Komplikasi Anestesi Lokal
Komplikasi Anestesi Lokal
meliputi tetrakain, bupivakain dan etidokain yang memiliki potensi kuat dengan lama
kerja panjang.1,2 Anestesi lokal juga dibedakan berdasar pada mula kerjanya.
Kloroprokain, lidokain, mepevakain, prilokain dan etidokain memiliki mula kerja yang
relatif cepat. Bupivakain memiliki mula kerja sedang, sedangkan prokain dan tetrakain
bermula kerja lambat.1
Tabel 1. Suitable Local Anesthetics and Their Primary Clinical Uses1
Maximum single dose, mg
Without
With
Epinephrine
Epinephrine Clinical use
Agent
Ester-linked
Cocaine
Benzocaine
Procaine
150
unknown
800
Tetracaine
Choroprocaine
100
800
Amide-linked
Lidocaine
Prilocaine
Mepivacaine
Bupivacaine
Ropivacaine
Etidocaine
1000
400
500
300
175
250
300
Miscellaneous
Dibucaine
Articaine
1000
500
600
500
250
400
50
Topical
Topical
Infiltration,
spinal
Topical, spinal
Infiltation, block
All
Infil, block, epid
Infil, block, epid
Infil,block, epid,
Block, epidural
Infil, block, epid
Spinal
Infil, epidural
Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan ester
adalah prokain, sedangkan golongan amide adalah lidokain dan bupivakain. Secara
garis besar ketiga obat ini dapat dibedakan sebagai berikut :
Prokain
Lidokain
Bupivakain
- Golongan
ester
amide
amide
- Mula kerja
2 menit
5 menit
15 menit
- Lama kerja
30-45 menit
45-90 menit
2-4 jam
- Metabolisme
plasma
hepar
hepar
- Dosis maksimal
12 mg/kg
6 mg/kg
2 mg/kg
- Potensi
15
- Toksisitas
10
dengan agent yang mengandung adrenalin, dalam hal ini kadang diperlukan nekrotomi
disertai pemberian antibiotika yang sesuai 4,5.
2. Komplikasi sistemik : Pencegahan dan pengelolaannya
Penyulit ini biasanya terjadi akibat keteledoran saat menyuntikan obat anestesi
lokal sehingga masuk kedalam sirkulasi sistemik atau intratekhal 2. Secara garis besar
hal ini dapat terjadi oleh karena 4 hal, yaitu 1,3,4 :
- Hipersensitif.
Dengan dosis yang masih jauh dari dosis maksimal sudah timbul tanda-tanda
komplikasi sistemik. Hal ini dapat dihindari dengan anamnesa yang teliti serta tes
sensitifivas.
- Over dosis.
Penyuntikan yang berulang tanpa memperhatikan volume dan konsentrasi obat yang
dipakai merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya over dosis. Hal ini sering
terjadi pada pasien yang menjalani operasi yang cukup luas dan tidak kooperatif,
dimana operator tanpa disadari sering menambah suntikan anestesi lokal.
- Intravasasi.
Obat anestesi lokal dapat langsung masuk kedalam pembuluh darah sehingga
disamping tujuan anestesi tidak tercapai, juga dapat timbul penyulit sistemik dengan
segera. Hal ini dapat dicegah dengan cara melakukan aspirasi sebelum kita memasukan
obat.
- Hiperabsorbsi.
Absorbsi obat yang berlebihan dapat terjadi pada penyuntikan obat di daerah wajah,
leher, aksila dan inguinal serta daerah yang mengalami peradangan yang merupakan
daerah kaya pembuluh darah. Pencampuran epinefrin dapat mengurangi bsorbsi obat
anestesi lokal, disamping juga akan memperpanjang aksinya.
Gejala komplikasi sistemik.
Terutama melibatkan susunan saraf pusat dan system kardiovaskuler. Secara
umum SSP lebih rentan terhadap anestesi lokal dibandingkan dengan sistema kardiovaskuler, sehingga oleh karenanya dosis dan kadar plasma anestesi lokal yang
diperlukan untuk menimbulkan gejala toksisitas SSP lebih kecil daripada yang
diperlukan untuk membuat kolaps sirkulasi 2.
1,3,5
kemudian diikuti dengan gangguan visus dan pendengaran berupa penglihatan kabur
dan telinga berdenging 2.
Stimulasi SSP pada tingkat kortek serebri dapat berupa gelisah, agitasi hingga
kejang. Tindakan untuk mengatasi penyulit ini adalah dengan memberikan obat anti
konvulsi, misalnya diazepam 0,2 mg/kg.bb atau tiopental 2 mg/kg.bb, secara intravena.
Depresi pada tingkat ini bermanifestasi sebagai kantuk, lemah hingga kesadaran
menurun. Berikan Oksigen 100% dan segera pasang infus cairan kritaloid dan tindakan
lain yang perlu dilakukan.
Pada tingkat medula, stimulasi pusat kardiovaskuler bermanifestasi sebagai
hipertensi dan takikardi. Gejala ini dapat diatasi dengan pemberian Oksigen dan obat
penghambat beta, seperti propanolol. Depresi pada tingkat ini menimbulkan gejala
hipotensi dan bradikardi. Untuk mengatasi hal ini segera rubah posisi pasien jadi
Trendelenburg, pasang infus cairan kristaloid, berikan oksigen dan bila perlu obat
vasopresor. Pada pusat respirasi, stimulasi dapat menimbulkan takipnu yang dapat
diatasi dengan pemberian opiat, seperti petidin atau morpin. Depresi pada pusat ini
dapat menimbulkan hipoventilasi yang harus diatasi segera dengan nafas bantuan dan
Oksigen. Stimulasi pada pusat muntah akan menimbulkan muntah yang potensial
menyebabkan aspirasi paru.
2.Efek kardiovaskuler.
Anestesi lokal dapat beraksi langsung pada serabut purkinje otot ventrikel
jantung sehingga dapat menimbulkan bradikardi, sedangkan aksi langsung pada
pembuluh darah akan menyebabkan vasodilatasi dan akhirnya hipotensi. Efek ini dapat
diatasi dengan pemberian sulfas atropin, pemberian infus cairan dan atau obat
vasopresor.2,3.4
3. Reaksi alergi.
Dapat hanya berupa kemerahan pada kulit, urtikaria hingga syok anafilaktik
yang fatal. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tanda dan gejala yang timbul,
mulai dari pemberian obat anti histamin, kortikosteroid hingga terapi definitif untuk
syok anafilaktik.
4. Lain-lain.
Komplikasi lain yang kadang dapat terjadi adalah menggigil yang harus diatasi
dengan selimut hangat, pemberian oksigen dan bila perlu dengan pemberian
klorpromazin 10-25 mg atau petidin 10 mg.
Daftar Pustaka :
1. Brown DL, Factor DA. Regional Anesthesia and Analgesia. Philadelphia :
WB Saunders, 1996 : 188 205
2. Miller RD. Anesthesia. 5th edition . Philadelphia : Churchill & Livingstone ,
2000 : 491 515
3. Longnecker DE , Murphy FL . Introduction to anesthesia . 9th edition .
Philadelphia : WB Saunders , 1997 : 201 14
4. Morgan GE, Mkhail MS. Clinical Anesthesiology. 2nd edition. Connecticut :
Applenton & Lange , 1996 : 174 80
5. Vandam DL, Complication of Local & Regional anesthesia. In: Orkin KF,
Cooperman, eds. London : Lippincott, 1984 : 314 - 21