Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

PTERYGIUM

Oleh:
Florenza Octavia Rahayu
61111060
Pembimbing :
dr. Moh. Samsudin Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM
RUMKITAL DR. MIDIYATO SURATANI TANJUNG PINANG
TAHUN 2015

BAB I
PENDAHULUAN

Pterygium adalah satu dari beberapa kondisi mayor yang


mengancam penglihatan di negara berkembang (Saerang,
2013). Pterygium merupakan pertumbuhan epitel
konjungtiva bulbi dan jaringan ikat subkonjungtiva pada
mata dan dapat menganggu penglihatan (Erry dkk, 2011).
Kondisi ini menciptakan beberapa masalah, termasuk
mata kering (dry eye), astigmatisme irregular, dan
masalah kosmetik yang sulit diterima (Saerang, 2013).
Pada tingkat lanjut, pterygium berpotensi menimbulkan
kebutaan dan membutuhkan operasi kompleks untuk
rehabilitasi visual secara penuh (Gazzar, 2002).

Distribusi pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih


banyak di daerah iklim panas dan kering yangmerupakan
karakteristik dari daerah di sekitar khatulistiwa (Saerang,
2013). Di populasi, prevalensi pterygium bervariasi, mulai
1,2% di daerah perkotaan pada penduduk berkulit putih,
sampai 23,4% pada populasi berkulit hitam di Barbados
(Gazzar, 2002). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2007, prevalensi pterygium di Indonesia pada kedua
mata didapatkan 3,2% sedangkan pterygium pada satu mata
1,9%
dengan
prevalensi
yang
meningkat
dengan
bertambahnya umur.
Jawa timur menduduki peringkat
keenam di Indonesia dengan prevalensi 4,9% pada kedua
mata, dan 2,7% pada satu mata (Erry dkk, 2011).

BAB II
ANATOMI KONJUNGTIVA

ANATOMI

ANATOMI

BAB III
PATOGENESIS DAN DIAGNOSIS

Definisi
Epidemiologi
Etiologi

Pertumbuhan
jaringan
fibrovaskular
berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah
konjungtiva menuju kornea pada daerah
interpalpebra. Pterygium tumbuh berbentuk
sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata
pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu
pteron yang artinya sayap.

Definisi
Epidemiologi
Etiologi

Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah


dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah
yang terletak di atas 400 Lintang. Insiden
pterygium cukup tinggi di Indonesia yang
terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.

Epidemiologi
Faktor Resiko

Penyebab dari pterigium tidak diketahui dengan


jelas. Penyebab paling umum adalah sorotan
berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh
mata. Ultraviolet, baik UVA atau UVB, berperan penting
dalam hal ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh
faktor lain seperti kimia dan zat pengiritasi.
Faktor resiko untuk pterygium itu bisa meliputi sebagai
berikut :
1. Terpapar sinar ultraviolet, termasuk tinggal
daerah yang beriklim sub tropis dan tropis.

di

2. Melakukan pekerjaan dan memerlukan kegiatan di


luar rumah serta
orang yang hidup di daerah
dengan banyak sinar matahari, daerah berpasir
atau daerah berangin. Petani, nelayan dan orangorang yang hidup di sekitar garis khatulistiwa sering
terpengaruh.

Faktor Resiko
Patofisiologi
Klasifikasi

Pelepasan Sitokin yang berlebihan dan


vascular endotel
growth factor berperan dalam
regulasi kolagen, migrasi sel angiogenesis
Perubahan Patologi dari degenerasi kolagen
elastoid
Jaringan Fibrovaskular

Kerusakan membrane bowman, pertumbuhan


jaringan
fibrovaskular

Klasifikasi
Manifestasi
Klinis

Pembagian pterygium berdasarkan


perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe, yaitu :
-Progresif pterygium : tebal dan vaskular
dengan beberapa infiltrat di depan kepala
pterygium (disebut cap pterygium).
- Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit
vaskular. Akhirnya menjadi membentuk
membran tetapi tidak pernah hilang.4

Klasifikasi
Manifestasi
Klinis

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata


Indonesia derajat pertumbuhan pterygium
dibagi menjadi :
1. Derajat I : hanya terbatas pada limbus.
2.

Derajat II : Sudah melewati limbus tetapi


tidak melebihi dari 2 mm melewati kornea.

3.

Derajat III : jika telah melebihi derajat 2


tetapi tidak melebihi pinggir pupil mata
dalam keadaan cahaya (pupil dalam
keadaan normal sekitar 3-4 mm).

4.

Derajat IV : Jika pertumbuhan pterygium


sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.

Pembagian lain pterygium yaitu :


Klasifikasi
Manifestasi
Klinis

1. Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea.


Stoker's line atau deposit besi dapat
dijumpai pada epitel kornea dan kepala
pterygium. Lesi sering asimptomatis
meskipun sering mengalami inflamasi
ringan. Pasien dengan pemakaian lensa
kontak dapat mengalami keluhan lebih
cepat.
2. Type II : menutupi kornea sampai 4 mm, bias
primer atau rekuren setelah operasi,
berpengaruh dengan tear film dan
menimbulkan astigmatisma.
3. Type III : mengenai kornea lebih 4 mm dan
mengganggu aksis visual. Lesi yang luas
terutama yang rekuren dapat berhubungan
dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas
ke fornik dan biasanya menyebabkan
gangguan pergerakan bola mata

Manifestasi
Klinis

1. Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki


2. Bisa unilateral atau bilateral.
3. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal.
4. Penglihatan kabur.
5. Mata tampak merah, berair dan astigmatima
6. Pada kasus berat dapat menimbulkan diplopia.
Biasanya penderita mengelukan adanya sesuatu
yang tumbuh di kornea dan khawatir akan
adanya keganasan.
7. Keluhan subjektif dapat berupa rasa panas,
gatal, ada yang mengganjal

Komplikasi

Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai


berikut:
Penyimpangan atau penurunan tajam
penglihatan
Kemerahan.
Iritasi.
Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan
kornea.
Astigmatisma

Prognosis

Pterygium
merupakan
suatu
neoplasma
konjungtiva benigna, umumnya prognosisnya baik
secara kosmetik maupun penglihatan, namun hal itu
juga tergantung dari ada tidaknya infeksi pada daerah
pembedahan.
Untuk
mencegah
kekambuhan
pterigium (sekitar 50-80 %) sebaiknya dilakukan
penyinaran dengan Strontium yang mengeluarkan
sinar beta, dan apabila residif maka dapat dilakukan
pembedahan ulang. Pada beberapa kasus pterigium
dapat berkembang menjadi degenerasi ke arah
keganasan jaringan epitel.

BAB IV
PENATALAKSANAAN
Penatalaksana
an

Konservatif
Tindakan Operatif :
- Mengaggu Visus
- Mengaggu pergerakan bola
mata
- Kosmetik
- Berkembang progresif

BAB IV
PENATALAKSANAAN
Penatalaksana
an

BAB V
RINGKASAN
Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang
tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.
Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata
pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap.
Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi pterygium
meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan.
Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang (rekuren) lebih
sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih resiko dari
perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah, riwayat
terpapar lingkungan di luar rumah.
Prinsip penanganan pterygium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obatobatan jika pterygium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah
dilakukan pada pterygium yang melebihi derajat 2. Tindakan bedah jugu
dipertimbangkan pada pterygium derajat 1 atau 2 yang telah mengalami
gangguan penglihatan.1 Pengobatan tidak diperlukan karena bersifat rekuren,
terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterygium meradang dapat
diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan.

Daftar
Pustaka

1. Vaughan D.G, Asbury T, Riordan P, 2002, Oftalmologi Umum, Edisi


ke-14, Widya Medika, Jakarta
2. Ilyas S, 2008, Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta
3. Ilyas S, Mailangkay H.B., Taim H, 2002, Ilmu Penyakit Mata, Edisi
ke-2, Sagung Seto, Jakarta
4. Wijaya N, 1993, Ilmu Penyakit Mata, Edisi rev, cet ke-16, Abadi
Tegal,
Jakarta
5. Al-Ghozi M, 2002, Handbook of Ophtalmology ; a Guide to Medical
Examination. FK UMY. Yogyakarta.
6. Fisher J.P., Trattler W, 2001, Pterygium, www. Emedicine.com
[Medline]
7. Anonim, 2006, A guide to Pterygium and Pterygium
Surgery,
www.google.com
8.Anonim, 2006, Pterigium karena Lalai Menjaga Mata,
www.google.com
9.Anonim, 2007, Conjungtivitis, www.care foryoureyes.com/article
10. Coroneo M.T., Digerolamo N, Wakefield D,1999, The
Pathogenesis of Pterygium, curr Opin Ophthalmol; 10(4): 282-8
[Medline]
11. G Gazzard, S-M Saw, M Farook, D Koh, D Widjaja, S-E Chia, C-Y
Hong, D T H Tan, 2002. Pterygium in Indonesia: prevalence, severity
and risk factors. bjophthalmol 86, 13411346.
12. Saerang, J.S.M., 2013. Vascular Endothelial Growth Factor Air
Mata sebagai Faktor Risiko Tumbuh Ulang Pterygium. J Indon Med
Assoc Volum: 63,
100105.
13. Erry, Mulyani, U.A., Susilowati, D., 2011. Distribusi dan
Karakterisitik Pterigium di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai