Anda di halaman 1dari 9

PTERIGIUM

Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau konjungtiva yang
bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea. Pterigium (pterygium) adalah kelainan
pada konjungtiva bulbi, pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif.
Pertumbuhan ini biasanya terdapat pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang
meluas ke daerah kornea. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah
kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna merah.
Pterigium sering mengenai kedua mata.
Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya akan
berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa menjadi menutup
kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan
terganggu. Suatu pterygium merupakan massa ocular eksternal superficial yang mengalami elevasi yang
sering kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea. Pterygia ini
bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai yang besar
sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa merusakkan topografi kornea
dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea.
Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi merah dan meradang.
Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye
syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama
akan menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari dokter mata akan
menentukan tindakan medis yang maksimal dari setiap kasus, tergantung dari banyaknya pembesaran
pterygium. Dokter juga akan memastikan bahwa tidak ada efek samping dari pengobatan dan perawatan
yang diberikan.
2.2 Klasifikasi
Pterygium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe, stadium, progresifitasnya dan
berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera , yaitu:
1. Berdasarkan Tipenya pterygium dibagi atas 3 :
a. Tipe I : Pterygium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi kornea pada tepinya
saja. Lesi meluas 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren
dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan biasanya menyebabkan
gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan

2. Berdasarkan stadium pterygium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu:
Stadium I : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea
Stadium II : jika pterygium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil, tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea.
Stadium III : jika pterygium sudah melebihi stadium II tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam
keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm).
Stadium IV : jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.
3. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterygium dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Pterygium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan kepala pterygium
(disebut cap dari pterygium).
b. Pterygium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk membran, tetapi tidak
pernah hilang.
4. Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterygium dan harus diperiksa dengan slit lamp
pterygium dibagi 3 yaitu:
a. T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihat
b. T2 (intermediet) : pembuluh darah episkleral sebagian terlihat
c. T3 (fleshy, opaque) : pembuluh darah tidak jelas.
2.3 Etiologi
Etiologi belum diketahui pasti. Namun ada teori yang dikemukakan
1. Paparan sinar matahari (UV)
Paparan sinar matahari merupakan faktor yang penting dalam perkembangan terjadinya pterigium. Hal
ini menjelaskan mengapa insidennya sangat tinggi pada populasi yang berada pada daerah dekat equator
dan pada orang orang yang menghabiskan banyak waktu di lapangan.
UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem sel limbal. Tanpa apoptosis,
transforming growth factor-beta over produksi dan memicu terjadinya peningkatan kolagenasi, migrasi
seluler, dan angiogenesis. Selanjutnya perubahan patologis yang terjadi adalah degenerasi elastoid
kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskuler subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi membran
Bowman akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler.
2. Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin, debu)
Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah alergen, bahan kimia berbahaya, dan
bahan iritan (angin, debu, polutan).
Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :
1. Usia
Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada usia dewasa tetapi dapat
juga ditemui pada usia anak-anak. Tan berpendapat pterygium terbanyak pada usia dekade dua dan tiga.
2. Pekerjaan
Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar UV. 8
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya. Distribusi ini meliputi
seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di
khatulistiwa memiliki angka kejadian pterygium yang lebih tinggi. Survei lain juga menyatakan orang
yang menghabiskan 5 tahun pertama kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300 memiliki risiko
penderita pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah yang lebih selatan. 8
4. Jenis kelamin
Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.
5. Herediter
Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. 8
6. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterygium. 8
2.4 Patofisiologi
Terjadinya pterygium sangat berhubungan erat dengan paparan sinar matahari, walaupun dapat pula
disebabkan oleh udara yang kering, inflamasi, dan paparan terhadap angin dan debu atau iritan yang lain.
UV-B merupakan faktor mutagenik bagi tumor supressor gene p53 yang terdapat pada stem sel basal di
limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti TGF- dan VEGF (vascular endothelial growth factor)
menyebabkan regulasi kolagenase, migrasi sel, dan angiogenesis.
Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan
subkonjungtiva mengalami degenerasi elastoid (degenerasi basofilik) dan proliferasi jaringan granulasi
fibrovaskular di bawah epitel yaitu substansia propia yang akhirnya menembus kornea. Kerusakan kornea
terdapat pada lapisan membran Bowman yang disebabkan oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular dan
sering disertai dengan inflamasi ringan. Kerusakan membran Bowman ini akan mengeluarkan substrat
yang diperlukan untuk pertumbuhan pterygium. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi
displasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi
konjungtivalisasi pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva
ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan
fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan oleh karena itu banyak penelitian yang
menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi localized
interpalpebral limbal stem cell. Pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik dari kolagen serta
proliferasi fibrovaskuler yang ditutupi oleh epitel. Pada pemeriksaan histopatologi daerah kolagen
abnormal yang mengalami degenerasi elastolik tersebut ditemukan basofilia dengan menggunakan
pewarnaan hematoxylin dan eosin, Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas.
Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan
sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet
2.5 Manifestasi klinik
1. Mata irritatatif, merah gatal dan mungkin menimbulkan astigmatisme
2. Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone Optic)
3. Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis besi yang terletak di
ujung pteregium.
4. Gangguan penglihatan
2.6 Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
1. Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan memberi kontribusi terjadinya
diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus umumnya menyebabkan diplopia pada pasien
dengan pterygium yang belum dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat,
terjadi pengeringan focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi
1. Infeksi
2. Reaksi material jahitan
3. Diplopia
4. Conjungtival graft dehiscence
5. Corneal scarring
6. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan vitreous, atau retinal
detachment.
Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada pterygium adalah terjadinya
pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur.
2.7 Penatalaksanaan
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung
anti UV. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan/topicallubricating drops dan bila perlu dapat
diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi
vasokontriktor maka perlu kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.
Pterigium dengan inflamasi atau iritasi diobati dengan kombinasi dekongestan/antihistamin (seperti
Naphcon-A) dan/atau kortikosteroid topikal potensi sedang (seperti FML, Vexol) 4 kali sehari pada mata
yang terkena.
Indikasi operasi eksisi pterigium yaitu karena masalah kosmetik dan atau adanya gangguan penglihatan,
pertumbuhan pterigium yang signifikan (> 3-4 mm), pergerakan bola mata yang terganggu/terbatas, dan
bersifat progresif dari pusat kornea/aksis visual.
Operasi mikro eksisi pterigium bertujuan mencapai keadaan yang anatomis, secara topografi membuat
permukaan okuler rata. Teknik operasi yang umum dilakukan adalah menghilangkan pterigium
menggunakan pisau tipis dengan diseksi yang rata menuju limbus. Meskipun teknik ini lebih disukai
dilakukan diseksi ke bawah bare sclera pada limbus, akan tetapi tidak perlu diseksi eksesif jaringan
Tenon, karena kadang menimbulkan perdarahan akibat trauma terhadap jaringan otot. Setelah eksisi,
biasanya dilakukan kauter untuk hemostasis sclera.
Beberapa teknik operasi
1. Bare Sclera : tidak ada jahitan atau menggunakan benang absorbable untuk melekatkan konjungtiva
pada sklera superfisial di depan insersi tendon rektus, meninggalkan area sklera yang terbuka. (teknik ini
menghasilkan tingkat rekurensi 40% 50%).
2. Simple Closure : tepi bebas dari konjungtiva dilindungi (efektif jika defek konjungtiva sangat kecil)
3. Sliding flap : insisi L-shaped dilakukan pada luka sehingga flap konjungtiva langsung menutup luka
tersebut.
4. Rotational flap : insisi U-shaped dibuat membuat ujung konjungtiva berotasi pada luka.
5. Conjunctival graft: graft bebas, biasanya dari konjungtiva bulbar superior dieksisi sesuai ukuran luka
dan dipindahkan kemudian dijahit.
Kategori Terapi Medikamentosa
a. Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata) untuk membasahi permukaan
okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata.
Nama obat Merupakan obat tetes mata topikal atau air mata artifisial (air mata penyegar, Gen Teal
(OTC)air mata artifisial akan memberikan pelumasan pada permukaan mata pada pasien dengan
permukaan kornea yang tak teratur dan lapisan permukaan air mata yang tak teratur. Keadaan ini banyak
terjadi pada keadaan pterygium.
Dosis dewasa 1 gtt empat kali sehari dan prn untuk irritasi
Dosis anak-anak Berikan seperti pada orang dewasa
Kontra indikasi Bisa menyebabkan hipersensitivitas
Interaksi Tak ada (tak pernah dilaporkan ada interaksi )
Untuk ibu hamil Derajat keamanan A untuk ibu hamil
Perhatian Bila gejala masih ada dan terus berlanjut pemakaiannya
b. Salep untuk pelumas topikal suatu pelumas yang lebih kental pada permukaan okular
Nama obat Salep untuk pelumas mata topikal (hypotears,P.M penyegar (OTC). Suatu pelumas yang lebih
kental untuk permukaan mata. Sediaan ini cenderung menyebabkan kaburnya penglihatan sementara;
oleh karena itu bahan ini sering dipergunakan pada malam hari.
Dosis obatnya Pergunakan pada cul de sac inferior pada mata yang terserang. Hs
Dosis anak-anak Sama dengan dewasa
Kontra indikasi Bisa menyebabkan terjadinya hipersensitivitas
Interaksi Tidak ada
Untuk ibu hamil Tingkat keamanan A untuk ibu hamil
Perhatian Karena menyebabkan kabur penglihatan sementara dan harus menghindari aktivitas yang
memerlukan penglihatan jelas sampai kaburnya hilang.
c. Obat tetes mata anti inflamasi untuk mengurangi inflamasi pada permukaan mata dan jaringan
okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan sangat membantu dalam penatalaksanaan pterygium yang
inflamasi dengan mengurangi pembengkakan jaringan yang inflamasi pada permukaan okular di dekat
jejasnya.
Nama obat Prednisolon asetat (Pred Forte 1%) suatu suspensi kortikosteroid topikal yang dipergunakan
untuk mengu-rangi inflamasi mata. Pemakaian obat ini harus dibatasi untuk mata dengan inflamasi yang
sudah berat yang tak bisa disembuhkan dengan pelumas topikal lain.
Dosis dewasa 1 gtt empat kali sehari pada mata yang terserang, biasanya hanya 1- 2 minggu dengan
terapi yang terus menerus.
Dosis anak-anak Tidak boleh dipergunakan untuk anak-anak oleh karena kasus pterygia sangat jarang
pada anak-anak
Kontra indikasi Pasien dengan riwayat kasus herpes simpleks keratitis dentritis atau glaukoma steroid
yang responsif.
Interaksi Tak ada laporan interaksi
Kehamilan Tingkat keamanan B, biasanya aman akan tetapi kegunaannya harus di perhitungkan dengan
resiko yang di akibatkan
Perhatian Bisa diserap secara sistemik akan tetapi efek samping sistemik biasanya tak diketemukan pada
pasien yang mempergunakan obat tetes mataprednisolon asetat topikal , yang bisa diekskresi pada ASI
yang sedang menyusui.
Perawatan Lanjut pada Pasien Rawat Jalan
Sesudah operasi, eksisi pterygium, steroid topikal pemberiannya lebih di tingkatkan secara perlahan-
lahan. Pasien pada steroid topikal perlu untuk diamati, untuk menghindari permasalahan tekanan
intraocular dan katarak.
Pencegahan Kekambuhan Pterygium
Secara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk mengurangi resiko berkembangnya
pterygia pada individu yang mempunyai resiko lebih tinggi. Pasien di sarankan untuk menggunakan topi
yang memiliki pinggiran, sebagai tambahan terhadap radiasi ultraviolet sebaiknya menggunakan
kacamata pelindung dari cahaya matahari. Tindakan pencegahan ini bahkan lebih penting untuk pasien
yang tinggal di daerah subtropis atau tropis, atau pada pasien yang memiliki aktifitas di luar, dengan
suatu resiko tinggi terhadap cahaya ultraviolet (misalnya, memancing, ski, berkebun, pekerja bangunan).
Untuk mencegah berulangnya pterigium, sebaiknya para pekerja lapangan menggunakan kacamata atau
topi pelindung.



Pterygium

Definisi
Pterygium merupakan pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat degeneratif dan
invasif. Menurut Hamurwono pterygium merupakan Konjungtiva bulbi patologik yang menunjukkan
penebalan berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke kornea dengan puncak
segitiga di kornea. Pterygium berasal dari bahasa yunani, yaitu pteron yang artinya wing atau
sayap. Insidens pterygium di Indonesia yang terletak digaris ekuator, yaitu 13,1%. Diduga bahwa
paparan ultraviolet merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium.


Gambar 1. Pterygium

Faktor Resiko
Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :
1. Usia
Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada usia dewasatetapi
dapat juga ditemui pada usia anak-anak. Tan berpendapat pterygium terbanyak pada usia dekade
dua dan tiga.
2. Pekerjaan
Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar UV.
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya. Distribusi ini
meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan
bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian pterygium yang lebih tinggi. Survei lain
juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama kehidupannya pada garis lintang
kurang dari 300 memiliki risiko penderita pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah yang
lebih selatan.
4. Jenis kelamin
Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan
5. Herediter
Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal dominan.
6. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterygium.

7. Faktor risiko lainnya
Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu seperti asap rokok ,
pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium.

Patofisiologi
Belum diketahui dengan pasti. Terdapat beberapa teori tentang patogenesis pterygium yang
berkembang sekarang teori degenerasi, inflamasi, neoplasma, tropik ataupun teori
yang menghubungkan dengan sinar UV.


Klasifikasi


Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia derajat pertumbuhan pterygium

dibagi menjadi :


1. Derajat I : hanya terbatas pada limbus
2. Derajat II : Sudah melewati limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm melewati kornea
3. Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil mata dalam keadaan
cahaya (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm)
4. Derajat IV : Jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan


Gejala klinik


Pterygium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan berupa mata sering berair

dan tampak merah dan mungkin menimbulkan astigmatisma yang memberikan keluhan gangguan
penglihatan. Pada kasus berat dapat menimbulkan diplopia. Biasanya penderita mengeluhkan
adanya sesuatu yang tumbuh di kornea dan khawatir akan adanya keganasan atau alasan
kosmetik, Keluhan subjektif dapat berupa rasa panas, gatal, ada yang mengganjal.


Diagnosis Banding


Diagnosis banding berupa pseudopterygium, pannus, dan kista dermoid.


Penatalaksanaan


Prinsip penanganan pterygium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-obatan jika
pterygium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada pterygium yang

melebihi derajat 2. Tindakan bedah juga dipertimbangkan pada pterygium derajat 1 atau 2 yang
telah mengalami gangguan penglihatan.


Pengobatan tidak diperlukan karena bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda.
Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Lindungi
mata yang terkena pterygium dari sinar matahri, debu dan udara kering dengan kacamata
pelindung. Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila perlu dapat diberikan steroid.
Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi
vasokonstriktor maka perlu control dalam 2 minggu dan bila telah terdapat perbaikan pengobatan
dihentikan.

Anda mungkin juga menyukai