurunkan ansietas
dan jujur. Diskusikan sehubungan dengan
kemungkinan bahwa pengawasan ketidaktahuan/harapan yang
dan pengobatan dapat mencegah akan datang dan memberikan
kehilangan penglihatan tambahan. dasar fakta untuk membuat
pilihan informasi tentang
pengobatan
3) Dorong pasien untuk mengakui 3) Memberikan kesempatan untuk
masalah dan mengekspresikan pasien menerima situasi nyata,
perasaan mengklarifikasi salah konsepsi
dan pemecahan masalah
4) Jelaskan dengan jujur mengenai 4) Pasien mengerti tentang
prosedur tindakan operatif yang prosedur operasi sehingga
akan dijalaninya kecemasan pasien akan
berkurang
5) Identifikasi sumber/orang yang 5) Memberikan keyakinan bahwa
menolong pasien tidak sendiri dalam
menghadapi masalah

Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

14
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
nyeri pasien berkurang atau terkontrol
b. Kriteria hasil :
1) Pasien mengeluh tidak nyeri
2) Skala nyeri 0 dari skala 0-10 yang diberikan.

Intervensi Rasional
1) Lakukan pengkajian nyeri 1) Untuk mengetahui tingkat
komprehensif yang meliputi nyeri pasien
lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri
dan faktor pencetus
2) Ajarkan prinsip-prinsip 2) Untuk membantu pasien
manajemen nyeri mengurasi rasa nyeri
3) Kolaborasi dengan pasien, 3) Mengurangi nyeri pasien
orang terdekat dan tim secara nonfarmakologi
keseahatan lainnya untuk
memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurun nyeri nonfarmakologi
sesuai kebutuhan

2. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur (invasif)


bedah.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
tidak terjadi infeksi pada pasien.
b. Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien :
kalor, dolor, rubor, tumor, fungsiolaesa.
Intervensi Rasional
1) Kaji karakteristik luka, 1) Mengetahui keadaan umum
pantaumadanya tanda infeksi luka dan mengidentifikasi
(rubor, kalor, dolor, tumor, dan adanya tanda-tanda infeksi
fungsiolaesa)

15
2) Gunakan tehnik aseptik dalam 2) Untuk mencegah terjadinya
perawatan post operatif kontaminasi terhadap mikroba
3) Beri tahu klien tentang 3) Mencegah terjadinya infeksi.
pentingnya kebersihan dan Bila tangan yang menyentuh
cara mencuci tangan yang daerah mata kotor maka akan
baik. Aaitu cuci tangan mempermudah jalan
dibawah air mengalir dan masuknya mikrooorganisme
gunakan 6 langkah cuci tangan pathogen ke dalam luka
yang baik dan benar.
Informasikan untuk melakukan
cuci tangan yg benar sebalum
dan sesudah menyentuh daerah
mata
4) Ajarkan untuk membersihkan 4) Air hangat-hangat kuku dapat
mata dengan kapas yang membunuh beberapa jenis
dibasahi dengan air hangat- mikroorganisme pathogen
hangat kuku bila mata terasa
gatal
5) Kolaborasi dalam pemberian 5) Membantu membunuh
antibiotika mikroorganisme patogen

3. Perubahan dalam pesepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan


luka post operasi.
1. Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas
situasi individu, mengenal gangguan sensori dan
berkompensasi terhadap perubahan.
2. Kriteria hasil :
1) Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan.
2) Mengidentifikasi7memperbaiki potensial bahaya dalam
lingkungan
Intervensi Rasional
1) Tentukan ketajaman 1) Mengetahui tingkat ketajaman
penglihatan pengeliatan pasien.

16
2) Orientasikan klien pada 2) Memudahkan pasien
lingkungan, staf, orang lain di berkomunikasi dengan orang
sekitar disekitar
3) Letakkan barang yang sering 3) Memudahkan pasien
diperlukan dalam jangkauan mengambil barang-barang yang
sering digunakan
4) Anjurkan klien untuk 4) Buah-buahan yang berwarna
mengkonsumsi nutrisi yang kuning memiliki kandungan
bergizi, misalnya buah-buahan vitamin & yang tinggi dan baik
yang berwarna kuning, seperti untuk mata. Dan asupan nutrisi
pepaya, wortel dan lain-lain yang baik dapat mempercepat
proses penyembuhan luka

4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan


pengelihatan.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pasien tidak mengalami cedera.
b. Kriteria hasil : Pasien melaporkan tidak mengalami cedera
(jatuh, tergores, tertusuk, dsb).
Intervensi Rasional
2) Awasi pasien selama proses 2) Mencegah terjadinya risiko
pemeriksaan berlangsung cidera pada pasien.
3) Bimbing pasien berjalan selama 3) Agar pasien merasa aman dan
pemeriksaan bila pengelihatannya mencegah terjadinya cidera
sangat kabur. pada pasien.
4) Bersihkan jalan yang dilewati 4) Untuk menghindari risiko
pasien dan yakinkan ruangan cidera, dan lebih memperjelas
dalam keadaan terang. penglihatan pasien.
5) Anjurkan pasien tidak melakukan 5) Peningkatan tekanan pada bola
aktivitas yang dapat mata yang terdapat luka
meningkatkan tekanan pada bola beresiko memperparah cidera
mata seperti menunduk, pada mata yang luka
mengedan, dan batuk beruntun
6) Libatkan keluarga dalam 6) Mencegah terjadinya cidera

17
pengawasan pasien sehari-hari pada pasien
7) Anjurkan untuk menjauhkan 7) Mencegah terjadinya cidera
Benda-benda yang berbahaya di pada pasien
sekitar lingkungan pasien

5. Defisien Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Informasi


a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pasien mengetahui tentang penyakitnya.
b. Kriteria hasil : pasien dan keluarga mengerti tentang
penyakitnya dan cara perawatannya.
Intervensi Rasional
1) Kaji tingkat pengetahuan 1) Mengetahui apakah klien
pasien terkait dengan proses mengerti prses penyakit yang
penyakit yang spesifik dialaminya saat ini
2) Jelaskan pathofisiologi 2) Diharapkan dengan ini
penyakit dan bagaimana pengetahuan klien mengenai
hubungannya dengan anatomi penyakitnya dan anatomi yang
dan fisiologi, sesuai kebutuhan terganggu.
3) Review pengetahuan pasien 3) Mengetahui sejauh mana klien
mengenai kondisinya mengerti mengenai
kondisinya.
4) Jelaskan tanda dan gejala yang 4) Klien dapat mengerti tanda
umum dari penyakit sesuai dan gejala yang terjadi
kebutuhan sehingga klien juga dapat
menangani penyakitnya secara
mandiri

D. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan
dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.

E. Evaluasi
1. Pasien merasa nyaman, dan dapat memahami penjelasan perawat

18
2. Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu,
mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan
3. Pasien tidak mengalami cedera
4. Kecemasan pasien berkurang
5. Nyeri pasien berkurang atau terkontrol
6. Tidak terjadi infeksi pada pasien
7. Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu,
mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan
8. Pasien tidak mengalami cedera
9. Pasien mengetahui tentang penyakitnya

DAFTAR PUSTAKA

Hartono, 2005. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. Jogjakarta. Fakultas


Kedokteran Universitas Gadjah Mada (http://fee-
kesdam.blogspot.com/2011/07/askep-pyteregium.html) Diakses pada
tanggal 12 November 2018

Ilyas S., 2005, Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa keperawatan : Aplikasi pada praktek


klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
(https://dokumen.tips/download/link/lp-askep-n-pathay-pterygium)
Diakses pada tanggal 12 November 2018

19
Doenges Marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokuentasian perawatan pasien, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai