Anda di halaman 1dari 12

1. Rasa nyeri saat berkemih dengan pemasangan kateter?

Tindakan kateterisasi urine merupakan tindakan invasif dan dapat menimbulkan


rasa nyeri, sehingga jika dikerjakan dengan cara yang keliru akan menimbulkan
kerusakan uretra yang permanen
Nyeri merupakan keluhan utama yang sering dialami oleh pasien dengan kateterisasi
urine karena tindakan memasukkan selang kateter dalam kandung kemih mempunyai
resiko terjadinya infeksi atau trauma pada uretra. Resiko trauma berupa iritasi pada
dinding uretra lebih sering terjadi padapria karena keadaan uretranya yang lebih
panjang daripada wanita dan membran mukosa yang melapisi dinding uretra memang
sangat mudah rusak oleh pergesekan akibat dimasukkannya selang kateter juga lumen
uretra yang lebih panjang. Dampak nyeri sebagai akibat spasme otot spingter karena
kateterisasi

akan

terjadi

perdarahan

dan

kerusakan

uretra

yang

dapat

menyebabkan striktur uretra yang bersifat permanen


Dysuria ditandai dengan berbagai gejala yang diakibatkan oleh daya regang
kandung kemih

yang berkurang sehingga tidak mampu mengembang maksimal

dan frekuensi berkemih pun berkurang. Dysuria juga merupakan manifestasi klinis
dari Infeksi Saluran Kemih (ISK), salah satu penyebabnya yaitu efek pemasangan
kateter yang sering dilakukan memicu adanya bakteri yang masuk ke uretra. Infeksi
pada saluran kemih dapat disebabkan oleh bakteri E. Coli karena saluran kemih
berdekatan dengan sumber bakteri, yaitu anus. Infeksi saluran kemih pasca
kateterisasi ini terjadi karena kuman dapat masuk melalui lumen kateter, rongga yang
terjadi antara dinding kateter dengan mukosa uretra serta akibat bentuk muara uretra
yang sulit dicapai antiseptik, sehingga kuman yang berada disini akan terdorong
kedalam kandung kemih kemudian menyebabkan inflamasi mukosa. Adanya bakteri
pada saluran kemih dan pembesaran prostat yang menekan uretra pars prostatika
mengakibatkan dysuria.
Infeksi pada saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri E. Coli karena saluran
kemih berdekatan dengan sumber bakteri, yaitu anus. Adanya bakteri pada saluran
kemih dan inflamasi mukosa dapat menyebabkan demam. Proses terjadinya demam
dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh
pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel
darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen

endogen (IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan
merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk. Prostaglandin yang terbentuk
kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus.
Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang
baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara
lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut.
Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas
yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru
tersebut.

2. Dampak sering dipasang kateter dgn terjadinya infeksi sauran kemih?


karena tindakan memasukkan selang kateter dalam kandung kemih mempunyai resiko
terjadinya infeksi atau trauma pada uretra. Pemakaian jelly dapat mengurangi tingkat
iritasi pada dinding uretra akibat pergesekan dengan kateter bila dibandingkan dengan
cara pelumasan dengan melumurijelly pada ujung kateter (Ferdinan, Tuti Pahria;
2003). Iritasi jaringan atau nekrosis dapat juga diakibatkan oleh pemakaian kateter
yang ukurannya tidak sesuai besarnya orifisium uretra, kurangnya pemakaian jelly,
penekanan yang berlebihan, misalnya memfiksasi terlalu erat dan penggunaan kateter
intermiten yang terlalu sering dapat merusak jaringan kulit. Dampak nyeri sebagai
akibat spasme otot spingter karena kateterisasi akan terjadi perdarahan dan kerusakan
uretra yang dapat menyebabkan striktur uretra yang bersifat permanen hal
Setiap prosedur pemasangan kateter harus diperhatikan prinsip-prinsip yang tidak
boleh ditinggalkan, yaitu; pemasangan kateter dilakukan secara aseptik dengan
melakukan disinfeksi secukupnya memakai bahan yang tidak menimbulkan iritasi
pada kulit genitalia dan jika perlu diberikan antibiotik seperlunya, diusahakan tidak
menimbulkan rasa sakit pada pasien. Kateter menetap dipertahankan sesingkat
mungkin sampai dilakukan tindakan definitif terhadap penyebab retensi urin, perlu
diingat makin lama kateter dipasang makin besar kemungkinan terjadi penyulit berupa
infeksi atau cedera uretra

3. Jenis antibiotik untuk tn.iske

Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan sasaran kerja senyawa tersebut dan


susunan kimiawinya. Ada enam kelompok antibiotika[1]dilihat dari target atau sasaran
kerjanya:

Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penisilin, Polipeptida


dan Sefalosporin, misalnya ampisilin, penisilin G;

Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone,


misalnya rifampisin, aktinomisin D, asam nalidiksat;

Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari


golongan Makrolida, Aminoglikosida, dan Tetrasiklin,
misalnya gentamisin, kloramfenikol, kanamisin, streptomisin, tetrasiklin, oksitetra
siklin, eritromisin, azitromisin;

Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomisin, valinomisin;

Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida,


misalnya oligomisin, tunikamisin; dan

Antimetabolit, misalnya azaserine.

Infeksi saluran kemih adalah gangguan kesehatan yang menyerang pada saluran
kemih menyerang bagian atas seperti pyelonephritis dan bagian bawah seperti cystitis
atau urethritis. Infeksi saluran kemih yang paling banyak disebabkan oleh bakteri
E.coli, proteus dan klebsiella. Penyebaran ascending seperti penggunaan kateter,
hematogen dan limfogen. Infeksi saluran kemih ini dapat dicegah dengan pemberian
obat antibiotik yang berfungsi sebagai penghambat atau membunuh kuman dan
bakteri penyebab dari infeksi. Obat antibitoik yang diberikan berdasarkan resep
dokter untuk mengatasi infeksi pada saluran kemih, seperti :
1. Cotrimoxazole
Cotrimoxazole merupakan antibiotik sulfonamide kombinasi dari sulfamethoxazole
dan trimethoprime. Obat antibiotik jenis ini memiliki daya kerja yang luas dan
antibakteri

trimetophrim

sekitar

20-100

kali

lebih

kuat

dibandingkan

sulfamethoxazole. Obat antibiotik ini memilik mikroba yang peka terhadap kombinasi
seperti : S. pneumonia, C. diphteriae, N. meningitis, 50-95% strain S.aureus, S.
pyogenes, S. viridans, S. faecalis, E. coli, P. mirabilis, P. morganii, P. rettgeri,

Enterobacter, Aerobacter spesies, Salmonella, Shigella, Serratia dan Alcaligenes


spesies dan Klebsiella spesies. Di mana pada infeksi saluran kemih yang paling
banyak berperan adalah E. coli, Proteus dan Klebsiella.
Berikut ini cara kerja cotrimoxazole dengan menghambat reaksi enzimatik pada
pembentukan asam tetrahidrofolat.

Sulfonamid/sulfamethoxazole

menghambat

masuknya

molekul

PABA (p-

amibobenzoic acid) ke dalam molekul asam folat


- Trimethoprim menghambat reaksi reduksi dari asam dihidrofolat menjadi asam
tetrahidrofolat
Tetrahidrofolat tersebut penting untuk reaksi-reaksi pemindahan atom C, seperti pada
sintesis basa purin dan asam amino. Trimethoprim menghambat enzim dihidrofolat
reduktase secara selektif, mengingat enzim tersebut juga terdapat pada manusia.

Resistensi terhadap cotrimoxazole lebih rendah dari pada terhadap masing-masing


obat penyusunnya. Resistensi terhadao bakteri Gram-negatif disebabkan oleh adanya
plasmid yang membawa sifat menghambat kerja obat terhadap enzim dihidrofolat
reduktase.

Secara farmakokinetik, rasio yang ingin dicapai antara kadar sulfamethoxazole dan
trimethoprim dalam darah adalah 20:1. Karena Vd trimethoprim lebih besar daripada
sulfamethoxazole, maka pada pemberian peroral rasio sulfamethoxazole dan
trimethoprim adalah 5:1 (dengan harapan ketika mencapai darah rasionya menjadi
20:1). Trimethoprim cepat terdistribusi ke jaringan dan kira-kira 40% terikat pada
protein plasma dengan adanya sulfamethoxazole. Kira-kira 65% sulfamethoxazole
terikat pada protein plasma. Sampai 60% trimethoprim dan 25-50% sulfamethoxazole
diekskresi melalui urin dalam 24 jam setelah pemberian.
Obat antibiotik jenis ini digunakan untuk infeksi saluran kemih bagian bawah.
Dengan pemberian dosis obat 160 mg trimethoprim dan 800 mg sulfamethoxazole
setiap 12 jam selama 10 hari untuk penyembuhan. Namun jika pemberian dosis
tunggal (320 mg trimethoprim dan 1600 mg sufamethoxazole ) selama 3 hari juga
efektif untuk pengobatn infeksi saluran kemih akut yang masih cukup ringan, infeksi
kronik dan infeksi yang terjadi berulang.
Efek samping yang ditimbulkan dari obat antibiotik jenis ini adalah megaloblastosis,
leukopenia, trombositopenia (pada orang dengan defisiensi folat), dermatitis
eksfoliatif, sindroma Steven-Johnson, nekrolisis epidermal toksik (jarang), mual,
muntah, sakit kepala, dll.
2. Fluoroquinolone
Fluoroquinolone merupakan antibiotik yang memiliki spektrum terutama untuk
bakteri Gram negatif (dayanya terhadap bakteri Gram positif relatif lemah). Walaupun
dalam beberapa tahun terakhir telah dikembangkan fluoroquinolone baru yang
berdaya antibakteri baik terhadap kuman Gram positif (S. pneumoniae dan S. aureus)
serta untuk kuman atipik penyebab infeksi saluran napas bagian bawah (Chlamydia
pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Legionella). Yang termasuk ke dalam
golongan fluoroquinolone adalah ciprofloxacin, norfloxacin, levofloxacin, ofloxacin,
moxifloxacin, dll.
Fluoroquinolone mempunyai daya antibakteri yang sangat kuat terhadap bakteri E.
coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, H. influenzae, Providencia, Serratia,

Salmonella, N. meningitidis, N. gonorrhoeae, B. catarrhalis dan Yersinia


enterocolitica.
Fluoroquinolone merupakan antibiotik bakterisidal yang bekerja dengan menghambat
enzim topoisomerase II dan topoisomerase IV. Enzim topoisomerase II (= DNA
gyrase) berfungsi untuk merelaksasikan DNA bakteri yang mengalami positive
supercoiling, sedangkan topoisomerase IV berfungsi dalam pemisahan DNA baru.
Resistensi pada fluoroquinolone dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
- Mutasi pada gen gyr A yang menyebabkan enzim gyrase A (topoisomerase II) tidak
dapat diduduki oleh molekul obat
- Perubahan pada permukaan sel kuman yang menghambat penetrasi obat
- Peningkatan mekanisme pemompaan obat keluar (efflux)
Fluoroquinolone terdistribusi dengan baik pada berbagai organ tubuh. Dalam urin,
semua fluoroquinolone mencapai kadar yang melampaui kadar hambat minimal untuk
kebanyakan kuman patogen selama minimal 12 jam. Waktu paruhnya relatif panjang
sehingga

cukup

diberikan

dua

kali

sehari.

Kebanyakan

fluoroquinolone

dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui ginjal.


Fluoroquinolone dapat digunakan untuk infeksi saluran kemih dengan/tanpa penyulit,
termasuk yang disebabkan oleh kuman-kuman yang multiresisten dan P. aeruginosa.
Efek samping yang terjadi penggunaan obat antibiotik ini adalah rasa mual, muntah,
sakit kepala, halusinasi, kejang, delirium (jarang), hepatotoksisitas (jarang),
kardiotoksisitas (penutupan kanal kalium menyebabkan aritmia ventrikel/torsades de
pointes) dll.

4. Bagaimana pemeriksaan molekular sehingga memastikan ESBL? Cara kerja,


hasil
ESBL merupakan enzim yang dapat menghidrolisis penicillin, cephalosporin
generasi I, II, III dan aztreonam (kecuali cephamycin dan carbapenem).1,2 ESBL

berasal dari -laktamase yang termutasi. Mutasi ini menyebabkan peningkatan


aktivitas

enzimatik

-lactamase

sehingga

enzim

ini

dapat

menghidrolisis

chepalosporin generasi III dan aztreonam. Penggunaan antibiotika golongan


cephalosporin generasi III secara luas untuk pengobatan infeksi di rumah sakit
disebutkan menjadi salah satu faktor risiko infeksi oleh bakteri penghasil ESBL.
Selain resisten terhadap antibiotika golongan cephalosporin, bakteri penghasil ESBL
juga sering menunjukkan resistensi pada penggunaan fluoroquinolone. 4,5,6 Selain
panggunaan antibiotika secara berlebihan, pasien dengan penyakit berat, LOS (Length
of Stay) yang lama dan dirawat dengan alat-alat medis yang sifatnya invasif (kateter
urin, kateter vena dan endotracheal tube) untuk waktu yang lama juga merupakan
risiko tinggi untuk terinfeksi oleh bakteri penghasil ESBL
Cara kerja :
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agno Pajariu yang melakukan penelitian
untuk mengetahui hubungan antara penggunaan antibiotika terutama golongan
cephalosporin dan fluoroquinolone terhadap kejadian infeksi oleh bakteri penghasil
ESBL di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Penelitian ini menggunakan studi kasus
kontrol, yaitu studi yang membagi subjek penelitian ke dalam 2 kelompok yaitu
kelompok kasus dan kelompok kontrol. Pengumpulan data penelitian dimulai dari
pemeriksaan kultur dan sensitivitas pasien rawat inap RSUP Dr. Kariadi di
Laboratorium Mikrobiologi FK. Undip Semarang. Sampel dari pasien dikultur dengan
menggunakan media Mac Conkey yang kemudian di cat dengan menggunakan
pengecatan Gram. Hasil kultur yang berupa bakteri bentuk batang Gram negatif, di
lakukan tes dengan menggunakan tes oxidase. Famili Enterobacteriaceae ditandai
dengan hasil tes oksidase negatif. Sampel yang berupa family Enterobacteriaqceae di
uji sensitivitasnya dengan menggunakan double disk synergy test untuk menentukan
apakah bakteri termasuk penghasil ESBL atau bukan. Selanjutnya sampel yang
menunjukkan ESBL positif dimasukkan ke dalam kasus dan ESBL negatif
dimasukkan ke dalam kontrol. Kemudian penelitian di lanjutkan ke bagian Rekam
Medik RSUP Dr. Kariadi untuk menelusuri faktor risiko. Data yang diperoleh
selanjutnya diolah dan dianalisis untuk mencari hubungan antara faktor risiko dengan
kejadian infeksi oleh bakteri penghasil ESBL.
Berikut hasil penelitianya:

Learning Issue: Phamacogenomics


A. Apa itu pharmacogenomics?
Pharmacogenomics adalah studi tentang bagaimana warisan genetik individu
mempengaruhi reaksi tubuh terhadap obat-obatan. Istilah ini berasal dari kata farmakologi
dan genomik dan dengan demikian persimpangan farmasi dan genetika. Pharmacogenomics
berprinsip bahwa pada suatu hari nanti obat dibuat khusus untuk per-individu dan disesuaikan
dengan susunan genetik setiap orang.Lingkungan, usia, gaya hidup, dan kondisi kesehatan
dapat mempengaruhi respon seseorang terhadap obat-obatan, tetapi pemahaman genetik
individu diperkirakan menjadi kunci untuk menciptakan obat dipersonalisasi dengan
keberhasilan yang lebih besar dan keamanan. Pharmacogenomics menggabungkan ilmu
farmasi tradisional seperti biokimia dengan pengetahuan beranotasi gen, protein, dan
polimorfisme nukleotida tunggal.
B. Apa manfaat yang diharapkan dari pharmacogenomics?
1. Lebih Kuat Obat
Perusahaan farmasi akan mampu menciptakan obat berdasarkan protein, enzim, dan
molekul RNA yang berhubungan dengan gen dan penyakit. Hal ini akan memfasilitasi
penemuan obat dan memungkinkan pembuat obat untuk menghasilkan terapi yang lebih

ditargetkan untuk penyakit tertentu. akurasi ini tidak hanya akan memaksimalkan efek terapi
tetapi juga mengurangi kerusakan pada sel-sel sehat di dekatnya.
2. Lebih baik, lebih aman Obat Pertama Kalinya
Alih-alih metode trial-and-error standar yang sesuai pasien dengan obat yang tepat,
dokter akan dapat menganalisa profil genetik pasien dan meresepkan terapi obat terbaik yang
tersedia dari awal. Tidak hanya akan mengambil menebak dari menemukan obat yang tepat,
akan mempercepat waktu pemulihan dan meningkatkan keamanan sebagai kemungkinan
reaksi yang merugikan dihilangkan.Pharmacogenomics memiliki potensi untuk secara
dramatis mengurangi estimasi 100.000 kematian dan 2 juta rawat inap yang terjadi setiap
tahun di Amerika Serikat sebagai hasil dari respons obat yang merugikan.
3. Lebih akurat Metode Penentuan Dosis Obat Tepat
Metode ini mendasarkan pada berat badan dan usia akan digantikan dengan dosis
berdasarkan genetika seseorang, cara tubuh memproses obat dan waktu yang dibutuhkan
untuk memetabolisme itu. Hal ini akan memaksimalkan nilai terapi dan mengurangi
kemungkinan overdosis.
4. Advanced Skrining untuk Penyakit
Mengetahui kode genetik seseorang akan memungkinkan seseorang untuk membuat gaya
hidup yang memadai dan perubahan lingkungan pada usia dini sehingga dapat menghindari
atau mengurangi keparahan penyakit genetik. Demikian pula, kemajuan pengetahuan tentang
kerentanan penyakit tertentu akan memungkinkan pemantauan hati-hati, dan perawatan dapat
diperkenalkan pada tahap yang paling tepat untuk memaksimalkan terapi.
5. Vaksin yang lebih baik
Vaksin terbuat dari bahan genetik, baik DNA atau RNA, semua manfaat dari vaksin yang
ada tidak berbahaya. Vaksin akan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh tetapi akan mampu
menyebabkan infeksi. Vaksin akan berharga murah(ekonomis), stabil, mudah untuk
penyimpanan, dan mampu menjadi rekayasa untuk membawa beberapa strain patogen
sekaligus.
6. Perbaikan pada Discovery Obat dan Proses Persetujuan

Perusahaan pada farmasi akan dapat menemukan terapi potensial lebih mudah dengan
menggunakan target genome. Sebelumnya kandidat obat yang gagal dapat dihidupkan
kembali sebagai mereka cocok dengan populasi ceruk yang mereka layani. Proses persetujuan
obat harus difasilitasi sebagai percobaan yang ditargetkan untuk kelompok populasi genetik
tertentu, memberikan derajat lebih besar untuk sukses. Biaya dan resiko uji klinis akan
berkurang dengan menargetkan hanya orang-orang yang mampu merespon terhadap suatu
obat.
7. Penurunan Biaya keseluruhan Perawatan Kesehatan
Penurunan jumlah reaksi obat yang merugikan, jumlah uji obat yang gagal, waktu yang
dibutuhkan untuk mendapatkan obat yang disetujui, lamanya waktu pasien saat pengobatan
berlangsung, efek penyakit pada tubuh (melalui deteksi dini), dan peningkatan dalam kisaran
sasaran obat yang mungkin akan mendorong penurunan bersih biaya perawatan kesehatan.
C. Apakah pharmacogenomics digunakan pada saat ini?
Untuk tingkat yang terbatas. The sitokrom P450 (CYP) enzim hati bertanggung jawab
untuk menghancurkan lebih dari 30 kelas yang berbeda obat. Variasi DNA dalam gen yang
kode untuk enzim ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk memetabolisme obatobatan tertentu. Kurang aktif atau tidak aktif bentuk enzim CYP yang tidak mampu untuk
mendobrak dan efisien menghilangkan obat dari tubuh dapat menyebabkan overdosis obat
pada pasien. Saat ini, uji klinis peneliti menggunakan tes genetik untuk variasi gen sitokrom
P450 untuk layar dan memonitor pasien. Selain itu, banyak perusahaan farmasi layar senyawa
kimia mereka untuk melihat seberapa baik mereka dipecah oleh bentuk-bentuk varian dari
enzim CYP.

Enzim lain yang disebut TPMT (methyltransferase thiopurine) memainkan

peran penting dalam pengobatan kemoterapi dari leukimia umum dengan memecah kelas
senyawa yang disebut terapi "thiopurine". Sebagian kecil Kaukasia memiliki varian genetik
yang mencegah mereka dari menghasilkan bentuk aktif dari protein ini.Akibatnya,
"thiopurine" mengangkat ke tingkat beracun di pasien karena bentuk tidak aktif dari tmpt
tidak mampu untuk memecah obat. Saat ini, dokter dapat menggunakan tes genetika untuk
menyaring pasien untuk kekurangan ini, dan kegiatan tmpt dimonitor untuk menentukan
tingkat yang sesuai dosis thiopurine.
D. Apa ada hambatan untuk kemajuan pharmacogenomics?

Pharmacogenomics adalah bidang penelitian berkembang yang masih dalam masa


pertumbuhan. Beberapa hambatan berikut akan harus diatasi sebelum banyak manfaat
pharmacogenomics dapat direalisasikan. Terdapat beberapa hambatan yang menjadi masalah,
yaitu:
1. Kompleksitas
Untuk menemukan variasi gen yang mempengaruhi respon obat polimorfisme nukleotida
tunggal (SNP) adalah variasi urutan DNA yang terjadi ketika sebuah nukleotida tunggal (A,
T, C, atau G) dalam urutan genom diubah. SNP terjadi setiap 100 sampai 300 basa di
sepanjang genom manusia 3-milyar-base, sehingga jutaan SNP harus diidentifikasi dan
dianalisa untuk menentukan keterlibatan mereka (jika ada) dalam respon obat. Selanjutnya
proses rumit adalah pengetahuan kita yang terbatas dari yang gen yang terlibat dengan setiap
respon obat. Karena banyak gen yang mungkin untuk mempengaruhi tanggapan, memperoleh
gambaran besar tentang dampak variasi gen sangat memakan waktu dan rumit.
2. Obat alternatif terbatas
Hanya satu atau dua obat yang disetujui mungkin tersedia untuk pengobatan kondisi
tertentu. Jika pasien memiliki variasi gen yang mencegah mereka menggunakan narkoba,
mereka dapat dibiarkan tanpa ada alternatif untuk pengobatan.
3. Disinsentif bagi perusahaan obat untuk membuat produk beberapa pharmacogenomic
Sebagian besar perusahaan farmasi telah berhasil dengan "satu ukuran cocok untuk
semua" pendekatan pengembangan obat. Karena biaya ratusan juta dolar untuk membawa
obat untuk pasar, akan perusahaan-perusahaan ini bersedia untuk mengembangkan obat
alternatif pada populasi yang kecil
4. Mendidik penyedia layanan kesehatan
Produk Memperkenalkan pharmacogenomic ganda untuk mengobati kondisi yang sama
untuk himpunan bagian populasi yang berbeda pasti akan menyulitkan proses meresepkan
dan mengeluarkan obat-obatan. Dokter harus melakukan langkah diagnostik tambahan untuk
menentukan obat mana yang paling cocok untuk setiap pasien. Untuk menafsirkan diagnostik
akurat dan merekomendasikan perawatan terbaik untuk setiap pasien, suatu resep, terlepas
dari itu, akan memerlukan pemahaman yang lebih baik genetika

http://www.klinikkeluarga.com/2010/10/infeksi-saluran-kemih-masalah-kesehatan.html
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=24&id=49228
oleh

Dr.

dr.

Wayan

Sudhana,

Sp.PD.-KGH,

FINASIM

Staf Divisi Ginjal dan Hipertensi


http://hmjepidbiostat.wordpress.com/2011/07/11/hello-world/

dapus

Bustan,M.N.

2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta.

http://nursingbegin.com/tag/kateter/
http://penyakitsalurankemih.com/antibiotik-untuk-infeksi-saluran-kemih/
http://notebooksaya.blogspot.com/2010/10/pharmacogenomics.html
Pajuriu, Agno. INFEKSI OLEH BAKTERI PENGHASIL EXTENDED-SPECTRUM BETALACTAMASE (ESBL) DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG: FAKTOR RISIKO TERKAIT
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK. 2010

Anda mungkin juga menyukai