BAB II
LANDASAN TEORI
II-1
2.1.2
Penyusunan Hirarki
Penyusunan
hirarki
permasalahan
merupakan
langkah
untuk
Penentuan Prioritas
Prioritas dari elemen-elemen pada hirarki dapat dipandang sebagai
bobot/kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai dalam
pengambilan keputusan.
Konsistensi Logika
Prinsip pokok yang menentukan kesesuaian antara definisi konseptual
dengan operasional data dan proses pengambilan keputusan adalah
konsistensi jawaban dari para responden. Konsistensi tersebut tercermin
dari penilaian elemen dari perbandingan berpasangan.
Dalam menggunakan ketiga prinsip tersebut, AHP menyatukan dua aspek
pengambilan keputusan, yaitu:
II-2
2.1.3
II-3
Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang
harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam
memahami permasalahan.
B. Penyusunan Prioritas
1. Relative Measurement
Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui bobot relatifnya satu
sama lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan pihak-pihak
yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hirarki
atau sistem secara keseluruhan.
Yang pertama dilakukan dalam menentukan prioritas kriteria adalah menyusun
perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan
seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Perbandingan tersebut kemudian
ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk analisis
numerik.
Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n
alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk sub
sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n, seperti pada Tabel 2.1
dibawah ini.
Tabel 2.1 Matriks perbandingan berpasangan
C
A1
A2
A3
An
A1
a11
a12
a13
a1n
A2
a21
a22
a23
a2n
A3
a31
a32
a33
a3n
..
..
..
..
An
an1
an2
an3
ann
(Saaty, 1996)
II-4
Definisi
Sama pentingnya
Lebih penting
Sangat penting
Keterangan
2,4,6,9
Nilai tengah
Aji=1/aij
Kebalikan
II-5
II-6
paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan. Bentuk matriks ini adalah
simetris atau biasa disebut dengan matriks bujur sangkar. Apabila ada tiga kriteria
yang dibandingkan dalam satu level matriks maka matriks yang terbentuk adalah
matriks 3 x 3. Ciri utama dari matriks perbandingan yang dipakai model AHP
adalah kriteria diagonalnya dari kiri atas ke kanan bawah adalah satu karena yang
dibandingkan adalah dua kriteria yang sama. Selain itu, sesuai dengan sistematika
berpikir otak manusia, matriks perbandingan yang dibentuk bersifat matriks
resiprokal misalnya kriteria A lebih disukai dengan skala 3 dibandingkan kriteria
B maka dengan sendirinya kriteria B lebih disukai dengan skala 1/3 dibandingkan
A.
Setelah matriks perbandingan untuk sekelompok kriteria telah selesai dibentuk
maka langkah berikutnya adalah mengukur bobot prioritas setiap kriteria tersebut
dengan dasar persepsi seorang ahli yang telah dimasukan dalam matriks tersebut.
Hasil akhir perhitungan bobot prioritas tersebut merupakan suatu bilangan desimal
di bawah satu dengan total prioritas untuk kriteria-kriteria dalam satu kelompok
sama dengan satu. Dalam penghitungan bobot prioritas dipakai cara yang paling
akurat untuk matriks perbandingan yaitu dengan operasi matematis berdasarkan
operasi matriks dan vektor yang dikenal dengan nama Eigenvektor.
Eigenvektor adalah sebuah vektor yang apabila dikalikan sebuah matriks
hasilnya adalah vektor itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan skalar atau
parameter yang tidak lain adalah eigenvalue. Bentuk persamaannya sebagai
berikut:
. w = . w .(2.1)
Dengan
w: eigenvector
: eigenvalue
A: Matriks bujursangkar
Eigenvektor biasa disebut sebagai vektor karakteristik dari sebuah matriks
bujursangkar sedangkan eigenvalue merupakan akar karakteristik dari matriks
tersebut. Metode ini yang dipakai sebagai alat pengukur bobot prioritas setiap
II-7
matriks perbandingan dalam model AHP karena sifatnya lebih akurat dan
memperhatikan semua interaksi antar kriteria dalam matriks. Kelemahan metode
ini adalah sulit dikerjakan secara manual terutama apabila matriksnya terdiri dari
tiga kriteria atau lebih sehingga memerlukan bantuan program komputer untuk
memecahkannya. (Saaty, 1994)
iii.
Konsistensi
Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan modelmodel pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak.
Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka
ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam
menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan
banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan
persepsinya dengan bebas tanpa ia harus berpikir apakah persepsinya tersebut
akan konsisten nantinya atau tidak.
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas
eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa
dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan. Rumus dari indeks
konsistensi adalah:
CI = ( maks n ) / (n 1)..(2.2)
Dengan
CI: Indeks Konsistensi
10
RI
0.58
0.9
1.12
1.24
1.32
1.41
1.45
1.49
(Saaty, 1996)
CR =
CI
RI
CR
= Rasio Konsistensi
RI
= Indeks Random
Selanjutnya konsistensi
II-9
2.1.4
partisipasi
pihak
yang
benar-benar
mengetahui
II-10
atau
alternative
dalam
hubungannya
dengan
atribut
atau
II-11
Struktur masalah dalam ANP tidak harus memiliki struktur linier dari atas
ke bawah seperti halnya hirarki, tetapi lebih mirip dengan suatu jaringan,
dengan siklus hubungan dari klaster-klasternya. Perbandingan struktur
hirarki dan jaringan diperlihatkan dalam gambar berikut :
Jaringan Linear
hubungan
ketergantungan
fungsional
satu
arah,
yaitu
II-12
ii.
II-13
Definisi
Penjelasan
2,4,6,8
Kebalikan
Jika kriteria X mempunyai salah satu nilai di atas pada saat dibandingkan
dengan kriteria Y maka kriteria y mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan
dengan kriteria X.
(Saaty, 1996)
kebalikan
didalam
matrik.
Urutan
pembentukan
matrik
A1
A2
A3
An
A1
a11
a12
a13
a1n
A2
a21
a22
a23
a2n
A3
a31
a32
a33
a3n
..
..
..
..
An
an1
an2
an3
ann
(Saaty, 1996)
II-15
iii.
i,j
= 1,2,3, ..., n
.................................(2.2)
Dari persamaan diatas dapat dibuat persamaan berikut :
aij.wj /wi=l,
= 1, 2, 3, n ..............................(2.3)
aij.wj /wi=n
= 1, 2, 3, n ..............................(2.4)
aij.wj=nwi
= 1, 2, 3, n .............................(2.5)
j =1
j =1
II-16
i = n .....................................................................(2.8)
i =1
Di sini semua eigenvalue bernilai nol. kecuali satu yang tidak no1 yaitu
eigenvalue maksimum. Kemudian jika penilaian yang dilakukan konsisten
akan diperolch eigenvalue maksimum dari A yang bernilai n. Untuk
mendapatkan W, maka dapat dilakukan dengan mensubtitusikan harga
eigenvalue maksimum pada persamaan :
AW = maks W, ...........................................................(2.9)
selanjutnya persamaan tersebut dapat diubah menjadi :
A maks 1 W = 0
untuk memperoleh harga nol maka yang harus dilakukan adalah :
A maks I = 0
Berdasarkan persamaan dapat diperoleh harga maks dengan memasukkan
persamaan maks dan ditambah dengan persamaan
II-17
i =1
dimana :
maks = eigenvalue maksimum
n = ukuran matriks
CI = indeks konsistensi
Berdasarkan perhitungan Saaty dengan menggunakan 500 sampel.
Jugment matriks diambil secara acak dari skala, 1/9. l/8, ..., 1, 2, 9 akan
diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran yang berbeda,
sebagai berikut:
Tabel 2.6 Nilai Indeks Random
Ukuran Matriks
1,2
Indeks Random
0.58
0.9
(Saaty, 1996)
II-18
tingkat pada model grafis. Misalkan suatu sistem dengan N buah klaster
atau komponen komponen dimana elemen-elemen dalam setiap komponen
berinteraksi atau memiliki dampak atau dipengaruhi oleh beberapa atau
seluruh elemen dari komponen atau komponen lainnya dengan respek pada
adanya property governing (adanya dominasi). Asumsikan bahwa
komponen k, dinyatakan dengan Ck, k=l,....,N dengan nk elemen, yang
dinyatakan dengan Ck1, Ck2,...,Ckn sebagaimana diperlihatkan dalam
supermatrik pada tabel.
Tabel 2.6 Tabel Super Matriks
Supermatrik ini terbagi atas beberapa submatrik, dimana setiap blok submatrik
berisi
eigenvector-eigenvector
dari
matrik
perbandingan
berpasangan
bobot
(unweighed
supermatrix).
Di
dalam
superrnatrik
ini
II-19
hubungan
hirarki
banyak
arah
(uni-directional
II-20
relatifnya
dalam
proses
pengambilan
keputusan
II-21