Anda di halaman 1dari 6

PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN

KOMPLIKASI ANESTESI LOKAL


Dr. Widya Istanto Nurcahyo, SpAn
BAGIAN ANESTESIOLOGI FK. UNDIP
SEMARANG
Pendahuluan.
Beberapa tindakan pembedahan dapat dilakukan dengan fasilitas anestesi lokal
dengan pertimbangan tehniknya sederhana dan dari segi biaya relatif murah. Pemilihan
tehnik dan obat anestesi lokal ditentukan oleh jenis tindakan pembedahan, indikasi dan
indikasi kontra , kondisi pasien dan yang paling utama adalah keinginan atau pilihan
pasien. Bagi pasien dengan psikis tak stabil yang akan menjalani pembedahan, tehnik
anestesi lokal cukup menakutkan dan mengganggu kenyamanan. Dari segi keamanan,
tehnik ini tidak kalah bahayanya dengan anestesi umum, berbagai komplikasi dari yang
ringan dan bersifat lokal hingga komplikasi sistemik yang fatal dapat terjadi.
Pengetahuan tentang farmakologi obat anestesi local dan patofisiologi terjadinya komplikasi serta resusitasi mutlak diperlukan agar dapat meminimalisasi atau
mengelola komplikasi anestesi lokal, bila itu terjadi.
Farmakologi.
Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi dalam dua golongan besar, yaitu
golongan ester dan golongan amide ( table 1 ). Perbedaan kimia ini direfleksikan dalam
perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh
enzim pseudo-kolinesterase di plasma sedangkan golongan amide terutama melalui
degradasi enzimatis di hati.1,2,3,4 Perbedaan ini juga berkaitan dengan besarnya
kemungkinan terjadinya alergi, dimana golongan ester turunan dari p-amino-benzoic
acid memiliki frekwensi kecenderungan alergi lebih besar.1
Untuk kepentingan klinis, anestesi lokal dibedakan berdasarkan potensi dan
lama kerjanya menjadi 3 group. Group I meliputi prokain dan kloroprokain yang
memiliki potensi lemah dengan lama kerja singkat. Group II meliputi lidokain,
mepivakain dan prilokain yang memiliki potensi dan lama kerja sedang. Group III

meliputi tetrakain, bupivakain dan etidokain yang memiliki potensi kuat dengan lama
kerja panjang.1,2 Anestesi lokal juga dibedakan berdasar pada mula kerjanya.
Kloroprokain, lidokain, mepevakain, prilokain dan etidokain memiliki mula kerja yang
relatif cepat. Bupivakain memiliki mula kerja sedang, sedangkan prokain dan tetrakain
bermula kerja lambat.1
Tabel 1. Suitable Local Anesthetics and Their Primary Clinical Uses1
Maximum single dose, mg
Without
With
Epinephrine
Epinephrine Clinical use

Agent
Ester-linked
Cocaine
Benzocaine
Procaine

150
unknown
800

Tetracaine
Choroprocaine

100
800

Amide-linked
Lidocaine
Prilocaine
Mepivacaine
Bupivacaine
Ropivacaine
Etidocaine

1000

400
500
300
175
250
300

Miscellaneous
Dibucaine
Articaine

1000

500
600
500
250
400

50

Topical
Topical
Infiltration,
spinal
Topical, spinal
Infiltation, block
All
Infil, block, epid
Infil, block, epid
Infil,block, epid,
Block, epidural
Infil, block, epid
Spinal
Infil, epidural

Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan ester
adalah prokain, sedangkan golongan amide adalah lidokain dan bupivakain. Secara
garis besar ketiga obat ini dapat dibedakan sebagai berikut :
Prokain

Lidokain

Bupivakain

- Golongan

ester

amide

amide

- Mula kerja

2 menit

5 menit

15 menit

- Lama kerja

30-45 menit

45-90 menit

2-4 jam

- Metabolisme

plasma

hepar

hepar

- Dosis maksimal

12 mg/kg

6 mg/kg

2 mg/kg

- Potensi

15

- Toksisitas

10

Indikasi kontra Anestesi Lokal.


Indikasi kontra absolut :
1. Pasien menolak
2. Ada riwayat alergi terhadap obat anestesi lokal
3. Infeksi ditempat suntikan
4. Pasien dengan terapi antikoagulan
5. Pasien dengan gangguan perdarahan
6. Pemakaian adrenalin pada pembedahan daerah end organ ( jari, penis), atau
pasien dengan terapi MAO inhibitor.
Indikasi kontra relatif :
1. Pasien tidak kooperatif
2. pasien dengan kelainan neurologis
Komplikasi Anestesi Lokal.
Penyulit anestesi lokal maupun anestesi umum dapat terjadi tanpa diduga
sebelumnya, untuk itu kita harus melakukan persiapan yang matang guna menghadapi
kemungkinan terjelek serta bertindak secara hati-hati untuk meminimalisasi
kemungkinan timbulnya komplikasi. Resusotasi set, obat-obat emergensi, obat anestesi
umum dan perlengkapan gawat darurat lain harus selalu tersedia serta mudah
dijangkau.
Pada dasarnya obat anestesi lokal relatif aman bila diberikan dalam dosis yang
sesuai dan pada tempat yangtepat . Meski demikian , reaksi toksik baik yang bersifat
lokal maupun sistemik dapat terjadi.2,4,5
1. Komplikasi local.
Komplikasi ini dapat terjadi bila saat penyuntikan tertusuk pembuluh darah
yang cukup besar atau pada pasien dengan kelainan perdarahan atau yang mendapat
terapi antikoagulan sehingga membentuk hematom, infiltrasi dan abses.. Untuk
mencegah komplikasi ini kita harus selalu menanyakan riwayat penyakit dan riwayat
pengobatan pada setiap pasien, menghindari daerah yang kaya pembuluh darah serta
melakukan aspirasi pada saat menyuntikan obat. Tindakan yang perlu dilakukan adalah
kompres hangat, atau insisi disertai pemberian antibiotika apabila telah terjadi abses.
Nekrose jaringan dapat terjadi apabila suatu end artery organ dilakukan anestesi lokal

dengan agent yang mengandung adrenalin, dalam hal ini kadang diperlukan nekrotomi
disertai pemberian antibiotika yang sesuai 4,5.
2. Komplikasi sistemik : Pencegahan dan pengelolaannya
Penyulit ini biasanya terjadi akibat keteledoran saat menyuntikan obat anestesi
lokal sehingga masuk kedalam sirkulasi sistemik atau intratekhal 2. Secara garis besar
hal ini dapat terjadi oleh karena 4 hal, yaitu 1,3,4 :
- Hipersensitif.
Dengan dosis yang masih jauh dari dosis maksimal sudah timbul tanda-tanda
komplikasi sistemik. Hal ini dapat dihindari dengan anamnesa yang teliti serta tes
sensitifivas.
- Over dosis.
Penyuntikan yang berulang tanpa memperhatikan volume dan konsentrasi obat yang
dipakai merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya over dosis. Hal ini sering
terjadi pada pasien yang menjalani operasi yang cukup luas dan tidak kooperatif,
dimana operator tanpa disadari sering menambah suntikan anestesi lokal.
- Intravasasi.
Obat anestesi lokal dapat langsung masuk kedalam pembuluh darah sehingga
disamping tujuan anestesi tidak tercapai, juga dapat timbul penyulit sistemik dengan
segera. Hal ini dapat dicegah dengan cara melakukan aspirasi sebelum kita memasukan
obat.
- Hiperabsorbsi.
Absorbsi obat yang berlebihan dapat terjadi pada penyuntikan obat di daerah wajah,
leher, aksila dan inguinal serta daerah yang mengalami peradangan yang merupakan
daerah kaya pembuluh darah. Pencampuran epinefrin dapat mengurangi bsorbsi obat
anestesi lokal, disamping juga akan memperpanjang aksinya.
Gejala komplikasi sistemik.
Terutama melibatkan susunan saraf pusat dan system kardiovaskuler. Secara
umum SSP lebih rentan terhadap anestesi lokal dibandingkan dengan sistema kardiovaskuler, sehingga oleh karenanya dosis dan kadar plasma anestesi lokal yang
diperlukan untuk menimbulkan gejala toksisitas SSP lebih kecil daripada yang
diperlukan untuk membuat kolaps sirkulasi 2.

1.Susunan Saraf Pusat.


Manifestasi sentral dari obat anestesi lokal dapat berbeda-beda tergantung dari
kadar obat dalam plasma, bila kadar obat dalam plasma hanya sedikit diatas dosis toksis
maka akan timbul gejala stimulasi, sedang bila jauh melampaui dosis toksis akan terjadi
depresi SSP

1,3,5

. Gejala awalnya berupa perasaan kepala terasa ringan, dizziness,

kemudian diikuti dengan gangguan visus dan pendengaran berupa penglihatan kabur
dan telinga berdenging 2.
Stimulasi SSP pada tingkat kortek serebri dapat berupa gelisah, agitasi hingga
kejang. Tindakan untuk mengatasi penyulit ini adalah dengan memberikan obat anti
konvulsi, misalnya diazepam 0,2 mg/kg.bb atau tiopental 2 mg/kg.bb, secara intravena.
Depresi pada tingkat ini bermanifestasi sebagai kantuk, lemah hingga kesadaran
menurun. Berikan Oksigen 100% dan segera pasang infus cairan kritaloid dan tindakan
lain yang perlu dilakukan.
Pada tingkat medula, stimulasi pusat kardiovaskuler bermanifestasi sebagai
hipertensi dan takikardi. Gejala ini dapat diatasi dengan pemberian Oksigen dan obat
penghambat beta, seperti propanolol. Depresi pada tingkat ini menimbulkan gejala
hipotensi dan bradikardi. Untuk mengatasi hal ini segera rubah posisi pasien jadi
Trendelenburg, pasang infus cairan kristaloid, berikan oksigen dan bila perlu obat
vasopresor. Pada pusat respirasi, stimulasi dapat menimbulkan takipnu yang dapat
diatasi dengan pemberian opiat, seperti petidin atau morpin. Depresi pada pusat ini
dapat menimbulkan hipoventilasi yang harus diatasi segera dengan nafas bantuan dan
Oksigen. Stimulasi pada pusat muntah akan menimbulkan muntah yang potensial
menyebabkan aspirasi paru.
2.Efek kardiovaskuler.
Anestesi lokal dapat beraksi langsung pada serabut purkinje otot ventrikel
jantung sehingga dapat menimbulkan bradikardi, sedangkan aksi langsung pada
pembuluh darah akan menyebabkan vasodilatasi dan akhirnya hipotensi. Efek ini dapat
diatasi dengan pemberian sulfas atropin, pemberian infus cairan dan atau obat
vasopresor.2,3.4
3. Reaksi alergi.
Dapat hanya berupa kemerahan pada kulit, urtikaria hingga syok anafilaktik
yang fatal. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tanda dan gejala yang timbul,

mulai dari pemberian obat anti histamin, kortikosteroid hingga terapi definitif untuk
syok anafilaktik.
4. Lain-lain.
Komplikasi lain yang kadang dapat terjadi adalah menggigil yang harus diatasi
dengan selimut hangat, pemberian oksigen dan bila perlu dengan pemberian
klorpromazin 10-25 mg atau petidin 10 mg.

Daftar Pustaka :
1. Brown DL, Factor DA. Regional Anesthesia and Analgesia. Philadelphia :
WB Saunders, 1996 : 188 205
2. Miller RD. Anesthesia. 5th edition . Philadelphia : Churchill & Livingstone ,
2000 : 491 515
3. Longnecker DE , Murphy FL . Introduction to anesthesia . 9th edition .
Philadelphia : WB Saunders , 1997 : 201 14
4. Morgan GE, Mkhail MS. Clinical Anesthesiology. 2nd edition. Connecticut :
Applenton & Lange , 1996 : 174 80
5. Vandam DL, Complication of Local & Regional anesthesia. In: Orkin KF,
Cooperman, eds. London : Lippincott, 1984 : 314 - 21

Anda mungkin juga menyukai