Anda di halaman 1dari 11

Perdarahan Pasca Persalinan

Yang paling dikenal sebagai tiga penyebab klasik kematian ibu disamping infeksi dan
preeklampsia adalah perdarahan. Perdarahan pasca persalinan (PPP) adalah perdarahan yang
masif yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan
sekitarnya.dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu disamping perdarahan karena hamil
ektopik dan abortus. (1,2.3,4). PPP bila tidak mendapat penanganan yang semestinya akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta proses penyembuhan kembali.(1,5). Dengan
berbagai kemajuan pelayanan obstetri di berbagai tempat di Indonesia maka telah terjadi
pergeseran kausa kematian ibu bersalin dengan perdarahan dan infeksi yang semakin berkurang
tetapi penyebab eklampsi dan penyakit medis non kehamilan semakin menonjol (6)
Definisi PPP adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada praktisnya
tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan
lebih dini akan memberikan prognosa lebih baik. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang
lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun,
pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak nafas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit)
maka penanganan harus segera dilakukan.
Efek perdarahan terhadap ibu hamil tergantung pada volume darah saat ibu hamil,
seberapa tingkat hypervolemia yang sudah dicapai dan kadar hemoglobin sebelumnya. Anemia
dalam kehamilan yang masih tinggi di Indonesia (46%) serta fasilitas transfusi darah yang masih
terbatas menyebabkan PPP akan menganggu penyembuhan pada masa nifas, proses involusi dan
laktasi(1,2,7). PPP bukanlah suatu diagnosis

akan tetapi suatu kejadian yang harus dicari

kausanya. Misalnya PPP karena atonia uteri, PPP oleh karena robekan jalan lahir, PPP oleh
karena sisa plasenta atau oleh karena gangguan pembekuan darah. Sifat perdarahan pada PPP
bisa banyak, bergumpal-gumpal sampai menyebabkan syok atau terus merembes sedikit sedikit
tanpa henti.

Sebagai patokan, setelah persalinan selesai maka keadaan disebut aman bila : kesadaran dan
tanda vital ibu baik, kontraksi uterus baik dan tak ada perdarahan aktif/merembes dari vagina.

Pada awalnya wanita hamil yang normotensi akan menunjukkan kenaikan tekanan darah
sebagai respon terhadap kehilangan darah yang terjadi dan pada wanita hamil dengan hipertensi
bisa ditemukan normotensi setelah perdarahan. Pada wanita hamil dengan eklampsia akan sangat
peka terhadap PPP, karena sebelumnya telah terjadi defisit cairan intra-vaskuler dan ada
penumpukan cairan ekstra-vaskuler,

sehingga perdarahan yang sedikit saja akan cepat

mempengaruhi hemodinamika ibu dan perlu penanganan segera sebelum terjadinya tanda tanda
syok. (1,8)
PPP yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi
lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir dan 82-88% dalam dua minggu setelah bayi
lahir. (5)

Kausanya dibedakan atas :(1, modifikasi)

Perdarahan dari tempat implantasi plasenta


a. hipotoni sampai atonia uteri
-

akibat anesthesi

distensi berlebihan (gmelli, anak besar, hidramnion)

partus lama, partus kasep

partus presipitatus / partus terlalu cepat

persalinan karena induksi oksitosin

multi-paritas

korioamnionitis

pernah atonia sebelumnya

b.

sisa plasenta
-

kotiledon tersisa

plasenta susenturiata

plasenta accreta, increta, percreta

Perdarahan karena robekan


-

episiotomi yang melebar

robekan pada perineum, vagina dan serviks

ruptura uteri

Gangguan koagulasi
-

Jarang terjadi

thrombophilia ,

tetapi bisa memperburuk keadaan diatas ( misalnya pada kasus

sindroma HELLP, preeklampsia, solusio plasenta, kematian janin dalam

kandungan, emboli air ketuban dan lain lain)

Berdasarkan saat terjadinya PPP dapat dibagi menjadi PPP primer, yang terjadi dalam 24
jam pertama dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir dan sisa
sebagian plasenta. dan, dalam kasus yang jarang, bisa karena inversio uteri.
PPP sekunder, yang terjadi setelah 24 jam persalinan, biasanya oleh karena sisa plasenta.
Jumlah perdarahan yang diperkirakan terjadi sering hanya 50% dari jumlah darah yang
hilang. Perdarahan yang aktif dan merembes terus dalam waktu lama saat melakukan prosedur
tindakan juga bisa menyebabkan PPP. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan Hb dan
hematokrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan yang terjadi saat persalinan dibandingkan
dengan keadaan pra persalinan (1).

ATONIA UTERI

Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus
tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah anak dan
plasenta lahir.
Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:
Melakukan secara rutin manajemen aktif kala 3 pada semua wanita yang bersalin karena hal ini
dapat menurunkan insidens perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri.:
Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 ug) segera setelah bayi lahir

Faktor predisposisinya adalah:

regangan rahim berlebihan karena kehamilan gmelli, polihidramnion atau anak terlalu besar
kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep
kehamilan grande-multi para
ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita penyakit menahun.
mioma uteri yang menganggu kontraksi rahim
infeksi intra uterine (korioamnionitis)
ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan, bila setelah anak dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif
dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis maka
pada saat itu juga masih ada darah sejumlah 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah

akan tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi
pemberian darah pengganti..

TINDAKAN

Jumlah perdarahan yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa
masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis atau sampai syok berat hypovolemik. Tindakan
pertama yang harus dilakukan tergantung pada keadaan klinisnya. Secara lengkap dapat dilihat
pada Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, JNPKKR-POGI
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ,2002 (9) dan Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta 2002 (10).
Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal hal sebagai berikut :
(1,9,10,11,12,13,14,15)
sikap Trendelenburg, memasang venous line dan memberikan oksigen.
sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :
masase fundus uteri dan merangsang puting susu
pemberian oksitosin dan turunan ergot secara im , iv atau sc.
Memberikan derivat prostaglandin F2alpha (carboprost tromethamine) yang kadang memberikan
efek samping berupa diare, hipertensi, mual muntah, febris dan takikardia.
Pemberian misoprostol 800 1000 ug per-rektal
kompresi bimanual eksternal dan atau internal
kompresi aorta abdominalis
pemasangan tampon kondom, kondom dalam kavum uteri disambung dengan kateter, difiksasi
dengan karet gelang dan diisi cairan infus 200 ml yang akan mengurangi perdarahan dan
menghindari tindakan operatif.

catatan : tindakan memasang tampon kasa utero-vaginal tidak dianjurkan dan hanya bersifat
temporer sebelum tindakan bedah ke rumah sakit rujukan.
bila semua tindakan itu gagal maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomi
dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi.
Alternatifnya berupa:

ligasi arteria uterina atau arteria ovarica

operasi ransel B Lynch

supra vaginal histerektomi

total abdominal histerektomi

ROBEKAN JALAN LAHIR

Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan
persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan
karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap.
Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forsep atau
vakum ekstraksi atau karena versi ekstraksi..
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan perineum
spontan derajat ringan sampai ruptur perinei totalis (sfinkter ani terputus), robekan pada dinding
vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan urethra dan bahkan, yang terberat,
ruptura uteri. Oleh karena itu pada setiap persalinan hendaklah dilakukan inspeksi yang teliti
untuk mencari kemungkinan adanya robekan ini. Perdarahan yang terjadi saat kontraksi uterus
baik, biasanya, karena ada robekan atau sisa plasenta. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara
melakukan inspeksi pada vulva, vagina dan serviks dengan memakai spekulum untuk mencari
sumber perdarahan dengan ciri warna darah yang merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi.
Perdarahan karena ruptura uteri dapat diduga pada persalinan macet atau kasep, atau uterus

dengan lokus minoris resistensia dan adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas intra abdominal
(hal ini dibahas di bab lain).
Semua sumber perdarahan yang terbuka harus di klem dan diikat dan luka ditutup dengan jahitan
cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.
Teknis penjahitan memerlukan asisten, anesthesi lokal, penerangan lampu yang cukup
serta spekulum dan memperhatikan kedalaman luka. Bila penderita kesakitan dan tak kooperatif
maka perlu mengundang sejawat anesthesi untuk ketenangan dan keamanan melakukan
hemostasis.

RETENSIO PLASENTA

Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut sebagai
retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa
disebabkan karena adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta accreta
bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, dan disebut sebagai plasenta
increta bila plasenta sampai menembus miometrium dan plasenta percreta bila villi korialis
sampai menembus perimetrium.
Faktor disposisi terjadinya plasenta accreta adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea,
pernah kuret berulang dan multi-paritas. Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal dalam
uterus diebut : rest placenta dan dapat menimbulkan PPP primer atau (lebih sering) sekunder.
Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan/separasi plasenta akan ditandai oleh perdarahan
pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah sebagian lepas tetapi tidak keluar
pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya tahap ekspulsi, plasenta lahir. Pada
retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan.
Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak
(perdarahan kala tiga) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manuil,
meskipun kala uri belum lewat setengah jam.

Sisa plasenta/rest placenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah
melakukan plasenta manuil atau menemukan adanya kotiledon yang tak lengkap pada saat
melakukan pemeriksaan plasenta dan masih adanya perdarahan dari ostium uteri eksternum pada
saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit Untuk itu harus dilakukan
eksplorasi kedalam rahim dengan cara manuil/digital atau kuret dan pemberian uterotonika .
Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberikan trasfusi darah sesuai
keperluannya..

INVERSI UTERUS (1,9,10,15)

Kegawat daruratan pada kala tiga yang dapat menimbulkan perdarahan adalah terjadinya
inversi uterus. Inversi uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun
dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
Faktor faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang
masih terbuka lebar dan adanya kekuatan yang manarik fundus kebawah (misalnya karena
plasenta accreta, increta dan percreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari bawah) atau ada
tekanan pada fundus uteri dari atas (manuver Crede) atau tekanan intra-abdominal yang keras
dan tiba tiba (misalnya batuk keras atau bersin).

Melakukan traksi umbilikus pada pertolongan aktif kala tiga dengan uterus yang masih atonia
memungkinkan terjadinya inversio uteri.

Inversio uteri ditandai dengan tanda tanda : :


syok karena kesakitan dan
perdarahan banyak bergumpal
di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih melekat.

Bila kejadiannya baru terjadi maka prognosa cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup lama
maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis dan
infeksi..

TINDAKAN

. Secara garis besar tindakan yang dilakukan sebagai berikut (selanjutnya lihat Buku
Panduan dan Buku Pedoman) (9,10)

memanggil bantuan anesthesi dan memasang infus untuk cairan / darah pengganti dan pemberian
obat.
beberapa senter memberikan tocolytic/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum
dilakukan reposisi dengan manuil yaitu mendorong endometrium keatas masuk kedalam vagina
dan terus melewati serviks sampai tangan masuk kedalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu
dapat dilakukan semasih plasenta sudah terlepas atau tidak.
Didalam uterus plasenta dilepaskan secara manuil dan bila berhasil dikeluarkan dari rahim dan
sambil memberikan uterotonika lewat infus atau i.m. tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi
uterus kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan.
pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan keperluannya.
intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan manuver diatas
tak bisa dikerjakan maka dilakukan laparatomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan
histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.

PERDARAHAN KARENA GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH

Kausa PPP karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain
dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan
sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan
perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari
gusi, rongga hidung dan lain lain.

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang


abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang , thrombositopenia, terjadi
hypofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan
tes protrhombin dan PTT (patial thromboplastin time).
Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam
kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban dan sepsis.
Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar,
thrombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid).

ASPEK PENCEGAHAN

Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi akan memudahkan penyelenggara
pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan ante natal dan
melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit
rujukan. Tetapi pada saat proses persalinan maka semua kehamilan mempunyai risiko untuk
terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasca persalinan. Antisipasi
terhadap hal tersebut dapat dilakukan dalam bentuk :
persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit
kronis, anemia dan lain lain sehingga saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam
keadaan optimal

mengenal faktor predisposisi PPP seperti multiparitas, anak besar, hamil kembar, hidramnion,
bekas seksio, ada riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan risiko tinggi lainnya yang risikonya
akan muncul saat persalinan.
persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan penceggahan partus lama
kehamilan risiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan
dukun
menguasai langkah langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan mengadakan rujukan
sebagaimana mestinya.

Daftar Pustaka
Karkata M.K. Perdarahan Paskapersalinan (PPP). Dalam: Saifuddin AB. Rachimhadhi T.
Winkjosastro GH, penyunting. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirahardjo; 2008. H.522-9.

Anda mungkin juga menyukai