Anda di halaman 1dari 21

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP)


2.1.1

Kegunaan Analytic Hierarchy Process (AHP)

AHP banyak digunakan untuk pengambilan keputusan dalam menyelesaikan


masalah-masalah dalam hal perencanaan, penentuan alternatif, penyusunan
prioritas, pemilihan kebijakan, alokasi sumber daya, penentuan kebutuhan,
peramalan hasil, perencanaan hasil, perencanaan sistem, pengukuran performansi,
optimasi dan pemecahan konflik. (Saaty, 1991)
Kelebihan dari metode AHP dalam pengambilan keputusan adalah:
1) Dapat menyelesaikan permasalahan yang kompleks, dan strukturnya tidak
beraturan, bahkan permasalahannya yang tidak terstruktur sama sekali.
2) Kurang lengkapnya data tertulis atau data kuantitatif mengenai
permasalahan tidak mempengaruhi kelancaran proses pengambilan
keputusan karena penilaian merupakan sintesis pemikiran berbagai sudut
pandang responden.
3) Sesuai dengan kemampuan dasar manusia dalam menilai suatu hal
sehingga memudahkan penilaian dan pengukuran elemen.
4) Metode dilengkapi dengan pengujian konsistensi sehingga dapat
memberikan jaminan keputusan yang diambil.
Disamping kelebihan-kelebihan di atas terdapat pula beberapa kesulitan dalam
menerapkan metode AHP ini. Apabila kesulitan-kesulitan tersebut tidak dapat
diatasi, maka dapat menjadi kelemahan dari metode AHP dalam pengambilan
keputusan :
a) AHP tidak dapat diterapkan pada suatu perbedaan sudut pandang yang
sangat tajam/ekstrim di kalangan responden.
b) Responden yang dilibatkan harus memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang cukup tentang permasalahan serta metode AHP.

II-1

BAB II Landasan Teori

2.1.2

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

Prinsip Pokok Analytic Hierarchy Process (AHP)

Pengambilan keputusan dalam metodologi AHP didasarkan atas tiga prinsip


dasar (Saaty, 1994), yaitu:
i.

Penyusunan Hirarki
Penyusunan

hirarki

permasalahan

merupakan

langkah

untuk

mendefinisikan masalah yang rumit dan kompleks, sehingga menjadi jelas


dan rinci. Keputusan yang akan diambil ditetapkan sebagai tujuan, yang
dijabarkan menjadi elemen-elemen yang lebih rinci hingga mencapai suatu
tahapan yang paling operasional/terukur. Hirarki tersebut memudahkan
pengambil keputusan untuk memvisualisasikan permasalahan dan faktorfaktor terkendali dari permasalahan tersebut. Hirarki keputusan disusun
berdasarkan pandangan dari pihak-pihak yang memiliki keahlian dan
pengetahuan di bidang yang bersangkutan.
ii.

Penentuan Prioritas
Prioritas dari elemen-elemen pada hirarki dapat dipandang sebagai
bobot/kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai dalam
pengambilan keputusan.

Metode AHP berdasarkan pada kemampuan

dasar manusia untuk memanfaatkan informasi dan pengalamannya untuk


memperkirakan pentingnya satu hal dibandingkan dengan hal lain secara
relatif melalui proses membandingkan hal-hal berpasangan. Proses inilah
yang disebut dengan metode perbandingan berpasangan (pairwise
comparison) untuk menganalisis prioritas elemen-elemen dalam hiaraki.
Prioritas ditentukan berdasarkan pandangan dan penilaian para ahli dan
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, baik
dengan diskusi atau kuesioner.
iii.

Konsistensi Logika
Prinsip pokok yang menentukan kesesuaian antara definisi konseptual
dengan operasional data dan proses pengambilan keputusan adalah
konsistensi jawaban dari para responden. Konsistensi tersebut tercermin
dari penilaian elemen dari perbandingan berpasangan.
Dalam menggunakan ketiga prinsip tersebut, AHP menyatukan dua aspek
pengambilan keputusan, yaitu:
II-2

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

a) Secara kualitatif AHP mendefinisikan permasalahan dan penilaian


untuk mendapatkan solusi permasalahan.
b) Secara kuantitatif AHP melakukan perbandingan secara numerik
dan penilaian untuk mendapatkan solusi permasalahan.

2.1.3

Langkah dan Prosedur Analytic Hierarchy Process (AHP)

A. Penyusunan Struktur Hirarki Masalah

Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan


dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem.
Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses
pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem
dengan suatu struktur tertentu.
Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem
yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari
tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam Metode AHP merupakan penjabaran
elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat
mencakup beberapa elemen homogen. Sebuah elemen menjadi kriteria dan
patokan bagi elemen-elemen yang berada di bawahnya.
Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan
tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat
berikut:
a) Minimum
Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis.
b) Independen
Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan
pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.
c) Lengkap
Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan.
d) Operasional
Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

II-3

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang
harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam
memahami permasalahan.
B. Penyusunan Prioritas
1. Relative Measurement

Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui bobot relatifnya satu
sama lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan pihak-pihak
yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hirarki
atau sistem secara keseluruhan.
Yang pertama dilakukan dalam menentukan prioritas kriteria adalah menyusun
perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan
seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Perbandingan tersebut kemudian
ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk analisis
numerik.
Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n
alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk sub
sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n, seperti pada Tabel 2.1
dibawah ini.
Tabel 2.1 Matriks perbandingan berpasangan
C

A1

A2

A3

An

A1

a11

a12

a13

a1n

A2

a21

a22

a23

a2n

A3

a31

a32

a33

a3n

..

..

..

..

An

an1

an2

an3

ann

(Saaty, 1996)

Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1 (kolom)


yang menyatakan hubungan:

II-4

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C


dibandingkan dengan A1 (kolom) atau
b. Seberapa jauh dominasi Ai (baris) terhadap Ai (kolom) atau
c. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada A1 (baris) dibandingkan
dengan A1 (kolom).
Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari
skala perbandingan yang disebut Saaty pada Tabel 2.1 Apabila bobot kriteria Ai
adalah Wi dan bobot elemen Aj adalah Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun
Saaty mewakili perbandingan (Wi/Wj)/1. Angka-angka absolut pada skala tersebut
merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen A1
terhadap elemen Aj.
Tabel 2.2. Skala penilaian perbandingan
Tingkat
Kepentingan

Definisi

Sama pentingnya

Kedua elemen mempunyai pengaruh yang


sama.

Sedikit lebih penting

Pengalaman dan penilaian sangat memihak


satu elemen dibandingkan dengan
pasangannya.

Lebih penting

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis


dominasinya sangat nyata, dibandingkan
dengan elemen pasangannya.

Sangat penting

Satu elemen terbukti sangat disukai dan secara


praktis dominasinya sangat nyata,
dibandingkan dengan elemen pasangannya.

Mutlak lebih penting

Keterangan

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai


dibandingkan dengan pasangannya, pada
tingkat keyakinan tertinggi.

2,4,6,9

Nilai tengah

Diberikan bila terdapat keraguan penilaian di


antara dua tingkat kepentingan yang
berdekatan.

Aji=1/aij

Kebalikan

Diberikan apabila elemen pada kolom j lebih


disukai dibandingkan pasangannya.
(Saaty, 1996)

II-5

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

Saaty menyusun angka-angka absolut sebagai skala penilaian berdasarkan


kemampuan manusia untuk menilai secara kualitatif, yaitu melalui ungkapan
sama, lemah, kuat, amat kuat, dan absolut atau ekstrim.
i.

Penilaian Perbandingan Multipartisipan

Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat


yang berbeda satu sama lain. Analytic Hierarchy Process hanya memerlukan satu
jawaban untuk matriks perbandingan. Jadi semua jawaban dari partisipan harus
dirata-ratakan. Dalam hal ini Saaty memberikan metode perataan dengan rata-rata
geometrik atau geometric mean. Rata-rata geometrik dipakai karena bilangan
yang dirata-ratakan adalah deret bilangan yang sifatnya rasio dan dapat
mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar
atau terlalu kecil (Brodjonegoro dan Utama, 1992).
Teori rata-rata geometrik menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang
melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai
numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai
tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil
perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. Secara matematis dituliskan sebagai
berikut :
aij = (z1, z2, z3, ..., zn)1/n
dengan:
aij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria Ai dengan Aj untuk n
partisipan
Zi = Nilai perbandingan antara kriteria Ai dengan Aj untuk partisipan i, dengan i =
1, 2, 3, ..., n.
n = Jumlah partisipan
ii.

Eigenvalue dan Eigenvector

Apabila seseorang yang sudah memasukkan persepsinya untuk setiap


perbandingan antara kriteria-kriteria yang berada dalam satu level atau yang dapat
diperbandingkan maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau

II-6

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan. Bentuk matriks ini adalah
simetris atau biasa disebut dengan matriks bujur sangkar. Apabila ada tiga kriteria
yang dibandingkan dalam satu level matriks maka matriks yang terbentuk adalah
matriks 3 x 3. Ciri utama dari matriks perbandingan yang dipakai model AHP
adalah kriteria diagonalnya dari kiri atas ke kanan bawah adalah satu karena yang
dibandingkan adalah dua kriteria yang sama. Selain itu, sesuai dengan sistematika
berpikir otak manusia, matriks perbandingan yang dibentuk bersifat matriks
resiprokal misalnya kriteria A lebih disukai dengan skala 3 dibandingkan kriteria
B maka dengan sendirinya kriteria B lebih disukai dengan skala 1/3 dibandingkan
A.
Setelah matriks perbandingan untuk sekelompok kriteria telah selesai dibentuk
maka langkah berikutnya adalah mengukur bobot prioritas setiap kriteria tersebut
dengan dasar persepsi seorang ahli yang telah dimasukan dalam matriks tersebut.
Hasil akhir perhitungan bobot prioritas tersebut merupakan suatu bilangan desimal
di bawah satu dengan total prioritas untuk kriteria-kriteria dalam satu kelompok
sama dengan satu. Dalam penghitungan bobot prioritas dipakai cara yang paling
akurat untuk matriks perbandingan yaitu dengan operasi matematis berdasarkan
operasi matriks dan vektor yang dikenal dengan nama Eigenvektor.
Eigenvektor adalah sebuah vektor yang apabila dikalikan sebuah matriks
hasilnya adalah vektor itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan skalar atau
parameter yang tidak lain adalah eigenvalue. Bentuk persamaannya sebagai
berikut:

. w = . w .(2.1)
Dengan
w: eigenvector

: eigenvalue
A: Matriks bujursangkar
Eigenvektor biasa disebut sebagai vektor karakteristik dari sebuah matriks
bujursangkar sedangkan eigenvalue merupakan akar karakteristik dari matriks
tersebut. Metode ini yang dipakai sebagai alat pengukur bobot prioritas setiap

II-7

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

matriks perbandingan dalam model AHP karena sifatnya lebih akurat dan
memperhatikan semua interaksi antar kriteria dalam matriks. Kelemahan metode
ini adalah sulit dikerjakan secara manual terutama apabila matriksnya terdiri dari
tiga kriteria atau lebih sehingga memerlukan bantuan program komputer untuk
memecahkannya. (Saaty, 1994)
iii.

Konsistensi

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan modelmodel pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak.
Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka
ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam
menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan
banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan
persepsinya dengan bebas tanpa ia harus berpikir apakah persepsinya tersebut
akan konsisten nantinya atau tidak.
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas
eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa
dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan. Rumus dari indeks
konsistensi adalah:
CI = ( maks n ) / (n 1)..(2.2)
Dengan
CI: Indeks Konsistensi

maks: eigenvalue maksimum


n: Orde matriks
Dengan merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks. Eigenvalue maksimum
suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai
CI yang negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks,
makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks
tersebut konsisten 100 % atau inkonsistensi 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI
tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus (2.2) di atas memang
lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks.
II-8

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah ke dalam bentuk rasio


inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks
random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1
sampai 10 yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National
Laboratory dan kemudian dilanjutkan oleh Wharton School.
Tabel 2.3 Pembangkit random (RI)
N

10

RI

0.58

0.9

1.12

1.24

1.32

1.41

1.45

1.49

(Saaty, 1996)

CR =

CI
RI

CR

= Rasio Konsistensi

RI

= Indeks Random
Selanjutnya konsistensi

responden dalam mengisi kuesioner diukur.

Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidak konsistenan


respon yang diberikan responden. Saaty telah menyusun nilai CR (Consistency
Ratio) yang diizinkan adalah CR < 0.1.
2. Absolute measurement

Dalam pengukuran absolut, seorang pengambil keputusan mengevaluasi tiap


alternative dengan cara memberikan penilaian langsung untuk tiap criteria.
Kehadiran atau ketidak hadiran alternative lain baik relevan ataupun tidak relevan
terhadap keputusan, tidak memberikan efek pada rangking alternatifnya. Jenis
pengukuran ini juga sering disebut sebagai rating AHP.
Skala yang digunakan dalam pengukuran ini adalah skala rating. Skala rating
adalah skala yang mencoba untuk meng-kualitatif-kan data kuantitatif. Bobot dari
skala yang akan digunakan diperoleh dengan cara membandingkan dominasi dari
tiap skala. Penilaian ini dilakukan oleh pihak yang akan menggunakan skala
tersebut. Skala yang biasa digunakan terdiri dari lima level, yakni: sangat tinggi,
tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. (Saaty, 1994)

II-9

BAB II Landasan Teori

2.1.4

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

Kelebihan dan Kekurangan Analytic Hierarchy Process (AHP)


AHP mempunyai kelebihan, yaitu :

1) Fleksibel - AHP dapat secara fleksibel digunakan untuk menyelesaikan


beragam jenis masalah yang tidak terstruktur.
2) Mereduksi Komplektisitas - AHP menggabungkan pendekatan deduktif
dan sistem untuk digunakan secara komperhensif dalam meninjau masalah
yang kompleks.
3) Melihat Ketergantungan Elemen - AHP dapat menyelesaikan masalah
dengan elemen-elemen yang saling bergantung.
4) Penyusunan Hierarki - AHP dapat meniru kemampuan manusia dalam
menyusun struktur masalah ke dalam hierarki.
5) Pengukuran - AHP dapat menghasilkan skala pengukuran (bobot) untuk
elemen-elemen kualitatif dan abstrak.
6) Konsistensi - AHP memberikan analisis konsistensi dalam penilaian
kesesuaian data dan hierarki yang merupakan refleksi atas logika manusia.
7) Sintesis - AHP menghasilkan pertimbangan dan penilaian menyeluruh
untuk setiap alternatif.
Selain kelebihan, AHP juga mempunyai kekurangan, yaitu :
1) Membutuhkan

partisipasi

pihak

yang

benar-benar

mengetahui

permasalahan yang real yang ada, khususnya dalam membangun hierarki


permasalahan.
2) Jika dalam pengambilan masalah multipartisipan terdapat perbedaan yang
sangat ekstrim (dapat dilihat dari hasil analisis konsistensi), maka AHP
tidak dapat langsung diterapkan dan perlu dilakukan suatu usaha untuk
menyatukan pendapat/masalah.
3) AHP tidak dapat ditinjau dari segi statistik murni atau distribusi peluang
karena pengambilan sampel tidak acak dan dapat dilakukan secara single
partisipan maupun multipartisipan.(Saaty, 1998)

II-10

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

2.2 Analytic Network Process (ANP)


2.2.1 Karakteristik Metode Analytic Network Process (ANP)
Metode Analytic Network Process (ANP) merupakan pengembangan
metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode ANP mampu memperbaiki
Kelemahan AHP berupa kemampuan mengakomodasi keterkaitan antar kriteria
atau alternatif. Keterkaitan pada metode ANP ada 2 jenis yaitu keterkaitan dalam
satu set elemen (inner dependence) dan keterkaitan antar elemen yang berbeda
(outer dependence). Adanya keterkaitan tersebut menyebabkan metode ANP lebih
kompleks disbandingmetode AHP (Saaty, 1998).
Pembobotan dengan ANP membutuhkan model yang merepresentasikan
saling keterkaitan antar kriteria dan subkriteria yang dimilikinya. Ada 2 kontrol
yang perlu diperhatikan didalam memodelkan sistem yang hendak diketahui
bobotnya. Kontrol pertama adalah kontrol hierarki yang menunjukkan keterkaitan
kriteria dan sub kriterianya. Pada kontrol ini tidak membutuhkan struktur hierarki
seperti pada metode AHP. Kontrol lainnya adalah kontrol keterkaitan yang
menunjukkan adanya saling keterkaitan antar kriteria atau cluster (Saaty, 1996).
Analytic Network Process (ANP) merupakan teori pengukuran secara
umum diterapkan pada dominasi pengaruh (Dominance of influence) di antara
stakeholder

atau

alternative

dalam

hubungannya

dengan

atribut

atau

kriteria.Dominasi merupakan konsep yang digunakan dalam membuat sesuatu


perbandingan diantara elemen-elemen yang berhubungan dengan atribut yang
dimiliki atau pemenuhan terhadap suatu kriteria. Suatu elemen dikatakan
melakukan dominasi terhadap elemen yang lain, apabila elemen tersebut lebih
penting, lebih disukai ataupun lebih mungkin terjadi (Saaty, 2001). Metode ini
merupakan pengembangan dari metode AHP, yaitu memungkinkan adanya
dependensi baik antar kriteria maupun alternatif yang tidak ada pada metode
AHP. Dengan umpan balik (feedback), semua alternatif bisa tergantung pada
kriteria, maupun saling bergantung diantara alternatif tersebut.

II-11

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

2.2.2 Prinsip Dasar Metode Analytic Network Process (ANP)


Pengambilan keputusan dengan menggunakan metode ANP didasarkan atas
beberapa prinsip dasar yaitu (Yurdakul, Mustafa, 2002).
1. Struktur masalah berbentuk jaringan .

Struktur masalah dalam ANP tidak harus memiliki struktur linier dari atas
ke bawah seperti halnya hirarki, tetapi lebih mirip dengan suatu jaringan,
dengan siklus hubungan dari klaster-klasternya. Perbandingan struktur
hirarki dan jaringan diperlihatkan dalam gambar berikut :

Jaringan Non Linear

Jaringan Linear

Gambar 2.1 Perbedaan Struktur Jaringan Linear dan Non Linear


(Saaty, 1996)

Dari gambar di atas nampak perbedaan struktur yang terjadi antara


model jaringan linier (hirarki) dan jaringan non linier. Model hirarki hanya
memiliki

hubungan

ketergantungan

fungsional

satu

arah,

yaitu

ketergantungan komponen (level) bagian bawah terhadap komponen


(level) pada bagian atasnya. Model jaringan mampu mengakomodasi
ketergantungan fungsional timbal balik (dua arah), yaitu hubungan saling
tergantungan antara komponen (level) atas dan bawah.
2. Penentuan bobot elemen terhadap komponen acuan

Penentuan bobot dilakukan dengan menggunakan matrik perbandingan


berpasangan. Dengan matrik perbandingan ini akan diperoleh bobot
perbandingan antar elemen di dalam suatu komponen (level) terhadap
elemen yang menjadi acuan penilaian. Seperti dengan menggunakan
metode AHP, dengan matrik perbandingan ini dapat dilacak konsistensi
penilaian dari seorang pengguna. Untuk mendapatkan urutan prioritas
antar elemen dari suatu komponen (level) maka nilai dari matrik

II-12

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

perbandingan tersebut dicari nilai eigen vektornya. Untuk selanjutnya nilai


eigen vektor di masukan ke dalam supermatrik. Jika dari supermatrik ini
dikalikan matrik itu sendiri (dipangkatkan) hingga diperoleh bobot yang
stabil maka akan diperoleh matrik Steady state, dimana nilai dari masingmasing elemen tersebut menunjukkan bobot prioritas yang telah
mengakomodasi semua interaksi antar komponen (level).

2.2.3 Langkah-Langkah dalam Metode Analytic Network Process (ANP)


Berikut ini adalah langkah-langkah pembuatan ANP menurut Saaty (Saaty, 1999):
i.

Langkah 1: Konstruksi model dan strukturisasi masalah Tujuan utamanya


adalah untuk mengidentifikasi alternatif yang akan menjadi paling
signifikan dalam pengambilan keputusan. Untuk lebih jelasnya urutan
pengembangan model dapat diuraikan sebagai berikut (Sarkis, Joseph,
2003) :
a. Menguraikan elemen - elemen dari suatu masalah (sistem). Prinsip
penguraian dan pendefinisian elemen sama dengan AHP yaitu
minimum, lengkap dan operasional.
b. Pembentukan komponen (level). Jika terdapat elemen-elemen yang
memiliki kualitas setara dikelompokan ke dalam suatu komponen
(level atau klaster) yang sama.

ii.

Langkah 2: Matriks perbandingan berpasangan yang menunjukkan


keterkaitan. Dalam ANP pendekatan dalam pengambilan keputusan tetap
didasarkan kepada keputusan untuk mendapatkan prioritas sebagaimana
halnya metode AHP. Sekelompok pakar mengembangkan skala yang dapat
menggambarkan suatu proses keputusan sehingga dapat menghasilkan
keputusan yang paling baik. Saaty (1980) menetapkan skala kuantitatif 1
sampai dengan 9 untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu
elemen terhadap elemen lainnya (Saaty, 1996).

II-13

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

Tabel 2.4 Pedoman Pemberian Nilai dalam Perbandingan Berpasangan


Kepentingan

Definisi

Penjelasan

Kedua Kriteria Sama Penting

Kedua kriteria memiliki pengaruh yang


sama

Kriteria yang satu sedikit lebih


penting

Penilaian sedikit lebih memihak pada


salah satu kriteria di banding pasangannya

Kriteria yang satu lebih penting


dari pada yang lainnya

Penilaian sangat memihak pada salah satu


kriteria di banding pasangannya

Kriteria yang satu jelas sangat


penting dari pada kriteria yang
lainnya

Salah satu kriteria sangat berpengaruh dan


dominasinya tampak secara nyata.

Kriteria yang satu mutlak sangat


penting dari pada kriteria yang
lainnya

Bukti bahwa salah satu kriteria sangat


penting daripada pasangannya adalah
sangat jelas

Nilai tengah diantara dua


pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan jika terdapat keraguan


diantara kedua penilaian yang berdekatan

2,4,6,8

Kebalikan

Jika kriteria X mempunyai salah satu nilai di atas pada saat dibandingkan
dengan kriteria Y maka kriteria y mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan
dengan kriteria X.
(Saaty, 1996)

Skor 1 Menunjukkan dua pilihan mempunyai kepentingan yang sama atau


tidalk ada perbedaan dan skor 9 menunjukkan dominansi yang besar sekali dari
suatu komponen yang dipertimbangkan (komponen baris) terhadap komponen
pembanding(komponen kolom). Jika suatu komponen mempunyai tingkat
pengaruh yang lemah, rentang skor berkisar dari 1 sampai 1/9 (satu persembilan),
dimana 1 menunjukkan tidak ada perbedaan dan 1/9 menunjukkan dominansi
yang kuat dari elemen kolom terhadap elemen baris. Ketika penilaian skor
dilakukan untuk suatu pasangan, suatu nilai kebalikan secara otomatis merupakan
perbandingan

kebalikan

didalam

matrik.

Urutan

pembentukan

matrik

perbandingan berpasangan diuraikan sebagai berikut (Saaty, 1996):


1. Membandingkan seluruh elemen untuk setiap level dalam bentuk
berpasangan. Perbandingan tersebut ditransformasikan ke dalam
bentuk matriks.
II-14

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

2. Perbandingan dilakukan berdasarkan "judgment" dari para pakar


pihak-pihak atau yang berkepentingan terhadap pengambilan
keputusan.
3. dilakukan secara langsung (dengan diskusi) atau dengan kuesioner
jumlah judgment seluruhnya berjumlah sebanyak n x.[ n I ] / 2, n
adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.
Tabel 2.5 Matriks Perbandingan Berpasangan
C

A1

A2

A3

An

A1

a11

a12

a13

a1n

A2

a21

a22

a23

a2n

A3

a31

a32

a33

a3n

..

..

..

..

An

an1

an2

an3

ann

(Saaty, 1996)

Matriks di atas adalah matriks perbandingan berpasangan. Matriks tersebut


dihasilkan dari perbandingan antar elemen terhadap kriteria tertentu (dalam
hal ini C ). Nilai aij adalah nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj
yang menyatakan hubungan :
a. Seberapa jauh tingkat kepentingan Ai bila dibandingkan dengan Aj , atau
b. Seberapa banyak kontribusi Ai terhadap kriteria C dibandingkan Aj , atau
c. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada Ai dibandingkan Aj atau
d. Seberapa jauh dominasi Ai dibandingkan Aj
Bila diketahui nilai aij maka secara teoritis nilai aij = l/au' Sedangkan nilai
aij dalam situasi i =j adalah mutak 1. Nilai numerik yang dikenakan untuk
perbandingan di atas diperoleh dari skala perbandingan yang dibuat oleh
Saaty.

II-15

BAB II Landasan Teori

iii.

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

Langkah 3: Perhitungan bobot elemen


Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor W = [WI, W2, W3,...,Wn].

Nilai Wn menyatakan bobot relatif kriteria An terhadap keseluruhan set


kriteria pada sub sistem tersebut. Pada situasi penilaian yang sempurna
(teoritis) maka didapatkan hubungan :
aik =aij. ajk untuk semua i, j, k.............................(2.1)
Matriks yang diperoleh adalah matriks yang konsisten. Dengan demikian
nilai perbandingan yang didapatkan dari partisipan berdasarkan tabel, yaitu aij
dapat dinyatakan di dalam vektor W sebagai :
aij = wi / wj

i,j

= 1,2,3, ..., n

.................................(2.2)
Dari persamaan diatas dapat dibuat persamaan berikut :
aij.wj /wi=l,

= 1, 2, 3, n ..............................(2.3)

aij.wj /wi=n

= 1, 2, 3, n ..............................(2.4)

aij.wj=nwi

= 1, 2, 3, n .............................(2.5)

j =1

j =1

Yang dinyatakan dengan :


AW = nW
Dalam teori matriks rumus di atas adalah persamaan karakteristik dengan
W merupakan Eigen vector dari matriks A dengan nilai eigen sebesar n. Bila
ditulis secara lengkap maka persamaan tersebut akan terlihat seperti pada
persamaan berikut :

II-16

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

Pada umumnya ada beberapa nilai eigenvector yang bersesuaian yang


memenuhi persamaan di atas. Variabel n pada persamaan di atas dapat
digantikan dengan sebuah vektor A.,sebagai berikut :
AW = W .................................................................(2.6)
Dimana = (1, 2, ..., n) Setiap .yang memenuhi persamaan di atas
dinamakan sebagai eigen value, sedangkan vektor yang memenuhi persamaan
2.30 tersebut dinamakan sebagai eigenvector. Bila matriks A diketahui dan
ingin diperoleh nilai W, maka dapat diselesaikan melalui persamaan berikut:
[A-nI]W = 0 ................................................................(2.7)
Persamaan ini dapat menghasilkan solusi yang tidak nol (jika dan hanya
jika) n merupakan eigenvalue dari A dan W adalah eigen vectornya. Setelah
eigenvalue matriks perbandingan A tersebut diperoleh. misalnya:
1. A2, n dan berdasarkan matriks A yang mempunyai keunikan yaitu aij= 1.
dcngan 1=1. 2, ..., n, maka:
n

i = n .....................................................................(2.8)

i =1

Di sini semua eigenvalue bernilai nol. kecuali satu yang tidak no1 yaitu
eigenvalue maksimum. Kemudian jika penilaian yang dilakukan konsisten
akan diperolch eigenvalue maksimum dari A yang bernilai n. Untuk
mendapatkan W, maka dapat dilakukan dengan mensubtitusikan harga
eigenvalue maksimum pada persamaan :
AW = maks W, ...........................................................(2.9)
selanjutnya persamaan tersebut dapat diubah menjadi :
A maks 1 W = 0
untuk memperoleh harga nol maka yang harus dilakukan adalah :
A maks I = 0
Berdasarkan persamaan dapat diperoleh harga maks dengan memasukkan
persamaan maks dan ditambah dengan persamaan

II-17

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

W 1 2 = 1, maka akan diperoleh bobot masing-masing elemen operasi

i =1

Wi, dengan i=l, 2, ..., n) yang merupakan eigenvector yang berkesesuaian


dengan eigenvalue maksimum
iv.

Langkah 4: Perhitungan rasio konsistensi Tingkat ketidak konsistenan


pada respon di sebut dengan rasio ketidak konsistenan (CI) yang
perhitungannya adalah sebagai berikut:

dimana :
maks = eigenvalue maksimum
n = ukuran matriks
CI = indeks konsistensi
Berdasarkan perhitungan Saaty dengan menggunakan 500 sampel.
Jugment matriks diambil secara acak dari skala, 1/9. l/8, ..., 1, 2, 9 akan
diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran yang berbeda,
sebagai berikut:
Tabel 2.6 Nilai Indeks Random

Ukuran Matriks

1,2

Indeks Random

0.58

0.9

1.12 1.24 1.32 1.41 1.45

(Saaty, 1996)

Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai


rasio konsistensi (CR)
CR = RI / CI ...........................................................(2.11)
Vektor hasil perhitungan diterima jika CR sekitar 0,1 atau kurang (0,2 bisa
ditoleransi, tetapi tidak lebih). Jika CR tidak kurang dari 0,1 masalah
dipelajari lagi dan dilakukan penilaian ulang.
v.

Langkah 4: Pembentukan super matriks dan analisis Super matriks


berisikan submatriks yang terdiri atas hubungan-hubungan antara dua

II-18

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

tingkat pada model grafis. Misalkan suatu sistem dengan N buah klaster
atau komponen komponen dimana elemen-elemen dalam setiap komponen
berinteraksi atau memiliki dampak atau dipengaruhi oleh beberapa atau
seluruh elemen dari komponen atau komponen lainnya dengan respek pada
adanya property governing (adanya dominasi). Asumsikan bahwa
komponen k, dinyatakan dengan Ck, k=l,....,N dengan nk elemen, yang
dinyatakan dengan Ck1, Ck2,...,Ckn sebagaimana diperlihatkan dalam
supermatrik pada tabel.
Tabel 2.6 Tabel Super Matriks

Supermatrik ini terbagi atas beberapa submatrik, dimana setiap blok submatrik
berisi

eigenvector-eigenvector

dari

matrik

perbandingan

berpasangan

(eigenvector-eigenvector hasil matrik perbandingan berpasangan antar kriteria


atau alternatif) yang terbentuk pada tahap sebelumnya, atau merupakan
submatrik-submatrik nol (elemen-elemen dalam submatrik seluruh bernilai nol).
Supermatrik yang terbentuk tersebut merupakan supermatrik yang belum
diberikan

bobot

(unweighed

supermatrix).

Di

dalam

superrnatrik

ini

dimungkinkan adanya perhitungan setiap efek saling mempengaruhi yang terjadi


antar elemen-elemen ANP. Dalam supermatrik ini, vektor-vektor bobot
perbandingan antar kriteria diperlihatkan secara jelas sebagai kolom-kolom di
dalam supermatrik yang merepresentasikan dampak dari elemen-elemen di dalam
suatu komponen terhadap elemen dalam komponen lainnya atau terhadap elemen
dalam komponen itu sendiri
vi.

Langkah 5: Memilih alternatif terbaik

II-19

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Analytic Network Process (ANP)


ANP merupakan suatu pendekatan pengambilan keputusan multi atribut
yang berdasarkan pada alasan, pengetahuan, dan pengalaman ahli-ahli dalam
bidangnya. Beberapa kelebihan ANP adalah (Saaty, 1996) :
a) ANP merupakan teknik komprehensif yang memungkinkan memasukkan
semua kriteria yang relevan, baik tangible maupun intagible, yang sering
terdapat dalam proses pengambilan keputusan.
b) Model AHP merupakan suatu kerangka kerja pengambilan keputusan yang
mengasumsikan

hubungan

hirarki

banyak

arah

(uni-directional

hierarchical relationship) antar level-level keputusan, sedangkan ANP


memungkinkan adanya hubungan yang lebih kompleks antar level dan
atribut keputusan, tanpa membutuhkan struktur hirarki yang kaku.
c) Dalam masalah-masalah pangambilan keputusan, sangat penting untuk
mempertimbangkan hubungan ketergantungan antar kriteria karena adanya
karakteristik ketergantungan dalam masalah kehidupan nyata. Metodologi
ANP memasukkan pertimbangan ketergantungan antara dan antar level
dari kriteria dan dengan demikian merupakan alat pengambilan keputusan
multikriteria yang aktraktif. Hal ini membuat ANP lebih baik dari AHP
yang gagal untuk memasukkan ketergantungan antar enabler, kriteria dan
sub kriteria.
d) Metodologi ANP bermanfaat dalam mempertimbangkan karakteristik
kualitatif maupun kuantitatif yang memang seharusnya dipertimbangkan,
dengan juga mempertimbangkan hubungan ketergantungan non linear
antar attribut.
e) ANP secara unik menyediakan skor sintesis, yang menjadi indikator
rangking relatif dari alternatif-alternatif yang tersedia bagi pengambil
keputusan.

II-20

BAB II Landasan Teori

Fakultas Teknik Universitas Widyatama

Kekurangan ANP (Saaty, 1996) :


a) Identifikasi atribut-atribut yang relevan dari masalah dan menentukan
kepentingan

relatifnya

dalam

proses

pengambilan

keputusan

membutuhkan diskusi dan brainstorming yang dalam. Disamping itu,


pencarian data untuk metodologi ANP merupakan proses intensif yang
membutuhkan waktu lama.
b) ANP membutuhkan perhitungan dan matrik-matrik perbandingan
berpasangan tambahan yang lebih banyak disamping proses AHP.
Dengan demikian diperlukan alur yang teliti dari matrik dan
perbandingan berpasangan atribut.
c) Perbandingan berpasangan atribut bersifat subyektif sehingga akurasi
hasil tergantung pada pengetahuan keahlian pemakai dalam bidangnya.

II-21

Anda mungkin juga menyukai