Husband
BMI = 23 kg/m2
no exopthalmus, no thyroid enlargement, no gynecomastia, secondary sexual
characteristics are normal
Penis: normal, testes: normal size and volume; scrotum: no varicocele
External examination: no inguinal hernia
Semen analysis: volume 4.5 ml; sperm concentration 0.1x10 6/ml; motility 22% forward
progression, 15 % rapid forward progression; morphology 5 %with normal forms.
a. Bagaimana hubungan hasil pemeriksaan dengan kasus? (tujuan pemeriksaan)
Data
BMI 23 kg/m2
Tekanan
Darah
Nilai normal
18,5 -25 kg/m2
120/80 120/80 mmHg
mmHg
Nadi 76 x/m
RR 20 x/m
60-100 x/m
12-24 x/m
Interpretasi
Normal
Normal
Normal
Normal
- Scrotum : no varicocele
Skrotum harus diraba untuk menilai kemungkinan skrotum terisi banyak cairan,
terdapat hernia skrotalis atau terdapat varikokel. Jumlah testis, volume testis dan
turunnya testis ke dalam skrotum juga perlu diperhatikan. Suhu skrotum lebih rendah 1
- 8 OC dari suhu tubuh, jadi skrotum yang normal menjaga sperma agar tidak mati
karena sperma sensitif terhadap panas. Spermatogenesis abnormal dapat terjadi akibat
orkitis karena mumps, kelainan kromosom, terpajan bahan kimia, radiasi atau
varikokel (Benson R & Pernoll M, 2009 : 680).
Varikokel pada pria juga salah satu penyebab infertilitas. Varikokel merupakan suatu
keadaan dimana adanya dilatasi vena. Aliran darah yang terlalu banyak akan
menyebabkan pembuluh darah disekitar testis membesar sehingga akan meningkatkan
suhu testis dan pada akhirnya akan berpengaruh pada produksi sperma.
- Penis Normal
Penis yang abnormal dapat menyebabkan gangguan ejakulasi, sehingga sperma sulit
untuk berpenetrasi ke sel telur.
Penis perlu diperhatikan letak uretra yang dapat terkait dengan abnormalitas seperti
hipospadia. Kelainan bawaan ini terjadi saat lubang kencing berada di bagian bawah
penis. Bila tidak dioperasi maka sperma dapat kesulitan mencapai serviks.
Hb 14g/dl
WBC 8000/mm3
HT 42 vol%
NORMAL
Plt 350.000/mm3
ESR 6 mm/hour
Blood type O
Rh (+)
Blood
film:
normal
Blood
Menyingkirkankelainan
hormonal
Hipergonadotropik-hipogonad
atau
hipogonadotropik-hipogonad.
chemistry:
normal
Hormonal:
FSH,
LH
dan
testosterone level
normal
Urine: normal
Tabel.
Batas
minimal
nilai
referensi
untuk
penilaian
semen.
Jika hasil analisis semen tergolong normal berdasarkan standar WHO, maka
penialaian satu kali sudah cukup. Jika hasilanya tidak normal, maka harus
dilakkukan tes minimal dua kali, dan indikasi untuk investigasi andrologi lebih
jauh. Penting auntuk membedakan kriteria berikut:
Oligozoospermia : < 15 juta spermatozoa/ml
Asthenozoospermia: <32% pergerakan spermatozoa
Teratozoospermia: <4% bentuk sperma yang normal.
Jika terjadi anomaly pada ketiganya secara bersamaan, maka dinamai
OligoAsthenoTeratozoospermia (OAT). Sedangakn zoospermia, merupakan kasus
ekstrim dimana jumlah spermatozoa < 1 juta/mL, terjadi peningkatan risiko
obstruksi traktus genitalia dan abnormalitas genetik (Jungwirthdkk, 2012).
Berdasarkan data dari pemeriksaan laboratorium, maka dapat dilakukan
analisis dan interpretasi dari hasil analisis semen suami Ny. Lina sebagai berikut:
Pemeriksaan Hasil yang didapat
Niai normal
Interpretasi
Volume
Konsentrasisperma
Forward progression
Rapid forward
4,5 mL
0,1x106/ml
22%
15%
progression
Morfologi normal 5%
1,4-1,7
(30-46) x106
38-42%
31-34%
Meningkat
Oligozoospermia
Asthenozoospermia
Asthenozoospermia
3-4%
Normal
Hasil analisis semen suami Ny. Lina menunjukkan peningkatan volume semen,
namun tidak sampai kondisi hyperspermik. Karena penggolongan jika volume
semen sudah lebih dari 5,5 mL (Master Mens Clinic, 2012).
c. Bagaimana rencana terapi pada kasus ini?
2. Tingkat 2:
a. Spesialis obstetric dan ginekologi
b. Spesialis andrologi
c. Spesialis urologi
3. Tingkat 3: subspesialis endokrinologi reproduksi dan infertilitas
Indikasi kasus infertilitas yang harus ditangani pada masing-masing tingkat
pelayanan:
2.
P
asa
ngan suami istri, Mrs. Lina (29 tahun) dan suaminya (32 tahun), mengalami
infertilitas primer
a. Faktor risiko?
Factor yang memepengaruhi kesuburan pasutri
- Usia
Pria tak terbatas
Wanita 20-30 tahun
- Frekuensi senggama
Makin sering makin berpeluang, terbaik 3x seminggu
- Kesehatan
Anemia, infeksi alat kelamin, pola hidup tidak sehat, gangguan gizi
b. Patogenesis?
Wanita
Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita diantaranya gangguan
stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan pembentukan FSH dan LH
tidak adekuat sehingga terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium.
Penyebab lain yaitu radiasi dan toksik yng mengakibatkan gangguan pada ovulasi.
Gangguan bentuk anatomi sistem reproduksi juga penyebab mayor dari
infertilitas, diantaranya cidera tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak
dapat lewat dan tidak terjadi fertilisasi dari ovum dan sperma. Kelainan bentuk
uterus menyebabkan hasil konsepsi tidak berkembang normal walapun
sebelumnya
terjadi
fertilisasi.
Abnormalitas
ovarium,
mempengaruhi
ejakulasi
retrograt
misalnya
akibat
pembedahan
sehingga
derajat saja dari temperatur normal testis, yaitu 35C (Nasution n Matondang,
1984). Dampak yang sama dapat ditemukan pada rutinitas dan aktivitas seharihari dimana terjadi peningkatan panas dari lingkungan seperti: pemakaian celana
dalam yang ketat, mandi air panas (sauna), dan pekerjaan yang mengharuskan
duduk lama selama berjam jam ( misalnya supir).
Panas sebagai bentuk stres fisik seperti halnya dingin, radiasi, getaran, bising dan
psikologis mengaktifkan respon senteral dan perifer pada sistem endokrin syaraf
otonom sebagai bentuk reaksi adaptasi. Aktivasi sistem endokrin yaitu sumbu
Hipotalamus-Hipofise-Adrenal (HHA) melibatkan pengeluaran neurohormon
CRH (Corticotropin Releasing hormone).
Peningkatan CRH yang menimbulkan penurunan GnRH menyebabkan penurunan
produksi FSH (Folikel Stimulating Hormon) dan LH oleh adenohipofisis maka
terjadi gangguan pada sumbu HHT, berupa penurunan LH, FSH dan testosteron
jelas mengganggu kualitas spermatozoa.
Disamping itu peningkatan suhu akan mengakibatkan gangguan fungsi epididimis
dalam pematangan spermatozoa termasuk dalam memberikan pasokan bahan
makanan terutama glukosa sebagai substrat untuk metabolisme spermatozoa.
Aktivitas maksimum untuk sebagian besar enzim manusia berlangsung sekitar
suhu 37 C karena pada suhu yang lebih tinggi terjadi denaturasi (hilangnya
struktur skunder dan tertier) (Marks n Smith, 1996).
Baik denaturasi enzim spermatozoa maupun gangguan pasokan glukosa sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas spermatozoa termasuk viabilitas
spermatozoa dan akan terbentuknya spermatozoa yang abnormal.
tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi
belum memiliki anak. (Sarwono, 2000).
Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama
satu tahun tetapi belum hamil.(Manuaba, 1998).Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil
dalam waktu satu tahun.Infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil dan infertilitas
sekunder bila istri pernah hamil.(Siswandi, 2006).Pasangan infertil adalah suatu kesatuan hasil
interaksi biologik yang tidak menghasilkan kehamilan dan kelahiran bayi hidup.
B. Klasifikasi Infertilitas
Infertilitas terdiri dari 2 macam, yaitu :
1. Infertilitas primer yaitu jika perempuan belum berhasil hamil walaupun bersenggama
teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.
2. Infertilitas sekunder yaitu Disebut infertilitas sekunder jika perempuan penah hamil, akan
tetapi kemudian tidak berhasil hamil lagi walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan
kepada kemungkinan kehamilanselama 12 bulan berturut- turut.
C. Etiologi
1. Penyebab pada laki-laki (suami).
Kelainan pada alat kelamin
o Hipospadia yaitu muara saluran kencing letaknya abnormal, antara lain pada
permukaan testis.
o Ejakulasi retrograd yaitu ejakulasi dimana air mani masuk kedalam kandung
kemih.
o Varikokel yaitu suatu keadaan dimana pembuluh darah menuju bauh zakar terlalu
besar, sehingga jumlah dan kemampuan gerak spermatozoa berkurang yang
berarti mengurangi kemampuannya untuk menimbulkan kehamilan.
o Testis tidak turun dapat terjadi karena testis atrofi sehingga tidak turun.
Kegagalan fungsional
o Kemampuan ereksi kurang.
o Kelainan pembentukan spermatozoa
o Gangguan pada sperma.
Gangguan di daerah sebelum testis (pretesticular). Gangguan biasanya terjadi pada
bagian otak, yaitu hipofisis yang bertugas mengeluarkan hormon FSH dan LH. Kedua
hormon tersebut mempengaruhi testis dalam menghasilkan hormon testosteron,
akibatnya produksi sperma dapat terganggu serta mempengaruhi spermatogenesis dan
keabnormalan semen Terapi yang bisa dilakukan untuk peningkatan testosterone
adalah dengan terapi hormon.
Gangguan di daerah testis (testicular). Kerja testis dapat terganggu bila terkena
trauma pukulan, gangguan fisik, atau infeksi. Bisa juga terjadi, selama pubertas testis
tidak berkembang dengan baik, sehingga produksi sperma menjadi terganggu. Dalam
proses produksi, testis sebagai pabrik sperma membutuhkan suhu yang lebih dingin
daripada suhu tubuh, yaitu 3435 C, sedangkan suhu tubuh normal 36,537,5 C.
Bila suhu tubuh terus-menerus naik 23 C saja, proses pembentukan sperma dapat
terganggu.
Gangguan di daerah setelah testis (posttesticular). Gangguan terjadi di saluran sperma
sehingga sperma tidak dapat disalurkan dengan lancar, biasanya karena salurannya
buntu. Penyebabnya bisa jadi bawaan sejak lahir, terkena infeksi penyakit -seperti
tuberkulosis (Tb)-, serta vasektomi yang memang disengaja.
Tidak adanya semen. Semen adalah cairan yang mengantarkan sperma dari penis
menuju vagina. Bila tidak ada semen maka sperma tidak terangkut (tidak ada
ejakulasi). Kondisi ini biasanya disebabkan penyakit atau? kecelakaan yang
memengaruhi tulang belakang.
Kurangnya hormon testosterone. Kekurangan hormon ini dapat mempengaruhi
kemampuan testis dalam memproduksi sperma.
2. Penyebab pada suami dan istri
o Hubungan Seksual
Penyebab infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputi: frekuensi, posisi, dan
melakukannya tidak pada masa subur.1
o
Frekuensi
Hubungan intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang dilakukan setiap
hari akan mengurangi jumlah dan kepadatan sperma. Frekuensi yang dianjurkan adalah 2-3 kali
seminggu sehingga memberi waktu testis memproduksi sperma dalam jumlah cukup dan matang.
o
Posisi
Infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu dilakukan dengan
frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa kontrasepsi. Penetrasi adalah masuknya
penis ke vagina sehingga sperma dapat dikeluarkan, yang nantinya akan bertemu sel telur yang
menunggu di saluran telur wanita. Penetrasi terjadi bila penis tegang (ereksi). Oleh karena itu
gangguan ereksi (disebut impotensi) dapat menyebabkan infertilitas. Penetrasi yang optimal
dilakukan dengan cara posisi pria di atas, wanita di bawah. Sebagai tambahan, di bawah pantat
wanita diberi bantal agar sperma dapat tertampung. Dianjurkan, setelah wanita menerima
sperma, wanita berbaring selama 10 menit sampai 1 jam bertujuan memberi waktu pada sperma
bergerak menuju saluran telur untuk bertemu sel telur.
dengan masturbasi dan dimasukkan ke dalam wadah steril, tetapi juga dapat diperoleh melalui
hubungan seksual dengan menggunakan kondom khusus. Pengumpulan spesimen dilakukan
setelah berpuasa hubungan seksual (abstinensia) selama 3-5 hari. Abstinensia yang terlalu lama
sebelum pengambilan spesimen akan menyebabkan bertambahnya volume semen namun
berkurang motilitas spermanya. Setelah diambil, spesimen harus disimpan dalam suhu ruangan
dan diperiksa oleh laboratorium maksimal dalam 1 jam kemudian.9
Pemeriksaan dasar pada analisis semen antara lain volume semen, konsentrasi sperma,
motilitas sperma, viskositas, aglutinasi dan morfologinya sesuai yang sudah ditetapkan oleh
WHO. Meskipun analisis semen adalah landasan utama dalam pemeriksaan infertilitas, namun
pemeriksaan ini adalah prediktor yang relatif buruk untuk menilai kesuburan kecuali parameter
semen sudah sangat abnormal.9
dengan
spermatogenesisnya.
F. Prognosis
menggunakan
bromokriptin
dilaporkan
dapat
memperbaiki
Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada umur
suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi hubungan
seksual dan lamanya perkawinan). Fertilitas maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun,
kemudian menurun perlahan-lahan sampai umur 30 tahun, dan setelah itu menurun dengan cepat.
Menurut MacLeod, fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24-25 tahun. Hampir pada
setiap golongan umur pria proporsi terjadinya kehamilan dalam waktu kurang dari 6 bulan
meningkat dengan meningkatnya frekuensi senggama.
Jones dan Pourmand berkesimpulan bahwa pasangan yang telah dihadapkan pada
infertilitas selama 3 tahun, angka harapan terjadinya kehamilan adalah sebesar 50% atau bisa
dikatakan prognosisnya baik, sedangkan pada pasangan yang infertilitasnya sudah mencapai 5
tahun maka angka harapan terjadinya kehamilan adalah 30% dan bisa dikatakan prognosisnya
buruk.