Anda di halaman 1dari 14

OTOPSI

I. Pendahuluan
Otopsi berasal dari kata oto yang berarti sendiri dan opsis yang berarti melihat. Namun
pengertian yang sebenarnya dari otopsi adalah suatu pemeriksaan terhadap tubuh jenazah untuk
kepentingan tertentu, meliputi pemeriksaan bagian luar dan bagian dalam dengan menggunakan caracara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh ahli yang berkompeten. Karena meliputi
pemeriksaan bagian dalam, maka otopsi memerlukan pembukaan tubuh jenazah dengan menggunakan
irisan.5
Terdapat tiga macam otopsi, yaitu : otopsi anatomik, otopsi klinik, dan otopsi forensik. 1,5
Otopsi Anatomik
Otopsi anatomik adalah otopsi yang dilakukan untuk kepentingan pendidikan, yaitu untuk
mempelajari susunan tubuh manusia yang normal. Pelaksanaan otopsi jenis ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 18 Th. 1981 tentang bedah jenazah.5 Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke
rumah sakit yang setelah disimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada
ahli waris yang mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurangkurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi.
Menurut hukum, hal ini dapat dipertanggungjawabkan sebab warisan yang tidak ada yang
mengakuinya menjadi milik negara setelah 3 tahun (KUHPerdata pasal 1129).
Ada kalanya, seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal pada fakultas kedokteran,
hal ini haruslah sesuai dengan KUHPerdata pasal 935.
KUHPerdata pasal 935:
Dengan surat di bawah tangan, yang ditulis seluruhnya, ditanggali, dan ditandatangani oleh si
pewaris, maka dengan tiada syarat tertb lain, diperbolehkan seseorang mengambil ketetapan
untuk dilaksanakan setelah meninggalnya, akan tetapi hanya dan semata-mata untuk
pengangkatan para pelaksana, penyelenggaraan penguburan, untuk menghibah-wasiatkan
pakaian, van liffstoebehoren, perhiasan badan tertentu dan mebel istimewa. 1
Otopsi Klinik
Otopsi klinik adalah otopsi yang dilakukan terhadap jenazah dari penderita penyakit yang
dirawat dan kemudian meninggal dunia di Rumah Sakit. Otopsi klinik dilakuan dengan persetujuan
tertulis ahli waris, ada kalanya ahli waris sendiri yang memintanya. Autopsi klinik dilengkapi dengan
pemeriksaan histopatologi, bakteriologi, serologi, dan lain-lain.1,5 Tujuan utama dari otopsi klinik
adalah untuk kepentingan penyelidikan penyakit, antara lain:
1. Untuk mengetahui diagnosis penyakit dari penderita yang sampai meninggalnya belum dapat
ditentukan
2. Untuk menilai apakah diagnosis klinik yang dibuat sebelum mati benar.
3. Untuk mengetahui proses perjalanan penyakit.
4. Untuk mengetahui kelainan-kelainan patologik yang timbul.
5. Untuk menilai efektifitas obat atau metode pengobatan.
Pelaksanaan otopsi ini juga diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 18 Th. 1981, yang pada
prinsipnya baru boleh dilakukan setelah ada izin dari keluarga terdekat atau jika sesudah 2 hari tidak
ada keluarga yang mengurusnya.5
Otopsi forensik atau bedah mayat kehakiman
Otopsi forensik ialah otopsi yang dilakukan untuk kepentingan peradilan, yaitu membantu
penegak hukum dalam rangka menemukan kebenaran material.5
Kata bedah mayat kehakiman atau dalam bahasa Belanda gerechtelijke lijkschouwing
terdapat dalam KUHAP pasal 133, KUHAP pasal 222, Catatan Sipil Eropa pasal 72, Catatan Sipil Cina
pasal 80 dan Stbl. 1871 No.91. Autopsi kehakiman mutlak harus dikerjakan atas dasar pemeriksaan luar
dan pemeriksaan dalam mayat. 1
Kegunaan otopsi forensik pada hakekatnya adalah membantu penegak hukum untuk
menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya, yakni:
1. Membantu menemukan cara kematian (manner of death=mode of dying), yaitu:
a. Pembunuhan
b. Bunuh diri
c. Kecelakaan
Bantuan dokter seperti ini sangat penting, utamanya terhadap kasus yang belum jelas cara
kematiannya.

2. Membantu mengungkapkan proses terjdinya tindak pidana yang menyebabkan


kematiannya, yaitu:
a. Kapan dilakukan.
Hal ini perlu mendapat kejelasan sebab berkitan dengan alibi yang sering dikemukakan
oleh orang yang dituduh sebagai pelakunya. Perlu diketahui bahwa pembunuhan selalu
dilakukan sebelum kematian, yaitu berhimpitan dengan atau beberapa saat sebelum
kematian.
b. Di mana dilakukan.
Hal ini perlu mengingat banyaknya jenazah yang ditemukan di luar tempat kejadian
perkara.
c. Senjata, benda, atau zat kimia apa yang digunakan.
Sebagaimana yang sering terjadi pada kasus pembunuhan, senjata atau benda yang
digunakannya tidak ditemukan akan dapat diidentifikasi benda yang digunakan. Dalam
hal pembunuhan dilakukan dengan racun, perlu racun tersebut diidentifikasi.
d. Cara melakukan.
Perlu diketahui bahwa dari satu jenis senjata dapat digunakan berbagai cara untuk
membunuh. Senjata tajam misalnya ; dapat ditusukkan, digorokkan, atau dibacokkan
dengan meninggalkan luka yang ciri-cirinya berbeda.
e. Sebab kematian (cause of death)
Hal ini sangat penting karena kadang-kadang pada orang yang mati dengan trauma, sebab
kematiannya bukan karena akibat trauma tersebut.
3. Membantu mengungkapkan identitas jenazah.
Sebagaimana yang sering terjadi, banyak jenazah ditemukan dalam keadaan busuk atau
terpotong-potong (mutilasi) sehingga tidak mudah dikenali. Padahal identitas korban perlu
diketahui mengingat penyidikan yang tidak dimulai dengan mengetahui siapa korban akan
sulit dilakukan.
4. Membantu mengungkapkan pelaku kejahatan.
Pada tubuh jenazah dari korban tindak pidana (misalnya perkosaan) acapkali ditemukan
bagian-bagian dari tubuh pelaku; seperti misalnya sperma, rambut kepala, rambut kelamin,
atau darah. Kadang-kadang juga jejas perbuatan pelaku, yaitu jejas gigit. Semua yang
ditemukan itu dapat dijadikan bahan guna mengidentifikasi pelaku.5
Teknik Autopsi
Untuk autopsi tidak diperlukan alat khusus dan mahal, cukup:
- timbangan besar untuk menimbang mayat,
- timbangan kecil untuk menimbang organ,
- pisau : dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam,
- gunting berujung runcing dan tumpul,
- pinset : anatomis dan bedah,
- gergaji : gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel,
- forseps atau cunam untuk melepaskan duramater,
- gelas takar 1 liter,
- pahat,
- palu,
- meteran,
- jarum dan benang,
- sarung tangan,
- baskom dan ember, dan air yang mengalir.1
Tata laksana otopsi
Pelaksanaan otopsi forensik diatur di dalam KUHAP, yang pada prinsipnya otopsi baru boleh
dilakukan jika ada surat permintaan tertulis dari penyidik dan setelah keluarga diberi tahu serta telah
memahaminya atau setelah 2 hari dalam hal keluarga tidak menyetujui otopsi atau keluarga tidak
ditemukan.
Sebagaimana disebutkan di dalam pasal 134 KUHAP bahwa penyidik yang meminta otopsi
mempunyai kewajiban untuk memberitahukan keinginannya kepada keluarga. Dalam hal keluarga
merasa keberatan maka penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan
tujuan otopsi. Apabila dalam waktu 2 hari tidak ada tanggapan apapun (perubahan sikap) dari keluarga
atau keluarga tidak ditemukan maka otopsi segera dilaksanakan.
Dari pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk keperluan otopsi forensik tidak
diperlukan izin keluarga seperti pada otopsi klinik atau otopsi anatomik. Keluarga hanya punya hak

untuk diberitahu dan tanggung jawab memberitahu itu berada di pundak penyidik. Demi praktisnya,
tugas memberitahu itu sering diambil alih oleh dokter karena kebanyakan keluarga langsung datang ke
rumah sakit.
Dalam menjelaskan kepada keluarga perlu diingatkan adanya sanksi pidana bagi siapa saja
yang menghalang-halangi pelaksanaan otopsi, yaitu dihukum berdasarkan Pasal 222 KUHP.
Cara Otopsi
Cara melakukan otopsi klinik dan otopsi forensik kurang lebih sama, yaitu:
1. Pemeriksaan luar.
Seluruh bagian luar dari tubuh jenazah, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki diperiksa
dengan teliti.
2. Pemeriksaan dalam, terdiri atas:
a. insisi (pengirisan), yaitu untuk membuka rongga kepala, leher, rongga dada, rongga
perut, rongga panggul, dan bagian-bagian lain yang diperlukan.
b. Pengeluaran organ dalam.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan organ-organ dalam,
yaitu:
- Teknik Virchow
Setelah dilakukan pembukaan rongga tubuh, organ-organ dikeluarkan satu
persatu dan langsung diperiksa. Manfaatnya kelainan-kelainan yang terdapat
pada organ dapat langsung diperiksa. Kelemahannya hubungan anatomik antar
beberapa organ yang tergolong dalam satu sistem menjadi hilang.
- Teknik Rokitansky
Setelah rongga tubih dibuka, organ-organ dilihat dan diperiksa dengan
melakukan beberapa irisan secara in-situ, baru kemudian seluruh organ-organ
tersebut dikeluarkan dalam kumpulan organ (en-bloc).
- Teknik Letulle
Pada teknik Letulle, setelah organ dibuka, organ-organ leher, dada, diafragma,
dan perut dikeluarkan sekaligus (en masse) kemudian diletakkan di atas meja
dengan permukaan posterior menghadap ke atas. Dengan pengangkatan organorgan tubuh secara en masse ini, hubungan antar organ tetap dipertahankan
setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian dari teknik ini adalah
sukar dilakukan tanpa asisten serta agak sukar dalam penanganan karena
panjangnya kumpulan organ-organ yang dikeluarkan bersama-sama ini.
- Teknik Ghon
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dada dan leher, hati, limpa, dan organ-organ
pencernaan, serta organ-organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan
organ-organ6
c. Pemeriksaan tiap-tiap organ satu persatu.
d. Pengembalian organ tubuh ke tempat semula.
e. Menutup dan menjahit kembali.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang diperlukan jika dari pemeriksaan yang telah disebutkan di
atas belum dapat menjawab seluruh persoalan yang muncul dalam proses peradilan pidana.
Pemeriksaan penunjang tersebut misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana, toksikologik,
mikroskopik, serologik, DNA, dan sebagainya.
Untuk pemeriksaan toksikologik diperlukan bahan untuk mengawetkan sampel, yaitu
etil alkohol. Jika tidak ada dapat digunakan wiski atau es kering (dry ice). Sedangkan untuk
pemeriksaan lengkap diperlukan minimal 4 buah botol dari gelas berwarna gelap dengan
mulut lebar. Botol pertama diisi contoh bahan pengawet sebagai pembanding, botol kedua
diisijaringan traktus digestivus, botol ketiga traktus urinarius, dan botol ke empat diisi
jaringan lain.
Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan bahan pengawet berupa cairan formalin
10% dan sampel jaringan yang dicurigai ada kelainan dipotong-potong dalam ukuran yang
tidak terlalu besar (1cm x 1 cm x 2,5 cm) karena daya tembus formalin terbatas.
Dalam hal pemeriksaan penunjang tersebut tidak dapat dilakukan di tempat
dilakukannya otopsi, maka dokter wajib memberitahukan serta menyerahkan sampel dengan
berita acara kepada penyidik. Selanjutnya penyidiklah yang harus mengajukan permohonan
pemeriksaan penunjang kepada laboratorium yang dapat melakukan pemeriksaan.5

II. Insisi
Terdapat beberapa jenis insisi yang dapat digunakan untuk membuka tubuh. Pada dasarnya,
semua jenis insisi menggunakan pendekatan dari midline anterior, namun berbeda pada diseksi leher.
Terlepas dari jenis insisi yang dipilih, tubuh jenazah sebaiknya diletakkan dalam posisi supinasi dan
bahu ditopang oleh balok agar leher terekstensi. Jenis insisi yang digunakan diharapkan aman bagi
operator dan dapat memberikan lapang pandang yang maksimal dengan tetap mempertertimbangkan
aspek rekonstruksi dari tubuh jenazah.4
Teknik pembukaan dapat menggunakan teknik insisi I atau insisi Y. Keuntungan teknik insisi I
adalah mudah dikerjakan dan daerah leher dapat diperiksa lapis demi lapis sehingga semua kelainan
yang ada dapat dilihat, tetapi keburukannya ialah dari segi estetika karena ada irisan pada daerah leher.
Sedangkan keuntungan teknik insisi huruf Y ialah tidak adanya irisan di daerah leher, tetapi teknik ini
agak sulit dan memerlukan ketrampilan tinggi.5
Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus
kemudian 2 jari paramedian kiri dari pusat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu melingkari
pusat.1
Insisi Y dilakukan semata-mata untuk alasan kosmetik, sehingga jenazah yang sudah diberi
pakaian, tidak memperlihatkan adanya jahitan setelah dilakukan bedah mayat.
Ada dua macam insisi Y, yaitu:
1. Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision), yang dilakukan pada tubuh pria,
o buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka dan sejajar dengan tulang
tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu pada bagian tengah (incissura jugularis),
o lanjutkan sayatan, dimulai dari incissura jugularis ke arah bawah tepat di garis
pertengahan sampai ke symphisis os pubis; dengan menghindari daerah umbilicus.
o Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati, sampai ke rahang bawah; tindakan ini
dimulai dari sayatan yang telah dibuat untuk pertama kali,
Dengan kulit daerah leher dan dada bagian atas tetap utuh, alat-alat dalam rongga
mulut dan leher dikeluarkan,
o Tindakan selanjutnya sama dengan tindakan yang biasa dilakukan pada bedah mayat
biasa.
insisi yang lebih dalam (deep incision), yang dilakukan pada tubuh wanita,
o buat sayatan yang letaknya tepat di tepi bawah buah dada, dimulai dari bagian lateral
menuju bagian medial (processus xyphoideus); bagian lateral di sini dapat dimulai
dari ketiak, ke arah bawah sesuai dengan garis ketiak depan (linea axillaris anterior),
hal yang sama juga dilakukan untuk sisi yang lain.
o Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa, sampai ke symphisis os pubis, dengan
demikian pengeluaran dan pemeriksaan alat-alat yang berada dalam rongga mulut,
leher, dan rongga dada lebih sulit bila dibandingkan dengan insisi Y yang dangkal. 2
o

2.

Insisi U:
Insisi dimulai dari 1 cm di belakang meatus acusticus externa, menyusuri aspek lateral leher
dan melewati klavikula di sepertiga luar. Insisi yang sama dilakukan di sisi yang lain dan bertemu
dengan insisi sebelumnya di atas angulus sternalis. Insisi di lanjutkan melalui garis tengah depan,
menghindari umbilikus sampai ke mons pubis.
Teknik lain yang dapat digunakan adalah single midline incision. Pada single line incision,
insisi dimulai dari prominensia laryngeal sampai ke mons pubis. Penggunaan single midline incision
dapat berbahaya bagi operator karena tidak dapat menyediakan ruangan yang cukup untuk diseksi lidah
dan leher.
Pada saat tidak adanya persetujuan untuk membuka leher (dan thorax), tubuh dapat dibuka
dengan menggunakan insisi T subcostal. Insisi dimulai dari processus xyphoideus sampai ke mons
pubis. Kulit dan otot abdomen selanjutnya diinsisi sepanjang batas costochondral. 4
Pilihan teknik ini diserahkan sepenuhnya kepada dokter yang hendak melakukan otopsi, tetapi
pada kasus dengan trauma pada leher harus dilakukan dengan teknik insisi I. 5

Gambar 1. Contoh insisi

III. Pembukaan rongga tubuh


Dada:
Kulit dan otot dibebaskan dari costae, dan dijaga agar muskulus intercostalis tidak rusak.
Payudara dapat diperiksa saat jaringan lunak telah dibebaskan dari tulang iga. Untuk pemeriksaan

payudara, dilakukan palpasi dari luar dan dalam, lalu jaringan payudara dapat diiris dari dalam dengan
interval ketebalan tidak lebih dari 10 mm.4
Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari sambungannya dengan
cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian tajam horizontal diarahkan pada tulang rawan
iga dan dengan tangan yang lainmenekan pada punggung pisau. Pemotongan dimulai dari tulang rawan
iga no. 2. Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri kemudian dilepaskan
mediastenum anterior. Rongga paru-paru diperiksa adanya perlekatan, darah, pus, atau cairan lain
kemudian diukur.
Kemudian pisau dalam tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-paru, bagian tajam tegak
lurus diarahkan ke tulang rawan no. 1 dan tulang rawan dipotong sedikit ke lateral, kemudian bagian
tajam pisau diarahkan ke sendi sternokavikularis dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi
dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi yang lainnya.
Pemotongan costa dapat juga dilakukan sejajar dengan linea axillaris anterior, hal ini
dimaksudkan untuk memberikan ruang lebih luas untuk pemeriksaan isi rongga dada dan memberikan
akses yang lebih baik dalam pemeriksaan medulla spinalis.4
Mediastenum anterior diperiksa adanya timus persisten. Perikardium dibuka dengan Y
terbalik, diperiksa cairan pericardium, normal sebanyak kurang lebih 50 cc dengan warna agak kuning.
Apex jantung diangkat, dibuat insisi di bilik dan serambi kanan diperksa adanya embolus yang
menutup arteria pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi kiri. Jantung dilepaskan
dengan memotong pembuluh besar dekat pericardium.

Gambar 2. Pembukaan rongga dada dan perut serta pembukaan perikardium.


Seksi Jantung:
Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava inferior sampai keluar
di vena kava superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup trikuspidalis
keluar dai insisi bilik kanan dan bagian ini dipotong. Ujung pisau lalu dimasukkan arteria pulmonalis
dan otot jantung mulai dari apex dipotong sejajar dengan septum interventrikulorum.
Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena pulmonalis kiri dab bagian
ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup mitral keluar di insisi bilik kiri dan bagian ini
dipotong. Ujung pisau kemudian dimasukkan melalui katup aorta dan otot jantung dari apex dipotong
sejajar dengan septum interventrikulorum. Jantung sekarang sudah terbuka, diperiksa katup, otot
kapiler, chorda tendinae, foramen ovale, dan septum interventrikulorum
Arteria koronaria diiris dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai dari lubang di katup
aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di pertengahan sejajar dengan epikardium dan endokardium,
demikian pula dengan septum interventrikulorum.

Gambar 3. Cara pembukaan jantung.

Paru-paru:
Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong ronkhi dan pembuluh darah di hilus,
seteah pericardium diambil. Vena pulmonalis dibuka dengan gunting, kemudian bronki, dan terakhir
arteria pulmonalis. Paru-paru diiris longitudinal dari apex sampai basis.

Gambar 4. Pengirisan longitudinal dari apex sampai basis


Pemeriksaan Pneumothorax:

Setelah kulit dan otot dada dilepas dari tulang iga, dibuatlah suatu kantong yang berisi air,
kemudian otot interkostal ditusuk dengan ujung pisau. Adanya udara yang bertekanan dalam rongga
paru-paru, gelembung udara akan keluar melalui lubang.
Emboli udara:
Tulang rawan iga dipotong mulai dari no. 3 sampai ke bawah, kemudian sternum digergaji
setinggi kosta no. 2, sternum dilepaskan dari diafragma dan mediastenum anterior. Perikardium dibuka
dengan Y terbalik, kemudian perikardium dipegang dengan cunam dan diisi air. Vena kava interior
ditusuk kemudian serambi kanan dan kiri.

Perut:
Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum, dan diikat ganda
kemudian dipotong.
Limpa: dipotong di hilus, diiris longitudinal, perhatikan parenkim, folikel, dan septa.

Gambar 5. Pelepasan usus


Esofagus-lambung-duodenum-hati:
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat ganda dan
dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan unit hati tadi dapat diangkat. Sebelum diangkat, anak
ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati dilepaskan terlebih dahulu.
Esofagus dibuka terus ke kurvatora mayor terus ke duodenum. Perhatikan isi lambung, dapat
membantu penentuan saat kematian. Kantung empedu ditekan, bulu empedu akan menonjol kemudian
dibuka dengan gunting ke arah papila Vater, kemudian dibuka ke arah hati, lalu kantung empedu
dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu.
Buluh kelenjar ludah perut dibuka dari papila Vater ke pankreas. Pankreas dilepaskan dari
duodenum dan dipotong-potong transversal.
Hati: perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian potong longitudinal.
Usus halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul, perhatikan mukosa dan
isinya, cacing.

Gambar 6. Pelepasan blok hepar dan pemeriksaan usus

Ginjal, ureter, rektum, dan kandung urine:


Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjak dengan satu insisi lateral dapat
diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah di hilus, kemudian ureter dilepaskan
sampai panggul kecil. Kandung urine dan rektum dilepaskan dengan cara memasukkan jari telunjuk
lateral dari kandung urine dan dengan cara tumpul membuat jalan sampai ke belakang rektum.
Kemudian dilakukan sama dengan sebelahnya. Tempat bertemunya kedua jari telunjuk dibesarkan
hingga 4 jari kanan dan kiri dapat bertemu, kemudian bagian jari kelingking dinaikkan ke atas, dengan
demikian rektum lepas dari sakrum.

Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal dari lateral ke
hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine, kapsul ginjal dilepas dan perhatikan
permukaannya. Pada laki-laki rektum dibuka dari belakang dan kandung urine melalui uretra dari
muka. Rektum dilepaskan dari prostat, dengan demikian terlihat vesika seminalis. Prostat dipotong
transversal, perhatikan besarnya penampang.
Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal, perhatikan besarnya,
konsistensi, infeksi, normal tubuli seminiferi dapat ditarik seperti benang.

Gambat 7. Pelepasan organ panggul dan testis


Urogenital Perempuan
Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus dibuka dengan insisi
longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke kanan dan ke kiri, ke kornu. Tuba diperiksa dengan
mengiris tegak lurus pada jarak 1-1,5 cm. Uterus diinsisi longitudinal.

Gambar 8. Pemeriksaan kandung urine dan uterus


Leher:
Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring, dan tonsil dikeluarkan sebagai satu unit.
Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok, dan tonsil. Pada kasus cekik, tulang lidah harus
dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang.

Gambar 9. Pemeriksaan organ leher dan insisi pada kulit kepala

Kepala:
Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri dengan mata pisau menghadap ke
luar supaya tidak memotong rambut terlalu banyak. Kulit kepala kemudian dikelupas ke muka dan ke
belakang dan tempurung tengkorak dilepaskan dengan cara menggergajinya. Pahat dimasukkan dalam
bekas mata gergaji dan dengan beberapa ketukan tempurung lepas dan dapat dipisahkan. Duramater
diinsisi paralel dengan bekas mata gergaji. Falx serebri digunting di bagian muka. Otak dipisah dengan
memotong pembuluh darah dan saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula oblongata.
Tentorium serebri diinsisi di belakang tulang karang dan sekarang otak dapat diangkat. Selaput tebal
otak ditarik lepas dengan cunam, otak kecil dipisah dan diiris horisontal, terlihat nukleus dentatus.
Medula oblongata diiris transversal, demikian pula otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala
perhatikan adanya edema, kontusio, dan laserasi serebri.

Gambar 10. Pengeluaran otak


Tengkorak neonatus:
Kulit kepala dibuka seperti biasa, tengkorak dibuka dengan menggunting sutura yang masih terbuka
dan tulang ditekan ke luar, sehingga otak dengan mudah dapat diangkat.

Gambar 11. Cara pembukaan rongga tengkorak pada neonatus


IV. Fotografi dalam lensa hukum
Sebagai petunjuk, sebuah foto hendaknya memiliki sifat alamiah yang kuat dari setiap dimensi yang
terekam di dalamnya sehingga foto tersebut dapat bercerita tentang setiap detil kejadian dengan baik,
sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang menyesatkan alur penyelidikan maupun penyidikan.
Fotografi forensik adalah suatu proses seni menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat kejadian
perkara atau tempat kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan penyelidikan sampai
pengadialan. Fotografi forensik juga termasuk ke dalam bagian dari upaya pengumpulan barang bukti
seperti tubuh manusia, tempat-tempat, dan setiap benda yang terkait suatu kejahatan dalam bentuk foto
yang dapat digunakan oleh penyelidik atau penyidik saat melakukan penyelidikan atau penyidikan.
Termasuk kegiatan di dalam kegiatan fotografi forensik adalah pemilihan pencahayaan yang benar,
sudut pengambilan lensa yang tepat, dan pengembilan gambar dari berbagai titik pandang. Skala
seringkali digunakan dalam gambar yang diambil sehingga dimensi sesungguhnya dari objek foto dapat
terekam. Biasanya digunakan penggaris atau perekat putih yang berskala sentimeter diletakkan
berdekatan dengan lesi atau perlukaan sebagai referensi ukuran. Pada bagian yang tidak terekspos atau
kurang memberikan gambaran yang signifikan, dapat digunakan probe (alat pemeriksa luka) atau jari
sebagai penunjuk dengan posisi yang semestinya. 3

Anda mungkin juga menyukai