BAB I
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
(Hendro Susilo, 2000).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002)
Stroke non hemoragik dapat berupa iskemik, emboli, spasme ataupun thrombus
pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau gangguan tidur.
Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses udema oleh karena
hipoksia jaringan otak (Price, 2006)
B.
KLASIFIKASI
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun.
(Corwin, 2009)
C. ETIOLOGI
a. Trombosis cerebri ( bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
b. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang
lain)
c. Iskemia cerebral( penurunan aliran darah ke otak)
d. Aterosklerosis
(Smeltzer,2002)
D. MANIFESTASI KLINIS
a.
Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan
atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul
lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
d. Sudah menetap/permanen
(Harsono, 2002)
F. PATHWAY
Arterosklerosis
emboli
Trombosis
Sulit menelan
NVII
Saraf N II
G. KOMPLIKASI
1. Hemiparesis dan Hemiplagia
2. Afraksia
3. Afasia : sensorik, motorik, global
4. Disartia: kesulitan dalam berkata
5. Disfagia : sukar menelan
6. Perubahan penglihatan
7. Perubahan berpikir abstrak
8. Emosi labil
9. Inkontinensia
( Hudak, 1996)
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak (Linardi Widjaja, 1993)
(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik (Marilynn E.
Doenges, 2000)
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler (Satyanegara, 1998)
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke (Jusuf Misbach, 1999)
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama (Satyanegara, 1998)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali (Jusuf Misbach, 1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Linardi Widjaja, 1993)
I.
PENATALAKSANAAN
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis
sebagai berikut :
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
Pengkajian Primer
-
Airway
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
Disability
Klien dalam keadaan tidak sadar
b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
-
gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
-
Hipertensi arterial
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
Inkontinensia, anuria
distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus
paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka
ipsilateral ( sisi yang sama )
Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi
lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
8. Respirasi
Data Subyektif:
-
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
1. Diagnosa
a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D.
Ignativicius, 1995)
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
(Donna D. Ignativicius, 1995)
d. Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake
cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
e. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan ( Barbara Engram, 1998)
f. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara
Engram, 1998)
g. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
2. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra
cerebral
1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2) Kriteria hasil :
Klien tidak gelisah
Tidak ada keluhan nyeri kepala
GCS 456
Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan
16-20 kali permenit)
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi
jaringan otak dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua
jam
d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4) Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan yang tepat
Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
2.
Kriteria hasil
3.
Rencana tindakan
a)
b)
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak
sakit
c)
d)
e)
f)
4.
Rasional
a)
Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan
b)
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan
c)
Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan
Tujuan
2)
Kriteria hasil
Rencana tindakan
a)
b)
c)
Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya
ya atau tidak
d)
e)
f)
4)
Rasional
Tujuan
3)
Kriteria hasil
-
Rencana tindakan
Rasional
Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
3) Rencana tindakan
a. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b. Auskultasi bising usus
c. Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat
d. Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
a.
Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika
mungkin
b.
c.
Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang
menonjol
d.
Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi
e.
Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f.
Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap
kulit
4) Rasional
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3) Rencana tindakan :
a. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
b. Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c. Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d. Observasi pola dan frekuensi nafas
e. Auskultasi suara nafas
f. Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4) Rasional :
a. Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya
ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan
c. Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d. Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e. Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
f. Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
h. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan
sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
1) Tujuan :
3) Rencana tindakan :
a. Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
b. Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
c. Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus
dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
d. Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang
telah direncanakan
e. Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per
hari bila tidak ada kontraindikasi)
4) Rasional :
a. Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih
yang berlebih
b. Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis
c. Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
d. Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine
sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih
e. Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu
ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin Elizabeh.J.2009 Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih bahasa Tim
penerbit PSIK UNPAD, EGC, Jakarta,
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi 3, EGC, Jakarta.
Harsono. (2000). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI,
Volume II, EGC, Jakarta.
Lismidar, (1990). Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
MansJoer, Arif 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius. Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
4, Buku II, EGC, Jakarta.
Susilo, Hendro. (2000). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III. Bangkalan.
Widjaja, Linardi. (1993). Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke. Lab/UPF Ilmu
Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Pemeriksaan fisik
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau
masalah kesehatan yang dialami oleh pasien (Azis dan Musrifatul, 2008).
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien,
menambah informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien,
mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien,
mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan
mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan. Dalam melakukan
pemeriksaan fisik, terdapat teknik dasar yang perlu dipahami, diantaranya:
1. Inspeksi
Inspeksi merupakan proses pengamatan atau observasi untuk mendeteksi masalah
kesehatan pasien. Cara efektif melakukan inspeksi yaitu:
Atur posisi pasien sehingga bagian tubuhnya dapat diamati secara detail.
Berikan pencahayaan yang cukup
Lakukan inspeksi pada area tubuh tertentu untuk ukuran, bentuk, warna,
kesimetrisan, posisi, dan abnormalitas.
Bandingkan suatu area sisi tubuh dengan bagian tubuh lainnya.
Jangan melakukan inspeksi secara terburu-buru.
2. Palpasi
Ada tiga hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang
menggunakan Skala Coma Glasgow, yakni:
Respon motorik
Respon bicara
Pembukaan mata
Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka. Keadaan coma, tidak ada respon
sama sekali dan tidak membuka mata.
Bila dijumlahkan, menjadi:
Score yang kurang atau sama dengan 7 disebut coma.
Score yang lebih atau sama dengan 9 disebut tidak coma.
Secara baku (bunyi Korothkoff dan metoda A.H.A) : lebar manset 2/3 lebar
lengan, posisi pasien duduk/berbaring, pada lengan kanan atau kedua lengan,
memompa secepat mungkin sampai 20-30 mm di atas hilangnya nadi A. Radialis.
Menempatkan stetoskop dengan benar, menurunkan permukaan air raksa
dengan kecepatan 3 mm/ detik, mendengar bunyi Korothkoff dengan seksama
sambil menempatkan ketinggian kedua mata mengikuti turunnya permukaan air
raksa.
Bunyi-bunyi Korothkoff
Akan terdengar bersamaan dengan nadi/ fase pemompaan ventrikel.
KI
: adalah bunyi pertama yang terdengar, sifatnya lemah,
nadanya agak tinggi terdengar (tek, tek)
KII
: adalah bunyi seperti K Iyang disertai bising (teksst,
teksst) atau (tekrrd, tekrrd)
KIII
: adalah bunyi berubah menjadi keras, nada rendah, tanpa
bising (De:g, De:g).
KIV
: saat pertama kali bunyi jelas melemah (De:g, De:g
deg, deg )
KV
: saat bunyi hilang
Nilai sistolik diambil dari Korothkoff I.
Nilai diastolik diambil dari Korothkoff V.
Kecuali :
Pada anak kecil (Balita).
Pada keadaan terus terdengarnya bunyi walaupun permukaan air raksa sudah nol
(hal ini cukup sering kita temui).
Catatan: pada dua keadaan di atas digunakan K IV untuk pencatatan nilai
diastolik.
Setelah mendapatkan nilai sistolik dan diatolik maka segera hitung M.A.P (Mean
Arterial Pressure) yaitu tekanan arteri rata-rata:
M.A.P =sist +diast
2
Makna dari M.A.P adalah penilaian Perfusi Ginjal. Ginjal perlu minimal M.A.P
70 mmHg untuk mencapai fungsi ginjal yang memadai.
Kurang dari ini fungsi ekskresi berbagai zat akan menurun sampai anuria dan
potensial akan memperburuk keadaan pasien.
Kriteria hipertensi menurut JNCVI, 1997 untuk usia 18 tahun ke atas:
Seorang dikatakan mempunyai Tekanan Darah Tinggi bila diukur dalam keadaan
istirahat cukup dan kondisi tenang, sedikitnya dalam dua kali kunjungan
didapatkan nilai rata-rata dalam kriterianya sebagai berikut:
Kategori
Sistolik
Diastolik
mmHg
mmHg
Optimal
< 120
dan
<80
Normal
<130
dan
<85
Normal tinggi
130-139 atau
85-89
Hipertensi
Tingkat I
Tingkat II
Tingkat III
140-159
160-179
>= 180
atau
atau
atau
90-99
100-109
>= 110
2. Menghitung nadi. Nadi dihitung selama satu menit penuh. Tempat-tempat palpasi
denyut nadi:
A. Radialis
A. Brachialis
A. Femoralis
A. Poplitea
A. Dorsalis pedis
A. Carotis
A. Temporalis
Tiga komponen yang harus dilaporkan pada pemeriksaan nadi adalah:
Frekuensi
Teratur-tidaknya
Isinya
Frekuensi nadi palpasi perlu dibandingkan dengan frekuensi jantung pada saat
bersamaan. Perbedaan nilai nadi dengan frekuensi jantung disebut pulsus deficit,
ini menunjukkan adanya fibrilasi-atrium. Isi nadi melemah/ berkurang saat
inspirasi lalu penuh/ kuat saat ekspirasi ini menunjukkan adanya gangguan pada
kantung pericardium, seperti:
Pericardial effusion
Pericarditis constrictiva
Hemopericardium
Isi nadi seperti itu disebut Palsus paradoxus.
3. Mengukur suhu tubuh (oral, axillar, rectal) lamanya pengukuran sesuai dengan
yang tertera pada thermometer, jangan lupa mengeringkan axilla sebelumnya..
4. Menghitung pernapasan. Frekuensi nappas dihitung 1 menit penuhdan diamati
jenisnya. Bila didapat hal yang mencolok seperti dyspnea, orthopnea, dyspnea
deffort) sebaiknya dituliskan di sini. Bila tidak ada, maka uraian lengkap
dituliskan pada kolom pemeriksaan thorax.
5. Catatan tentang hal umum yang mencolok. Bila ada sesuatu hal penting/mencolok
yang ada hubungannya dengan kelangsungan hidup/ vital pasien, baik dilaporkan
di kolom ini, misalnya:
Perdarahan banyak dan masih berlangsung.
Robekan dinding perut dan viscus keluar.
Fraktura iga menembus kulit.
Pasien sianosis (respiratory failure)
Tercium bau-bauan tertentu seperti:
o Bau darah (walau tidak tampak)
o Bau aseton (DM), amoniak (renal failure), mousyodor (bau kandang tikus putihliver failure)
o Bau faeces (obstruksi usus)
C. Pemeriksaan Sistematik
1) Keadaan rambut dan hygiene kepala
Rambut hitam, coklat, pirang, warna perak, berbau atau warna-warni bendera
yang khas untuk defisiensi vitamin A. Mudah rontok, kulit kepala kotor, berbau
secara umum menunjukkan tingkat hygiene seseorang. Pada kulit kepala bisa
ditemui lesi seperti Vesicula, Pustula, Crusta karena varicella, dermatitis.
2) Hidrasi kulit daerah dahi
Dapat diketahui dengan palpasi, penekanan ibu jari pada kulit dahi, karena
mempunyai dasar tulang. Pada dehidrasi bisa ditemukan finger print pada kulit
dahi.
3) Palpebrae
Edema palpebrae mudah tampak, cairan edema mudah terkumpul di palpebrae
karena jaringan palpebrae sangat longgar, dan lebih tampak bila pasien bangun
tidur atau pasien berbaring lama. Sesuai dengan hukum gravitasi, bila edema tidak
menyeluruh, bisa terjadi edema palpebrae hilang/berkurang setelah pasien
beraktivitas dengan posisi tegak karena kemudian cairan lebih banyak
terkumpuldi ekstremitas bawah.
Tempat pemeriksaan edema selain di kelopak mata adalah daerah sacrum dan
pretibia dorsum pedis. Peradangan (Blepharitis, hordeolum/ bintitan) bisa juga
ditemui. Kelopak mata yang selalu tertutup/ tidak mampu membuka disebut ptosis
dan kelopak mata yang tidak bisa menutup rapat disebut lagophtalmus.
4) Sclera dan konjungtiva
Ikterus tampak lebih jelas di sclera dibanding pada kulit. Teknik memeriksa sclera
dengan 2 jari menarik palpebrae, pasien melihat ke bawah.
Radang pada conjungtiva bisa terjadi, baik pada conjunctiva bulbi maupun
conjungtiva palpebrae. Keadaan anaemik bisa diperiksa pada warna yang pucat
pada konjungtiva palpebrae inferior. Perdarahan sub-conjunctival bisa juga
terjadi baik pada conjungtiva bulbi maupun palpebrae. Rembesan darah di
conjungtiva palpebrae akan menimbulkan warna kebiruan di seluruh kelopak
mata, disebut Black eye atau Brill hematom bila mengenai kedua mata.
5) Tekanan bola mata/ Tekanan Intra Okular
Pemeriksa menggunakan dua jari telunjuk memeriksa membandingkan antara TIO
bola mata kiri dan kanan dengan cara menekan bergantian pada bola mata atas
dengan kelopak mata tertutup, merasakan tekanan intra okular, yang normal kiri
sama dengan kanan. Kewaspadaan terhadap pasien glaucoma umumnya terhadap
pasien berumur lebih dari 40 tahun.
6) Pupil dan Refleks Cahaya
Pupil normal berbentuk bulat, sama besar (isokor) diameternya kira-kira 3mm.
bila disinari diameternya akan mengecil kiri dan kanan yang disebut refleks
cahaya langsung dan tak langsung.
7) Visus/ Ketajaman penglihatan
Visus/ ketajaman penglihatan diperiksa pada mata, kiri dan kanan satu per satu.
Digunakan optotype Snellen yang dipasang pada jarak 6 meter dari penderita.
Teknik pemeriksaan: pasien diminta menyebut huruf atau angka yang ditunjuk
Setiap rangsang meningeal, baik karena peradangan maupun perdarahan SubArachnoid menimbulkan kekakuan otot-otot leher/spasme otot. Spasme otot ini
disebut kaku kuduk/tengkuk yang merupakan ciri atas adanya iritasi/rangsangan
meningeal.
16) Thorax dan fungsi pernapasan
Untuk memeriksa daerah thorax, diperlukan ingatan kembali tentang garis-garis
imaginer.
Linea mid-sternalis
Linea sternalis
Linea mid-clavicularis
Linea axillaris anterior, media, posterior
Linea scapularis
Linea vertebralis
Angulus Ludovisi, Angulus Costae, dan Arcus Costae
Secara berurutan pemeriksaan thorax harus meliputi inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi.
Inspeksi :
a. Amati bentuk, apakah biasa/normal atau ada kelainan bentuk seperti:
Kiposis, lordosis, scoliosis, gibbus (kiposis yang ekstrim).
Bentuk dada burung (Pigeon chest) = sternum menonjol.
Bentuk dada tukang sepatu/cekung (Funnel chest).
Barrel chest (besar-menggembung muka belakang).
b. Amati pernapasan pasien seperti:
Terdengar stridor inspirasi/ekspirasi
Menghitung frekuensi pernapasan, yang normalnya 16-24 x per menit. Dan juga
ada perbandingan frekuensi napas dengan frekuensi jantung kira-kira 1:4. Napas
yang lebih dari 24 kali per menit disebut tachypnea dan bila kurang dari 16 x per
menit disebut bradipnea.
Catat pula pola/irama pernapasannya. Teratur, periodik Cheynnes stokes, periodik
Biot, Kussmaul (cepat-dalam), Hiperventilasi (hanya dalam), atau irama satu-satu
pada psien sebelum meninggal.
Amati ada tidaknya dyspnea (setiap ketidaknyamanan bernapas dalam bentuk
apapun):
o Tanda-tanda retraksi intercostals,
o Tanda-tanda retraksi supra sternal,
o Pernapasan cuping hidung,
o Deffort inspirasi, seperti pada difteria,
o Deffort ekspirasi, seperti pada asma bronkiale dan
o Orthopnoe, lebih nyaman bernapas pada posisi duduk.
c. Ada dua hal lain yang dihubungkan dengan fungsi pernapasan:
Pengamatan sianosis di sekitar bibir, mulut, dan dasar kuku.
Clubbing of the finger (seperti ujung pemukul gendering).
d. Amati suara batuk yang terdengar (produktif, kering, whooping, pendek-pendek/
dehem-dehem).
Palpasi:
Palpasi pada dinding thorax menggunakan seluruh telapak tangan dan jari, kiri
dan kanan dengan maksud meraba dan merasakan getaran dinding dada sewaktu
pasien mengucapkan kata tujuh puluh tujuh berulang-ulang.
Getaran yang dirasakan disebut Vocal fremitus, perabaan dilakukan di seluruh
permukaan dada (kiri, kanan, depan, belakang). Umumnya, pemeriksaan ini
bersifat membandingkan bagian mana yang lebih bergetar atau kurang bergetar.
Pemadatan jaringan paru (pneumonia, keganasan) akan terasa lebih bergetar.
Pleural effusion dan Pneumo thorax akan terasa kurang bergetar.
Perkusi:
Perkusi dinding thorax, dengan cara mengetuk dengan jari tengah-tangan kanan
pada jari tengah-tangan kiri yang ditempelkan dengan erat di dinding dada di
celah intercostals (kecuali pemeriksa kidal tentu sebaliknya).
Penilaian suara yang ditimbulkan oleh perkusi:
Sonor adalah suara perkusi jaringan paru normal.
Redup adalah suara perkusi jaringan yang lebih padat/konsolidasi paru-paru
seperti, pneumonia.
Pekak adalah suara perkusi jaringan yang padat seperti pada:
o Adanya cairan di rongga pleura
o Perkusi daerah jantung, dan
o Perkusi daerah hepar.
Hypersonor/tympany adalah suara perkusi pada daerah yang lebih berongga
kosong seperti: daerah Caverne-caverne paru, penderita asma kronik terutama
dengan bentuk dada Barrel chest akan terdengar seperti ketukan benda-benda
kosong, bergema. Perkusi dilakukan dengan cara membandingkan kiri-kanan pada
setiap daerah permukaan thorax.
(1) Dengan perkusi juga dapat diperiksa rentang turunnya diafragma, sejak akhir
ekspirasi sampai inspirasi maksimal yang normalnya berkisar 3-5 cm. Rentang
turunnyadiafragma diperiksa di:
Thorax bagian belakang
Atas di batas paru-hepar/ ICS-4 kanan.
Bila paru-paru collaps, maka diafragma sisi yang bersangkutan tidak turun pada
inspirasi maksimal.
(2) Dengan perkusi thorax-depan, sekaligus menilai batas-batas jantung (perkusi di
atas jantung terdengar pekak). Pada keadaan normal:
Batas atas jantung ICS 2-3
Batas kanan jantung linea sternalis kanan
Batas kiri jantung linea medio-clavicularis kiri (pada pasien dengan dada lebar
batas kiri jantung: 1 jari medial dari linea mid-clavicula kiri).
Auskultasi:
Auskultasi paru adalah mendengarkan suara pada dinding thorax dengan
menggunakan stetoskop, caranya: pasien diminta bernapas cukup dalam dengan
mulut terbuka dan letakkan stetoskop secara sistematik dari atas ke bawah dengan
membandingkan kiri-kanan.
Ada tiga suara yang didengar pada pemeriksaan auskultasi:
1. Suara napas
Vesicular, suara napas vesicular terdengar di semua lapangan paru yang normal.
Bersifat halus, nada rendah, inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
17)
dan bergetar nyaring. Biasanya, didapat pada bronchis acuta. Bila hanya terdengar
pada fase ekspirasi, ini akibat udara melewati celah sempit bronchial. Pada
keadaan ini, terdengarnya wheezing disertai ekspirasi yang memanjang.
Pleural Friction-Rub, suatu bunyi yang terdengar kering persis seperti suara
gosokan Amplas pada kayu. Rales dan ronchi terdengar basah karena seperti
gemercik cairan, Pleural friction-rub terjadi karena peradangan pleura, terdengar
sepanjang fase pernapasan (inspirasi sepenuhnya). Paling jelas suara ini terdengar
di daerah posteri-lateral bawah dinding thorax.
Jantung
Pemeriksaan jantung meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi
Pengamatan pertama mencari ictus cordis, yaitu denyutan dinding thorax
karena pukulan ventrikel kiri pada dinding thorax. Bila normal, akan berada di
ICS-5 pada medio clavicularis kiri selebar 1 cm saja. Inspeksi ictus cordis sulit
didapat pada pasien-pasien yang gemuk, berotot besar atau kelenjar mammae
yang besar. Dengan mengetahui letak ictus, secara tidak langsung bisa diperoleh
gambaran tentang ada tidaknya pembesaran jantung (pembesaran jantung ictus
cordis bisa sampai berada di linea axillaris anterior). Ictus cordis yang sangat
nyata/ kuat sesuai juga dengan meningkatnya kerja ventrikel kiri seperti pada
seorang yang sangat berdebar ketakutan atau hipertensi sistolik.
Bulging precordial (daerah precordial yang lebih menonjol dari dinding thorax
yang lain) menunjukkan kemungkinan pembesaran ventrikel kanan atau
aneurysma pangkal aorta.
Palpasi
Pada Ictus cordis, meraba Ictus cordis dengan telapak jari II-III-IV (seringkali
juga ictus tidak nampak namun bisa teraba). Dirasakan kekuatan pukul dan
ditentukan lebarnya ictus cordis yang normal tidak lebih dari 1 cm persegi.
Kalau teraba lebih lebar dan pukulannya kuat serta letaknya bergeser ke kiri hal
ini sesuai dengan hipertrofi ventrikel kiri (misalnya karena hipertensi yang lama).
Sedangkan hipertrofi ventrikel kanan akan menimbulkan gerakan naik turun di
daerah linea sternalis kiri. Keadaan ini disebut Right Ventricular Lift/Heaving.
Memeriksa ada tidaknya Thrill, yaitu getaran ictus cordis, tidak lain ini adalah
murmur (pada auskultasi) derajat 5-6 yang keras/kasarnya dapat kita raba.
Perkusi
Pada pemeriksaan perkusi ditentukan batas-batas jantung, karena daerah
jantung terdengar pekak. Dengan demikian, dapat ditentukan ukuran jantung
apakah lebih besar daripada batas-batas normal ataukah tidak membesar.
Pembesaran jantung yang dapat diperiksa dengan perkusi adalah pembesaran
ventrikel kiri, yaitu akan membesar ke kiri agak ke bawah.
Pembesaran ventrikel kanan kurang dapat ditentukan dengan perkusi karena
pembesarannya lebih ke arah antero posterior. Perkusi pada pasien gemuk atau
sangat berotot akan menyulitkan penentuan batas-batas janntung dengan baik.
Auskultasi
Auskultasi jantung yaitu mendengar bunyi jantung dengan alat stetoskop.
Untuk itu, diperlukan suasana yang tenang agar bunyi jantung terdengar baik.
Kesalahan terbanyak pada auskultasi adalah ingin mendengar sekaligus/seketika
semua bunyi-bunyi jantung yang semestinya satu demi satu sesuai dengan
tempatnya, bunyi jantung mana yang kita perhatikan. Mula-mula gunakanlah sisi
membrane dengan tekanan kuat untuk mendengar nada-nada yang lebih tinggi,
a.
b.
c.
1.
2.
3.
4.
5.
kemudian sisi bell dengan tekanan ringan untuk mendengar nada-nada yang lebih
rendah.
Bunyi jantung (BJ)
BJ I adalah bunyi menutupnya katup Mitral dan Tricuspidalis.
BJ II adalah bunyi menutupnya katup Aorta dan Pulmonalis.
Ada lima tempat mendengar BJ untuk empat buah katup:
Katup aorta/A di ICS-2 Linea Sternalis Kanan di sini terutama disimak BJ II-A.
Katup Pulmonalis/P di ICS-2 Linea Sternalis Kiri dan ICS-3 Linea Sternalis Kiri,
di sini terutama disimak BJ II-P.
Katup trikuspida/T di ICS-4 Linea Sternalis Kiri, di sini terutama disimak BJ I-T.
Katup Mitral/Mdi ICS-5 Linea Medio-Clavicularis Kiri (atau di apeks (ictus)
cordis), di sini terutama disimak BJ I-M.
Pada keadaan normal BJ II (A dan P) dan BJ I (T dan M) adalah bunyi tunggal
karena menutupnya katup A bersamaan dengan P, dan T bersamaan dengan M.
BJ III didengar di daerah M. BJ III terdengar sesudah BJ II dengan jarak cukup
jauh. Namun, tidak melewati separuh fase diastolic, nadanya rendah (sehingga
lebih jelas dengan sisi bell).
Irama pacu kuda/ Gallop rhythm.
BJ III timbul akibat getaran derasnya pengisian diastolic dari atrium kiri ke
ventrikel kiri yang sudah membesar, darah jatuh ke ruang lebar kemudian
timbul getaran.
Fase sistolik dan fase diastolik
Fase sistolik
: yaitu fase antara BJ I dan BJ II.
Fase diastolik
: yaitu fase antara BJ II dan BJ I berikutnya.
Fase diastolik lebih lebar/lama daripada fase sistolik. Jika pada fase ini
diantaranya terdapat suara-suara tambahan baik suara tambahan pada fase sistolik
atau suara tambahan pada fase diatolik atau pada kedua-duanya. Suara tambahan
ini disebut bising jantung atau murmur (m).
Bising jantung/ murmur (m)
Murmur adalah fibrasi/getaran yang terjadi di dalam jantung atau pembuluh darah
besar yang diakibatkan oleh bertambahnya arus Turbulensi darah. Arus darah
yang normal adalah stream line.
Hal inilah yang menimbulkan bising.
Bila didengar murmur harus dideskripsi:
Tempatnya (M, T, P) dan penjarannya/tidak menjalar.
Terjadinya pada fase sistolik atau diastolik.
Derajatnya.
Tinggi rendahnya nada.
Kualitasnya.
Beberapa interpretasi
BJ I
TM
Sangat keras
Pasien cemas
Hipertiroid
Hipertensi
Anemia
Mitral stenosis/MS
Lemah
Decomp cordis
Pericardial effusion
Infark miokard
AV blok derajat I
Split
BBB (Bundle Branch
A II
Keras
P II
Lemah
Keras
Block)
Hipertensi sistemik
Aneurisma
Aorta insufisiensi
Co artatio Aortae
Aorta stenosis
Mitral stenosis
Decomp kiri
Hipertensi pulmonal
Truncus arteriosus
Pulmonary Stenosis
Lemah
BJ II split pada inspirasi : RBBB, ASD, PS, MI
BJ II split pada ekspirasi : LBBB, AS
BJ III pada anak kecil, remaja, wanita hamil : bukan kelainan
BJ III dengan disertai keluhan gejala Decomp cordis lain disebut irama Gallop.
Hal ini bisa ditemukan pada penyakit gagal jantung atau pemberian cairan infus
yang overload.
18) Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen kita harus kembali mengingat pembagian daerah
abdomen menurut :
Regio
- Epigastrica
- Hipochondrica kiri-kanan
- Umbilicalis
- Lumbalis kiri-kanan
- Hipogastrica
- Illiaca (=inguinal) kiri-kanan
4 kuadran
- Kuadran kanan atas
- Kuadran kiri atas
- Kuadran kanan bawah
- Kuadran kiri bawah
Khusus untuk pemeriksaan abdomen, urutannnya adalah inspeksi,
auskultasi, barulah palpasi dan perkusi, karena palpasi/perkusi bisa meningkatkan
frekuensi dan intensitas peristaltik usus sebelum diperiksa.
Inspeksi
1. Pada inspeksi perlu disimak apakah abdomen membusung/membuncit atau datar
saja, tapi perut (flank) menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak.
2. Amati bayangan/gambaran bendungan pembuluh darah vena di kulit abdomen.
Bila ada, maka perhatikanlah arah alirannnya.
Kalau didapat pelebaran vena yang berasal :
o Dari bagian atas abdomen mengalir ke atas lagi ini berarti selesai dengan obstruksi
vena porta hepatica / tekanan V.porta meningkat.
o Dari bagian bawah abdomen aliran menuju ke atas abdomen, hal ini sesuai dengan
obstruksi vena cava inferior.
Aliran normal pembuluh darah di kulit abdomen berasal dari pertengahan
abdomen; ada yang menuju atas, ada yang menuju bawah dan tidak terlalu
menonjol.
3. Inspeksi juga mengamati apakah daerah abdomen tampak benjolanbenjolan/massa. Laporkan bentuk dan letaknya.
Auskultasi
lien mengikuti arah garis yang melewati umbilicus menuju kuadran kanan bawah
abdomen.
Besarnya lien diukur menurut ukuran Schuffner dari arcus costae kiri sampai
umbilicus mempunyai skala Schuffner -4S-1-2-3-4 dibagi menurut 4 bagian jarak
dari arcus costae sampai umbilicus. Lien yang membesar didapat pada Thypoid
fever, Dengue H. Fever, hipersplenisme, Leukemia dan sebagainya. Harus hatihati melakuakan palpasi pada lien yang sudah sangat membesar karena bisa
mengakibatkan ruptura lien, palpasilah dengan lembut/hati-hati.
Palpasi Titik Mc Burney
Titik Mc Burney berada pada batas sepertiga luar dan dua pertiga dalam dari
garis imaginer yang menghubungkan umbilicus dengan SIAS kanan.
Pada radang akut appendix akan didapat nyeri tekan dan nyaeri lepas yaitu
rasa nyeri timbul saat daerah ini ditekan maupun dengan mendadak dilepaskan.
Perhatikan ekspresi wajah pasien saat menekan maupun saat mendadak
dilepaskan.
Nyeri tekan kontra lateral dalah nyeri pada titik Mc burney saat pemeriksa
menekan daerah kuadran kiri bawah abdomen. Hal ini terjadi karena dengan
tekanan kuadran kiri abdomen, udara/massa di dalam colon (Descendens,
Transversum, Ascendens maupun coecum) teregang dan timbul nyeri pula bila
appendix vermiformisnya meradang akut. Bisa terjadi ditemukan masa sebesar
telur dan nyeri tekan pada palpasi daerah ini. Hal ini menunjukan adanya
peradangan kronik dan sudah terjadi infiltrat di sebut appendicullar infiltrat.
Perkusi
Perkusi dilakukan dengan teknik yang sama seperti perkusi thorax. Suara
perkusi abdomen yang normal adalah timpani. Masa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, ascites, vesica urinaria, masa tumor). Perkusi
dilakukan pada semua kuadran.
Pemeriksaan adanya asites : cairan dalam rongga perut mengikuti hukum
gravitasi, selalu berada dibagian bawah. Perkusi dimulai dari tengah abdomen
dengan pasien posisi terlentang, menyusuri dinding abdomen; perkusi terus
dilakukan menuju lateral. Perubahan suara dari timpani menjadi pekak merupakan
batas cairan ascites yang ada, kemudian pasien di pindah posisi menjadi berbaring
miring/lateral. Apabila memang ada cairan dalam rongga abdomen tentu akan
berpindah ke bagian bawah mengikuti gaya gravitasi. Maka daerah lateral
abdomen yang semula pekak setelah berada diatas menjadi timpani karena cairan
berpindah, sebaiknya daerah umbilicus sekarang menjadi pekak. Dalam bahasa
inggris disebut Shifting dullness.
Perkusi Ginjal
Perkusi ginjal dilakukan di dinding abdomen belakang pada sudut costovertebral (Costo vertebral angle), dengan dialasi telapak tangan kiri, kita lakukan
perkusi dengan sisi ulnar kepalan tangan kanan (pada pemeriksa kidal tentu
sebaliknya).
Pada peradangan/infeksi saluran kemih (U.T.I/Pyelonefritis) akan didapatkan
tanda nyeri pada perkusi ini.
19) Kelenjar Limfe Inguinal, Genitalia dan Anus
a. Kelenjar limfe inguinal diperiksa dengan palpasi, teraba membesar, nyeri tekan
atau tidak, pembesaran dan nyeri merupakan petunjuk adanya infeksi dari daerah
tungkai, kelamin atau metastase tumor testis/prostat.
b.
Normal-jernih-tidak gatal
Streptokokus
Diawali dengan memeriksa tonus otot, trofi otot (tonus dihubungkan dengan
ketegangannya, trofi dihubungkan dengan ukuran otot) dengan cara inspeksi
palpasi. Bandingkan kiri dan kanan demikian pula dengan kekuatan otot.
Kekuatan otot dinilai dengan angka nol sampai lima :
0 Otot sama sekali tidak mampu bergerak tampak berkontraksi pun tidak, bila
lengan/tungkai dilepaskan, akan jatuh 100% pasif.
1 Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh
2 Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan gaya gravitasi (saja), tapi
dengan sentuhan akan jatuh
3 Mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu melawan
tekanan/ dorongan dari pemeriksa
4 Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain
5 Kekuatan utuh
Uji kekuatan otot sekali-kali bukan membandingkan kekuatan pasien dengan si
pemeriksa.
d. Menilai reflek-reflek fisiologik
Reflex fisiologik diperiksa pada ketukan tendon yang akan dijawab dengan
kontraksi otot. Diperiksa refleks tendon : biceps, triceps, lutut, achiles.
e. Mencari reflex patologik babinski
Reflex patologik babinski normal tidak ditemui.
Caranya : lakukanlah goresan dengan benda berujung tumpul pada telapak kaki seperti pada
gambar dibawah ini.
Normal :
Kelima jari-jari kaki akan melakukan gerak plantar flexi. Hasil seperti di atas disebut tanda
babinski negatif
Pada kerusakan/lesi upper motor neuron (= U.M.N) akan didapat jawaban :
Ibu jari akan bergerak dorso flexi
4 jari lainnya bergerak plantar flexi
Hasil seperti ini disebut tanda babinski positif (= abnormal).
f. Mencari tanda-tanda khusus, seperti :
Clubbing of the finger , ujung-ujung jari seperti ujung tongkat genderang.
(Pada penyakit jantung bawaan, kronik, kelainan darah, TBC/COPD kronik).
Terjadi pada semua keadaan dimana jaringan kekurangan oksigen secara
menahun/lama.
Spider naevi, pelebaran, arteriola berbentuk laba-laba pada pasien Cirrhosis
hepatis yang sudah lanjut, bahkan bertambah banyak pada keadaan coma
hepaticum.
Gambaran khasnya, apabila ditekan kemudian dilepaskan, darah akan mengisi
kembali arteriola ini dari arah sentral ke seluruh jari-jarinya seperti letupan
kembang api di udara malam.
Uremic Frost- salju ureum
Didapat pada pasien uremia. Setelah keringat yang mengandung ureum menguap,
tertinggal bedak ureum. Pemeriksaan dengan perabaan dan bukan saat pasien
baru saja dimandikan.
21) Payudara pada pasien perempuan
Lakukanlah pemeriksaan secara legeartis. Pasien berbaring dengan sedikit
ganjal di punggungnya, posisi baring berada di tepi meja pemeriksaan yang sesuai
dengan sisi payudara mana yang akan diperiksa (bergantian kiri-kanan). Dengan
demikian ada ruang gerak yang cukup untuk sendi bahu sewaktu pemeriksaan
dilakukan.
Inspeksi
Periksalah apakah tampak retraksi kulit daerah mamae akibat tarikan
ligamentum cowperi seperti kulit jeruk . adakah discharge berbau dari puting
susu, ulcus, bayangan benjolan yang tampak sehingga tidak simetris bentuknya.
Palpasi
Lengan kanan pasien ditopang dengan lengan kiri, pemeriksa, sewaktu tangan
kanan pemeriksa melakukan palpasi pada setiap kuadran mamae pasien dan fossa
axillarisnya. Diperiksa elastisitasnya, adakah kekakuan/lekatan dengan dasar,
diperiksa ada tidaknya benjolan tumor, bila ditemukan buatlah deskripsi tentang :
bentuk, ukuran, konsistensi dan keadaan permukaaannya. Palpasi selalu
dilanjutkan ke kelenjar limfe axillar untuk memeriksa adanya metastase tumor ke
daerah tersebut.
22) Collumna vertebralis
Pasien pada posisi duduk, membelakangi pemeriksa.
Inspeksi
Amati bentuk dari susunan Collumna Vertebralis akan adanya kelainankelainan seperti Scoliosis, Kyposis, Gibbus, Meningocele, Spina bivida (spina
bivida oculta di tutupi rambut).
Palpasi
Tekanlah processus spinosus dari cervical sampai lumbo-sacral mencari tanda
nyeri yang mungkin di dapat, seperti pada pasien HNP.
23) Uji Syaraf Cranial
Uji syaraf kranial sudah merupakan pemeriksaan khusus neurologis yang rutin
bagi pasien penyakit syaraf. Tetapi sebagian dari padanya merupakan bagian dari
pemeriksaan umum,yaitu :
Fungsi
N II
Ketajaman penglihatan (Visus)
N VIII
Pendengaran dan keseimbangan
Juga catatan tentang cara berjalan yang khas sewaktu pasien masuk ruang
pemeriksaan adalah catatan dari aspek neurologik.
Cara pemeriksaan saraf cranialis :
NI
Olfactorius penghiduan
Fungsi penghiduan diperiksa dengan bau-bauan seperti tembakau, wangi-wangian
yang di minta agar pasien menyebutkannya dengan mata tertutup.
N II
Opticus
Diperiksa dengan pemeriksaan visus terhadap setiap mata. Digunakan
optotype snellen yang dipasang pada jarak 6 meter dari pasien. Visus ditentukan
dengan kemampuan membaca jelas deretan huruf-huruf yang ada.
N III
Oculomotorius
N IV
Trochlearis
N VI
Abduscens
Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata ke
segala arah, diameter pupil dan reflex akomodasi.
NV
N VII
N VIII
Ketiga test :
Rinne, Weber dan Schwabach disusun, dicantumkan kesimpulan-kesimpulannya
lalu ditarik kesimpulan akhir dengan mengumpulkan hal-hal yang cocok dan
menyingkirkan hal-hal yang cocok dan menyingkirkan hal-hal yang tidak cocok,
maka didapat diagnosa keadaan pendengaran pasien :
Normal
Tuli konduktif kiri/kanan
Tuli perseptif kiri/kanan atau kombinasinya
Latihan menarik kesimpulan perlu dilakukan pada praktek laboratorium.
Pendengaran pada bayi diperiksa dengan adanya respons berkedip bila diberikan
suara tepuk tangan dari jarak kira-kira 30 cm.
N IX
Glossopharyngeus dan N X/Vagus
Diperiksa letak Uvula, ditengah atau deviasi serta kemampuan menelan pasien.
N XI
Accessorius
Diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan (Kontraksi M.
Trapezius) dan gerakan kepala.
N XII
Hypoglossus
Diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus, gerakan lidah
mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam.
:
:
:
:
:
:
Ny. D
25 tahun
S1
Pegawai swasta
Islam
Jl. Ahmad Yani No.11
Rt 05/08 Bandung
Suami/ Istri
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Alamat
:
:
:
:
:
:
Tn. B
27 tahun
S1
Pegawai swasta
Islam
Jl. Ahmad Yani No. 11
Rt 05/08 Bandung
B. Keluhan utama
: ibu mengatakan merasa pusing yang hebat
sejak 2 hari yang lalu sampai sekarang. Sejak 5 bulan yang lalu sampai sekarang
ibu sering merasa lemas, letih dan lesu serta sering pusing dan mual saat berdiri
dari posisi semula jongkok. Beberapa minggu kebelakang ibu sering merasakan
telinganya mendenging.
C. Riwayat penyakit sekarang
: tidak ada penyakit berat
D. Riwayat penyakit masa lalu
: ibu belum pernah melakukan pemeriksaan
sebelumnya
E. Riwayat penyakit keluarga
: ibu mempunyai penyakit jantung, diketahui
sejak tahun 2007
F. Riwayat psiko-sosial
: hubungan ibu dengan suami dan keluarga
baik.
G. Aktivitas sehari-hari
a. Pola makan dan minum
: makan 3x sehari (menu: nasi, lauk pauk, sayuran,
telur, buah-buahan, daging jarang karena tidak terlalu suka)
Minum 8 gelas sehari, jarang minum susu.
b. Pola BAB dan BAK
: BAB 1x sehari, konsistensi : lunak
BAK 5-6x sehari, warna kuning muda
c. Istirahat dan tidur
: Tidur siang : tidak pernah,
Tidur malam: 6-7 jam
d. Aktivitas sehari-hari
: Bekerja sebagai pegawai swasta,
aktivitas di balik meja kerja
e. Pola seksual
: berhubungan seksual seminggu 3x
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
a.
b.
c.
DATA OBJEKTIF
Keadaan umum
: baik
Bentuk tubuh
: proporsional
Status emosional
: stabil
Kesadaran
: compos mentis
Tanda-tanda vital
: TD: 90/60 mmHg N: 88x/menit S: 36,80C (axilla)
P: 20 x/menit
Antropometri
: TB: 154 cm BB: 49 Kg
Lila: 24 cm
Lingkar perut
: 77cm
Panjang ekstremitas atas
: kanan: 58 cm
kiri: 58 cm
Panjang ekstremitas bawah : kanan: 98cm
kiri: 98 cm
Kepala
Rambut
Inspeksi : warna hitam, agak tipis halus, distribusi merata, tidak rontok
Palpasi : kepala tidak ada benjolan/ massa, tidak ada deformitas
Wajah
Inspeksi : pucat
Palpasi : hidrasi kulit baik, tidak ada finger print
N.VII fasialis
Motorik : ibu dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, tersenyum, meringgis,
menggembungkan pipi.
Mata
:
Inspeksi
: bentuk simetris,
Konjungtiva
: pucat
sklera: putih
N.III (Oculamotorius) gerakan bola mata : sesuai
Reflek pupil
Reflek pupil
Mata kiri
Mata kanan
Langsung
Mengecil
Mengecil
Tidak langsung
Mengecil
Mengecil
Reflek akomodasi
NII (optikus): Visus: mata emetrop
NIV (Trochlearis) : lapang pandang:
NVI (Abduscens) : T.I.O bola mata kiri = T.I.O bola mata kanan
Sinus
: tidak ada
d. Hidung
Inspeksi
asing
e.
Telinga kiri
Telinga kanan
Teknik
Riene (256 Hz)
Weber (512 Hz)
Schwabach (512 Hz)
Telinga kanan
Positif
Tidak ada lateralisasi
Sama dengan
pemeriksa
Telinga kiri
Positif
Tidak ada lateralisasi
Sama dengan
pemeriksa
f.
Mulut
Inspeksi
: warna bibir pucat
NIX (Glossopharyngeus) : letak uvula di tengah, kemampuan menelan baik.
NXII (Hypoglossus)
: kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus
Motorik
: bisa menggerakkan lidah
NVIII Facialis : sensorik : pengecapan rasa manis, pahit, asin terasa jelas.
g. Leher
Inspeksi
: bentuk simetris
JVP
: 5 + 0 cm air
Pemompaan ventrikel: normal
Kaku kuduk
: tidak kekakuan otot-otot leher
h. Dada
Inspeksi
: bentuk simetris
Palpasi
: vokal fremitus
: normal
Perkusi
: suara paru-paru
: vesicular kanan= vesicular
kiri
ekspansi paru: tidak ada
Batas atas jantung : ICS 2-3
batas kanan jantung: linea sternalis kanan
Batas kiri jantung : linea medio-clavicularis kiri Batas bawah jantung
Auskultasi
: bunyi nafas sterna :
bunyi paru-paru:
Suara tambahan : tidak ada rales, ronchi, wheezing dan pleural friction rub
Bunyi jantung
Bunyi jantung
Hasil
BJ II (aorta)
Normal
BJ II (pulmonalis)
Normal
BJ II (pulmonalis)
Normal
BJ I (trikuspidalis)
Normal
BJ I (mitralis)
Normal
Heart Rate (HR)
: 88 x/menit
Nadi
: 88 x/menit
i. Abdomen
Inspeksi : bentuk datar, tepi perut tidak menonjol, umbilicus tidak menonjol.
Auskultasi : bising usus 20x/ menit
Palpasi
: tidak ada hepatomegali
Perkusi
: suara tympani, tidak ada asites
j. Punggung
Inspeksi : bentuk simetris
Auskultasi : suara napas dan bunyi jantung normal
Palpasi
: tidak ada pembengkakan
Perkusi
: tidak ada cairan
NXI Accesorius : bisa mengangkat bahu kiri dan kanan dan bisa menggerakkan
kepala
:
Tangan kanan
5
Kaki kanan
5
Reflek
Tangan kiri
5
Kaki kiri
5
:
Otot
Kiri
Bisep
Positif
Trisep
Positif
Archiles
Patella
Reflek Babinzki
NVIII (Vestibulo-acusticus) Keseimbangan
Pemeriksaan penunjang
Hb
: 9,4 gr/dL
Leukosit
: 7500 /mm3
Trombosit
: 350.000 /mm3
Tangan
Kaki
Kanan
Positif
Positif
Kiri
Positif
Positif
Positif
: Pasien dapat berjalan pada
garis lurus
Kanan
Positif
Positif
Positif
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau
masalah kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal
data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai
perubahan status pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan
status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, terdapat teknik dasar yang perlu dipahami,
diantaranya Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi.