PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu panca indera sangat penting. Mata yang sehat
membuat kita dapat melihat berbagai macam benda dan mempresepsikannya
dalam otak kita, sehingga apabila terdapat penyakit maka akan sangat
mengganggu kehidupan sehari-hari apabila tidak ditangani.
Pterigium adalah salah satu bentuk penyakit pada organ mata dimana
terjadi pertumbuhan fibrovascular yang invasinya berbentuk sayap pada
konjungtiva bulbi ke arah kornea. Sinar Ultraviolet dianggap sebagai perangsang
terjadinya kelainan ini dimana sinar ultraviolet menyebabkan kerusakan pada
barier stem sel limbus sehingga terjadi konjungtivalisasi pada kornea. 1
Pterigium tersebar luas di dunia tetapi lebih sering terjadi pada daerah
dengan iklim panas dan kering. Prevalensi pada daerah ekuator kira-kira 22% dan
kurang 2% di daerah lintang di atas 40⁰. Sekitar 44% lebih besar pada daerah
tropis (kurang dari 30⁰ ) 11 kali lebih banyak pada pekerja yang berhubungan
dengan pasir, 9 kali pada pasien dengan riwayat tanpa memakai kacamata dan 2
kali pada pasien yang tidak memakai topi.1,2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
2
2.3.1. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya
pterigium adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi
kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi
sel. Letak lintang, waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi
juga merupakan faktor penting.4,5
2.3.2. Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan
pterigium dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan
riwayat keluarga dengan pterigium, kemungkinan diturunkan autosom
dominan.4
2.3.3. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer
kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan
terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru
patogenesis dari pterigium. Wong juga menunjukkan adanya pterigium
angiogenesis factor dan penggunaan pharmacotherapy
antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah, dan
trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma
juga penyebab dari pterigium.4
2.4. Patofisiologi
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran
yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor
lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering,
inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya.6
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal
basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi
dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-
sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi
kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva
terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan
kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan
membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai
3
dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi
displasia. 1,2,6
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada
permukaan kornea.2 Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva
ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan
pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterigium dan
karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterigium merupakan
manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat
sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.5,6
Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih
banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena disamping
kontak langsung,bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultraviolet secara
tidak langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal
konjungtiva lebih sering didapatkan pterigium dibandingkan dengan bagian
temporal.5,6,7
4
Pterigium memperlihatkan gambaran yang sama seperti pingekula.
Bedanya, pada pterigium lapisan Bowman dirusak. Pemusnahan lapisan Bowman
oleh jaringan fibrovaskular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi
mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering
menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.7
Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu: body, apex (head) dan cap.
Bagian segitiga yang meninggi pada pterigium dengan dasarnya kearah kantus
disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut apex dank e belakang disebut cap.
Subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggit
pterigium.1,8
5
Gangguan terjadi ketika pterigium mencapai daerah pupil atau menyebabkan
astigmatisme karena pertumbuhan fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi
diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata. Menurut
keparahannya, pterigium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu:6,8
2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea
6
Untuk mengidentifikasi pseudopterigium, cirinya tidak melekat pada
limbus kornea. Hal ini dapat dibuktikan dengan melakukan tes sonde. Probing
dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian bawah
pseudopterigium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada
pterigium. Pada pseudopterigium tidak dapat dibedakan antara head, cap dan body
dan pseudopterigium cenderung keluar dari ruang fissura interpalpebra yang
berbeda dengan true pterygium.9
2.7. Tata Laksana dan Pencegahan
2.7.1. Konservatif
Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterigium ringan sering
ditangani dengan menghindari asap dan debu.1 Beberapa obat topikal
seperti lubrikans, vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk
menghilangkan gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2. Untuk
mencegah progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan penggunaan
kacamata pelindung ultraviolet.10
2.7.2. Operatif
a. Mengganggu visus
c. Berkembang progresif
e. Kosmetik
7
b. Mengganggu visus
d. Masalah kosmetik
1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan
untuk melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus.
Meninggalkan suatu daerah sklera yang terbuka.
2. Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika
hanya defek konjungtiva sangat kecil).
3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap
konjungtiva digeser untuk menutupi defek.
4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk
lidah konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.
5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior,
dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.
6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren
pterigium, mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan
penelitian baru mengungkapkan menekan TGF-β pada konjungtiva dan
fibroblast pterigium. Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat
diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan.
7. Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy dan
terapi baru dengan menggunakan gabungan angiostatik dan steroid.
8
2.8. Komplikasi
Komplikasi pterigium termasuk ; merah, iritasi, skar kronis pada
konjungtiva dan kornea, pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan penglihatan
sentral berkurang, skar pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan
diplopia.2 Komplikasi yang jarang adalah malignan degenerasi pada jaringan
epitel di atas pterigium yang ada. Komplikasi sewaktu operasi antara lain
perforasi korneosklera, graft oedem, graft hemorrhage, graft retraksi, jahitan
longgar, korneoskleral dellen, granuloma konjungtiva, epithelial inclusion cysts,
skar konjungtiva, skar kornea dan astigmatisma, disinsersi otot rektus. Komplikasi
yang terbanyak adalah rekuren pterigium post operasi.10
2.9. Prognosa
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak
nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien
setelah 48 jam post operasi dapat beraktivitas kembali. Rekurensi pterigium
setelah operasi masih merupakan suatu masalah sehingga untuk mengatasinya
berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan dengan antimetabolit atau
antineoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva.5,6
Pasien dengan rekuren pterigium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft
dengan konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion. Umumnya
rekurensi terjadi pada 3 – 6 bulan pertama setelah operasi. Pasien dengan resiko
tinggi timbulnya pterigium seperti riwayat keluarga atau karena terpapar sinar
matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock dan mengurangi
terpapar sinar matahari.8
9
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Mata merah
10
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik mata RS Bhayangkara Denpasar pada tanggal 14
November 2018 dengan keluhan utama mata kanan dan kiri merah sejak
kurang lebih 3 bulan yang lalu. Keluhan ini dirasakan hilang timbul dan
biasanya muncul saat pasien mandi atau terkena debu. Pasien mengaku
awalnya keluhan mata merah tersebut hanya terasa berair namun lama
kelamaan semakin sering kambuh hingga akhirnya pasien memutuskan untuk
berobat ke RS Bhayangkara Denpasar. Selain keluhan tersebut, pasien juga
merasa ada rasa mengganjal di sudut mata kanan dan kiri pasien. Keluhan lain
seperti nyeri, rasa silau ataupun penglihatan kabur disangkal oleh pasien.
Riwayat trauma pada mata sebelumnya juga disangkal oleh pasien.
Riwayat Sosial
Selama 7 tahun terakhir pasien bekerja sebagai pegawai di sebuah tempat
usaha laundri. Sehari-hari pasien berangkat ke tempat kerja dengan
menggunakan motor, dan jarang menggunakan kaca helm untuk melindungi
matanya. Pasien juga mengaku bahwa saat bekerja di laundry, selain mencuci
pakaian dan menyetrika, setiap hari dia juga bertugas menjemur banyak
11
pakaian di bawah sinar matahari yang terik, kadang sampai menghabiskan
waktu berjam-jam hingga semua pakaian terjemur.
Status Ophthalmology
OD OS
UCVA 6/6 UCVA 6/6
Visus
Posisi: Orthophoria
Normal Palpebra Normal
Konjungtiva
12
Terdapat massa/Jaringan Terdapat massa/Jaringan
Fibrovaskular (bagian Fibrovaskular (bagian
nasal) Berbentuk segitiga nasal) Berbentuk segitiga
denga puncak ± 3mm denga puncak ± 3mm
dari limbus kearah pupil, dari limbus kearah pupil,
hiperemis (+) hiperemis (+)
Jernih Kornea Jernih
Dalam Bilik mata depan Dalam
Bulat, regular Iris Bulat, regular
RP (+) RAPD (-) Pupil RP (+) RAPD (-)
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreous Jernih
Papil N II bulat, batas Papil N II bulat, batas
tegas tegas
CDR 0,3 Funduskopi CDR 0,3
aa/vv 2/3 aa/vv 2/3
Retina: baik Retina: baik
Makula: refleks (+) Makula: refleks (+)
10,2 Tekanan Intraokuler 10,2
Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Gerakan Bola Mata
13
3.5 Diagnosis
Pterigium grade III ODS
3.6 Diagnosis Banding
Pseudopterigium
Pinguekula
3.7 Penatalaksanaan
Terapi
1. Pro Pterigoplasti dan konjungtival graft ODS
2. Alletrol eye drop 1 tetes tiap 6 jam ODS
3. Artificial tears 1 tetes tiap 6 jam ODS
KIE
1. Pencegahan pterigium salah satunya dengan menggunakan kacamata
setiap hari. Pilihlah kacamata yang memblok 99-100% radiasi ultraviolet A
dan B. Kacamata yang menutup sempurna merupakan proteksi terbaik
untuk menghindari mata pasien dari sinar, debu, dan udara.
2. Untuk menghindari mata yang kering diberi air mata buatan.
3. Pasien dianjurkan untuk tetap menggunakan obat tetes steroid untuk
beberapa minggu, dimana hal ini bertujuan untuk mengurangi inflamasi
dan mencegah rekurensi
3.8 Prognosis
Ad vitam : dubius ad bonam.
Ad fungsionam : dubius ad bonam.
Ad sanationam : dubius ad bonam.
14
BAB IV
PEMBAHASAN
15
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal
sekitar 3 – 4 mm).
Tujuan pengobatan medikamentosa adalah untuk mengurangi peradangan.
Bila terjadi peradangan dapat diberikan steroid topikal. Tindakan pembedahan
pada pterigium adalah suatu tindakan bedah untuk mengangkat jaringan
fibrovaskular dengan berbagai teknik operasi. Pada pasien ini diberikan
pengobatan berupa alletrol tetes mata yang mengandung kortikosteroid dan
antibiotik. Selain itu pasien juga diberikan artificial tears sebagai lubrikasi.
Rencana pembedahan dilakukan oleh karena terdapat indikasi operasi yakni
terjadi kongesti (gejala klinis) secara periodik.
Selanjutnya pada pasien diberikan edukasi mengenai penyakitnya dan
diharapkan agar penderita sedapat mungkin menghindari faktor pencetus
timbulnya pterigium seperti sinar matahari, angin dan debu serta rajin merawat
dan menjaga kebersihan kedua mata. Oleh karena itu dianjurkan untuk selalu
memakai kacamata pelindung atau topi pelindung bila keluar rumah. Menurut
kepustakaan, umumnya pterigium bertumbuh secara perlahan dan jarang sekali
menyebabkan kerusakan yang bermakna sehingga prognosisnya adalah baik.
16
BAB V
KESIMPULAN
17
jaringan fibrovaskular pada mata kanan dan kiri, jaringan fibrovaskular mengenai
kornea namun tidak sampai di tepi pupil.
DAFTAR PUSTAKA
18
9. Maheswari, sejal. Pterydium-inducedcornealrefractive changes.[online]
2007. [cited 2011 August 11]. Aviable from : http//www.ijo.in/article.asp?
issn
10. Anton, dkk. Pterigium. [online] 2010. [ cited 2011 July 10]. Available from:
www.inascrs.org/pterygium/
11. Drakeiron. Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 August 11]. Avaible from:
http://drakeiron.wordpress.com/info-pterigium.
19