Bab I, II, III, IV
Bab I, II, III, IV
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Semakin berkembangnya ilmu ortodontik dalam bidang kedokteran gigi
semakin banyak pula orang yang ingin memperbaiki posisi gigi mereka yang tidak
teratur. Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga
diperoleh oklusi yang sehat secara funsgional maupun estetis.1 Maloklusi adalah
penyimpangan letak gigi atau malserasi lengkung gigi diluar rentang kewajaran yang
dapat diterima. Maloklusi juga dapat diartikan variasi biologi sebagaimana variasi
biologi yang terjadi pada bagian tubuh yang lain, tetapi karena variasi letak gigi
mudah diamati dan mengganggu estetik sehingga menarik perhatian untuk
melakukan perawatan.2
Terdapat bukti bahwa prevalensi maloklusi meningkat, peningkatan ini
dipercayai sebagai suatu proses evolusi yang diduga akibat meningkatnya variabilitas
gen dalam populasi yang bercampur di dalam kelompok ras. Meningkatnya letak gigi
yang berdesakan mungkin disebabkan tidak adanya atrisi proksimal dan oklusal yang
terjadi pada gigi. Pada masa lalu kelompok aborigin di Australia makan makanan
yang kasar sehingga menghasilkan pengurangan mesiodistal gigi karena adanya atrisi
pada gigi. Panjang lengkung gigi dapat berkurang sekitar sepuluh millimeter dan
keadaan ini mengurangi kecendrungan terjadinya gigi berdesakan. Dapat dikatakan
bahwa maloklusi disebabkan oleh kelainan gigi dan malserasi lengkung gigi. 2
dkk juga menyatakan bahwa perbedaan ukuran gigi terjadi pada kelas II divisi 1
maloklusi dengan kelas III maloklusi.3 Arya dkk menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan lebar mesiodistal gigi dalam kategori maloklusi. Howe dkk juga
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara lebar mesiodistal pada kelompok gigi
berjejal dan tidak berjejal.1
Analisis ALD menggambarkan adanya hubungan jumlah ukuran lebar
mesiodistal gigi-gigi (lengkung gigi) dengan lengkung rahang dalam menentukan
rencana perawatan. Hal ini juga telah banyak dilaporkan bahwa estetik yang baik
akan tercipta bila terjadi harmonisasi antara lengkung geligi dengan morfologi
ukuran gigi begitupun sebaliknya jika terjadi disharmoni antaranya maka akan
menyebabkan terjadinya maloklusi.
Berdasarkan uraian di atas, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian dan
tertarik memilih judul : Gambaran analisis Arch Length Discrepancy (ALD) pada
pasien di Klinik Ortodontik Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Hasanuddin
(RSGM-UNHAS).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah penelitian ini, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana gambaran analisis ALD pada
pasien di Klinik Ortodontik RSGM-UNHAS?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI MALOKLUSI
gigi
penampilan seseorang
yang
tidak
harmonis
secara
Maloklusi
estetik mempengaruhi
rahang
lawannya.
Maloklusi
merupakan
keadaan
yang
tidak
Faktor spesifik
Terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan embriologi banyak
Disfungsi otot
Otot-otot wajah dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang dalam dua cara.
Pertama pembentukan tulang pada titik otot yang tergantung pada aktivitas otot.
Kedua otot merupakan bagian penting dari seluruh jaringan matriks lunak yang
pertumbuhannya biasanya mengakibatkan rahang bawah ke depan.
teeth
yaitu
kelainan
pada
ukuran
gigi
yang
terjadi
pada
tahap
h Kebiasaan buruk
kebiasaan buruk berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat
menyebabkan terjadinya maloklusi. Contohnya kebiasaan mengisap jari atau
benda-benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan
maloklusi.
2.2.2 Pengaruh genetika
Pengaruh genetika sangat kuat pada pembentukan wajah yaitu pembentukan
hidung, rahang, dan tampilan senyum. Hal ini dapat dilihat dari beberapa keluarga
yang terjadi maloklusi.
a. Terjadinya disharmoni antar ukuran rahang dengan ukuran gigi yang
menghasilkan crowded atau diastema.
b. Terjadinya disharmoni antar ukuran rahang atas dengan ukuran rahang bawah
yang menyebabkan tidak adanya hubungan oklusi.
Hal ini terjadi karena adanya persilangan genetic dari individu satu dengan
yang lain sehingga menghasilkan individu baru yang mewarisi sebagian dari individu
induk.
2.2.3 Pengaruh lingkungan
Pengaruh lingkungan selama pertumbuhan dan perkembangan pada wajah,
rahang, dan gigi sebagian besar terdiri dari tekanan dan kekuatan terkait dengan
aktivitas fisiologis. Fungsi harus beradaptasi dengan lingkungan. Misalnya,
bagaimana Anda mengunyah dan menelan akan ditentukan oleh apa yang Anda harus
makan, tekanan terhadap rahang dan gigi akan mempengaruhi pertumbuhan rahang
dan erupsi gigi.
b. Kelas II yaitu lengkung bawah minimal setengah lebar tonjol lebih posterior
dari relasi yang normal terhadap lengkung gigi atas dilihat pada relasi molar.
Relasi seperti ini disebut distoklusi.
Maloklusi kelas II dibagi menjadi dua divisi menurut inklinasi insisivus atas
yaitu :
-
c. Kelas III yaitu lengkung bawah setidak-tidaknya satu lebar tonjol lebih ke
mesial daripada lengkung gigi atas bila dilihat dari relasi molar pertama
permanen. Relasi lengkung geligi semacam ini biasa disebut juga mesioklusi.
Relasi anterior menunjukkan adanya gigitan terbalik.
-
standard
institute
mengklasifikasikan
maloklusi
berdasarkan
10
Kelas III : gigi seri rahang bawah anterior menutupi cingulum gigi seri
rahang atas atau gigitan terbalik.8
Gigi yang sudah erupsi sudah sesuai dengan umur pasien (menurut
umur erupsi gigi).
11
Pasien wanita biasanya lebih tertib le bih sabar dan lebih telaten dari
pada pasien lelaki dalam melaks anakan ketentuan perawatan.
12
operator/dokter gigi
Apakah keluhan itu memungkinkan untuk ditanggulangi dengan perawatan
ortodontik ?
Apakah keluhan itu menyangkut faktor estetik atau fungsional (bicara ,
mengunyah) ?
Keluhan utama bisanya diikuti oleh keluhan sekunder yaitu keluhan yang baru
disadari setelah mendapat penjelasan dari operator: Apakah ada keadaan lain
yang tidak disadari oleh pasien yang merupakan suatu kelainan yang
memungkinkan untuk dirawat secara ortodontik ? Jika ada ini perlu dijelaskan
dan dimintakan persetujuan untuk dirawat.
13
kasus maloklusi seperti yang diderita pasien saat ini. Rawayat kasus dapat ditelusuri
dari beberapa aspek :
a. Riwayat Gigi-geligi (Dental History):
Anamnesis riwayat gigi-geligi dimaksudkan untuk mengetahui proses
pertumbuhan dan perkembangan gigi-geligi pasien sampai keadaan sekarang
sehingga dapat diketahui mulai sejak kapan dan bagai mana proses
perkembangan terbentuknya maloklusi pasien.
Meliputi riwayat pada :
mana ?
Periode gigi campuran (Mixed Dentitition) : Adakah proses pergantian
dari gigi susu ke gigi permanen ini sebagai penyebab
terjadinya
14
ompong)
Periode gigi permanen ( Permanent Dentition) : Untuk mengetahui
apakah maloklusi pasien dimulai pada periode ini ?
- Adakah karies pada gigi permanen. Apakah sudah ditambal / apakah
mendapat perawatan syaraf (endodontik) ?
- Adakah gigi permanen yang telah dicabut ? Kapan ? Karena apa ?
Apakah ada gigi yang telah dicabut dibiarkan tidak diganti dalam
waktu yang lama ?
- Adakah gigi tidak bisa tumbuh / impaksi ? Apakah sudah dica but atau
agenese ?
- Adakah benturan / trauma pada gigi-gigi permanen , dibagian mana ?
pasien dan apakah sekarang masih dalam perawatan dokter, dokter siapa ?
Penyakit yang dimaksud antara lain :
- Penyakit kekurangan gizi pada masa kanak-kanak
- Tonsilitis atau Adenoiditis
- Hypertensi atau penyakit Jantung
- Hepatitis atau Lever
- Asthma
- Tubercolosis
- HIV atau AIDS
- Allergi terhadap obat tertentu
- Dll.
15
yaitu :
- Brahisepali : lebar, persegi
- Mesosepali : lonjong / oval
- Oligisepali : panjang / sempit
Otot-otot mastikasi dan otot-otot bibir Serabut otot bersifat elastis ,
mempunyai dua macam keteganga n (tonus), aktif dan pasif. Pada
16
dilakukan.
Keadaan lidah : normal / macroglossia / microglossia Pasien yang
mempunyai lidah besar ditandai oleh :
- Ukuran lidah tampak besar di bandingkan ukuran lengkung
giginya
- Dalam keadaan relax membuka mulut, lidah tampak luber
menutupi permukaan oklusal gigi-gigi bawah.
- Pada tepi lidah tampak bercak-bercak akibat tekanan permukaan
17
penunjang
pada
perawatan
ortodontik
adalah
analisis
pertumbuhkembangan
kompleks
kraniofasial
kemudian
18
perawatan.
Rencana
perawatan
yang
semaksimal mungkin,
sehingga
inklinasi
mahkota
dan
akar
terlihat. Jika hasil cetakan tidak cukup tinggi, maka hasil analisis tidak
akurat. Model studi dengan basis segi tujuh, yang dibuat dengan bantuan
gigitan lilin dalam keadaan oklusi sentrik serta diproses hingga mengkilat,
akan memudahkan pada saat analisis dan menyenangkan untuk dilihat pada
saat menjelaskan kasus kepada pasien.12
Macam-macam analisis model studi :
19
kira-kira sama
normal
dengan 44%,
20
Pont
memikirkan
lengkung ideal
sebuah
yang didasarkan
metoda
pada
untuk
lebar
menentukan
mesiodistal
lebar
mahkota
sentral
molar
pertama.
Pont
juga
menyarankan bahwa lengkung rahang atas dapat diekspansi sebanyak 12 mm lebih besar dari idealnya untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya relaps.4
c) Metode Kesling
Metode Kesling dalah suatu cara yang dipakai sebagai pedoman untuk
menentukan atau menyusun suatu lengkung gigi dari model aslinya dengan
membelah atau memisahkan gigi- giginya, kemudian disusun kembali pada
basal archnya baik mandibula atau maksila dalam bentuk lengkung yang
dikehendaki sesuai posisi aksisnya.
Cara ini berguna sebagai suatu pertolongan praktis yang dapat dipakai
untuk menentukan diagnosis, rencana perawatan maupun prognosis
perawatan suatu kasus secara individual.4,5
d) Indeks Bolton
Bolton mempelajari pengaruh perbedaan ukuran gigi rahang bawah
terhadap ukuran gigi rahang atas dengan keadaan oklusinya. Rasio
yang diperoleh membantu dalam mempertimbangkan hubungan overbite
21
lebar 12 gigi
rahang bawah dibagi dengan jumlah 12 gigi rahang atas dan dikalikan
100. Rasio keseluruhan sebesar 91,3 berarti
sesuai
dengan analisis
22
yaitu
dengan
mengukur
panjang
lengkung
ideal
yang
23
sorong. Analisis Nance mengukur mesial distal setiap gigi yang berada
di mesial gigi molar pertama permanen atau ukuran lebar mesiodistal
gigi geligi ditentukan dengan mengukur jarak maksimal dari titik kontak
mesial dan distal gigi pada permukaan interproksimalnya ataupun diukur
pada titik kontak gigi yang bersinggungan dengan titik kontak gigi
tetangganya. Jumlah lebar total menunjukkan ruangan yang dibutuhkan
untuk lengkung gigi yang ideal. Pengukuran dilakukan pada gigi molar
pertama kiri sampai molar kedua kanan pada setiap rahang.7,12,13
setiap
gigi,
pada
geligi
posterior
melalui
permukaan
24
pertama
permanen.
Setelah
dilakukan
pengukuran
dan
25
26
penelitian,
ukuran
gigi
insisif
langsung
seringkali
terlibat
dalam
masalah
penanganan
ruangan.
27
28
BAB III
KERANGKA TEORI DAN KONSEP
Maloklusi merupakan ketidakaturan gigi geligi di luar ambang normal yang
dapat diterima. Maloklusi salah satu masalah dalam kesehatan gigi. Penderita
maloklusi cenderung menganggap bahwa dampak dari maloklusi adalah estetik yang
buruk.2 Angel membagi maloklusi menjadi tiga klasifikasi yaitu kelas I, kelas II dan
kelas III. Untuk dapat mengetahui seseorang menderita maloklusi kelas I ataupun
kelas II maupun kelas III perlu dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan ini biasanya
disebut tahap penegakkan diagnosis. Dalam menegakkan diagnosis ada tiga tahap
yaitu anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
merupakan salah satu cara pengumpulan data status pasien yang didapat dengan cara
operator mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan
pasien. Dalam anamnesis ada dua hal yang didapat yaitu keluhan utama pasien dan
riwayat kasus. Selanjutnya tahap kedua yaitu pemeriksaan klinis dimana
pemeriksaan ini dibagi menjadi dua pemeriksaan yaitu pemeriksaan intraoral dan
pemeriksaan ekstraoral. Tahap ketiga yaitu tahap pemeriksaan penunjang atau biasa
disebut tahap analisis karena di dalam tahap ini ada dua analisis yang dilakukan yaitu
analis sefalometri dan analisis model studi. Analisis model studi merupakan analisis
yang berkaitan langsung dengan judul karya tulis ini. Analisis ini terbagi dua yaitu
29
analisis geligi tetap dan analisis geligi campuran. ALD merupakan bagian dari
analisis gigi tetap seperti yang digambarkan pada diagram di bawah ini.
Anamnesis
Keluhan
utama
Riwayat
kasus
Riwayat
gigi
geligi
Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan
klinis
Pemeriksaan
ekstra oral
Riwayat
penyakit
Bentuk muka
Tipe muka
Otot-otot
dll
OH
Keadaan lidah
Palatum
dll
keterangan :
: variabel yang diteliti
: Variable yang tidak diteliti
Analisis
Howes
Indeks
Pont
Analisis
model
studi
sefalometri
Pemeriksaan
intra oral
Analisis Analisis
Analisis
Analisis
skeletal geligi
geligi
dental
campuran
tetap
Analisis
n
jaringan lunak
Analisis
Analisis
gambaran
tabel
radiografi
moyers
Analisis
tanakaIndeks
Analisis
jhonston
BoltonALD
Metode
Kesling
30
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah Observasional Deskriptif.
31
32
Klasifikasi maloklusi
setiap
gigi,
pada
geligi
posterior
melalui
dibentuk
permukaan
33
34
Pengumpulan data
Analisis Data
Hasil
35
BAB V
36
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di bagian Ortodonsia RSGM-UNHAS
pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012, ditemukan 203 kasus ortodontik yang
datang pada tahun 2009, 190 kasus ortodontik yang datang pada tahun 2010, dan
312 kasus ortodontik yang datang pada tahun 2011. Namun dari 705 kasus tersebut
hanya didapatkan 255 sampel yang memenuhi kriteria penelitian dan aturan analisis
ALD, dengan jumlah kasus yang memenuhi kriteria pada setiap tahunnya yaitu 127
sampel yang datang pada tahun 2009, 112 sampel yang datang pada tahun 2010, dan
16 sampel yang datang pada tahun 2011. Dari 255 sampel tersebut, maka diperoleh
data sebagai berikut :
TABEL 5.1 Gambaran analisis ALD berdasarkan klasifikasi maloklusi pasien
pasien di Klinik Ortodontik RSGM-UNHAS.
Klasifikasi Maloklusi
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Total
Jumlah Sampel
n
%
225
88.2
29
11.4
1
0.4
255
100
Analisis ALD
RA
RB
-10,47
-11,75
-24,41
-24,21
-6,5
-7
37
29
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, jumlah sampel yang menderita maloklusi kelas
I adalah 225 pasien, 29 pasien yang menderita kelas II, dan 1 pasien yang menderita
kelas III. Pada tabel di atas juga menunjukkan persentase responden yang menderita
maloklusi kelas I sebesar 88,2%, 11,4% yang menderita kelas II, dan 0,4% yang
menderita kelas III hal ini juga tergambarkan pada pie diagram di atas (gambar 4).
Selain itu, dari tabel di atas juga dapat diketahui gambaran analisis ALD pada tiap
tingkatan maloklusi berbeda, dimana kelas I kekurangan ruang rata-rata 10,47 mm
pada rahang atas dan kekurangan ruang rata-rata 11,75 mm pada rahang bawah.
Kelas II kekurangan ruang rata-rata 24,41 mm pada rahang atas dan kekurangan
ruang rata-rata 24,21 mm pada rahang bawah. Kelas III kekurangan ruang rata-rata
6,5 mm pada rahang atas dan kekurangan ruang rata-rata 7 mm pada rahang bawah.
TABEL 5.2 Gambaran analisis ALD berdasarkan jenis kelamin pasien di Klinik
Ortodontik RSGM-UNHAS.
Jenis Kelamin
Laki laki
Perempuan
Total
Jumlah Sampel
n
%
71
27.8
184
72.2
255
100
Analisis ALD
RA
RB
-15,51
-15,08
-10,7
-12,41
-
38
184
Berdasarkan tabel 5.2 di atas dapat diketahui bahwa jumlah sampel yang
berjenis kelamin laki-laki adalah 71 orang dan yang berjenis kelamin perempuan
adalah 184 orang. Pada tabel di atas juga menunjukkan persentase responden yang
berjenis kelamin perempuan 72,2%, dan 27,8% responden laki-laki hal ini juga
digambarkan pada pie diagram di atas (gambar 5). Selain itu, dari tabel di atas dapat
dilihat adanya perbedaan gambaran analisis ALD antara laki-laki dan perempuan,
dimana laki-laki kekurangan ruang rata-rata 15,51 mm pada rahang atas dan
kekurangan ruang rata-rata 15,08 pada rahang bawah. Pada perempuan rata-rata
kekurangan ruang sebesar 10,70 mm pada rahang atas dan kekurangan ruang ratarata 12,41 mm pada rahang bawah.
39
TABEL 5.3 Gambaran analisis ALD berdasarkan klasifikasi maloklusi dan jenis
kelamin pasien di Klinik Ortodontik RSGM-UNHAS.
Klasifikasi
Maloklusi
Kelas I
Kelas II
Kelasi III
Total
Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Sampel
n
%
57
22.3
168
65.9
10
3.9
19
7.5
1
0.4
0
0
255
100
Analisis ALD
RA
RB
-12.93 -12.31
-9.62 -11.56
-24.55 -23.65
-24.34 -24.50
-6.5
-7
0
0
-
Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat diketahui bahwa jumlah sampel yang
menderita kelas I dengan jenis kelamin laki-laki adalah 57 orang atau 22,3% dan
yang berjenis kelamin perempuan adalah 168 orang atau 65.9%, yang menderita
kelas II dengan jenis kelamin laki-laki adalah 10 orang atau 3.9% dan yang berjenis
kelamin perempuan adalah 19 orang atau 7,5% , dan yang menderita kelas III dengan
jenis kelamin laki-laki adalah 1 orang atau 0.4% dan yang berjenis kelamin
perempuan tidak ada. Selain itu, dari tabel di atas dapat dilihat adanya perbedaan
gambaran analisis ALD antara kelas I yang berjenis kelamin laki-laki dengan kelas I
yang berjenis kelamin perempuan, dimana laki-laki kekurangan ruang rata-rata 12,93
mm pada rahang atas dan kekurangan ruang rata-rata 12,31 pada rahang bawah
sedangkan perempuan rata-rata kekurangan ruang sebesar 9,62 mm pada rahang atas
dan kekurangan ruang rata-rata 11,56 mm pada rahang bawah. Begitupun halnya
dengan kelas II, dimana laki-laki kekurangan ruang rata-rata 24,55 mm pada rahang
atas dan kekurangan ruang rata-rata 23,65 pada rahang bawah sedangkan perempuan
rata-rata kekurangan ruang sebesar 24,34 mm pada rahang atas dan kekurangan
ruang rata-rata 24,50 mm pada rahang bawah. Pada kelas III yang berjenis kelamin
40
laki-laki kekurangan ruang rata-rata 6,5 mm pada rahang atas dan kekurangan ruang
rata-rata 7 pada rahang bawah sedangkan yang berjenis kelamin perempuan tidak
ada.
41
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada tabel 5.1, terlihat jumlah pasien yang menderita maloklusi kelas I lebih
banyak daripada kelas II maupun kelas III. Tabel ini juga memperlihatkan gambaran
analisis ALD berdasarkan klasifikasi maloklusi, dimana kelas II kekurangan ruang
lebih besar daripada kelas I maupun kelas III. Hal ini sesuai dengan penelitian
Gerard dkk yang menyatakan bahwa perbedaan ukuran gigi terjadi pada kelas II
divisi 1 maloklusi dengan kelas III maloklusi. 3 Akan tetapi hal ini tidak sejalan
dengan penelitian oleh Doris dkk, Lavelle yang meneliti perbedaan lebar mesiodistal
gigi berdasarkan maloklusi menyatakan bahwa lebar mesiodistal gigi permanen
paling besar pada kelas I, terkecil pada kelas III, dan yang berada diantaranya adalah
kelas II1 artinya kelas I lebih kekurangan ruang atau lebih membutuhkan ruang
karena lebar mesiodistal gigi-giginya lebih lebar dibandingkan kelas II maupun kelas
III. Begitupun dengan Arya dkk menyatakan bahwa tidak ada perbedaan lebar
mesiodistal gigi dalam kategori maloklusi. Howe dkk juga menyatakan bahwa tidak
ada perbedaan antara lebar mesiodistal pada kelompok gigi berjejal dan tidak
berjejal.1
Pada tabel 5.2, terlihat bahwa adanya perbedaan gambaran analisis ALD antara
laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki cenderung lebih besar kekurangan ruang
untuk menampung gigi-gigi yang ada dibanding perempuan. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian dari Garn dkk, Arya, Lavelle, dan sony yang meneliti lebar
mesiodistal gigi permanen pada laki-laki dan perempuan, dimana lebar mesiodistal
42
gigi laki-laki lebih lebar dari perempuan. Terjadinya perbedaan kebutuhan ruang
untuk menampung gigi-gigi pada laki-laki dan perempuan juga disebabkan oleh
faktor pertumbuhan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Salzman yang
menyatakan bahwa umumnya pertumbuhan pada laki-laki dan perempuan berbeda. 1
Oleh karena itu semakin lebar mesiodistal gigi laki-laki maka akan berpengaruh
pada besar lengkung gigi, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi gambaran
analisis ALD.
Pada tabel 5.3, terlihat bahwa adanya perbedaan gambaran analisis ALD antara
kelas I yang berjenis kelamin laki-laki dengan kelas I yang berjenis kelamin
perempuan, dimana laki-laki cenderung lebih besar kekurangan ruang untuk
menampung gigi-gigi yang ada dibanding perempuan. , hal ini juga ditunjukkan pada
gambaran ALD antara kelas III yang berjenis kelamin laki-laki dengan kelas III yang
berjenis kelamin perempuan, dimana laki-laki cenderung lebih besar kekurangan
ruang untuk menampung gigi-gigi yang ada dibanding perempuan. Berbeda dengan
kelas II, dimana perempuan cenderung lebih besar kekurangan ruang untuk
menampung gigi-gigi yang ada dibanding laki-laki pada rahang bawah
43
BAB VII
PENUTUP
7.1 SIMPULAN
Analisis ALD merupakan salah satu cara penetapan kebutuhan ruang untuk
pengaturan gigi-gigi dalam perawatan ortodontik. Analisis ini juga merupakan
penyederhanaan dari metode analisis Set up model yang dikemukakan oleh Kesling
(1956). Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui perbedaan panjang lengkung
rahang dengan panjang lengkung gigi sehingga diketahui berapa selisihnya agar
dapat ditentukan indikasi perawatannya.
Berdasarkan penelitian gambaran analisis ALD pada pasien yang datang di
RSGM-UNHAS dapat disimpulkan bahwa:
1. Gambaran analisis ALD berdasarkan tingkat klasifikasi maloklusi menunjukkan
adanya perbedaan kebutuhan ruang, dimana kelas II kekurangan ruang lebih
besar daripada kelas I maupun kelas III.
2. Gambaran analisis ALD berdasarkan jenis kelamin menunjukkan adanya
perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki cenderung
kekurangan ruang lebih besar daripada perempuan.
7.2 SARAN
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan meneliti gambaran analisis
ALD setelah perawatan ortodontik agar bisa melihat perbedaan gambaran ALD
sebelum perawatan dan sesudah perawatan.
44
45